PENGARUH MENGHARDIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT HALUSINASI DENGAR PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD DR. AMINOGONDOHUTOMO SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITAS SESI I-III TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA KLIEN HALUSINASI DI RSJD Dr.

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

NASKAH PUBLIKASI GUSRINI RUBIYANTI NIM I PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RSKD DADI MAKASSAR

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr.

Aristina Halawa ABSTRAK

PENGARUH AKTIVITAS TERJADWAL TERHADAP TERJADINYA HALUSINASI DI RSJ DR AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Pengaruh Terapi Individu Generalis Dengan Pendekatan Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terhadap Frekuensi Halusinasi Pada Pasien Halusinasi

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

PENGARUH TERAPI KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL DI RSJD DR.AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA PASIEN HALUSINASI DI RSJD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN HALUSINASI DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PASIEN HALUSINASI DI RSJD SURAKARTA ABSTRAK

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

PENERAPAN TERAPI RELIGIUS DZIKIR PADA PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI DI WISMA SETYOWATI RSJ PROF. DR.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PENERAPAN STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

HUBU GA DUKU GA KELUARGA DE GA DURASI KEKAMBUHA PASIE SKIZOFRE IA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMI O GO DOHUTOMO SEMARA G

Ni Wayan Sri Utami 1, Abdul Ghofur 2, Wahyu Rochdiat 3 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

HUBU GA DUKU GA KELUARGA DE GA KEPATUHA KO TROL BEROBAT PADA KLIE SKIZOFRE IA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMI O GO DOHUTOMO SEMARA G

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

Nur Gutanto 1, Sri Hendarsih 2, Christin Wiyani 3 INTISARI

PENGARUH TERAPI MUSIK POPULER TERHADAP TINGKAT DEPRESI PASIEN ISOLASI SOSIAL DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN TERHADAP RESIKO PERILAKU KEKERASAN DIRUANG KENARI RS.KHUSUS DAERAH PROVINSI SUL-SEL

Promotif, Vol.4 No.2, April 2015 Hal 86-94

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

Jek Amidos Pardede & Reny Nella Silalahi Program Studi Ners Fakultas Farmasi Dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB

Koping individu tidak efektif

Rakhma Nora Ika Susiana *) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

Jurnal Keperawatan dan Kesehatan, Volume VII, No.1 April 2016

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan besar karena komunikasi 1. Oleh sebab itu komunikasi

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi... (B. I. Widyastini, 2014) 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. L DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 3 No.1 Maret 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG OBAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DI DESA BANARAN KULON PROGO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

Aji Galih Nur Pratomo, Sahuri Teguh, S.Kep, Ns *)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI TERHADAP KEMAMPUAN PASIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan meningkatnya penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

HUBUNGAN PELAKSANAAN INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN PENGENDALIAN DIRI PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA

Pandeirot M. Nancye Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth Jln. Cimanuk No. 20 Surabaya ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

Transkripsi:

PENGARUH MENGHARDIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT HALUSINASI DENGAR PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD DR. AMINOGONDOHUTOMO SEMARANG Karina Anggraini *) Ns. Arief Nugroho, S.Kep**), Supriyadi, MN***) *) Mahasiswa Program Studi S Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang **) Dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang ***) Dosen Program Studi SIlmu Keperawatan Poltekes Kemenkes Semarang ABSTRAK Schizofrenia adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan gangguan mental yang ditandai oleh kelainan dalam persepsi atau ungkapan realitas. Salah satu upaya untuk menangani kelainan dalam persepsi tersebut adalah dengan cara menghardik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh menghardik terhadap penurunan tingkat halusinasi dengar di RSJD Semarang. Desain penelitian ini adalah Quasi Experiment dengan menggunakan pendekatan One Group Pretest-Postest, dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 73 responden dengan tehnik purposive sampling. Data dianalisis dengan uji wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh menghardik terhadap penurunan tingkat halusinasi dengar, degan p-value 0,000. Hasil penelitian ini mempunyai implikasi yang bermanfaat bagi pelayanan kesehatan khususnya dibidang kesehatan jiwa untuk pasien skizofrenia yang mengalami halusinasi dengar. Kata kunci : menghardik, tingkat halusinasi Schizofrenia is psychiatric diagnosis describing a mental disorder characterized by an abnormality in perception or expression of reality. One effort to handle abnormality in perception said is by way of rebuke. Research is aimed to know the influence of rebuke the proud to a decrease in the level of hallucinations heard in RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Design this research is quasi experiment using approach one group pretest-postest, By the number of samples to be taken as many as 73 respondents with technique purposive sampling. Data were analyzed with a wilcoxon test. The result showed that there are the influence of rebuke the proud to a decrease in the level of hallucinations heard, in p-value 0,000. This research result have an implication that are useful for health servicesespecially in the fields of mental health for patients with schizophrenia undergoing hallucinations listen. Key Words : rebuke, the level of hallucination

PENDAHULUAN Menurut data dari World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyatakan, tahun 200 paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (Yosep. 2009). Menurut data Departemen Kesehatan (2009), jumlah penderita gangguan jiwa saat ini, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan,6% dan 0,46% menderita gangguan jiwa berat. Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah menyebutkan dari 000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara 9 orang dari 000 warga Jawa Tengah mengalami stress. Pada penderita gangguan jiwa, hanya 30% sampai 40% pasien gangguan jiwa bisa sembuh total, 30% harus berobat jalan dan 30% lainnya harus menjalani perawatan. Dibanding ratio dunia yang hanya satu permil, masyarakat Indonesia yang telah mengalami gangguan kejiwaan ringan sampai berat telah mencapai 8,5 % (Depkes RI, 2009). Salah satu gangguan jiwa yang berat adalah Skizofrenia. Schizofrenia adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan gangguan mental yang ditandai oleh kelainan dalam persepsi atau ungkapan realitas. Salah satu gejala umum dari skizofrenia yang banyak di jumpai adalah halusinasi. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat dan Akemat, 2002). Pada penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni et all (2008) tentang Efektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Penurunan Kecemasan Klien Halusinasi Pendengaran di Ruang Sakura RSUD Banyumas menyebutkan bahwa tingkat kecemasan sebelum dilakukan TAK stimulasi persepsi adalah 6 (40%) responden mengalami cemas ringan dan 9 (60%) responden mengalami cemas sedang. Setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi halusinasi didapatkan penurunan tingkat kecemasan yaitu 9 (60 %) responden tidak mengalami kecemasan, 5 (33,3%) responden mengalami cemas ringan dan (6,7%) responden mengalami cemas sedang. Dengan dilakukan TAK stimulasi persepsi halusinasi responden dapat berbagi pengalaman untuk menolong orang lain, dapat mengekspresikan perasaan dan kesempatan anggota kelompok untuk menampilkan kemampuannya. Sehingga kecemasan yang dialami menurun. Asuhan keperawatan jiwa merupakan asuhan keperawatan spesialistik, namun tetap dilakukan secara holistik pada saat melakukan asuhan kepada klien. Tindakan keperawatan yang tepat untuk mengatasi halusinasi mulai dengan melakukan hubungan saling percaya dengan pasien. Selanjutnya membantu pasien mengenal halusinasi dan membantu mengontrol halusinasi. Pelaksanaan dan pengotrolan halusinasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara kelompok dan secara individu. Secara kelompok selama ini

sudah dikenal dengan istilah terapi aktifitas kelompok (TAK) dan secara individu dengan cara face to face (Bahrudin, 200). Pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu, menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas secara terjadwal, dan mengkoncumsi obat dengan teratur (Keliat, Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan menghardik sebagai salah satu acuan penelitian dan Akemat. 202 ).. Menghardik merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan halusinasi dengan menolak halusinasi yang muncul. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul pengaruh menghardik terhadap penurunan tingkat halusinasi dengar di RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk a) menggambarkan tingkat halusinasi dengar sebelum dan sesudah terapi menghardik dengan, b) Menggambarkan tingkat halusinasi dengar sebelum dan sesudah menghardik dengan tanpa, c) Menganalisis perbedaan halusinasi dengar sebelum dan sesudah terapi menghardik dengan menutup telinga, d) Menganalisis perbedaan halusinasi dengar sesudah dan sesudah terapi menghardik dengan tanpa menutup telinga METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment (experimen semu) dengan menggunakan pendekatan One Group Pretest-Postest. Penelitian dilaksanakan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang mulai bulan April-Mei 203. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien skizofrenia yang mengalami halusinasi pendengaran dengan sampel sebanyak 73 responden. Klien-klien halusinasi yang mengalami halusinasi pendengaran dan kekambuhan dalam tahun terahir, klien bersedia menjadi responden adalah segala umur, dan klien bersedia menjadi responden sebagai criteria inklusi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah alat ukur berupa lembar kuasioner dan observasi yang hasilnya tertuang dalam lembar evaluasi kemampuan mengontrol halusinasi dengar pada klien halusinasi yang tercantum di lembar lampiran. Kuasioner ini terdiri dari beberapa pertanyaan untuk mengevaluasi responden, terdiri dari 5 pertanyaan, dan cara penilaian dengan memberi tanda centang ( ), bila sering sekali nilainya 4, selalu nilainya 3, kadang-kadang nilainya 2, tidak pernah nilainya. Dengan rentang nilai 5-0 (ringan), -5 (sedang), 6-20 (berat). Sedangkan pada lembar observasi terdapat 5 pernyataan, cara penilaian dengan memberi centang ( ) pada kegiatan yang telah dilakukan responden, apabila YA nilainya maka TIDAK nilainya 0. Pada penilaian ini apabila saja pernyataan dijawab TIDAK maka dianggap tidak melakukan. Dalam penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu pengaruh menghardik dengan variabel terikat yaitu penurunan tingkat halusinasi dengar. Sebelum dilakukan uji independent T-Test dilakukan uji kenormalan data dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov. Pada hasil uji Kolmogorov Smirnov didapatkan pada variabel klasivikasi pre test p.value = 0,000 dan klasivikasi pos test p.value = 0,000. Maka disimpulkan bahwa data

berdistribusi tidak normal, sehingga uji statistic yang digunakan adalah Wilcoxon. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 5.4 Distribusi frekwensi halusinasi setelah dilakukan terapi menghardik tanpa di RSJD Periode April 203 (N=33) Tabel 5. Distribusi frekwensi halusinasi sebelum dilakukan terapi menghardik dengan di RSJD Periode April (N=40) 2 Berat Sedang 4 26 35 65 Total 40 00 Tabel 5.2 Distribusi frekwensi halusinasi sesudah dilakukan terapi menghardik dengan di RSJD Periode April 203 (N=40) Ringan 40 00 Total 40 00 Tabel 5.3 Distribusi frekwensi halusinasi sebelum dilakukan terapimenghardik tanpa di RSJD Periode April 203 (N=33) 2 Sedang Ringan 22 Tabel 5.6 66.7 33.3 Total 33 00 Perbedaan pada halusinasi dengar sebelum dan sesudah menghardik dengan di RSJD dr.amino Gondohutomo Periode April 203 (N=40) Variabel Kategori Total p.value Halusinasi sebelum menghardik dengan Halusinasi setelah menghardik dengan Negative Positive 0 40 Total 40 0,000 2 3 Berat Sedang Ringan 4 8 42.4 54.5 3 Total 33 00

Table 5.6 Perbedaan pada halusinasi dengar sebelum dan sesudah menghardik tanpa menutup telinga di RSJD dr.amino Gondohutomo Periode April 203 (N=33) Variabel Kategorik Total p.value Halusinasi sebelum menghardik tanpa Negative 0 0,000 Halusinasi setelah menghardik tanpa Positive Ties 32 Total 33 Perbedaan tingkat halusinasi dengan sebelum dan sesudah diberikan terapi menghardik dengan Hasil analisis bivariat dengan uji wilcoxon, menunjukkan bahwa semua responden (40) mengalami perubahan halusinasi dengar setelah diberikan menghardik dengan dengan nilai p= 0,000. maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada perbedaan bermakna halusinasi dengar sebelum dan sesudah diberikan terapi menghardik dengan Dari hasil analisis tersebut diatas menunjukkan bahwa setelah diberi terapi menghardik dengan responden mengalami penurunan tingkat halusinasi dengar, hal ini dikarenakan pada saat responden saat melakukan terapi menghardik responden menjadi lebih fokus dan berkonsentrasi pada halusinasinya. Sehingga memungkinkan beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter tidak berlebihan. Perbedaan tingkat halusinasi dengan sebelum dan sesudah diberikan terapi menghardik dengan tanpa menutup telinga Pada hasil bivariat tersebut juga menunjukkan bahwa responden (32) mengalami perubahan halusinasi dengar setelah diberikan terapi menghardik tanpa. Hasil uji wilcoxon dijelaskan bahwa nilai p = 0,000 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada perbedaan bermakna halusinasi dengar sebelum dan sesudah diberikan menghardik tanpa. Sebagian responden yang tidak mengalami perubahan halusinasi setelah dilakukan menghardik tanpa sebanyak satu responden. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa responden mengalami penurunan tingkat halusinasi dengar setelah diberikan terapi menghardik dengan. Kedua hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa kedua cara terapi menghardik yaitu menghardik dengan dan menghardik tanpa sama-sama memperoleh hasil yang diharapkan oleh peneliti yaitu ada pengaruh terhadap penurunan tingkat halusinasi dengar. Hal ini dibuktikan pada hasil bivariat bahwa responden mengalami penurunan tingkat halusinasi dengar setelah menghardik dengan yaitu dari kategorik sedang sebanyak 26 (65%), dan kategorik berat sebanyak 4 (35%), menjadi kategorik ringan pada seluruh responden yaitu sebanyak 40 responden (00%). Kemudian hasil dari bivariat setelah menghardik tanpa adalah dengan kategori sedang sebanyak 8(54.5%), kategori berat 4(42.4%), dan

kategori ringan sebanyak (3.0%), menjadi kategori sedang sebanyak 22(66.7%), kategori ringan (33.3%). Responden mengalami penurunan tingkat halusinasi setelah menghardik dan pada hasil bivariat responden yang mengalami penurunan tingkat halusinasi dengar setelah dilakukan menghardik tanpa maupun dengan. Artinya kedua cara mengardik tersebut diatas boleh dilakukan oleh perawat di rumah sakit karena sama-sama dapat menurunkan frekuensi halusinasi. Akan tetapi pengaruh terapi menghardik dengan memberikan pengaruh lebih besar dalam penurunan tingkat halusinasi dengar, sehingga dianjurkan untuk para perawat di rumah sakit agar menggunakan terapi menghardik dengan karena hasilnya akan lebih baik. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada penelitian ini dari 40 responden sebagian besar memiliki halusinasi dengar sebelum dilakukan menghardik dengan dengan kategorik sedang sebanyak 26 (65%), dan halusinasi dengar dengan kategorik berat sebanyak 4 (35%) responden. Pada penelitian ini seluruh responden 40 (00%) mengalami penurunan halusinasi dengar ringan setelah dilakukan terapi menghardik dengan. Pada penelitian ini sebagian besar responden memiliki halusinasi dengar sebelum terapi menghardik tanpa dengan kategori sedang sebanyak 8 (54.5%), kategori berat 4 (42.4%), dan kategori ringan sebanyak (3.0%) responden. Sebagian besar responden memiliki halusinasi dengar setelah menghardik tanpa dengan kategorik sedang sebanyak 22 (66.7%), kategorik ringan (33.3%) responden. Ada perbedaan bermakna halusinasi dengar sebelum dan sesudah diberikan terapi menghardik dengan (p value = 0,000). Ada perbedaan yang bermakna halusinasi dengar sebelum dan sesudah diberikan terapi menghardik tanpa (p value=0,000). Saran Bagi rumah sakit, dilakukan pelatihan menghardik dengan menutup telinga pada perawat yang belum pernah dan yang sudah pernah dilakukan review. Bagi perawat, dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengaruh terapi menghardik dengan memberikan pengaruh lebih besar dalam penurunan tingkat halusinasi dengar, sehingga dianjurkan untuk para perawat di rumah sakit untuk menggunakan terapi menghardik dengan karena hasilnya akan lebih baik. Bagi keluarga, disini peran keluarga juga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat Bagi klien, mampu dan mau menggunakan terapi menghardik dengan sehingga diharapkan kemungkinan klien untuk kambuh dapat berkurang.

DAFTAR PUSTAKA Bahrudin, M.(200). Pengaruh Stimulasi Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia di RS Jiwa Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang..(3).09-2 Benhard Rudyanto Sinaga.(2007). Skizofrenia & Diagnosis Banding. Jakarta : FKUI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (990). Kamus Besar Bahasa Indonesia/TIM. Jakarta : Balai Pustaka DEPKES RI. (2009). Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Depkes Hidayat, Aziz A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba medika Isnaeni, Wijayanti, Upoyo. (2008). Efektifitas Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Penurunan Kecemasan Klien Halusinasi Pendengaran di Ruang Sakura RSUD Banyumas. 3.().32-39 Keliat, B.A. (20). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC Keliat, B.A. (202). Model Praktik Keperawatan Profesional JIWA. Jakarta: EGC Kusumawati, F. (20). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika Machfoedz, I. (2005). Metodologi Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran. Yogyakarta : Fitramaya Pinzon, Rizaldi. (2007). Peran Dopamin Pada Gangguan Spektrum Autistik.http://kalbefarma.com/ diperoleh tanggal 7 July 203 Stuart. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : Salemba Medika Wasis. (2006). Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Riyanto, A. (20). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. WHO. (2003). LESIKON Istilah Kesehatan Jiwa & Psikiatrik. Jakarta : EGC Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama