BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mohammad Effendi. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan.(Jakarta: Bumi Aksara. 2006). hlm 1

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. tenaga profesional untuk menanganinya (Mangunsong,2009:3). Adapun pengertian tentang peserta didik berkebutuhan khusus menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu proses atau kegiatan yang sukar dihindari

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. berkebutuhan khusus ke dalam program program sekolah reguler. Istilah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam hadist bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap muslim.

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Hal 4

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mental. Hal ini seringkali membuat orangtua merasa terpukul dan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING ANAK LOW VISION SEKOLAH DASAR KELAS IV DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG

BABI PENDAHULUAN. Sebagai manusia, remaja pada dasarnya menginginkan kesempumaan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, jumlah anak-anak yang berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengenai kekerasan seksual pada anak (KSA). Kekerasan seksual yang dialami oleh anakanak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut. Fenomena yang telah dilakukan oleh Triana, 2010, yaitu tentang keluarga

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

2015 KESULITAN-KESULITAN MENGAJAR YANG DIALAMI GURU PENJAS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat. Secara historis

Gambaran peran guru..., Dewi Rahmawati, FPsi UI, PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang secara normal. Orang tua pun akan merasa senang dan bahagia

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Disability (kekhususan) merupakan konsekuensi fungsional dari kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

Educational Psychology Journal

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia secara garis besar masih lebih

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN !"#$%&'

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa dekade terakhir ini keberadaan anak berkebutuhan khusus bukan menjadi hal yang baru bagi masyarakat. Menurut World Health Organization, diperkirakan terdapat sekitar 7-10% dari total populasi anak di seluruh dunia yang termasuk anak berkebutuhan khusus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Di Indonesia, data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007 menunjukkan bahwa terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, di mana sekitar 8,3 juta jiwa di antaranya adalah anak berkebutuhan khusus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional. Anak-anak yang berbakat dengan intelegensi yang tinggi juga dapat dikategorikan sebagai anak khusus atau luar biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dan tenaga profesional (Suran dan Rizzo, dalam Mangunsong, 2009). Anak-anak dengan kebutuhan khusus memerlukan penanganan yang khusus atau penanganan yang terlatih. Hal ini dipertegas dalam salah satu artikel yang berjudul Dampingi Anak Berkebutuhan Khusus dimana jika dapat membimbing anak berkebutuhan khusus secara maksimal, maka dapat membuat anak berkebutuhan khusus dapat tumbuh seperti anak 1

2 normal lainnya. Dari sudut pandang pendidikan khusus, penanganan khusus diperlukan karena anak berkebutuhan khusus tampak berbeda dari siswa pada umumnya dalam satu atau lebih hal, misalnya dalam gangguan emosi atau perilaku, hambatan fisik, hambatan komunikasi dan lain-lain (Hallahan & Kauffman, dalam Mangunsong 2009 : 3). Penanganan khusus yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus bisa dilakukan oleh orangtua, guru bahkan orang-orang di lingkungan sekitar yang terdapat anak-anak dengan kebutuhan khusus. Namun demikian, masih ada berbagai macam perilaku negatif yang dilakukan oleh beberapa masyarakat, misalnya saja adanya kekerasan yang dilakukan oleh orangtua pada anak berkebutuhan khusus serta adanya sekolah luar biasa yang menolak anak berkebutuhan khusus karena berbeda dengan penyandang cacat lainnya.beberapa di antaranya adalah: Hanya karena tak mau mempermalukan anak-anaknya yang tidak sehat, sepasang suami istri warga Tepi Barat, Palestina, menyembunyikan dua anak mereka yang cacat selama 40 tahun.mereka berdua dikurung di dalam ruang berdinding beton yang kotor dan bau pesing di belakang rumah keluarga. (www.kompas.comedisi XXIII Th XI Februari 2012). Pengalaman ditolak tiga sekolah saat mendaftarkan putrinya, menjadikan cambuk baginya untuk menaruh perhatian khusus pada anak CP. Anak saya ditolak di berbagai sekolah, di SLB juga ditolak lho, terus anak saya mau dibawa kemana, padahal HAK PENDIDIKAN katanya untuk semuanya, tapi kenyataannya tidak seperti apa yang diomongkan. Jadi saya ingin punya sekolah

khusus anak CP (www.kompas.com Harian Jogja Pamuji Trinastiti I Maret 2012). 3 Dalam kaitan dengan relasi anak berkebutuhan khusus dengan teman sebayanya, penelitian Buysse, Goldman, dan Skinner (2002) melaporkan bahwa sebanyak 28% anak berkebutuhan khusus ditolak secara sosial oleh teman-teman sebayanya. Demikian pula dalam salah satu artikel jurnal yang berjudul Does being friendly help in making friends? The relation between the social position and social skills of pupils with special needs in mainstream education (Frostad and Pijl, 2007) dinyatakan bahwa 20%-25% anak berkebutuhan khusus tidak dapat masuk dalam lingkungan sosial teman sebaya. Bila ditinjau dari aspek pengajar anak berkebutuhan khusus, penelitian Widati (2001) melaporkan bahwa masih ada guru-guru yang belum siap mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Kesiapan dalam hal ini meliputi pemahaman dan keterampilan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus, sehingga menyebabkan anak berkebutuhan khusus tersebut mengalami kesulitan atau keterlambatan dalam mengikuti pendidikan.selain itu, dalam artikel yang berjudul Pendidikan Untuk Anak Berkebutuhan Khusus Yang Belum Siap dikatakan bahwa masih ada guruguru yang menghukum anak-anak berkebutuhan khusus karena anak-anak tersebut dianggap memiliki perilaku yang buruk. Hal ini disebabkan karena tidak adanya panduan bagi guru-guru untuk memahami tentang anak berkebutuhan khusus, selain itu pendidikan di sekolah inklusi juga belum sesuai karena guru-guru tidak memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk menghadapi anak berkebutuhan khusus (www.kompas.com 10 November 2011).

4 Pentingnya peran guru dalam membantu anak-anak dalam mencapai kemampuan akademiknya (Tomlinson dalam Tracey, 2010 : 4), tidak hanya terkait dengan kemampuan dan keahlian untuk menghadapi anak berkebutuhan khusus, tetapi juga berhubungan dengan sikap guru terhadap anak berkebutuhan khusus. Penelitian Elliot (2008) yang berjudul The Effect of Teacher s Attitude Toward Inclusion On The Practice and Success Levels of Children With and Without Disabilities in Physical Education melaporkan adanya hubungan antara sikap guru terhadap kelas inklusi dan efektivitas pengajaran. Sikap guru yang positif di kelas inklusi untuk anak berkebutuhan khusus menghasilkan anak-anak yang belajar lebih maksimal sesuai dengan tingkat keberhasilan mereka. Sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (dalam Dayakisni dan Hudainah, 2006 : 114) ada tiga, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya, dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut. Komponen afektif, merupakan komponen yang menyangkut aspek emosional atau perasaan dan komponen konatif merupakan merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Terkait dengan komponen sikap tersebut, peneliti menemukan fenomena adanya kecenderungan sikap positif guru di sekolah umum yaitu sekolah Benih Kasih di Surabaya, terlebih pada siswa berkebutuhan khusus. Sekolah tersebut tidak menyatakan diri sebagai sekolah inklusi, namun bila ada orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus, sekolah mau menerimanya, karena memandang setiap anak sebagai anugerah Tuhan yang berharga. Oleh karena tidak menyatakan

5 diri sebagai sekolah inklusi, maka para guru tidak dipersiapkan secara khusus sebelum mengajar siswa berkebutuhan khusus.namun demikian, ada kecenderungan sikap positif dari para guru terhadap anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Berdasarkan hasil wawancara awal oleh peneliti pada beberapa guru di sekolah umum Benih Kasih tersebut, diperoleh informasi sebagai berikut : ya kalau boleh memilih, kami sih lebih memilih yang normal yang lebih banyak ya..karena sekolah ini kan bukan sekolah untuk anakanak dengan kebutuhan khusus, namun kami tetap menerima.. karena kalo bukan kita yang menerima,menolong mereka, siapa lagi yang akan membantu dan menolong anak-anak tersebut..ya kembali lagi semboyan kami anak adalah anugerah itu tadi, tapi kami juga membatasi jumlah mereka karena keterbatasan tenaga guru-guru. kalo saya itu seneng aja, menikmati hehe..kalo saya nangani anak-anak tersebut ya karena memang seneng Hasil wawancara peneliti dengan beberapa guru di sekolah tersebut juga menunjukkan adanya landasan pemikiran yang digunakan para guru dalam memperlakukan siswa berkebutuhan khusus. disini kami menanamkan pendidikan karakter pada anak-anak baik yang normal maupun berkebutuhan khusus, kami sebagai pendidik selalu memberikan contoh pada anak-anak jadi tidak hanya sekedar omong saja, selain itu karena dasar akan cinta terhadap anak dan cinta pada Tuhan itu lah yang membuat kami komitmen untuk menerapkan apa yang sudah kami ucapkan

6 ya berarti kalo ada anak seperti itu tidak bisa diremehkan.. maksudnya ya harus diperlakukan sama dengan anak-anak yang lain.. tapi memang porsinya berbeda Guru menggunakan cara memberikan contoh langsung pada anakanak di kelas sehingga anak-anak berkebutuhan khusus di kelas regular dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh guru. Guru juga memberikan pujian bila anak berkebutuhan khusus menunjukkan pemahaman atas materi yang dipelajari. kalo dia sudah bisa melakukan itu tetep kita kasih pujian seperti anak yang lain tapi pujian itu ya kayak sentuhan oo bagus (sambil memegang pipinya) jadi sentuhan itu membuat mereka jadi ngerti Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti melihat adanya tiga komponen sikap positif pada guru di sekolah umum Benih Kasih.Untuk komponen kognitif, guru memandang anak berkebutuhan khusus sebagai anugerah berharga dari Tuhan, dan tidak bisa diremehkan sehingga guru memberikan porsi yang berbeda terhadap anak tersebut.komponen afektif terlihat dari pernyataan bahwa guru merasa senang ketika menangani anakanak berkebutuhan khusus.sedangkan komponen konatif dapat diketahui dari pernyataan bahwa meskipun mereka lebih memilih lebih banyak anakanak normal di kelas daripada anak-anak berkebutuhan khusus karena sekolah mereka adalah sekolah umum, namun mereka tetap akan menerima bila ada siswa berkebutuhan khusus yang ingin bersekolah di tempat mereka. Adanya sikap positif tersebut juga diperkuat hasil observasi oleh peneliti pada tanggal 30 Maret 2012 terkait dengan perilaku positif guru-

7 guru pada sekolah umum Benih Kasih pada saat jam belajar mengajar berlangsung. Guru memberikan reward berupa pujian dan sentuhan pada anak berkebutuhan khusus ketika mereka berhasil melakukan sesuatu. Guru-guru juga terlihatmembantu anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kemampuan yang mereka miliki, serta tidak canggung untuk memeluk anak-anak itu. Selain itu, guru memberikan contoh kepada anak-anak yang normal untuk menerima, membantu, serta menghargai anak berkebutuhan khusus, dengan mengacu pada dasar akan cinta terhadap anak dan cinta pada Tuhan. Menurut Brigham (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003 : 97), ada empat karakteristik sikap seseorang, yaitu sikap disimpulkan dari cara individu bertindak, sikap yang ditunjukkan mengarah pada objek psikologis atau kategori, sikap dipelajari, serta sikap mempengaruhi perilaku. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara sikap dan perilaku, dimana sikap yang positif mempengaruhi perilaku yang positif. Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penelitian ini ingin mengeksplorasi faktor-faktor apa saja yang membentuk sikap positif guru terhadap anak berkebutuhan khusus di sekolah umum Benih Kasih. Pentingnya sikap positif guru terhadap anak berkebutuhan khusus dapat menghasilkan anak-anak yang belajar lebih maksimal sesuai dengan tingkat keberhasilan mereka. Dengan demikian, penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang lebih berfokus pada sikap guru terhadap sekolah inklusi dan penerimaan teman sebaya terhadap anak berkebutuhan khusus, sedangkan pada penelitian ini lebih mengarah pada sikap guru di sekolah umum yang menerima anak berkebutuhan khusus.

8 1.2 Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk sikap positif guru terhadap anak berkebutuhan khusus.fokus penelitian ini adalah pada guru-guru yang mengajar di sekolah Benih Kasih. Berdasarkan latar belakang penelitian, maka peneliti memfokuskan pertanyaan penelitian pada Apa saja faktor-faktor pembentuk sikap positif guru terhadap anak berkebutuhan khusus di sekolah Benih Kasih? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktorfaktor pembentuk sikap positif guru terhadap anak berkebutuhan khusus di sekolah Benih Kasih. 1.4 Manfaat Penelitian Pengetahuan atau hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, di antara lain sebagai berikut: a) Manfaat teoritis 1. Disiplin ilmu psikologi Penelitian ini sebagai sumbangan khasanah kajian psikologi perkembangan terutama tentang faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi sikap guru terhadap anak berkebutuhan khusus. b) Manfaat praktis 1. Bagi orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus

9 Dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sikap positif terhadap anak berkebutuhan khusus diharapkan dapat memberikan wawasan kepada orangtua untuk mengembangkan sikap positif terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. 2. Bagi Kepala Sekolah Reguler Lainnya Dengan mengetahui faktor-faktor pembentuk sikap positif guru terhadap anak berkebutuhan khusus, diharapkan kepala sekolah dapat memberikan pengajaran berupa kegiatan serta pelatihan kepada guru-guru untuk bisa membentuk sikap positif guru terhadap anak berkebutuhan khusus. 3. Bagi Kepala Sekolah Benih Kasih Dengan adanya penelitian ini diharapkan pihak kepala sekolah dapat mempertahankan dan meningkatan kualitas faktor-faktor yang dalam penelitian ini menunjukkan peran sebagai pembentuk sikap positif terhadap anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah Benih Kasih. 4. Bagi guru-guru yang mengajar di kelas Dengan mengetahui faktor-faktor pembentuk sikap diharapkan para guru dapat mengembangkan sikap positif mereka pada anak berkebutuhan khusus serta dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus.