BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi.

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN BESARNYA SUKU BUNGA PINJAMAN DALAM SENGKETA HUTANG PIUTANG (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

Hukum Perikatan. Defenisi 4 unsur: Hubungan hukum Kekayaan Pihak pihak prestasi. Hukum meletakkan hak pada 1 pihak dan kewajiban pada pihak lain

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

Ketentuan-ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak A. SOMASI l. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi 2. Bentuk dan Isi Somasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB II LANDASAN TEORI. Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestastie, yang artinya

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan alasan : 1. karena kesalahan debitur, sengaja atau lalai 2. keadaan memaksa (force majeure)

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan debitur

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Silakan kunjungi My Website

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. para anggota pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya.

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

HUKUM PERIKATAN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI. (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps )

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG

SURAT PERJANJIAN SEWA TANAH

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

ASPEK HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KOMISI MENURUT KUH PERDATA

PENGERTIAN PERIKATAN DASAR-DASAR PERIKATAN. 20-Mar-17

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus

Suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement)

BAB 2 PENGERTIAN PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

Prestasi & Wan Prestasi Dalam Hukum Kontrak

Keywords: Wanprestasi, Wara Laba, Lapis Legit Nyidam Sari

BAB II CIDERA JANJI (WANPRESTASI) DALAM HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA. A. Pengertian dan Terjadinya Cidera Janji (Wanprestasi)

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

Force Majeur & Akibat Hukumnya

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab dengan melalui perjanjian pihak-pihak dapat membuat segala macam perikatan. Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam Buku III KUH Perdata pasal 1320. Dalam setiap perjanjian dikenal istilah prestasi. Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan sesuai dengan isi dari perikatan tersebut. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian tersebut, maka ia dapat dikatakan wanprestasi. A. Pengertian Wanprestasi Dalam Bahasa Belanda istilah wanprestasi adalah wanprestatie yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena Undang-Undang. Tidak terpenuhinya suatu kewajiban itu dapat disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu : 1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaannya maupun karena kelalaian;

2. Karena keadaan memaksa (force majeur), hal ini terjadi diluar kemampuan debitur. Pengertian wanprestasi ini sendiri belum mendapatkan keseragaman, masih terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan. Istilah mengenai wanprestasi ini terdapat beberapa istilah yaitu : ingkar janji, cidera janji, melanggar janji dan lain sebagainya. Dalam membicarakan wanprestasi, tidak bisa terlepas dari masalah pernyataan lalai (ingebrekke stelling) dan kelalaian (verzuim). Adapun pengertian umum mengenai wanprestasi ini adalah pelaksanaan kewajiban yang tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kalau begitu seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya/selayaknya. Menurut Marhainis Abdulhay, pengertian wanprestasi adalah apabila pihak-pihak yang seharusnya berprestasi tidak memenuhi prestasinya. 17 B. Sebab-Sebab Wanprestasi Seperti diketahui dalam setiap persetujuan tidak selamanya pihak debitur dapat memenuhi prestasi seperti yang diperjanjikan. Keadaan wanprestasi ini tidak selalu bahwa tidak dapat memenuhi sama sekali prestasi yang diperjanjikannya, melainkan dapat juga dalam seorang debitur tidak tepat 17 Marhainis Abdulhay, Hukum Perdata Materil, (Jakarta : Pradnya Paramita) hal. 53.

waktunya dalam memenuhi prestasinya, akan tetapi tidak dengan baik sebagaimana dikehendaki oleh pihak kreditur. Dari uraian di atas, maka dapat dikatakan wanprestasi meliputi 3 hal,yaitu: 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali; 2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya; 3. Memenuhi prestasi tetapi tidak dengan baik. Alasan mengapa seorang debitur tidak memenuhi kewajiban seperti yang diperjanjikan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu : a. Adanya kesalahan pada diri si debitur; b. Adanya keadaan memaksa. ad.a. Adanya kesalahan pada diri si debitur Pada keadaan ini debitur tidak melaksanakan kewajibannya bukanlah disebabkan oleh hal-hal yang berada di luar kekuasaannya, sehingga debitur yang dalam keadaan tidak membayar ini dikatakan cedera janji (wanprestasi).lain halnya pada perjanjian yang prestasinya untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak membangun tembok yang tingginya lebih dari dua meter, maka begitu debitur membangun tembok yang tingginya lebih dari dua meter sejak itu berada dalam keadaan wanprestasi. Dalam perjanjian, yang wanprestasinya untuk memberikan sesuatu atau untuk berbuat sesuatu yang tidak menetapkan kapan debitur harus memenuhi prestasi itu, maka untuk pemenuhan prestasi tersebut debitur harus terlebih dahulu diberikan tegoran (sommatie/ingebrekestelling) agar memenuhi prestasi. Kalau prestasi dalam perjanjian tersebut dapat seketika dipenuhi misalnya penyerahan barang yang dijual dan barang yang akan

diserahkan sudah ada, maka prestasi itu dapat dituntut supaya dipenuhi seketika. Akan tetapi jika prestasi dalam perjanjian itu tidak dipenuhi seketika, maka kepada debitur diberikan waktu yang pantas untuk memenuhi prestasi tersebut (sommatie/ingebrekestelling) terhadap debitur agar jika debitur tidak memenuhi tegoran dapat dikatakan wanprestasi, diatur dalam pasal 1238 KUH Perdata yang ada pada pokoknya menentukan bahwa tegoran itu harus dengan surat perintah atau akta sejenis. Yang dimaksud surat perintah dalam pasal 1238 KUH Perdata tersebut adalah peringatan resmi oleh juru sita sejenis dalam suatu tulisan biasa (bukan resmi), surat maupun telegram yang tujuannya sama yakni untuk memberikan peringatan kepada debitur agar memenuhi prestasi dalam seketika dalam tempo tertentu. Terhadap hal ini Subekti mengatakan : Sekarang sudah lazim ditafsirkan suatu peringatan bagi atau tegoran boleh juga dilakukan secara lisan, asal cukup tegas menyatakan desakan siberpiutang supaya berprestasi dilakukan dengan seketika. 18 Jadi jelasnya yang dimaksud dengan ingebrekestelling atau sommatie adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur, menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu harus ditagih terlebih dahulu. 18 Subekti. Hukum Perjanjian, (Jakarta : PT Intermasa) hal. 46.

Oleh karena itu Ingebrekestelling itu berfungsi sebagai upaya hukum untuk menentukan saat kapan mulai terjadinya wanprestasi. Sebagai upaya hukum Ingebrekestelling itu baru diperlukan dalam hal seorang kreditur akan menuntut penggantian kerugian atau dalam hal kreditur minta pemutusan perikatan. (sommatie/ingebrekestellingen) tidak diperlukan, yaitu dalam hal : 1) Keadaan debitur sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya; 2) Keadaan debitur mengakui kesalahan; 3) Keadaan ditentukan oleh undang-undang. Ad.b. Adanya keadaan memaksa (overmacht/force majeur) Overmacht atau force majeur adalah suatu keadaan yang dapat menyebabkan seseorang debitur tidak dapat memenuhi prestasinya kepada kreditur, dimana keadaan itu timbul diluar kekuasaan si berhutang dan keadaan yang timbul itu juga berupa suatu keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian dibuat 19. Keadaan overmacht/ force majeur mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : 1) Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi dari debitur; 2) Debitur tidak dapat dinyatakan lalai dan oleh karenanya debitur tidak dapat dituntut untuk mengganti kerugian; 3) Resiko tidak beralih kepada debitur. KUH Perdata tidak memberitakan rumusan apa yang dimaksud dengan overmacht atau force majeur, pasal-pasal 1244 KUH Perdata, 1245 KUH Perdata, 19 I.G.Ray Widjaya, Merancang suatu Kontrak,Contract Drafting, Teori dan Praktek, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2003),hal.78.

1444 KUH Perdata, hanyalah menerangkan bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi suatu perikatan atau melakukan pelanggaran hukum oleh karena keadaan memaksa (overmacht atau force majeur), maka orang tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Walaupun perngertian force majeur tidak dirumuskan dalam pasal undang-undang tetapi dengan memakai makna yang terkandung dalam pasal-pasal KUH Perdata yang mengatur tentang force majeur tersebut, dapat disimpulkan bahwa overmacht atau force majeur adalah suatu keadaan sedemikian rupa karena keadaan mana suatu perikatan terpaksa tidak dapat dipenuhi sebagaimana mestinya dan peraturan hukum terpaksa tidak diindahkan sebagaimana mestinya. Keadaan memaksa lazimnya dapat dibedakan atas force majeur yang bersifat tetap (absolut) dan force majeur yang bersifat relatif. Dahulu para sarjana selalu mengartikan overmacht (keadaan memaksa) sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, dalam keadaan mana suatu perikatan tidak dapat dipenuhi oleh siapapun dan bagaimanapun juga. Pikiran tertuju kepada bencana-bencana alam atau kecelakaan yang begitu hebat sehingga menyebabkan orang tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi lambat laun pengertian bahwa overmacht tidak selamanya bersifat mutlak. Force majeur yang bersifat tetap (absolut) adalah suatu keadaan dimana prestasi yang telah diperjanjikan sama sekali tidak dapat dipenuhi, contoh klasik yang sering dikemukakan para sarjana adalah seseorang menjual sesekor kuda, tetapi ketika kuda tersebut dibawa untuk diserahkan kepada pembeli, ditengah

jalan kuda disambar petir hingga mati. Karenanya, si penjual kuda tu bagaimanapun tidak memenuhi prestasinya. Force majeur dalam hubungannya dengan pelaksanaan perjanjan dapat dibedakan antara force majeur yang lengkap dan force majeur yang sementara. Force majeur yang lengkap adalah keadaan memaksa yang menyebabkan suatu perjanjian seluruhnya tidak dapat dilaksanakan sama sekali. Sedangkan force majeur yang sebagian adalah keadaan memaksa yang mengakibatkan sebagian dari perjanjian tidak dapat dilaksanakan. Selanjutnya yang disebut force majeur yang tetap adalah adalah keadaan memaksa yang mengakibatkan suatu perjanjian terus-menerus atau selamanya tidak mungkin dilaksanakan. Sedangkan yang disebut force majeur yang sementara adalah force majeur yang mengakibatkan pelaksanaan suatu perjanjian ditunda sampai waktu yang ditentukan semula dalam perjanjian. C. Wujud Wanprestasi dalam Perikatan Dalam suatu perikatan yang dibuat dua pihak yang terikat yaitu debitur dan kreditur dimana dalam hal ini menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak sesuai dengan apa yang disepakati bersama. Debitur diwajibkan untuk menyerahkan prestasi kepada kreditur dimana prestasi berupa memberikan, berbuat, atau tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata). Selain itu debitur juga berkewajiban untuk memberikan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebagai pelunasan atas hutang debitur yang tidak memenuhi kewajibannya.

Adapun wujud atau bentuk wanprestasi itu adalah sebagai berikut 20 : 1.Debitur tidak memenuhi perikatan atau sama sekali tidak melaksanakan prestasi; 2.Debitur terlambat memenuhi prestasi/perikatan; 3.Debitur melaksanakan prestasi tetapi tidak baik, atau debitur keliru atau tidak pantas dalam memenuhi perikatan. Dari ketiga bentuk wanprestasi tersebut diatas, maka yang menjadi masalah adalah pada saat mana debitur dikatakan terlambat memenuhi prestasi dan pada saat mana pula debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali. Apabila debitur tidak memenuhi perikatan atau melakukan perbuatan wanprestasi maka dalam hal ini kreditur dapat meminta ganti rugi atau ongkos kerugian dan bunga yang dideritanya. Hal ini menurut ketentuan yang diatur dalam pasal 1246 KUH Perdata bahwa oleh kreditur dapat dituntut : a. Kerugian yang diderita kreditur; b. Keuntungan yang seharusnya akan diterima. macam yaitu : Menurut Mariam Darus wujud dari tidak memenuhi perikatan ada 3 1) Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan, 2) Debitur terlambat memenuhi perikatan 3) Debitur keliru atau tidak memenuhi perikatan. Dalam kenyataannya, sukar menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan, karena ketika mengadakan perjanjian pihak-pihak tidak menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan dalam perikatan, waktu untuk melaksanakan prestasi ditentukan, sehingga cidera janji 20 Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan, (aanvullend Recht), dalam Hukum Perdata, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2006),hal. 356.

tidak terjadi dengan sendirinya. Wanprestasi itu tidak terjadi dengan sendirinya, maka untuk menentukan seseorang itu wanprestasi tergantung kepada waktu yang diperjanjikan, yang mudah untuk menentukan saat debitur wanprestasi yaitu mulai saat orang itu melakukan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian dan tidak memenuhi perikatan, maka dikatakanlah wanprestasi. D. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perikatan dan Cara Penyelesaiannya Apabila seorang debitur sudah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih janjinya, seperti yang telah diterangkan diatas, maka jika tetap tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan, maka berada dalam keadaan lalai atau alpa dan terhadap debitur yang lalai dapat dikenakan empat macam sanksi, yaitu : 1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti rugi ; 2. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian ; 3. Peralihan resiko ; 4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan dimuka hakim. Sanksi-sanksi tersebut akan dibicarakan satu-persatu dibawah ini. Ganti rugi sering diperinci dalam tiga unsur : Biaya (kosten), rugi (schaden), dan bunga (interesten). Ketentuan tentang ganti rugi ini diatur dalam pasal 1248 KUH Perdata sampai dengan 1251 KUH Perdata, yang dimaksudkan dengan biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak. Jika seorang sutradara mengadakan suatu perjanjian dengan seorang artis untuk mengadakan suatu pertunjukkan dan pemain ini

kemudian tidak datang, pertunjukan terpaksa dibatalkan, maka yang termaksud biaya adalah ongkos cetak iklan, sewa gedung, sewa kursi dan lain-lain. Yang dimaksud dengan istilah rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur. Sedang yang dimaksud dengan bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan dan dihitung oleh kreditur. Dalam soal penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ketentuan tentang apa yang dimaksud dalam ganti rugi tersebut. Boleh dikatakan, ketentuan-ketentuan itu merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai ganti rugi. Dengan demikian seorang debitur yang lalai, masih juga dilindungi oleh undang-undang terhadap kesewenang-wenangan si kreditur. Pasal 1274 KUH Perdata menentuka : Si berhutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal itu dipenuhinya perjanjian itu disebabkan olehnya. Pasal 1248 KUH Perdata menentukan : Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si berhutang, penggantian biaya, rugi dan bunga, sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berhutang,dan keuntungan yang terhilang baginya yang merupakan akibat langsung dan tidak dipenuhinya perjanjian. Persyaratan dapat diduga dan akibat langsung dari wanprestasi erat hubungannya satu sama lain. Lazimnya apa yang tidak dapat diduga juga bukan suatu akibat langsung dari kelalaian debitur.

Suatu pembatasan lagi dalam pembayaran ganti rugi terdapat dalam peraturan mengenai bunga moratoir yaitu bunga yang harus dibayar (sebagai hukuman) karena debitur itu alpa atau lalai membayar hutangnya. Besarnya bunga moratoir menurut ketentuan undang-undang yang dimuat dalam Lembaran Negara tahun 1848 No. 22 ditetapkan sebesar 6 % setahun. Menurut pasal 1250 KUH Perdata bunga yang dapat dituntut tidak boleh melebihi persenan yang ditetapkan undang-undang tersebut. Jadi pasal 1247 KUH Perdata, 1248 KUH Perdata, dan 1250 KUH Perdata, yang dibicarakan di atas dapat dipandang sebagai serangkaian pasal-pasal yang bertujuan membatasi ganti rugi yang dapat dituntut terhadap seorang debitur yang lalai. Perihal pembatalan perjanjian, bertujuan membawa kedua belah pihak kembali kepada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau satu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka itu harus dikembalikan. Masalah pembatalan perjanjian karena kelalaian pihak debitur ini dalam KUH Perdata terdapat pengaturannya pada pasal 1266 KUH Perdata yang antara lain menganggap bahwa syarat batal selamanya dianggap tercantum dalam perjanjian timbal balik. Meskipun untuk harus dimintakan pembatalannya oleh hakim. Jadi, menurut pasal 1266 KUH Perdata diatas, maka pembatalan suatu perikatan tidak terjadi dengan sendirinya harus dimintakan kepada hakim dan hakimlah yang akan membatalkan perjanjian itu dengan keputusannya.

Dengan demikian wanprestasi hanyalah sebagai alasan hakim menjatuhkan keputusannya yang membatalkan perjanjian itu. Karenanya hakim menurut keadaan berwenang untuk memberikan tenggang waktu kepada debitur untuk memenuhi prestasinya. Dalam memberikan waktu tersebut sudah tentu hakim harus mempertimbangkan apakah debitur dapat memenuhi prestasinya, dan apakah prestasi itu masih ada manfaatnya bagi kreditur. Tenggang waktu yang diberikan untuk memenuhi prestasinya ini disebut dengan terme de grace (jangka waktu pengampunan). Apabila jangka waktu yang ditentukan dalam mana pihak debitur harus memenuhi kewajibannya telah lampau dan debitur masih juga dalam keadaan wanprestasi, maka hal ini berakibat harta milik debitur akan dieksekusi (dilelang untuk memenuhi tuntutan dari krediturnya). Apabila ternyata si berhutang ada menjaminkan sebagian harta bendanya baik dalam bentuk gadai, fiducia, creditverband, maupun hipotik, maka eksekusinya pertama-tama dilaksanakan terhadap barang jaminan tersebut. Sanksi ketiga yaitu peralihan resiko atas kelalaian seorang debitur disebut dalam pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata. Resiko mempunyai pengertian kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa objek barang yang menjadi objek perjanjian. Tentang pembayaran ongkos biaya perkara sebagai sanksi keempat bagi seorang debitur yang lalai adalah tersimpul dalam suatu peraturan Hukum Acara, bahwa pihak yang dikalahkan wajib membayar biaya perkara (pasal 181 ayat 1

HIR). Seorang debitur yang lalai tentu akan dikalahkan sampai terjadi perkara dimuka hakim.