BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. halusinasi. Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

HUBUNGAN PELAKSANAAN INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN PENGENDALIAN DIRI PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

Aristina Halawa ABSTRAK

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utuh sebagai manusia. Melalui pendekatan proses keperawatan untuk

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr.

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Masalah gangguan kesehatan jiwa menurut data World Health

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Halusinasi merupakan salah satu gejala yag sering ditemukan pada klien

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN TERHADAP RESIKO PERILAKU KEKERASAN DIRUANG KENARI RS.KHUSUS DAERAH PROVINSI SUL-SEL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang menakutkan karena berpotensi menyebabkan

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia saat ini, banyak mengalami keprihatinan dengan kesehatan, salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari perhatian. Orang sengaja menghindar dan tidak mencari bantuan bagi keluarganya yang mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa (Rudyanto, 2007). Gangguan jiwa memang tidak dianggap sebagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dapat menyebabkan ketidakmampuan secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Hawari, 2007). Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya, gejala nyeri), disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, dan sangat kehilangan kebebasan (American Psychiatric Association, 1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau merusak/menyakiti dirinya sendiri (Baihaqi, dkk, 2005). Gangguan jiwa sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah lainnya. Hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, 1

2 takut hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau kita kenal sebagai gangguan jiwa (Hardianto, 2009). Kecenderungan gangguan jiwa akan semakin meningkat seiring dengan terus berubahnya situasi ekonomi dan politik kearah tidak menentu, prevalensinya bukan saja pada kalangan menengah kebawah sebagai dampak langsung dari kesulitan ekonomi, tetapi juga kalangan menengah keatas sebagai dampak langsung atau tidak langsung ketidakmampuan individu dalam penyesuaian diri terhadap perubahan sosial yang terus berubah (Rasmun, 2001). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan jiwa di dunia adalah 450 juta jiwa. Dengan mengacu data tersebut, kini jumlah itu diperkirakan sudah meningkat. Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan. Data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2006 menyebutkan bahwa diperkirakan 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan kejiwaan, dari tingkat ringan hingga berat. Sebaliknya, Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah penderita gangguan jiwa berat sebesar 2,5 juta jiwa, yang diambil dari data RSJ se-indonesia. Pada studi terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama (Hardian, 2008). Berdasarkan data dari medical record BPRS dari Makasar Provinsi Sulawesi Selatan menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tahun 2008 (Januari-Maret) jumlah pasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162 orang.

3 Hasil survei awal yang diperoleh dari sumber Rumah Sakit Jiwa Medan Tahun 2012, pasien halusinasi mengalami peningkatan sebanyak 1398 orang dengan rata-rata ± 280 penderita per bulannya dengan jumlah ruangan rawat inap 14 ruangan dan jumlah perawat keseluruhan rawat inap adalah 122 orang (Data Medikal Record Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara). Berbagai manifestasi klinis gangguan jiwa mendapat perhatian serius dalam perawatan klien gangguan jiwa, diantaranya halusinasi. Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang yang menimbulkannya atau tidak ada objek (Sunardi, 2005). Menurut Yosep (2010), bahwa halusinasi didefenisikan sebagai terganggunya persepsi seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jenis halusinasi yang paling banyak diderita oleh pasien dengan skizofrenia adalah pendengaran. Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan sensori persepsi. Pasien yang mengalami halusinasi biasanya merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu (Direja, 2011). Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran yaitu pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara, sedangkan halusinasi penglihatan dalam hal ini pasien melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Halusinasi penciuman yaitu pasien mengalami hal-hal sebagai berikut membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa, selanjutnya adalah halusinasi pengecapan, dimana pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada, merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedang makan apapun serta

4 merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit (Yosep, 2010). Sensori dan persepsi yang dialami pasien tidak bersumber dari kehidupan nyata, tetapi dari diri pasien itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa pengalaman sensori tersebut merupakan sensori palsu. Menurut Chaery (2009), menyatakan bahwa dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi. Pada situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan halusinasi, dibutuhkan penanganan yang tepat. Dengan banyaknya angka kejadian halusinasi, semakin jelas bahwa dibutuhkan perawat untuk membantu pasien agar dapat mengontrol halusinasinya. Keperawatan jiwa adalah proses perawat membantu individu atau kelompok dalam mengembangkan konsep diri yang positif, meningkatkan pola hubungan antar pribadi yang lebih harmonis agar dapat berperan lebih produktif di masyarakat (Yosep, 2007). Menurut Yosep (2007), dalam hal ini keperawatan jiwa menghadapi dua tantangan dalam upaya memberikan perawatan yang berkualitas dalam sistem pelayanan kesehatan. Pertama, para pelaksana perawatan saat ini merawat pasien dengan masalah yang majemuk dari pada sebelumnya. Kedua, para pelaksana keperawatan mempunyai ciri dan karakteristik yang berbeda dan juga kesempurnaan dan kemampuan pengetahuan yang berbeda.

5 Perawat adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan professional yang merupakan bagian integral pelayanan kesehatan berdasar ilmu dan kiat keperawatan meliputi aspek biologi, pisikologis, sosial dan spritual yang bersifat komprehensif, ditunjukkan kepada individu dan masyrakat yang sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Gaffar, 1999). Peran perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi pelaksanaan yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu bagian dari pendekatan holistik pada asuhan pasien (Stuart, 2007). Menurut Dalami (2010), pengetahuan perawat adalah setiap individu mempunyai tingkat pengetahuan yang berbeda. Perawat perlu mengkaji tingkat pengetahuan lawan bicara pasien, sehingga dalam menyampaikan pesan atau membicarakan topik, perawat dapat menyesuaikan dengan tingkat pengetahuan lawan bicara. Sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan memerlukan metode ilmiah dalam memberikan proses keperawatan yang therapeutik berbentuk bio-psiko-sosial-spiritual dengan tujuan membantu menyelesaikan masalah dan kebutuhan klien melalui perawatan dan meningkatkan pengetahuan kesehatan. Dengan melibatkan kerjasama antara klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal, khususnya pada klien yang mengalami gangguan persepsi sensorik yaitu halusinasi (Darsananur, 2009). Untuk itulah peran dari perawat pelaksana keperawatan jiwa haruslah didesain untuk memenuhi tantangan ini dengan menyediakan pendekatan yang sistematik dalam melakukan strategi pelaksanaan terhadap pasien halusinasi setiap

6 hari ada 4 cara, yaitu menghardik halusinasi, mengontrol halusinasi, melaksanakan aktifitas yang terjadwal kepada pasien dan melatih pasien menggunakan obat secara teratur. Namun pada kenyataan tingkat keberhasilan intervensi yang dilakukan belum tercapai dengan baik. Pemberian strategi pelaksanaan yang tepat pada klien dengan masalah gangguan jiwa halusinasi sangatlah diperlukan untuk menghindari dampak yang muncul yang dapat membahayakan kondisi klien, seperti perubahan persepsi sensori : halusinasi, resiko tinggi menciderai diri sendiri,orang lain serta lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998, dalam Fitria, 2009). Dari hasil survei yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit, bahwa seluruh perawat ruangan memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda sehingga masih banyak yang belum menerapkan strategi pelaksanaan khususnya pada pasien halusinasi yang dibuktikan dengan tidak adanya pendokumentasian perawat dalam melakukan penerapan strategi pelaksanaan. Dalam hal ini, ditandai dengan meningkatnya jumlah pasien halusinasi tiap tahun bahkan tiap bulannya. Sehingga kenyataannya tingkat keberhasilan intervensi dan asuhan keperawatan yang dilakukan belum tercapai dengan baik. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Carolina (2008), menunjukkan bahwa dengan penerapan asuhan keperawatan yang sesuai standar dapat membantu menurunkan tanda dan gejala halusinasi sebesar 14%, kemampuan kognitif pasien meningkat 47% serta kemampuan psikomotor sebanyak 48%. Sulastri (2010), dalam penelitiannya terhadap 30 responden didapatkan bahwa penerapan asuhan keperawatan dapat mengontrol halusinasi pasien.

7 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok intervensi terjadi peningkatan nilai kemampuan mengontrol halusinasi, sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan. Hasil dari kedua penelitian tersebut samasama menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan pasien mengontrol halusinasi sebelum dan setelah diterapkan halusinasi. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan merupakan alat yang dijadikan sebagai panduan oleh seorang perawat jiwa ketika berinteraksi dengan klien dengan gangguan halusinasi. Standar asuhan keperawatan mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Fitria, 2009). Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, serta melakukan aktifitas terjadwal untuk mencegah halusinasi (Keliat dkk, 2010). Kesembuhan pasien akan menjadi sia-sia jika tidak mendapat dukungan keluarga dan masyarakat, karena dukungan keluarga dan masyarakat sangat berarti bagi kesembuhan pasien. Keperawatan jiwa akan maksimal apabila perawat dapat melaksanakan perannya dengan menggunakan metode strategi pelaksanaan dalam setiap asuhan keperawatan yang diberikan. Khususnya pada gangguan halusinasi, guna kesembuhan namun hal ini juga harus mendapat dukungan dari keluarga dan masyarakat. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan strategi

8 pelaksanaan pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan perawat tentang penerapan strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. b. Mengidentifikasi penerapan strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. c. Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

9 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi perawat tentang strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa. 1.4.2 Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi bagi keperawatan sehingga dapat mengetahui tentang strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa. 1.4.3 Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan pengetahuan perawat dengan penerapan strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa.