TINGKAT PEMENUHAN SAFETY INSPECTION MENURUT INTERNATIONAL SAFETY RATING SYSTEMS DI BUKIT TUA DEVELOPMENT PROJECT PT PAL INDONESIA PERSERO TAHUN 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pesat dunia industri konstruksi bangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kerja, kondisi serta lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka meningkatkan

EVALUASI PELAKSANAAN SAFETY INSPECTION

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 1 ayat (1) yang

EVALUASI PENERAPAN K3 DENGAN MENGGUNAKAN INTERNATIONAL SAFETY RATING SYSTEM (ISRS) DI UNIT PRODUKSI III PT. PETROKIMIA GRESIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HEALTH, SAFETY, ENVIRONMENT ( HSE ) DEPARTMENT PT. GRAHAINDO JAYA GENERAL CONTRACTOR

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis risiko..., Septa Tri Ratnasari, FKMUI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas,

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya

K3 KONSTRUKSI BANGUNAN. Latar Belakang Permasalahan

PT. Pacific Lubritama Indonesia SAFETY PLAN

Pengaruh Kepemimpinan Keselamatan Pada Kepala Proyek Terhadap Angka Kecelakaan Kerja PT. X Dan PT. Y Di Kota Solo Jawa Tengah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Tengah pada tahun 2008

HUBUNGAN PERSONAL FACTORS DENGAN UNSAFE ACTIONS PADA PEKERJA PENGELASAN DI PT DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI PROSEDUR IDENTIFIKASI ASPEK DAN BAHAYA

JADWAL SERTIFIKASI. 08 Agust sd 03 Sept. 21 nov sd 17 Des

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha yang tergolong sangat

IDENTIFIKASI FASILITAS SAFETY BUILDING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN DI GEDUNG INSTITUSI PERGURUAN TINGGI

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang menjadi penentu pencapaian dan kinerja suatu perusahaan. Jika dalam proses


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. PT Adhi Karya Divisi Konstruksi I yang bergerak dibidang konstruksi

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

CONTRACTOR HSE MANAGEMENT SYSTEM HEALTH, SAFETY AND ENVIRONMENTAL MANAGEMENT PLAN REQUIREMENT AND STANDARD

BAB I PENDAHULUAN. maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa arus globalisasi tersebut membawa

BAB I PENDAHULUAN. bergeloranya pembangunan, penggunaan teknologi lebih banyak diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan kerja telah dikenal sejak berabad yang lalu sejalan dengan

EVALUASI UNSAFE ACT, UNSAFE CONDITION, DAN FAKTOR MANAJEMEN DENGAN METODE BEHAVIOR BASED SAFETY PADA PROYEK APARTEMEN. Patricia 1, David 2 and Andi 3

HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN KARYAWAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT PEMADAM API RINGAN (APAR)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. modernisasi, serta globalisasi. Oleh karena itu, penggunaan mesin-mesin,

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan bagi para pekerja dan orang lain di sekitar tempat kerja untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam UU RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dituliskan

PENGARUH PENERAPAN SAFETY MANAGEMENT TERHADAP KINERJA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

SKRIPSI ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI DI PT. BRAJA MUSTI

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam perusahaan tidak terlepas dari

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB VII METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BELT TRUSS. Belt truss merupakan salah satu alternative struktur bangunan bertingkat tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 5,9% di bulan Agustus 2014 (International Labour Organization Key

ANALISIS PERILAKU AMAN PADA PEKERJA KONSTRUKSI DENGAN PENDEKATAN BEHAVIOR-BASED SAFETY (STUDI DI WORKSHOP PT. X JAWA BARAT)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Perbaikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan Metode HIRARC di PT. Sumber Rubberindo Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran aspek..., Aldo Zaendar, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. dalam kategori dominan sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tidak memenuhi keselamatan kerja (unsafe act) dan keadaan-keadaan. cara yang dapat dilakukan untuk memperkecilnya adalah menerapkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proses industrialisasi telah mendorong tumbuhnya industri diberbagai sektor dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dalam industri (Heinrich, 1980). Pekerjaan konstruksi merupakan

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

USULAN PEDOMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) UNTUK MEMINIMALKAN KECELAKAAN KERJA PADA PROYEK KONSTRUKSI DI RUMAH SAKIT LIMIJATI BANDUNG ABSTRAK

1 Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. sebuah pemikiran dan upaya dalam menjamin keutuhan baik jasmani maupun

BAB I PENDAHULUAN. telah diatur. Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam sekejap mata

BAB 1 : PENDAHULUAN. kuat. (2) Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB VI HASIL PENILAIAN

BAB 1. PENDAHULUAN. lainnya. 2 Divisi Poultry Breeder Charoen Pokphand Indonesia, menyebutkan data

Trainer Agri Group Tier-2

BAB 1 PENDAHULUAN. 30 juta orang terbunuh akibat kecelakaan jalan (road crashes). Kajian terbaru

BAB I PENDAHULUAN. Asean Free Trade Area (AFTA). Kegiatan industri migas mulai produksi, pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. akan ditimbulkan akibat aktivitas-aktivitas yang ditimbulkan seperti kecelakaan

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang

PENYEBAB TERJADINYA SUBSTANDARD PRACTICE BERDASARKAN TEORI LOSS CAUSATION MODEL PADA PENGELAS DI PT BANGUN SARANA BAJA

PT BRANTAS ABIPRAYA (PERSERO)

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatannya sewaktu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

SKRIPSI PERENCANAAN PEMASANGAN ALAT PEMADAM API RINGAN DI RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG GEDUNG C

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

PENERAPAN CSMS (CONTRACTOR SAFETY MANAGEMENT SYSTEM) SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan permasalahan yang dipandang sangat diperhatikan berbagai organisasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat

IMPLEMENTASI INSPEKSI PESAWAT ANGKAT DAN ANGKUT UNTUK MENCEGAH KECELAKAAN KERJA DI PT SANGGAR SARANA BAJA DIVISI FABRIKASI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kerja. 3 K3 di tempat kerja harus dikelola dengan aspek lainnya seperti

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah

7.1.Project Control. Schedule kunjungan ke lapangan dan partisipasi audit. Meninjau ulang temuan audit dan pelaporan perbaikan

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN APD PADA PEKERJA KERANGKA BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, sektor industri mengalami perkembangan pesat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi kecelakaan di tempat kerja yang mengakibatkan pekerja sementara tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional diarahkan menuju terwujudnya masyarakat yang maju, adil, makmur dan mandiri dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri.

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

TINGKAT PEMENUHAN SAFETY INSPECTION MENURUT INTERNATIONAL SAFETY RATING SYSTEMS DI BUKIT TUA DEVELOPMENT PROJECT PT PAL INDONESIA PERSERO TAHUN 2013 Arif Adi Pratomo, Noeroel Widajati Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga E-mail: arifadipratomo@yahoo.co.id ABSTRACT Safety inspection is one kind of proceeding to prevent workplace accidents, because safety inspections can identify substandard conditions and actions to be one of the factors that cause of accidents. The aim of this research is to assess the level of compliance safety inspections by ISRS. The researcher uses observation and interview and study of documents according to the checklist assessment of planed inspection and maintenance element of ISRS. This research takes safety inspection program in Bukit Tua Development Project PT. PAL Indonesia (PERSERO) as the subject of study. The results of this research are the degree of fullfillment ot the 1) Sub element planned general inspections 89,2%. 2) Sub element Follow up system 80%. 3) Sub element inspection report analysis 0%. 4) Sub element Critical parts/items 0%. 5) Sub element preventive maintenance 80%. 6) Sub element special systems inspections 100%. 7) Sub element peruse equipment inspections 100%. 8) Sub element alternative substandard conditions reporting systems 100%. 9) Sub element Compliance requirements 100%. The conclusion of the research is the level of safety inspection compliance overall by 89,2%. The suggestions of the research is necessary to identify critical parts/items and inspection report analysis to improve the level of safety inspection compliance by ISRS in Bukit Tua Development Project PT PAL indonesia (PERSERO). Keywords: international safety rating systems, safety inspection ABSTRAK Safety Inspection merupakan salah satu tindakan untuk mencegah terjadi kecelakaan kerja. Hal ini disebabkan safety inspection dapat mengidentifikasi kondisi dan tindakan substandar yang menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat pemenuhan safety inspection menurut ISRS. Penelitian dilakukan dengan observasi dan wawancara serta studi dokumen menurut checklist penilaian elemen planned inspection dan maintenance dari ISRS. Subjek penelitian adalah program safety inspection di Bukit Tua Development Project PT PAL Indonesia (PERSERO). Hasil penelitian didapatkan tingkat pemenuhan sub elemen inspeksi umum terencana 89,2%, sub elemen tindak lanjut 80%, sub elemen analisis laporan inspeksi 0%, sub elemen bagian/item kritis 0%, sub elemen perawatan pencegahan 80%, sub elemen inspeksi sistem khusus 100%, sub elemen inspeksi peralatan sebelum digunakan 100%, sub elemen alternatif pelaporan 100%, dan sub elemen pemenuhan persyaratan 100%. Kesimpulan penelitian adalah tingkat pemenuhan safety inspection secara keseluruhan sebesar 89,2%. Saran penelitian adalah perlu dilakukan identifikasi item kritis dan analisis laporan inspeksi untuk meningkatkan tingkat pemenuhan safety inspection menurut ISRS di Bukit Tua Development Project PT PAL Indonesia (PERSERO). Kata kunci: safety inspection, international safety rating systems PENDAHULUAN Berdasar laporan International Labour Organization (ILO) tahun 2006 kerugian akibat kecelakaan kerja mencapai 4% dari GDP (Gross Domestic Product) suatu negara yang berarti dalam skala industri, kecelakaan dan penyakit akibat kerja menimbulkan kerugian 4 persen dari biaya produksi berupa pemborosan terselubung yang mengurangi produktivitas dan memengaruhi daya saing suatu negara. Dalam survei World Economic Forum menunjukkan terdapat hubungan antara daya saing suatu negara dengan tingkat keselamatan. Negara yang memiliki daya saing rendah memiliki tingkat keselamatan yang rendah pula. Indeks daya saing Indonesia berada pada level rendah dengan nilai di bawah 3,5 dan indeks kematian akibat kecelakaan sebesar 17 18 per 100.000 pekerja (Ramli, 2009). Kecelakaan kerja di Indonesia relatif mengalami peningkatan setiap tahun. Berdasarkan data Jamsostek klaim kecelakaan kerja pada tahun 2007 hingga 2011 berturut-turut sebanyak 81.852, 93.823, 96.314, 65.000, dan 99.491 kasus. Jumlah 28

Arif dan Noeroel, Tingkat Pemenuhan Safety Inspection 29 kecelakaan sektor konstruksi masih cukup tinggi dengan angka kematian akibat kecelakaan kerja sebanyak 40 per 100.000 pekerja pada tahun 2008 (Endroyo, dkk., 2009). Kecelakaan kerja pada sektor industri juga masih cukup tinggi pada tahun 2007 yaitu setiap hari kerja terdapat 39 orang pekerja yang mendapat cacat baru dan rata-rata 17 orang meninggal tiap hari kerja (Riyadina, 2007). Kecelakaan kerja muncul sebagai suatu akibat yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor utama penyebab kecelakaan kerja adalah kondisi dan tindakan substandar yang ada di tempat kerja. Kondisi dan tindakan substandar yang terjadi berulang-ulang akan diabaikan dan dapat berubah menjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan kerugian langsung maupun tidak langsung. Menurut Bird dan Germain (1986) dalam Tarwaka (2008) menyebutkan bahwa inspeksi merupakan suatu cara terbaik untuk menemukan masalah-masalah dan menilainya sebelum kerugian atau kecelakaan dan penyakit akibat kerja benarbenar terjadi. Inspeksi yang dilakukan dapat menemukan kondisi dan tindakan substandar dan segera dilakukan perbaikan untuk menghindari terjadinya kecelakaan di tempat kera. Salah satu instrumen untuk menilai dan mengevaluasi tingkat pemenuhan safety inspection adalah elemen ke-3 ISRS (International Safety Rating Systems). Elemen ke-3 ISRS yaitu planned inspection and maintenance memaparkan cara penilaian tingkat pemenuhan safety inspection yang dibagi ke dalam 9 sub elemen penilaian. Sub elemen tersebut adalah inspeksi umum terencana, sistem tindak lanjut, analisis laporan inspeksi, bagian/ item kritis, perawatan pencegahan, inspeksi sistem khusus, inspeksi peralatan sebelum digunakan, alternatif pelaporan kondisi substandar, dan pemenuhan persyaratan. Bukit Tua Development Project merupakan sebuah proyek pembuatan jacket yang digunakan untuk pengeboran minyak dan gas di laut lepas. Pekerjaan yang dilakukan di Bukit Tua Development Project meliputi pengelasan, penggerindaan, pemotongan material, blasting, painting, dan radiography. Pekerjaan tersebut dilakukan dengan menggunakan banyak peralatan dan material yang dilakukan pada dua area kerja. Semua pekerjaan tersebut memiliki risiko untuk terjadinya kecelakaan kerja. HSE Team proyek menetapkan berbagai prosedur dan standar untuk menjamin semua pekerjaan dilakukan pada kondisi standar. Salah satu tindakan untuk mengetahui kondisi dan tindakan substandar di area kerja Bukit Tua Development Project adalah melakukan safety inspection and maintenance yang dilakukan oleh HSE Inspector. Tim HSE proyek melakukan evaluasi pelaksanaan safety inspection hanya berdasar pada jumlah/kuantitas pelaksanaan safety inspection yang dilakukan tanpa mengevaluasi kualitas dari pelaksanaan safety inspection. Berdasarkan catatan unsafety act dan unsafety condition pada bulan Januari hingga Juni 2013 berturut-turut sebanyak 5 kasus, 109 kasus, 29 kasus, 109 kasus, 139 kasus, dan 62 kasus unsafe act dan unsafe condition dan terdapat 2 insiden near miss yang disebabkan tidak terpenuhinya pelaksanaan inspeksi dan perawatan peralatan. Sehingga penelitian tingkat pemenuhan safety inspection di Bukit Tua Development Project PT PAL Indonesia (PERSERO) ini penting dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan program safety inspection di Bukit Tua Development Project PT PAL Indonesia (PERSERO) dalam menemukan kondisi dan tindakan substandar yang ada di area kerja sekaligus sebagai sarana evaluasi pelaksanaan safety inspection. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat pemenuhan safety inspection menurut International Safety Rating Systems di Bukit Tua Development Project PT PAL Indonesia (PERSERO) berdasar pada elemen ke-3 ISRS planned inspection and maintenance. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Ditinjau dari metode pengumpulan data, penelitian ini bersifat observasional. Ditinjau dari pemilihan waktu penelitian, penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Ditinjau dari metode analisis, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini menganalisis tingkat pemenuhan safety inspection di Bukit Tua Development Project PT PAL Indonesia (PERSERO) menggunakan instrumen penelitian checklist panned inspection and maintenance ISRS. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan karena mendapatkan data primer dengan melakukan wawancara pada 3 orang HSE Inspector serta pengumpulan dokumen terkait pelaksanaan safety inspection. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 24 Juni 24 Juli 2013 di Bukit Tua Development Project PT PAL Indonesia (PERSERO) Ujung, Surabaya.

30 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 2, No. 1 Jan-Jun 2013: 28 34 Variabel yang diteliti berjumlah 9 variabel sesuai dengan 9 sub elemen ISRS yang dinilai tingkat pemenuhannya yaitu sub elemen inspeksi umum terencana, sistem tindak lanjut, analisis laporan inspeksi, bagian/item kritis, perawatan pencegahan, inspeksi sistem khusus, inspeksi peralatan sebelum digunakan, alternatif pelaporan kondisi substandar, dan pemenuhan persyaratan. Data primer diperoleh melalui wawancara kepada 3 orang HSE Inspector sesuai dengan pertanyaan yang terdapat dalam checklist planned inspection and maintenance ISRS. Data sekunder berupa gambaran umum proyek dan perusahaan, dokumen-dokumen terkait pelaksanaan safety inspection seperti checklist inspeksi umum terencana, checklist inspeksi peralatan, prosedur inspeksi, dan kebijakan K3 perusahaan. Teknik analisis data dilakukan melalui 4 tahapan. Tahap pertama adalah pembersihan data yaitu memeriksa kelengkapan data. Tahap kedua adalah validasi data yaitu memverifikasi keberadaan dan kesesuaian antara hasil wawancara dengan bukti dokumendokumen pendukung penyelenggaraan safety inspection. Tahap ketiga adalah pemberian skor pada 9 sub elemen sesuai petunjuk penilaian dari ISRS. Tahap keempat yaitu analisis deskriptif yang dijabarkan dalam bentuk persentase. HASIL Sub Elemen Inspeksi Umum Terencana Sub elemen inspeksi umum terencana memiliki 7 pertanyaan. Terdapat 2 pertanyaan yang tidak mendapatkan nilai maksimal yaitu pada pertanyaan pemenuhan pelatihan formal teknik inspeksi bagi HSE Inspector dan klasifikasi bahaya dari kondisi dan tindakan substandar yang ditemukan. Hasil penilaian pada sub elemen inspeksi umum terencana adalah 125 poin dari nilai maksimal yang mungkin didapatkan sebesar 140 poin. Sehingga tingkat pemenuhan inspeksi umum terencana sebesar 89,2%. Sub Elemen Sistem Tindak Lanjut Sub elemen sistem tindak lanjut memiliki 6 pertanyaan. Terdapat 1 pertanyaan yang tidak mendapatkan nilai maksimal yaitu pada pertanyaan pemenuhan klasifikasi bahaya dan tindakan substandar yang ditemukan. Hasil penilaian pada sub elemen sistem tindak lanjut sebesar 80 poin dari nilai maksimal yang mungkin didapatkan sebesar 100 poin. Sehingga tingkat pemenuhan sistem tindak lanjut sebesar 80%. Sub Elemen Analisis Laporan Inspeksi Sub elemen analisis laporan inspeksi memiliki 3 pertanyaan. Terdapat 1 pertanyaan yang mendapatkan poin 0 yaitu pada pertanyaan pemenuhan analisis berkala dari laporan inspeksi yang dilakukan minimal setiap 6 bulan sekali. Lalu terdapat 2 pertanyaan yang tidak dinilai karena prasyarat penilaian 2 pertanyaan tersebut tidak terpenuhi. Hasil penilaian pada sub elemen analisis laporan inspeksi sebesar 0 poin dari nilai maksimal yang mungkin didapatkan sebesar 100 poin. Sehingga tingkat pemenuhan analisis laporan inspeksi sebesar 0%. Sub Elemen Bagian/Item Kritis Sub elemen bagian item kritis memiliki 3 pertanyaan. Terdapat 1 pertanyaan yang mendapatkan poin 0 yaitu pada pertanyaan pemenuhan sistem komprehensif untuk mengidentifikasi, memeriksa, dan mengendalikan bagian/item kritis. Lalu terdapat 2 pertanyaan yang tidak dinilai karena prasyarat penilaian 2 pertanyaan tersebut tidak terpenuhi. Hasil penilaian pada sub elemen bagian item kritis sebesar 0 poin dari nilai maksimal yang mungkin didapatkan sebesar 100 poin. Sehingga tingkat pemenuhan sub elemen bagian/item kritis sebesar 0%. Sub Elemen Perawatan Pencegahan Sub elemen perawatan pencegahan memiliki 5 pertanyaan. Terdapat 2 pertanyaan yang tidak mendapatkan nilai maksimal yaitu pada pertanyaan pemenuhan sistem record keeping dan investigasi penyebab kerusakan pada kerusakan yang ditemukan pada peralatan saat proses perawatan pencegahan. Hasil penilaian pada sub elemen perawatan pencegahan sebesar 80 poin dari nilai maksimal yang mungkin didapatkan sebesar 100 poin. Sehingga tingkat pemenuhan sistem tindak lanjut sebesar 80%. Sub Elemen Inspeksi Sistem Khusus Sub elemen inspeksi sistem khusus memiliki 2 pertanyaan. Seluruh pertanyaan mendapatkan nilai maksimal yaitu pada pertanyaan pemenuhan peninjauan kembali pada peralatan-peralatan untuk mengetahui alat tersebut berfungsi dengan baik ditinjau dari segi K3 dan pemenuhan inspeksi

Arif dan Noeroel, Tingkat Pemenuhan Safety Inspection 31 dilakukan pada peralatan penting yang memiliki kaitan khusus dengan K3 seperti alat pemadam ringan, detektor asap, dan lain-lain. Hasil penilaian pada sub elemen inspeksi sistem khusus sebesar 60 poin dari nilai maksimal yang mungkin didapatkan sebesar 60 poin. Sehingga tingkat pemenuhan sub elemen inspeksi sistem khusus sebesar 100%. Sub Elemen Inspeksi Peralatan Sebelum Digunakan Sub elemen inspeksi peralatan sebelum digunakan memiliki 4 pertanyaan. Seluruh pertanyaan mendapatkan nilai maksimal yaitu pertanyaan pemenuhan pendekatan sistematis pada perencanaan inspeksi peralatan sebelum digunakan, pemenuhan pelaksanaan inspeksi, tindak lanjut, objek inspeksi, dan penanggung jawab inspeksi, pemenuhan persentase checklist inspeksi peralatan sebelum digunakan dan pemenuhan evaluasi sistem inspeksi peralatan sebelum digunakan. Hasil penilaian pada sub elemen inspeksi peralatan sebelum digunakan sebesar 50 poin dari nilai maksimal yang mungkin didapatkan sebesar 50 poin. Sehingga tingkat pemenuhan sub elemen inspeksi sistem khusus sebesar 100%. Sub Elemen Alternatif Pelaporan Kondisi Substandar Sub elemen alternatif pelaporan kondisi substandar memiliki 3 pertanyaan. Seluruh pertanyaan mendapatkan nilai maksimal yaitu pertanyaan pemenuhan sistem yang mendorong setiap individu melaporkan kondisi substandar secara tertulis setiap hari, pemenuhan penerimaan salinan laporan inspeksi pada departemen K3, dan pemenuhan sistem tindak lanjut dari pelaporan kondisi substandar pada departemen. Hasil penilaian pada sub elemen alternatif pelaporan kondisi substandar sebesar 40 poin dari nilai maksimal yang mungkin didapatkan sebesar 40 poin. Sehingga tingkat pemenuhan sub elemen inspeksi sistem khusus sebesar 100%. Sub Elemen Pemenuhan Persyaratan Sub elemen pemenuhan persyaratan memiliki 4 pertanyaan. Seluruh pertanyaan mendapatkan nilai maksimal yaitu pertanyaan pemenuhan syarat organisasi telah melakukan inspeksi sesuai peraturan perundang-undangan yang ada dan kebutuhan organisasi, pemenuhan evaluasi daftar inspeksi, pemenuhan kualifikasi personil yang melakukan evaluasi kesesuaian inspeksi dengan peraturan, dan sistem tindak lanjut tindakan perbaikan pada kondisi ketidaksesuaian dengan peraturan perundangundangan. Hasil penilaian pada sub elemen alternatif pelaporan kondisi substandar sebesar 50 poin dari nilai maksimal yang mungkin didapatkan sebesar 50 poin. Sehingga tingkat pemenuhan sub elemen inspeksi sistem khusus sebesar 100%. Pemenuhan Pelaksanaan Inspeksi Secara Keseluruhan Tingkat pemenuhan pelaksanaan inspeksi secara keseluruhan didapatkan melalui menjumlah seluruh hasil penilaian seluruh sub elemen kemudian dibagi dengan total poin maksimal yang mungkin didapat setiap sub elemen. Berdasar perhitungan didapatkan hasil tingkat pemenuhan pelaksanaan inspeksi secara keseluruhan di Bukit Tua Development Project PT PAL Indonesia (PERSERO) tahun 2013 sebesar 89,8%. Tingkat pemenuhan ini masih belum mendapat nilai 100% karena terdapat 5 sub elemen yang belum mendapat nilai penuh yaitu sub elemen inspeksi umum terencana, sistem tindak lanjut, analisis laporan inspeksi, bagian/item kritis, dan perawatan pencegahan. Tabel 1. Hasil Penilaian Pemenuhan Safety Inspection di Bukit Tua Development Project PT PAL Indonesia (PERSERO) tahun 2013 No. Sub Elemen Nilai Maksimal Nilai Total 1 Inspeksi Umum Terencana 140 125 2 Sistem Tindak 100 80 Lanjut 3 Analisis Laporan 0 0 Inspeksi 4 Bagian/Item Kritis 0 0 5 Perawatan 100 80 Pencegahan 6 Inspeksi Sistem 60 60 Khusus 7 Inspeksi Peralatan 50 50 Sebelum Digunakan 8 Alternatif 40 40 Pelaporan 9 Pemenuhan 50 50 Persyaratan Total 540 485 Tingkat pemenuhan (485/540) 100% = 89,8% safety inspection secara umum

32 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 2, No. 1 Jan-Jun 2013: 28 34 PEMBAHASAN Sub Elemen Inspeksi Umum Terencana Dalam sub elemen inspeksi umum terencana ISRS mensyaratkan personil yang melakukan inspeksi telah mengikuti pelatihan formal teknik inspeksi yang berkualitas dengan kredit minimal selama 4 jam (DNV, 1996). Sementara itu HSE Inspector di Bukit Tua Development Project belum pernah mendapatkan pelatihan formal teknik inspeksi meskipun sudah mengikuti sertifikasi AK3 Umum atau AK3 Migas. Kemudian ISRS juga mensyaratkan adanya klasifikasi kondisi dan tindakan substandar yang ditemukan dalam inspeksi umum terencana. Tujuan pengklasifikasian ini adalah memudahkan dalam penentuan prioritas tindakan perbaikan dan tingkat perhatian manajemen. Sementara itu tidak ada klasifikasi bahaya dari kondisi dan tindakan substandar yang ditemukan dalam laporan inspeksi umum terencana yang dibuat oleh HSE Officer Bukit Tua Development Project. Sub Elemen Sistem Tindak Lanjut Dalam sub elemen sistem tindak lanjut ISRS mensyaratkan adanya klasifikasi kondisi dan tindakan substandar yang ditemukan dalam inspeksi umum terencana sama dengan sub elemen inspeksi umum terencana. Tujuan pengklasifikasian ini adalah memudahkan dalam penentuan prioritas tindakan perbaikan dan tingkat perhatian manajemen. Sementara itu tidak ada klasifikasi bahaya dari kondisi dan tindakan substandar yang ditemukan dalam laporan inspeksi umum terencana yang dibuat oleh HSE Offi cer Bukit Tua Development Project. Sub Elemen Analisis Laporan Inspeksi Dalam sub elemen analisis laporan inspeksi ISRS mensyaratkan adanya analisis laporan inspeksi setiap 6 bulan sekali dari laporan inspeksi yang telah dibuat (DNV, 1996). Tujuan analisis laporan inspeksi ini adalah untuk mengetahui adanya kondisi dan tindakan substandar yang terjadi berulang karena tindakan perbaikan yang dilakukan tidak menyelesaikan penyebab dasar kondisi dan tindakan substandar. Tim HSE proyek Bukit Tua Development Project tidak melakukan analisis laporan inspeksi ini sehingga tingkat pemenuhan sub elemen analisis laporan inspeksi sebesar 0%. Sub Elemen Bagian/Item Kritis Dalam sub elemen bagian/item kritis ISRS mensyaratkan adanya identifikasi pada bagian/ item kritis pada seluruh area, struktur, material, dan peralatan. Tujuan identifikasi bagian/item kritis adalah untuk melakukan inspeksi lebih lanjut pada area, struktur, material, dan peralatan yang memiliki bagian/item kritis. Bagian/item kritis pada seluruh area, struktur, material, dan peralatan perlu dilakukan inspeksi lebih lanjut karena jika bagian/item kritis mengalami gagal fungsi dapat mengakibatkan kerugian besar bagi perusahaan. Tim HSE proyek Bukit Tua Development Project tidak melakukan identifikasi bagian/item kritisi sehingga tingkat pemenuhan sub elemen ini 0%. Sub Elemen Perawatan Pencegahan Dalam ISRS mensyaratkan adanya sistem pencatatan tindakan perawatan dan perbaikan peralatan (sistem record keeping) dalam bentuk komputerisasi agar memudahkan teknisi ketika memerlukan informasi tindakan perbaikan dan perawatan yang telah dilakukan lengkap dengan objek perbaikannya (DNV, 1996). Sistem record keeping di Bukit Tua Development Project masih dalam bentuk manual sehingga menyulitkan teknisi ketika membutuhkan informasi lengkap dari tindakan perbaikan dan perawatan yang pernah dilakukan pada suatu peralatan. ISRS juga mensyaratkan adanya investigasi penyebab kerusakan yang ditemukan saat proses perawatan. Tujuan dari investigasi tersebut adalah untuk mendapatkan informasi penyebab kerusakan yang tepat sehingga dapat dibuat program pencegahan kerusakan yang tepat terutama pada kerusakan yang disebabkan kesalahan dalam penggunaan. Sub Elemen Inspeksi Sistem Khusus ISRS mensyaratkan dilakukan peninjauan kembali fungsi suatu peralatan yang berhubungan erat dengan K3 dan inspeksi khusus pada peralatan yang memiliki kaitan erat dengan perlindungan K3 yaitu detektor gas, asap, panas, dan kebakaran, alarm kebakaran, lampu darurat, sumber listrik lampu darurat, alat pemadam ringan, bak mandi dan shower, first aid kit, peralatan dan material untuk mengatasi tumpahan, full body harness, flame arrestors/fl ash back arrestors, dan earthing system/ grounding pada electrical tool (DNV, 1996). Tim HSE proyek Bukit Tua Development Project telah melakukan inspeksi pada peralatan di atas dengan menetapkan penanggung jawab inspeksi, frekuensi inspeksi, dan sistem tindak lanjut inspeksi.

Arif dan Noeroel, Tingkat Pemenuhan Safety Inspection 33 Sub Elemen Inspeksi Peralatan Sebelum Digunakan ISRS mensyaratkan inspeksi peralatan sebelum digunakan pada 11 peralatan yaitu forklift, crane, truk industri, peralatan welding, personal protective equipment, gas detectors, radiation monitors, breathing apparatus, respirators, protective barriers, dan peralatan cutting (DNV, 1996). Dari 11 peralatan tersebut hanya terdapat 7 peralatan yang ada di Bukit Tua Development Project. Tujuh peralatan tersebut telah diinspeksi setiap sebelum digunakan. Inspeksi peralatan sebelum digunakan untuk crane, forklift, peralatan welding, dan alat cutting dilakukan oleh operator dan HSE inspector menggunakan checklist inspeksi yang di dalam checklist tersebut telah tertulis objek dari peralatan yang harus diinspeksi. Kemudian untuk kendaraan pengangkut inspeksi dilakukan oleh operator dengan objek dari peralatan yang harus diinspeksi sudah tertulis di dalam checklist inspeksi. Kemudian untuk personal protective equipment dan radiation monitors akan diinspeksi oleh HSE inspektor menggunakan checklist yang ada. Sub Elemen Alternatif Pelaporan Kondisi Substandar ISRS mensyaratkan adanya sebuah sistem alternatif pelaporan kondisi substandar. Sistem alternatif pelaporan kondisi substandar diperlukan agar kondisi dan tindakan substandar yang tidak tercatat dalam inspeksi umum terencana dapat dilaporkan pada bagian HSE proyek. Di Bukit Tua Development Project alternatif pelaporan kondisi dan tindakan substandar dapat dilakukan dengan menggunakan ACT (Active Care Tool) Programme yang mewajibkan setiap pekerja untuk menuliskan minimal 2 temuan baik kondisi dan tindakan substandar atau kondisi dan tindakan standar setiap bulan. Lembar ACT ditaruh di dalam box khusus dan lembar ACT yang sudah terisi ditaruh kembali dalam box khusus pula. Setiap hari lembar ACT yang sudah terisi akan diambil dan direkapitulasi oleh HSE offi cer dan kemudian dimasukkan dalam perhitungan UAUC (Unsafe Act Unsafe Condition) bulanan. Dari UAUC dapat diketahui kondisi dan tindakan substandar yang menjadi trend di area kerja. Kondisi dan tindakan substandar yang menjadi trend akan menjadi salah satu topik dalam Tool Box Meeting. Dalam pengisian lembar ACT (Active Care Tool) Programme pekerja diberikan petunjuk untuk mencatat kondisi dan tindakan substandar yang diamati dan sesegera mungkin dilakukan tindakan perbaikan oleh pekerja yang mencatat kondisi dan tindakan substandar tersebut. Jika tidak memungkinkan maka HSE offi cer yang akan mengomunikasikan kondisi dan tindakan substandar dalam rapat HSE. Kemudian dalam rapat HSE ditentukan tindakan perbaikan, target waktu, dan penanggung jawab tindakan perbaikan. Sub Elemen Pemenuhan Persyaratan ISRS mensyaratkan bahwa setiap perusahaan harus melakukan inspeksi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebutuhan organisasi. Bukit Tua Development Project telah melakukan semua inspeksi yang sesuai dengan peraturan dan kebutuhan organisasi yang dibuktikan dengan dipenuhi dan ditaatinya peraturan dan perundang-undangan yang berlaku melalui kegiatan review HSE Legal Register yang dilakukan setiap 6 bulan yang dilakukan oleh tim HSE proyek. Review ini dimaksudkan untuk mengetahui kepatuhan organisasi pada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Review tersebut juga dimaksudkan untuk memperbarui dan meninjau kembali kesesuaian daftar inspeksi dengan peraturan dan kebutuhan organisasi. Jika ditemukan kondisi atau tindakan substandar yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan serta kebutuhan organisasi maka akan segera diperbaiki saat itu juga dengan mengomunikasikan temuan tersebut dengan supervisor pekerja atau jika tidak memungkinkan untuk saat itu juga diperbaiki maka akan dibicarakan dalam rapat HSE untuk ditentukan tindakan perbaikan secepat mungkin. Dari rapat HSE tersebut ditentukan target waktu perbaikan dan akan di cek perbaikannya pada inspeksi dan dilaporkan dalam rapat HSE selanjutnya. Pemenuhan Pelaksanaan Inspeksi Secara Keseluruhan Dari keseluruhan elemen safety inspection yang ada dalam ISRS, di Bukit Tua Development Project PT. PAL Indonesia (PERSERO) telah memenuhi sebesar 89,8%. Tingkat pemenuhan tersebut masih belum memenuhi syarat penuh dari ISRS hingga mencapai 100%. Tingkat pemenuhan safety inspection yang belum mencapai 100% memiliki konsekuensi terdapat kondisi dan tindakan substandar yang tidak teridentifikasi. Kondisi dan tindakan substandar yang tidak teridentifikasi dan terjadi

34 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 2, No. 1 Jan-Jun 2013: 28 34 berulang-ulang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Manajemen proyek harus melakukan perbaikan pada item-item yang masih kurang terutama yaitu pada sub elemen inspeksi umum terencana, sistem tindak lanjut, analisis laporan inspeksi, bagian/item kritis, dan perawatan pencegahan. Kemudian pada sub elemen yang masih mendapatkan poin 0 yaitu sub elemen analisis laporan inspeksi dan item kritis perlu segera dilakukan perbaikan. Menurut hemat peneliti sub elemen yang harus segera diperbaiki terutama adalah sub elemen bagian/item kritis. Terbukti dengan munculnya insiden di Bukti Tua Development Project disebabkan tidak dilakukannya identifikasi item-item kritis yang ada pada suatu peralatan yang ada di tempat kerja. Dalam definisi inspeksi yang meliputi review, survey, check, measure, detection, examination, data collection, analyze, documentation, reporting, test, recording, dan auditing atau verifi cation maka pelaksanaan inspeksi harus melalui kegiatan perencanaan dan evaluasi yang menyeluruh. Sesuai dengan definisi inspeksi menurut Widharto (2000) hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa inspeksi yang dilakukan belum menyertakan kegiatan review dan analisis secara menyeluruh yang perlu dilakukan. Penilaian elemen planned inspection and maintenance pada ISRS merupakan penilaian yang lebih bersifat administratif pada pelaksanaan inspeksi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari kondisi dan tindakan substandar yang ada di tempat kerja ditinjau dari teori kecelakaan kerja menurut Heinrich. Terutama penelitian yang berbasis pada pengamatan kondisi sosial di area kerja untuk meneliti rangkaian kejadian kecelakaan kerja lain yaitu social environment/ ancestry dan fault of the person. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi lanjutan untuk mengatasi faktor domino kecelakaan kerja selain kondisi dan tindakan substandar. Penelitian lain yang dapat dilakukan adalah penelitian pada ketersediaan program pencegahan kondisi dan tindakan substandar yang ada dalam organisasi. KESIMPULAN Tingkat pemenuhan sub elemen inspeksi umum terencana sebesar 89,2%, sub elemen sistem tindak lanjut sebesar 80%, sub elemen analisis laporan inspeksi 0%, sub elemen bagian/item kritis 0%, dan sub elemen perawatan pencegahan sebesar 80%. Kemudian tingkat pemenuhan untuk masingmasing sub elemen inspeksi sistem khusus, inspeksi peralatan sebelum digunakan, alternatif pelaporan kondisi substandar, dan pemenuhan persyaratan adalah 100%. Sehingga tingkat pemenuhan pelaksanaan inspeksi secara keseluruhan di Bukit Tua Development Project PT PAL INDONESIA (PERSERO) sebesar 89,2%. DAFTAR PUSTAKA DNV. 1996. International Safety Rating System Expanded Guidelines Sixth Revised Edition (United Kingdom Version). DNV Management Services. London: 110 200. Endroyo, B., B.E. Yuwono, & Kartono. Studi tentang Model Penilaian Kematangan Perencanaan Keselamatan pada Tahap Pra- Konstruksi, untuk Mitigasi Kecelakaan Konstruksi. http://etalase.unnes.ac.id/files/ 7b70bddec5a7273c9d5e307beafaff4d.pdf (sitasi 24 Juli 2013) Health and Safety Profesional Alliance. 2012. Core Body of Knowledge for the Generalist OHS Professional. Tullamarine Victoria; Safety Institute of Australia: 4 5. ISRS. A Tribute to Frank Bird. http://www.isrs.net/a- Tribute-to-Frank-Bird (Sitasi 24 Juli 2013). Jamsostek. 2008. Laporan Tahunan Tahun 2007. Jakarta; Jamsostek: 51. Jamsostek. 2009. Laporan Tahunan Tahun 2008. Jakarta; Jamsostek 59. Jamsostek. 2010. Laporan Tahunan Tahun 2009. Jakarta; Jamsostek 72. Jamsostek. Angka Kecelakaan Kerja Menurun. http:// www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=1907 (sitasi 4 Mei 2013). Jamsostek. 2012. Laporan Tahunan Tahun 2011. Jakarta; Jamsostek: 32. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 03/MEN/98 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan Ramli, S. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Dian Rakyat. Jakarta: 3 10. Riyadina, W. 2007. Kecelakaan Kerja dan Cedera yang Dialami oleh Pekerja Industri di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. MAKARA, 11: 25 31. Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja; Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Harapan Press. Surakarta: 125 137. Widharto, S. 2000. Inspeksi Teknik Buku 1. Pradnya Paramita. Jakarta: 1.