BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

sebagaimana tunduk kepada Pasal 1131 KUHPer. Dengan tidak lahirnya jaminan fidusia karena akta fidusia tidak didaftarkan maka jaminan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

kredit dari dana-dana yang di peroleh melalui perjanjian kredit. dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

AKTA PENGAKUN HUTANG DALAM PRAKTEKNYA DI WILAYAH KABUPATEN KARANGANYAR

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. diakses pada tanggal 11 Agustus 2009 pukul WIB.

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya tersebut setiap manusia memiliki berbagai cara dan usaha sesuai dengan perkembangan kehidupan saat ini, antara lain dengan melakukan pembelian, pinjaman, ataupun secara barter. Saat ini dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya salah satu hal yang dilakukan oleh manusia adalah denganmelakukan pinjaman, dimana pinjaman merupakan salah satu usaha yang mulai banyak dilakukan oleh manusia, baik mereka yang termasuk dalam golongan ekonomi menengah kebawah maupun golongan ekonomi menengah keatas. Pinjaman dapat dilakukan melalui lembaga perbankan, lembaga keuangan non bank seperti pegadaian, maupun perorangan. Namun pada prakteknya, sebagian masyarakat menghindari proses kredit dengan bank, dikarenakan prosesnya yang dianggap menyulitkan. Oleh karena itu sebagian masyarakat lebih memilih untuk meminjam melalui orang pribadi/perorangan. Dan biasanya pinjaman yang dilakukan terhadap orang pribadi/perorangan untuk jangka waktu yang tidak terlalu lama.

2 Adanya pinjaman maka timbullah hubungan utang-piutang antara debitur dan kreditur. Perhubungan antara dua orang tersebut adalah suatu perhubungan hukum, yang berarti bahwa hak kreditur itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila kewajiban debitur itu tidak dipenuhi secara sukarela, si kreditur dapat menuntutnya di depan hakim. Terhadap kelalaian atau kealpaan si debitur, diancamkan beberapa sanksi atau hukuman. Dalam pasal 1243 sampai dengan pasal 1267 KUHPerdata, ada 4 (empat) macam hukuman atau akibat-akibat yang tidak enak bagi debitur yang lalai, yaitu : 1. ganti-rugi. 2. pembatalan perjanjian. 3. peralihan risiko. 4. penggantian biaya. Salah seorang ahli hukum Indonesia, R. Subekti memakai istilah pinjam meminjam dan memberikan definisinya yaitu : 1 Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula (pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut KUHPerdata)). Definisi pinjam meminjam oleh R. Subekti tersebut diatas tidak menyebutkan apakah perjanjian itu berupa bawah tangan ataukah akta otentik. Perjanjian pinjam meminjam bukan hanya sebagai bentuk 1 ) Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Intermasa, 1995), hlm.125.

3 kesepakatan antara para pihak tetapi juga sebagai landasan yang mengakibatkan munculnya hak dan kewajiban. Oleh sebab itu akta otentik adalah pilihan yang paling tepat karena memiliki kekuatan sebagai alat bukti yang sempurna. Dalam pasal 1870 KUHPedata menyatakan bahwa suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. 2 Kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat yang terdapat pada akta otentik merupakan perpaduan dari beberapa kekuatan yang terdapat padanya. Bilamana salah satu kekuatan itu cacat, maka mengakibatkan akta otentik tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. 3 Ada 3 (tiga) pembuktian akta otentik, yaitu: 4 1. Kekuatan pembuktian formal, yaitu membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. 2. Kekuatan pembuktian materiil, yaitu membuktikan antara para pihak yang bersangkutan, bahwa peristiwa tersebut benar terjadi sesuai dengan apa yang tercantum dalam akta. 2 ) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.Subekti dan Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2008), pasal 1870. 3 ) Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2002), hlm.145. 4 ) Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1975), hlm.93.

4 3. Kekuatan pembuktian luar atau keluar, yaitu membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan tetapi juga terhadap pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut sudah menghadap di muka pejabat umum dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; c. Mengenai suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal; sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. 5 Berbicara mengenai perjanjian utang piutang maka akan sangat berkaitan dengan jaminan. Pasal 1131 KUHPerdata menjelaskan bahwa segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatanperikatan perorangan debitur itu. 5 ) Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 2005), hlm.17.

5 Jaminan tersebut dapat berupa benda dan dapat pula berupa uang. Dalam hal ini, yang akan dibahas adalah hubungan utang-piutang dengan jaminan benda. Apabila ada benda jaminan, kreditur mempunyai hakatas benda jaminan untuk pelunasan piutangnya dalam hal debitur tidak membayar utangnya atau wanprestasi. 6 Jaminan diperlukan dalam suatu pinjaman utang agar bilamana si berutang atau debitur cidera janji, maka jaminan tersebut dapat digunakan untuk melunasi utang-utang debitur. Jaminan yang ideal memenuhi kriteria sebagai berikut : 7 1. Yang dapat secara mudah membantu perolehan pinjaman oleh pihak yang memerlukannya. 2. Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) pencari pinjaman untuk melakukan (meneruskan) kegiatan usahanya. 3. Yang memberikan kepastian kepada pemberi pinjaman dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dengan mudah dapat diuangkan untuk melunasi utangutangnya. Untuk pinjaman yang relatif besar maka tanah menjadi jaminan yang paling baik dalam suatu utang piutang. Hal tersebut dikarenakan nilai tanah selalu baik dan tanah dalam kehidupan manusia memiliki arti yang penting. Tanah dapat dinilai sebagai suatu asset (harta) yang mempunyai 6 )Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014), hlm.171. 7 ) Mantayborbir, Hukum Perbankan dan Sistem Hukum Piutang dan Lelang Negara, (Medan: Pusataka Bangsa Press, 2006), hlm.38.

6 sifat permanen dikarenakan memberikan suatu kepastian untuk dicadangkan sebagai investasi bagi kehidupan manusia di masa yang akan dating mengingat fungsi tanah sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Jaminan untuk barang-barang bergerak dibebani gadai atau fidusia, sedangkan jaminan untuk barang-barang tidak bergerak yang berupa tanah dan bangunan dibebani dengan hak tanggungan, dan yang berupa kapal dibebani dengan hipotek. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah bahwa suatu pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan akan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan per-undang-undangan yang berlaku. Sertipikat Hak Tanggungan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 8 Sehingga apabila debitur mengalami wanprestasi, maka kreditur dapat melakukan eksekusi jaminan tersebut sesuai dengan ketentuan undangundang yang berlaku. Tetapi dalam prakteknya, tidak semua masyarakat mendaftarkan obyek jaminan tersebut. Lalu bagaimana kedudukan hukum si berpiutang 8 )M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010), hlm.36.

7 atau kreditur bilamana obyek jaminan tidak didaftarkan menurut Undang- Undang yang berlaku, apakah bisa/tidak untuk melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan tersebut apabila si berutang atau debitur mengalami cidera janji. Adapun contoh kasus yang akan diangkat Penulis yaitu bermula dari tindakan Nyonya A berutang kepada Tuan B sebesar Rp. 27.360.000.000,- (duapuluh tujuh milyar tigaratus enampuluh juta rupiah) dengan jangka waktu 4 (empat) bulan, terhitung mulai tanggal 22-01-2014 (duapuluh dua Januari tahun duaribu empatbelas) sampai dengan tanggal 21-05-2014 (duapuluh satu Mei tahun duaribu empatbelas). Pinjaman tersebut digunakan untuk keperluan modal usaha Nyonya A. Untuk menjamin dilakukannya pelunasan utang tersebut, Nyonya A memberikan jaminan kepada Tuan B, jaminan mana berupa Sertipikat Hak Milik Nomor 716/Cilandak Barat, terletak di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Wilayah Jakarta Selatan, Kecamatan Cilandak, Kelurahan Cilandak Barat, luas lebih kurang 3.905 M2 (tigaribu sembilanratus lima meter persegi), setempat dikenal sebagai Jalan Lebak Bulus III Nomor 13. Sehubungan dengan pinjaman tersebut diatas Nyonya A dan Tuan B sepakat untuk menghadap Notaris dan dibuatlah akta Pengakuan Utang tertanggal 22 Januari 2014 Nomor 9. Bahwa jangka waktu perjanjian kredit antara Nyonya A dengan Tuan B hanya selama 4 (empat) bulan, sehingga jaminan berupa Sertipikat tersebut diatas, oleh Tuan B tidak dilakukan pemasangan Hak

8 Tanggungan, mengingat proses pemasangan Hak Tanggungan atas Sertipikat tersebut diatas memerlukan waktu lebih dari 3 (tiga) bulan. Selanjutnya setelah berjalannya perjanjian tersebut, ternyata setelah jangka waktu yang telah ditentukan Nyonya A belum dapat melunasi utang tersebut kepada Tuan B. Sehingga atas dasar hal tersebut, Nyonya A telah melakukan wanprestasi terhadap Tuan B. Mengingat dalam prakteknya, hal tersebut banyak dan/atau sering terjadi dalam kehidupan masyarakat, maka penulis tertarik untuk melakukan pembahasan secara tuntas yang akan penulis jelaskan dalam skripsi ini yang berjudul Debitur Dikatakan Wanprestasi dalam Akta Pengakuan Utang (Studi kasus : akta Pengakuan Utang Tanggal 22 Januari 2014 Nomor 09). 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana debitur dikatakan wanprestasi pada akta pengakuan utang(studi kasus akta Pengakuan Utang tertanggal 22 Januari 2014 Nomor 09)? 2. Bagaimana proses penyelesaian yang dapat dilakukan kreditur bilamana terjadi wanprestasi (studi kasus akta Pengakuan Utang tertanggal 22 Januari 2014 Nomor 09)?

9 1. dan memahamibagaimana debitur dapat dikatakan wanprestasi pada akta pengakuan utang(studi kasus akta Pengakuan Utang tertanggal 22 Januari 2014 Nomor 09). 2. Untuk mengetahui dan memahami proses penyelesaian yang dapat dilakukan kreditur bilamana terjadi wanprestasi (studi kasus akta Pengakuan Utang tertanggal 22 Januari 2014 Nomor 09). A. Definisi Operasional Untuk lebih memudahkan memahami dan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap skripsi ini maka penulis membatasi istilah pokok yang terkandung dalam skripsi ini, yaitu: 1. Akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. 9 2. Jaminan adalah suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. 10 3. Jaminan Kebendaanadalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas 9 ) Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1868. 10 ) Mariam Darus Badrulzaman, Permasalahan Hukum Hak Jaminan, dalam Hukum Bisnis, Volume 11, 2000, hlm.12.

10 benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. 11 4. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran. 12 5. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen. 13 6. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang piutang tertentu. 14 7. Debitur adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang piutang tertentu. 15 8. Prestasi adalah merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan. 16 9. Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana si berutang atau debitur tidak memenuhi kewajibannya. 17 10. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hakatas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah 11 )hlm.24. 12 )Undang-UndangTJaminan FidusiaUU o.421999,168 Tahun 19993889 13 )7. 14 ) Indonesia, Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Bendabenda Yang Berkaitan Dengan Tanah, UU No.4 Tahun 1996,LN No.42 Tahun 1996, TLN No.3632, pasal 1 angka 2. 15 )Ibid., pasal 1 angka 3. 16 ) Mariam Darus Badrulzaman, Asas-asas Hukum Perikatan, (Medan: FH USU, 1970), hlm.8 17 ) Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, 1992), hlm.123.

11 itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. 18 11. Eksekusi Hak Tanggungan adalah apabila debitur cidera janji, maka pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya. 19 B. Metode Penelitian Dalam tulisan ini, metode penelitian yang dipakai adalah dengan pendekatan normatif yaitu dengan melakukan penelitian dari bahan pustaka dan studi dokumen. 1. Tipe penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini, yaitu : Metode penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mencari data-data melalui bahan pustaka dan studi dokumen. Tujuannya adalah untuk mencari kebenaran teoritis tentang masalah yang diteliti. 20 2. Sifat penelitian 18 )Ibid., pasal 1 angka 1. 19 ) Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-hak yang Memberi Jaminan Jilid II (Jakarta : Ind-Hill-Co, 2005), hlm.144. 20 ) Soerjono Soekanto dan Sri Harmudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 15.

12 Penelitian ini disusun secara sistematis dan disajikan dalam bentuk deskriptif analisitis, yaitu penelitian yang menggambarkan tentang asas-asas dan dasar hukum perjanjian, jaminan kebendaan, wanprestasi, dan proses eksekusi terhadap objek jaminan dalam akta pengakuan utang. 3. Jenis data Dalam penelitian ini data yang penulis gunakan sebagai bahan penulisan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang di peroleh dari bahan pustaka atau literatur yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari: a. Bahan primer, yaitu bahan-bahan penelitian yang berupa ketentuan-ketentuan yang utama. Dalam penelitian karya tulis ini bahan hukum yang digunakan oleh penulis yaitu Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPer), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan bahan tempat terdapatnya ketentuan-ketentuan utama ditemukan. Bahan-bahan hukum sekunder yang penulis gunakan terdiri dari buku-buku, majalah,

13 koran, artikel dan media internet yang membahas mengenai perjanjian utang piutangdan jenis-jenis jaminan kebendaan. 4. Analisis data Analisis data yang penulis lakukan dalam skripsi ini, yaitu menggunakan analisis secara kualitatif. Analisis secara kualitatif bertujuan untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah yaitu dengan melakukan analisis terhadap kedudukan Kreditur dalam melakukan eksekusi terhadap objek jaminan kredit yang tidak dibebankan dengan jaminan kebendaan dalam hal Debitur wanprestasi. C. Sistematika Penulisan Dalam setiap penulisan karya ilmiah mengandung di dalamnya sistematika penulisan yang berguna untuk membantu penulis mengembangkan tulisan tanpa keluar dari ide pokok penulisan tersebut. Adapun sistematika penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang,perumusan masalah, tujuan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Umum Tentang Hukum Perjanjian perjanjianpengertian perjanjian, asas-asas umum hukum perjanjian, syarat-

14 syarat sahnya perjanjian, unsur-unsur dalam perjanjian, dan jenis-jenis perjanjian. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kebendaan, Wanprestasi, dan Penyelesaian Debitur Wanprestasi menurut KUHPerdata. Dalam bab ini penulis menguraikan tentang hukum jaminan, yang terdiri dari istilah dan pengertian, sumber hukum, asas-asas, macam-macam jaminan, ketentuan umum tentang Hak Tanggungan, dan wanprestasi serta penyelesaian debitur wanprestasi menurut KUHPerdata. Bab III : Analisa Yuridis Mengenai Debitur Dikatakan Wanprestasi dalam Akta Pengakuan Utang. Dalam Bab IV ini akan menguraikan tentangkasus posisi, analisa yuridis mengenai debitur dikatakan wanprestasi dalam akta pengakuan utang dan proses penyelesaian yang dapat dilakukan krediturbilamana debitur wanprestasi (studi kasus akta Pengakuan Utang tertanggal 22 Januari 2014 Nomor 09). Bab IV : Penutup Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.