GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA Ita Rahmawati 1 INTISARI Perubahan tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang tidak langsung melibatkan organ seks ini merupakan pengertian dari seks sekunder, tujuan yang diteliti dalam hal ini adalah yaitu tingkat pengetahuan remaja kelas VII tentang perubahan seks sekunder. Jenis penelitian survey deskriptif dengan pendekatan croos sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas VII di SMP N 1 Mayong Jepara. Sampel penelitian ini sebanyak 175 responden dan di ambil secara stratified random sampling. Hasil penelitian ini di dapatkan hasil sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 88 responden (50,3%) sedangkan responden yang berpengetahuan baik sebanyak 31 responden (17,7%) dan untuk responden yang berpengetahuan kurang sebanyak 56 responden (32,0%). Kesimpulan yang dapat diambil adalah Gambaran Umum Tingkat Pengetahuan Remaja Kelas VII Tentang Perubahan Seks di SMP N 1 Mayong Jepara tahun 2013 didapatkan hasil mayoritas 88 responden (50,3%) mempunyai tingkat pengetahuan cukup. Diharapkan sekolah bekerjasama dengan pelayanan kesehatan untuk mengadakan penyuluhan atau konseling kesehatan reproduksi remaja dan melaksanakan progarm KIR-KRR khususnya tentang perubahan seks sekunder. Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Perubahan Seks. PENDAHULUAN Dari 1 milyar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk adalah remaja. Sebanyak 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan 2000, kelompok umur 15-24 tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% menjadi 21% dari total jumlah populasi penduduk indonesia. Remaja merupakan suatu masa kehidupan individu dimana terjadi eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri. Pada masa transisi dari masa anak-anak ke masa remaja, individu mulai mengembangaan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi lebih berada. Remaja mulai memandang diri dengan penilaian dan standar pribadi, tetapi kurang dalam interpretasi perbandingan sosial. Remaja mempunyai sifat yang unik, salah satunya adalah sifat ingin meniru sesuatu hal yang dilihat, kepada keadaan, serta lingkungan disekitarnya. Disamping itu, remaja mempunyai kebutuhan akan kesehatan seksual, dimana pemenuhan kebutuhan kesehatan seksual tersebut sangat bervariasi. (Eny Kusmiran, 2011;hal;3) Masa Remaja masa yang indah dan penuh dengan sensasi. Perubahan fisik beserta akibatnya membuat sebagian remaja bereksperimen terhadap segala hal yang membuat remaja penasaran dan ingin tahu. HIKMAH 1
Sehingga tidak jarang terjadi perubahan fisik dan hormon estrogen dan progesteron yang tinggi pada remaja ini justru berdampak pada hal-hal yang merugikan tugas-tugas perkembangan remaja itu sendiri, yang pada akhirnya akan menghambat cita-cita remaja misalnya pada remaja saat ini hasrat untuk melakukan hubungan seksualitas dengan lawan jenis sangat tinggi tanpa peduli dengan resiko atau dampak melakukan hubungan seks bebas untuk itu sebagai generasi muda harus berpotensi dan berjiwa mandiri untuk masa depan. (Heriana Eka Dewi, 2012;hal;122) Perkembangan fisik remaja beserta akibatnya terhadap seksualitas, hormon dan perkembangan reproduksinya serta cara pencegahannya agar remaja bisa terhindar dari hal-hal negatif yang ada di lingkungan sekitarnya, sehingga remaja bisa menggapai masa depan yang penuh dengan percaya diri yang pada akhirnya bisa menjadi manusia seutuhnya dan bisa di banggakan. Masa remaja awal ditandai ditandai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan kematangan fisik. Jadi tidaklah mengherankan apabila sebagian besar dari energi intelektual dan emosional pada masa remaja awal ini ditargetkan pada penilaian kembali restrukturasi dari jati dirinya. Pada saat yang sama, penerimaan dari kelompok sebaya sangatlah penting bisa jalan bareng dan tidak dipandang beda oleh motif yang mendominasi banyak perilaku sosial masa remaja awal ini. (Dwi Sulistyo C, 2011; hal;102) Pada masa remaja tersebut terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik (organobiologik) secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya perubahan besar ini membingungkan remaja yang mengalaminya. Dalam hal inilah bagi para ahli dalam bidang ini, memandang perlu akan adanya pengertian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya, agar dalam sistem perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat sedemikian rupa sehingga kelak remaja tersebut menjadi dewasa yang sehat secara jasmani, rohani dan sosial. (Yani Widyastuti, 2009 hal;10) Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak memiliki status anak. Masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek fungsi untuk memasuki dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan usia 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. (Sri Rumini dan Siti Sundari, 2004;hal :53) Efek remaja bila tidak mengetahui tentang perubahan seks sekunder, pada masa pubertas sebagian besar anak puber secara fisik tidak merasa normal, bahaya fisik utama pada masa puber di sebabkan fungsi kelenjar endrokin yang mengendalikan pertumbuhan pesat dan perubahan seksual yang terjadi pada periode ini. Sedangkan bahaya psikologisnya antara lain konsep diri yang kurang baik, prestasi rendah, kurangnya persiapan untuk menghadapi masa puber, menerima tubuh yang berubah, menerima peran seks yang diharapkan, penyimpangan dalam pematangan seksual, anak yang matang lebih awal ( Hurlock,2004;hal;196) Menurut data survey kesehatan reproduksi remaja indonesia (2002) remaja indonesia berkisar 90% yang mengetahui ciri-ciri seks sekunder. Hal ini menunjukkan pengetahuannya cukup, tetapi masih ada remaja indonesia yang tidak mengetahui ciri-ciri seks sekunder (BKKBN,2007;hal;17). Sedangkan menurut data survey yang dilakukan youth center pilar PKBI jawa Tengah (2004) mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan fungsi organ HIKMAH 2
reproduksi di peroleh informasi bahwa 43,22% pengetahuannya rendah, 37,28% pengetahuan cukup, sedangkan 19,50% pengetahuannya memadai. Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara pada tanggal 11 Desember 2012, di SMP NEGERI 1 MAYONG JEPARA kepada 10 murid dari kelas VII yang terdiri dari 5 murid laki-laki dan 5 murid perempuan di dapatkan hasil 5 murid laki-laki mengetahui dan 3 murid perempuan mengetahui sebagian ciri-ciri seks sekunder atau perubahan fisik misalnya perubahan payudara, tumbuhnya rambut pada daerah alat kelamin, suara membesar dan tumbuh jangkun pada laki-laki sedangkan 2 dari murid perempuan tidak mengetahui ciri-ciri seks sekunder. Oleh karena itu, berdasarkan hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan di SMP NEGERI 1 MAYONG JEPARA peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Kelas VII Tentang Perubahan Seks Di SMP N 1 Mayong Jepara. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey deskriptif dengan pendekatan croos sectional. Penelitian ini menggunakan stratified random sampling. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. HASIL PENELITIAN 1. Analisa Data a. Analisa Univariat Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Perubahan Seks 1 Baik 31 17,7 2 Cukup 88 50,3 3 Kurang 56 32,0 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Seks 1 Baik 82 46,9 2 Cukup 74 42,3 3 Kurang 19 10,9 HIKMAH 3
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Tanda tanda Seks 1 Baik 87 49,7 2 Cukup 34 19,4 3 Kurang 54 30,9 Tabel 4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Perubahan Seks 1 Baik 37 21,1 2 Cukup 65 37,1 3 Kurang 73 41,7 Tabel 5 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Fase-fase Perkembangan Seks 1 Baik 51 29,1 2 Cukup 69 39,4 3 Kurang 55 31,4 Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan akan dilakukan pembahasan lebih lanjut. Penelitian dengan judul Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Kelas Vii Tentang Perubahan Seks Di Smp N 1 Mayong Jepara yang dilakukan bulan februari 2013 dengan cara membagikan kuesioner langsung kepada responden sejumlah 175 responden. BAHASAN 1. Hasil penelitian pengetahuan tentang pengertian seks sekunder didapatkan hasil kategori baik 46,9%, cukup 50,3% dan kurang sebanyak 10,9%. 2. Hasil penelitian pengetahuan tentang tanda-tanda seks sekunder didapatkan hasil kategori baik 49,7%, cukup 19,4% dan kurang sebanyak 30,9%. 3. Hasil penelitian pengetahuan tentang penyebab perubahan seks sekunder didapatkan hasil kategori baik 21,1%, cukup 37,1% dan kurang sebanyak 41,7%. 4. Hasil penelitian pengetahuan tentang fase-fase perkembangan seks sekunder didaptkan hasil kategori baik 29,1%, cukup 39,4% dan kurang sebanyak 31,4%. KESIMPULAN 1. Gambaran tingkat pengetahuan remaja tentang perubahan seks sekunder meliputi pengertian seks sekunder dalam kategori baik (46,9%), tanda-tanda seks sekunder dalam kategori baik (49,7%), penyebab perubahan seks sekunder dalam kategori kurang HIKMAH 4
(41,7%) dan fase-fase perkembangan seks sekunder dalam kategori cukup (39,4%) di SMP N 1 Mayong Jepara 2013. 2. Gambaran umum tingkat pengetahuan remaja siswi kelas VII tentang perubahan seks sekunder di SMP N 1 Mayong jepara tahun 2013 dari 175 responden di dapatkan hasil 88 responden mempunyai tingkat pengetahuan cukup (50,3%). SARAN Bagi Peneliti dapat menambah literatur tentang kesehatan reproduksi remaja sehingga dapat digunakan untuk menambah pengetahuan, mengadakan seminar KRR khususnya perubahan seks sekunder dan dapat digunakan oleh peneliti yang akan datang contohnya dengan jenis penelitian analitik. Bagi Remaja atau Masyarakat sekolah ikut berperan meningkatkan pengetahuan siswa tentang perubahan seks sekunder dapat diwujudkan yaitu bekerjasama dengan pelayanan kesehatan untuk mengadakan penyuluhan atau konseling kesehatan reproduksi remaja dan melaksanakan program PIK-KRR khususnya tentang perubahan seks sekunder bertujuan untuk menyiapkan agar para remaja tidak melakukan tindakan yang tidak diinginkan seperti kenakalan remaja dan terlibat dalam pergaulan bebas. Bagi Dinas Kesehatan sebaiknya Dinas Kesehatan mengaktifkan program dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja pada remaja terutama pada siswa siswi sekolah dan dapat mengadakan konselor sebaya dan konseling KRR terhadap remaja sehingga akan lebih meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan mendatangi langsung ketempat kegiatan remaja, seperti pada kegiatan ekstrakurikuler sekolah atau mencoba memasukkan dalam kurikulum pendidikan. Bagi Akademik diharapkan memberi bekal yang cukup kepada calon calon tenaga sehingga dapat memberikan informasi tentang remaja dengan cara PIK-KRR agar remaja mengetahui masa remaja yang baik dan benar. DAFTAR PUSTAKA Alimul Aziz.A.H. Metode Penelitian Kebidanan dan Tekhnik Analisa Data. Jakarta; Salemba Medika; 2010. Almighwar, Muhammad. Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia; 2006.h.28;63-67 Arikunto.S.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. A.Wawan dan Dewi M.Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogjakarta: Nuha Medika; 2010. BKKBN. Tanya Jawab Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: BKKBN Yayasan Mitra Inti;2007.h.17 Dwi Sulistyo Cahyaningsih. Pertumbuhan Perkembangan Anak dan Remaja. Jaktim: CV.Trans Info Media; 2011. Eny Kusmiran. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika; 2011. Heriana Eka Dewi. Memahami Perkembangan Fisik Remaja. Yogjakarta: Gosyen Publishing; 2012. Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga; 2004. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2005. Notoatmodjo, Sokekidjo. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. Nursalam. Konsep dan Penerapan metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2010. Papalia, Diane E. Human Development Perkembangan Manusia. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Salemba Humanika; 2009.h.10-12 HIKMAH 5