ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

Aristina Halawa ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Masalah gangguan kesehatan jiwa menurut data World Health

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

EFEKTIVITAS TERAPI GERAK TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

Lampiran 1. JADUAL KEGIATAN HARIAN Nama : No. Kode: Ruang Rawat : No. Waktu Kegiatan Tanggal Pelaksanaan Ket

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah. dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

Transkripsi:

ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman. Salah satu pencegahan dan penyembuhan masalah gangguan halusinasi yaitu dengan menerapkan intervensi manajemen halusinasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh manajemen halusinasi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Desain penelitian menggunakan one group pretest-posttest design. Teknik pengambilan sampling yaitu total sampling yang berjumlah 17 orang. Pengambilan data menggunakan kuesioner kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan prosedur kerja. Hasil penelitian didapatkan ada perbedaan 16,7% pada kemampuan kognitif dan 27,7% pada kemampuan psikomotor. Uji test Wilxocon pengaruh ini bermakna secara statistik dengan tingkat kemaknaan p=0,000 < 0,05 artinya manajemen halusinasi berpengaruh terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi. Kesimpulannya yaitu manajemen halusinasi dapat digunakan untuk mengontrol halusinasi secara berkala di rumah. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa Referensi (52: 1993 2015) iv

v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x DAFTAR SINGKATAN... xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.3.1 Tujuan Umum... 5 1.3.2 Tujuan Khusus... 5 1.4 Manfaat Penelitian... 6 1.4.1 Manfaat Teoritis... 6 1.4.2 Manfaaat praktis... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa... 7 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa... 7 2.1.2 Klasifikasi Gangguan Jiwa... 7 2.2 Halusinasi... 9 2.2.1 Pengertian Halusinasi... 9 2.2.2 Etiologi Halusinasi... 9 2.2.3 Jenis Halusinasi... 11 2.2.4 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan... 13 2.3 Manajemen Halusinasi... 15 2.3.1 Pengertian Manajemen Halusinasi... 15 2.3.2 Langkah Manajemen Halusinasi... 15 2.4 Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi... 19 2.5 Hubungan Manajemen Halusinasi dengan Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi... 22 BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep... 24 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel... 25 3.3 Hipotesis... 25 3.4 Definisi Operasional... 25 Halaman vi

vii BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian... 27 4.2 Kerangka Kerja... 28 4.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 29 4.4 Populasi, Teknik Sampling Penelitian dan Sampel... 29 4.4.1 Populasi... 29 4.4.2 Teknik Sampling... 29 4.4.3 Sampel... 30 4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 31 4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan... 31 4.5.2 Cara Pengumpulan Data... 31 4.5.3 Instrumen Pengumpul Data... 33 4.5.4 Etika Penelitian... 33 4.6 Pengolahan dan Analisa Data... 35 4.6.1 Teknik Pengolahan Data... 35 4.6.2 Teknik Analisa Data... 36 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Jenis Halusinasi dan Data Penunjangnya... 11 Tabel 2.2 Obat Pada Pasien Halusinasi... 18 Tabel 3.1 Definisi Operasional Pengaruh Manajemen Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara... 26 vii iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Rentang Sakit Sehat Jiwa.. 8 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Manajemen Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien dalam Mengontrol Halusinasi (Modifikasi Stuart & Laraia,2005, Keliatdkk, 2007).. 24 Gambar 4.1 Gambar 4.1 Rancangan Pre-Eksperimental dengan One Group Pre-Test and Post-Test Design.... 27 Kerangka Kerja Pengaruh Manajemen Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Wilayah Kerja Puskesmas Denpasar...... 28 iv ix

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Jadwal Penelitian Lampiran 2 Penjelasan Penelitian Lampiran 3 Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 4 Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5 Prosedur Tindakan Manajemen Halusinasi Lampiran 6 Data Sosio Demografi dan Kuesioner Kemampuan Mengontrol Halusinasi Lampiran 7 Lembar Konsultasi Lampiran 8 Rencana Anggaran Biaya Penelitian Lampiran 9 Biodata Peneliti iv x

DAFTAR SINGKATAN APA CBT CPZ HLP NIC ODGJ SHG TAK THP WHO : American Psychiatric Association : Cognitive Behaviour Therapy : Clorpromazine : Haloperidol : Nanda Intervensi Classification : Orang Dengan Gangguan Jiwa : Self Help Group : Terapi Aktivitas Kelompok : Trihexiphenidyl : World Health Organization 5

6 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sehat merupakan suatu keadaan yang diinginkan semua orang, maka dari itu setiap orang berusaha untuk menjaga kesehatannya dari penyakit maupun bahaya lainnya. Menurut World Health Organization (WHO) sehat merupakan keadaan sempurna dari segi fisik, mental, sosial dan tidak hanya terbebas dari penyakit namun juga terbebas dari kecacatan (Suliswati dkk, 2005). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Jadi sehat yang optimal wajib dan harus dimiliki oleh semua individu dari lahir hingga tua nantinya, sehingga dengan tubuh yang sehat, individu lebih bisa produktif untuk bekerja dan berfikir sehingga mampu diterima oleh masyarakat. Kesehatan jiwa merupakan salah satu kriteria untuk memenuhi sehat yang optimal agar dapat mencapai manusia yang berkualitas dan terbebas dari gangguan jiwa. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia (Keliat, Akemat, Helena & Nurbaeni, 2007). Dengan demikian individu yang mempunyai kesehatan jiwa yang optimal adalah individu yang di dalam dirinya mempunyai jiwa yang sehat. Individu yang sehat jiwanya adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan bahagia (Karl, 1983). Namun seiring dengan timbulnya beberapa stressor atau rangsangan dari dalam dan luar individu seperti stress bekerja, lingkungan sosial yang kurang baik, dukungan keluarga yang kurang, serta ketidakberdayaan diri menyebabkan seseorang dapat mengalami gangguan jiwa.

7 American Psychiatric Association (2000, dalam Varcaloris, 2006) mendefinisikan bahwa gangguan jiwa adalah sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress atau disabilitas atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, kehilangan kebebasan. Keliat dkk. (2007) mengungkapkan bahwa gangguan jiwa merupakan suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Individu yang gagal dalam melaksanakan peran sosial kemungkinan akan mendapat stressor negatif dari diri yang membuat pasien menjadi lebih mudah untuk mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan hal tersebut jika stressor negatif didapatkan terus menerus oleh suatu individu maka akan menimbulkan respons maladaptif bagi seseorang berupa waham, perilaku kacau, ketidakmampuan mengendalikan emosi, isolasi sosial dan salah satunya yaitu halusinasi (Keliat dkk., 2007). Halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang diterima disertai dengan penurunan berlebih distorsi atau kerusakan respon beberapa stimulus (Nanda, 2005). Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman (Keliat dkk., 2007). Halusinasi yang di rasakan untuk setiap pasien berbeda-beda satu sama lain, ada yang mengalami halusinasi pendengaran ditambah dengan halusinasi penglihatan, ada yang mengalami halusinasi pendengaran ditambah dengan halusinasi penghidu, serta pasien dengan halusinasi juga dapat menambah masalah keperawatan seperti waham, perilaku kekerasan, harga diri rendah dan isolasi sosial. Individu yang mempunyai halusinasi merasakan suatu stimulus yang tidak ada atau tidak nyata. Pada pasien yang mengalami halusinasi dapat disebabkan karena ketidakmampuan pasien menghadapi stressor dan kurangnya kemampuan dalam mengontrol halusianasi (Maramis, 2004). Data WHO (2009) menunjukan sebanyak 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, terdapat sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu

8 selama hidupnya. Gangguan jiwa yang mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25% ditahun 2030. Di Indonesia sendiri menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Di Bali sendiri bahwa terdapat 40 ribu populasi masyarakat yang hampir mendekati mengalami gangguan jiwa alias terancam gila. Sementara sebanyak 4000-8000 pasien yang mengalami gangguan jiwa sudah berobat di seluruh rumah sakit di Bali (Bali Dewata, 2013). Khusus di wilayah Denpasar tempat dilakukan penelitian bahwa jumlah gangguan jiwa di provinsi ini cukup menghawatirkan. Dari 857.500 penduduk, 20% atau 2.002 jiwa Denpasar mengidap gangguan jiwa (Profil Kesehatan Provinsi Bali, 2012). Untuk di Puskesmas III Denpasar Utara sendiri data tentang orang dengan gangguan jiwa sebanyak 120 orang (Dinkes Kota Denpasar Pada Pelatihan CMHN, 2014). Terdapatnya kasus orang dengan gangguan jiwa tidak lepas dikarenakan adanya kondisi sosial ekonomi yang tinggi pada masyarakat Denpasar. Denpasar merupakan jantungnya Provinsi Bali dimana masyarakat dari desa akan cenderung ke kota untuk mencari pekerjaan. Semakin banyak pekerjaan dan tingkat kesibukan, maka semakin tinggi juga resiko untuk munculnya stress, tekanan dan trauma pada masyarakat yang dapat menjadi benih awal gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa yang pernah di rawat di rumah sakit, khususnya dengan gangguan halusinasi umumnya mendapatkan perawatan serta latihan untuk dapat mengontrol halusinasi yang di dapatkannya. Dalam standar asuhan keperawatan jiwa yang sudah di tetapkan oleh rumah sakit jiwa di seluruh Indonesia bahwa terdapat salah satu intervensi untuk mengontrol ataupun mengobati halusinasi yaitu dengan cara manajemen halusinasi. Nanda (2004) mengatakan bahwa manajemen halusinasi adalah suatu dukungan keamanan, kenyamanan dan orientasi realita dari pengalaman halusinasi pasien. Intervensi dari manajemen halusinasi salah satunya yaitu membantu klien memonitor halusinasi dengan mengajarkan cara yang tepat untuk mengontrol halusinasi. Keliat, dkk (2007) menetapkan bahwa untuk dapat membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasinya dilakukan dengan beberapa tindakan keperawatan yaitu dengan cara mengontrol kemampuan kognitif dan psikomotor pasien halusinasi.

9 Kemampuan kognitif yaitu kemampuan pasien halusinasi untuk mengenali dan menjelaskan dengan jelas halusinasi yang di deritanya seperti isi halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul, manfaat beraktifitas ketika halusinasi datang, manfaat dari bercakap-cakap serta manfaat minum obat secara teratur. Kemampuan psikomotor yaitu kemampuan pasien halusinasi untuk mampu melaksanakan tindakan keperawatan mengontrol halusinasi seperti kemampuan utnuk menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain (perawat, teman), melakukan aktivitas yang terjadwal dan menggunakan obat secara teratur (Keliat dkk, 2007). Kedua kemampuan ini harus dimiliki oleh pasien dengan gangguan halusinasi, baik halusinasi pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecap atau peraba untuk dapat mengontrol halusinasi yang datang. Dengan adanya kedua kemampuan ini, maka manajemen halusinasi dapat dilaksanakan baik oleh pasien dan keluarga (Stuart dan Sudeen, 1995). Manajemen halusinasi yang dilakukan perawat di rumah sakit dalam mengontrol halusinasi sudah sangat baik di lakukan. Kemudian saat pasien sudah bisa menunjukan sikap dan tindakan yang baik untuk mengontrol halusinasinya, pasien dapat diizinkan pulang dan melakukan rawat jalan oleh pihak tenaga kesehatan. Namun pada kenyataannya, ketika sudah lama berada dirumah biasanya pasien dan keluarga akan lupa melakukan tindakan keperawatan yaitu manajemen halusinasi dalam mengontrol halusinasi yang di alami klien. Masalah ini di dukung dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti tanggal 7 April 2016 di bagian wilayah kerja puskesmas Denpasar Utara, bahwa 2 keluarga yang dilakukan wawancara mengatakan tidak mengetahui secara lengkap tindakan manajemen halusinasi (aktivitas terjadwal dan minum obat teratur) yang seharusnya dikontrol oleh pihak keluarga. Serta dari hasil observasi 2 pasien halusinasi, peneliti melihat pasien hanya terdiam dan mengatakan bahwa jika halusinasi muncul biasanya pasien duduk diam di luar saja. Fenomena dari masalah gangguan jiwa tersebut khususnya gangguan jiwa dengan masalah halusinasi jika dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi pasien sehingga menimbulkan kekambuhan ulang serta akan mengakibatkan berbagai keluhan lain

10 seperti konsentrasi menurun, kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi dan kenyataan, isolasi diri dari lingkungan, menarik diri, perilaku kekerasan dan sangat potensial melakukan bunuh diri dan membunuh orang lain (Chaery, 2009). Maka dari itu solusi terbaik dalam pencegahan kekambuhan ulang dan dampak lain dari halusinasi yaitu dengan cara manajemen halusinasi yang diterapkan bukan hanya dirumah sakit melainkan dirumah pasien atau rumah anggota keluarga. Dengan intervensi tersebut, maka akan memudahkan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas untuk melaksanakan pencegahan tersier yaitu mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan pada gangguan jiwa khususnya pasien halusinasi (Keliat dkk, 2007). Sehubungan dengan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul Pengaruh Manajemen Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian masalah diatas dapat ditarik rumusan masalah yaitu adakah pengaruh manajemen halusinasi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh manajemen halusinasi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi sebelum dilakukan intervensi manajemen halusinasi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. 2. Mengidentifikasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi setelah dilakukan intervensi manajemen halusinasi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara.

11 3. Menganalisis pengaruh manajemen halusinasi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu keperawatan khusunya keperawatan jiwa komunitas dalam pemberian intervensi manajemen halusinasi sebagai upaya memandirikan pasien dengan masalah halusinasi. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan atau referensi peneliti selanjutnya mengenai pengaruh manajemen halusinasi dengan variabel yang berbeda dan sampel yang lebih banyak. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi pasien dan keluarga a. Dapat memudahkan keluarga untuk mengontrol dan mencegah kekambuhan pasien dengan masalah halusinasi. b. Dapat menjadi salah satu intervensi alternatif tindakan mandiri pasien dalam mencegah timbulnya halusinasi. 2. Bagi petugas kesehatan di puskesmas a. Sebagai pencegahan tersier dalam mengurangi tingkat kecacatan dan ketidakmampuan akibat gangguan jiwa. b. Memberikan salah satu intervensi halusinasi keperawatan yang bisa untuk diaplikasikan langsung ke masyarakat. 3. Bagi institusi pendidikan, dapat ditambahkan sebagai modul intervensi baru untuk keperawatan kesehatan jiwa komunitas. 4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi perawat dan tenaga kesehatan agar menggunakan intervensi manajemen haluisnasi bukan hanya di rumah sakit namun juga di komunitas atau masyarakat.