Aida Minropa* ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

Faktor Risiko Terjadinya Osteoporosis Pada Wanita Menopause

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik kasus menopause..., Herdiana Christanty Sihombing, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LEMBARAN KUESIONER. Analisis faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

II. PENGETAHUAN RESPONDEN Petunjuk pengisian: Berilah tanda (x) pada jawaban yang saudara anggap benar.

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

BAB I PENDAHULUAN. memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya (WHO, 2004). Jumlah populasi

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga hal tersebut akan mempengaruhi pola konsumsi gizi dan aktivitas fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

Jurnal Kesehatan Kartika 7

BAB II PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS PADA USIA DEWASA Definisi Osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Osteoporosis merupakan masalah kesehatan nomor dua di dunia seperti yang dinyatakan oleh WHO (World Health

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DENGAN PRAKTIK PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA REMAJA PUTRI

Konsep Kampanye Osteoporosis Melalui Desain Komunikasi Visual

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit yang berkaitan dengan faktor penuaanpun meningkat, seiring

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

HUBUNGAN ANTARA MENSTRUASI DINI DAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN KANKER PAYUDARA DI RUANG EDELWIS RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KUISIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI KELURAHAN LEDENG RW 01 KOTAMADYA BANDUNG TAHUN 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan tersebut

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN PERTUMBUHAN BAYI DI DESA PAKIJANGAN KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala utama nyeri (Dewi, 2009). Nyeri Sendi merupakan penyakit

Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

HUBUNGAN SENAM OSTEOPOROSIS DENGAN KEJADIAN OSTEOPOROSIS PADA PESERTA SENAM DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA. Farida Umamah, Faisal Rahman

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan usia banyak terjadi proses pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN :

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR HERIANI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

Transkripsi:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESIKO OSTEOPOROSIS PADA LANSIA DI KENAGARIAN API-API WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASAR BARU KECAMATAN BAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2013 Aida Minropa* ABSTRAK Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif seperti osteoporosis akan menjadi masalah yang memerlukan perhatian khusus. Prevalensi osteoporosis di Indonesia mencapai 19,7%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan resiko osteoporosis pada lansia di kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Jenis penelitian yang adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian telah dilakukan pada tanggal 20-31 Januari 2013, jumlah responden 48 orang lansia dan jenis data adalah data primer. Teknik pengambilan sampel random sampling. Data diolah menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 68,8% responden berjenis kelamin perempuan. 70,8% responden umur 55 tahun. 58,3% responden memiliki tipe tubuh gemuk. 70,8% responden mempunyai aktivitas fisik rendah. 79,2% responden diet tidak cukup kalsium. 75,0% responden resiko positif osteoporosis. Terdapat hubungan: antara jenis kelamin, umur, tipe tubuh, aktivitas fisik dan diet dengan resiko osteoporosis. Disarankan kepada Puskesmas untuk memberikan penyuluhan kesehatan kepada lansia tentang resiko osteoporosis dan modifikasi gaya hidup. Dapat menjadi pedoman bagi peneliti selanjutnya dalam desain dan alat ukur yang berbeda. Kata Kunci : Faktor resiko, Osteoporosis, lansia Alamat Korespondensi : Aida Minropa,SKM.,M.Kes Dosen Prodi D III Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang Jl. Jamal Jamil Pondok Kopi Siteba Padang

PENDAHULUAN Pelaksanaan pembangunan Nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur bedasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin baik dan usia harapan hidup yang makin meningkat, sehingga jumlah Lanjut Usia (Lansia) semakin bertambah (Wijaya, 2010). Saat ini penduduk di Indonesia mempunyai umur harapan dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun (Depkes RI, 2012). Pada tahun 2010 jumlah lansia mengalami peningkatan mencapai 9,58% dan pada tahun 2020 diprediksi mengalami peningkatan sebesar 11,20%. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan pola distribusi penyakit bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang semakin tinggi angka prevalensinya dan perlu di waspadai adalah Osteoporosis (Depkes RI, 2008). Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah disertai mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan tulang dan menyebabkan fraktur. Osteoporosis disebut sebagai silent desease karena proses kepadatan tulang bekurang secara perlahan dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa disadari disertai tanpa adanya gejala. Bahkan pasien Osteopororsis yang dapat diidentifikasi setelah terjadi fraktur hanya kurang dari 25% (Cosman, 2009). Penderita Osteoporosis beresiko mengalami fraktur yang meningkatkan beban sosioekonomi berupa perawatan biaya ynag besar. Selain itu juga menyebabkan kecacatan, ketergantungan pada orang lain yang menyebabkan gangguan aktivitas hidup, fungsi sosial, dan gangguan psikologis sehingga terjadi penurunan kualitas hidup bahkan sampai menyebabkan kematian. Resiko kematian bagi pria yang menderita Osteoporosis sama dengan orang yang menderita kanker prostat. Sedangkan resiko kematian bagi wanita sama dengan orang yang menderita kanker payudara bahkan lebih tinggi dari orang yang menderita kanker rahim (Tandra, 2009). Penyakit kerapuhan tulang ini melanda seluruh dunia dan telah melumpuhkan jutaan orang. Fakta dari lembaga National Osteoporosis Foundation di Amerika menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Lebih dari 1.5 juta orang di Amerika menderita tulang patah setiap tahunnya yang diakibatkan oleh osteoporosis dan hampir 34 juta orang lainnya diperkirakan mengalami kerendahan densitas tulang (kerapuhan tulang) yang mengakibatkan mereka berada dalam kondisi terancam menderita osteoporosis (Clupster, 2009). International Osteoporosis Foundation (IOF) mencatat 20% pasien patah tulang Osteoporosis meninggal dalam waktu satu tahun. Sepertiga diantaranya harus terus berbaring di tempat tidur, sepertiga lainnya harus dapat dibantu untuk dapat berdiri dan berjalan. Hanya sepertiga yang dapat sembuh dan beraktivitas optimal (Suryati, A Nuraini, 2006). Faktor resiko Osteoporosis dklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor resiko primer dan faktor resiko skunder. Faktor resiko primer adalah faktor yang tidak dapat di ubah termasuk usia, jenis kelamin, ras, genetik, menopause/andropause dan ukuran kerangka yang kecil. Faktor resiko skunder yaitu faktor yang dapat di ubah atau dimodifikasi termasuk kurang asupan kalsium dan vitamin D, olah raga tidak teratur, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol dan kopi yang berlebihan dan penggunaan obat-obatan penyebab osteoporosis dalam jangka panjang (Junaidi, 2007). Prevalensi Osteoporosis di Indonesia sudah mencapai 19,7%. Berdasarkan hasil analisis data resiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama dengan

Fonterra Brand Indonesia yang dipublikasikan tahun 2006 menyatakan 2 dari 5 orang Osteoporosis. Hal ini juga didukung oleh Indonesian White Paper yang dikeluarkan oleh Perhimpunan osteoporosis Indonesia (Perosi) pada tahun 2007 yaitu Osteoporosis pada wanita yang berusia di atas 50 tahun mencapai 32,3% dan pada pria di usia diatas 50 tahun mencapai 28,85. Secara keseluruhan percepatan proses penyakit Osteoporosis pada wanita sebesar 80% dan pria 20% (Suryati, A Nuraini, 2006). Dengan bertambahnya usia maka angka kejadian Osteoporosis akan semakin meningkat, seperti yang ditunjukkan data di Indonesia antara lain Lima Provinsi dengan resiko Osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%0, Jawa Tengah (24,02 %), Yogyakarta (23,5 %), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%) (Pranoto, 2011). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat pada bulan Februari 2009, PT Fontera Brands Indonesia melakukan pemeriksaan densitas massa tulang dengan alat densitometry di berbagai tempat di Sumatera Barat dengan hasilnya yaitu dari 4521 orang yang diperiksa didapatkan kejadian Osteoporosis sebanyak 15,43% Osteoporosis, 35,96% Osteoponia, 48,59% normal. Osteoporosis dapat menyerang semua orang, meskipun tingkat risikonya berbedabeda. Adapun faktor risiko terjadinya osteoporosis dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan seperti jenis kelamin, umur, ras, riwayat keluarga, tipe tubuh dan menopause. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan yaitu aktivitas fisik (olah raga), diet, kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol (Wirakusumah, 2007). Dari laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan jumlah lansia pada tahun 2010 sebanyak 40.163 orang dan tahun 2011 sebanyak 41.911 orang. Di Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang sendiri jumlah Lansia sebanyak 5.814 orang dengan rincian 3.201 orang perempuan dan 2.613 orang laki-laki. Indonesia memiliki resiko 3.286 orang umur 45-59 tahun, 1.420 orang umur 60-69 tahun dan sisanya umur lebih dari 70 tahun sebanyak 1.108 orang Pada lansia, seiring dengan pertambahan usia fungsi organ tubuh justru menurun, tubuh mengalami kehilangan tulang trabekular dan penyerapan kalsium menurun pula sehingga resiko osteoporosis semakin besar. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita, hal ini disebabkan pengaruh penurunan kadar hormon estrogen yang membantu pengangkutan kalsium ke dalam tulang. Perawakan yang kecil dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan, padahal tulang akan giat membentuk sel bila di tekan oleh bobot yang berat. Sedangkan seseorang yang kurang gerak dan berolahraga otot-ototnya tidak terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat mempercepat penururunan tahanan dan kekuatan pada tulang. Pengaruh diet terhadap resiko osteoporosis, bila makanan yang mengandung cukup kalsium di konsumsi sejak usia dini dapat membantu memperkuat massa tulang, mencegah pengaruh negatif dari berkurangnya keseimbangan kalsium dan mengurangi tingkat kehilangan kalsium pada tahun-tahun berikutnya. Studi pendahuluan selama dua hari pada tanggal 5-6 Juni 2012 di Posyandu lansia Api- Api dari 10 orang lansia yang diwawancarai yaitu enam orang lansia berjenis kelamin perempuan dan empat orang laki-laki. Empat orang lansia berumur 45-50 tahun dan enam orang lansia berumur 50 tahun keatas. Sementara itu dari pengukuran antropometri tiga orang lansia memiliki ukuran rangka yang kecil, dua orang lansia tidak pernah meminum susu kalsium atau suplemen kalsium dan dua orang lansia tidak pernah melakukan olahraga rutin. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor- Faktor yang berhubungan dengan resiko Osteoporosis pada lansia di wilayah posyandu lansia Api-Api Puskesmas Pasar Baru Kecamatan tahun 2012.

METODE PENELITIAN Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Lansia yang ada di wilayah Kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Tahun 2013 yang berjumlah 480 orang. Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Jika populasi besar dari maka sampel diambil 10-15% dari jumlah populasinya, kecil dari maka sampel yang diambil semua populasi (Arikunto, 2006). Pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 10% dari populasi. Jumlah lansia di Kenagarian Api-Api Wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru dalam penelitian ini yaitu 480 orang dan jumlah sampel dalam penelitian menurur rumus di atas yaitu 48 orang dengan criteria sampel : a. Lansia yang berumur 45 tahun keatas b. Lansia ada di tempat pada saat penelitian c. Bersedia menjadi responden d. Mampu berkomunikasi dengan baik. e. Lansia yang tidak sedang dalam keadaan sakit terbaring f. Lansia yang didampingi anggota keluarga lain pada saat penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 20-31 Januari 2013 tentang faktor faktor yang berhubungan dengan resiko osteoporosis pada lansia di 1.Jenis Kelamin kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2013, didapatkan hasil penelitian sebagai berikut : Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Tahun 2013 No. Jenis Kelamin f % 1. Pria 15 31.3 2. Wanita 33 68.8 Jumlah 48 Dari tabel 1 terlihat bahwa lebih dari separoh (68,8%) responden berjenis kelamin wanita. Wanita mempunyai resiko terkena osteoporosis lebih besar dari pada pria. Secara umum wanita memiliki resiko osteoporosis empat kali lebih banyak dari pria. Hal ini terjadi antara lain karena massa tulang wanita lebih kecil dari pria (Wirakusumah, 2007). Pada perempuan, hormon estrogen sangat berpengaruh dalam mempertahankan kepadatan tulang. Saat kadar estrogen menurun pasca menopause, maka penurunan kepadatan tulang akan semakin cepat. Selama 5-10 tahun pertama setelah menopause, perempuan bisa mengalami penurunan massa tulang sebesar 2-4% per tahun. Artinya mereka

akan kehilangan massa tulang sebesar 25-30% dalam masa ini. Percepatan penurunan massa tulang pasca menopause ini merupakan penyebab utama terjadinya osteoporosis pada perempuan (Guyton, 2000). Asumsi peneliti pada wanita lebih beresiko mengalami osteoporosis karena pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun akibat dari penurunan fungsi ovarium pada masa menopause akan mempengaruhi proses remodelling tulang Yang bertujuan untuk mempertahankan tulang yang sehat, sebagai proses pemeliharaan tulang dengan mengganti tulang yang tua dengan tulang yang baru. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus remodelling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan dimulai yang beresiko menimbulkan osteoporosis. 2. Umur Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Tahun 2013 No. Umur f % 1. 2. < 55 Tahun 55 Tahun 14 34 29.2 70.8 Jumlah 48 Dari table 2 terlihat lebih dari separoh (70.8%) responden berumur 55 Tahun. Semakin tua umur seseorang, resiko terkena osteoporosis menjadi semakin besar. Proses densitas (kepadatan) tulang hanya berlangsung sampai seseorang berumur 25 tahun. Selanjutnya, kondisi tulang akan tetap konstan hingga usia 40 tahun. Setelah umur 40 tahun, densitas tulang mulai berkurang secara perlahan. Oleh karenanya, massa tulang akan berkurang seiring dengan proses penuaan. Berkurangnya massa tulang ini akan berlangsung terus sepanjang sisa hidup (Wirakusumah, 2007). Asumsi peneliti, responden yang memiliki umur 55 tahun memiliki resiko osteoporosis karena pada lansia akibat proses penuaan terjadi penurunan kemampuan tubuh dalam penyerapan kalsium. Osteoporosis erat kaitannya dengan proses penuaan di mana cadangan kalsium menipis dengan bertambahnya usia. Selain itu penurunan massa tulang dapat terjadi akibat proses penyusutan tulang yang cepat dibanding proses pembentukan tulang.

3. Tipe Tubuh Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tipe Tubuh di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 No. Tipe Tubuh f % 1. 2. Gemuk Kurus 20 28 41.7 58.3 Jumlah 48 Dari tabel 3 terlihat lebih dari separoh (58.3%) responden memiliki tipe tubuh Kurus. Menurut Cosman (2009), badan yang gemuk dapat memberikan beban berat setiap hari pada tulang untuk mendorong pembentukan tulang, sama dengan olahraga. Badan yang gemuk juga dapat mempermudah produksi hormon estrogen dari jaringan lemak. Ini adalah satu-satunya manfaat badan yang sedikit gemuk pada kesehatan. Rangka tubuh atau bentuk tubuh dari wanita menopause. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separoh responden memiliki tipe tubuh kurus. Hal ini karena berdasarkan hasil kuesioner penelitian, didapatkan banyak responden dengan berat badan kurus dengan indeks masa tubuh di bawah 18,5. Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium, namun juga di hasilkan oleh kelenjer adrenal dan dari jaringan lemak. Jaringan lemak atau adiposa dapat mengubah hormon androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh wanita semakin banyak hormon estrogen yang di produksi. Penurunan massa tulang pada wanita yang kelebihan berat badan dan memiliki kadar lemak yang tinggi, pada umumnya akan lebih kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat melindungi rangka tubuh dari trauma patah tulang (Lane, 2012). Asumsi peneliti, responden dengan tipe tubuh kurus memiliki resiko osteoporosis lebih besar dari pada responden dengan tipe tubuh normal atau lebih karena massa tulang pada tubuh yang kurus cenderung kurang terbentuk sempurna sehingga tulang menjadi kurang padat dan beresiko untuk terjadi osteoporosis. 4. Aktifitas Fisik (olahraga) Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik (olahraga) di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 No. Aktivitas Fisik f % 1. 2. Tinggi Rendah 14 34 29.2 70.8 Jumlah 48 Dari tabel 4 terlihat bahwa lebih dari separoh (70.8%) responden memiliki aktivitas fisik (olahraga) yang rendah. Menurut Wirakusumah (2007), semakin rendah aktivitas fisik dan intensitas olahraga semakin besar resiko terkena osteoporosis. Hal ini terjadi karena aktivitas fisik dan olahraga dapat membangun tulang dan otot menjadi lebih kuat.

Asumsi peneliti rendahnya aktivitas fisik pada responden disebabkan kebiasaan responden melakukan olahraga yang tidak teratur padahal menurut teori Joging dan jalan cepat yang dilakukan secara teratur atau rutin sangat baik untuk mencegah osteoporosis. dengan intensitas ringan dengan durasi 30-40 menit lakukan minimal 3x seminggu (Purwoastuti, 2009). 5. Diet Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diet di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 No. Diet Kalsium f % 1. 2. Cukup Tidak Cukup 10 38 20.8 79.2 Jumlah 48 Dari tabel 5 terlihat bahwa lebih dari separoh (79.2%) responden memiliki diet yang tidak cukup kalsium dan fosfor. Menurut Wirakusumah (2007), pola makan yang tidak memperhatikan kecukupan asupan kalsium dan fosfor beresiko osteoporosis. Makanan sumber Kalsium dan Fosfor dapat membantu memperkuat massa tulang, mencegah pengaruh negatif dari berkurangnya keseimbangan kalsium dan mengurangi tingkat kehilangan tulang pada tahun-tahun selanjutnya. Asumsi peneliti rendah asupan Kalsium pada responden disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang tinggal di tepi pantai cenderung mengkonsumsi ikan laut yang tinggi. Akan tetapi jenis ikan yang di konsumsi kemungkinan adalah jenis ikan yang di konsumsi tidak dengan tulangnya seperti ikan teri yang lazim di kionsumsi dengan tulangnya. Kandungan Kalsium pada gr ikan teri adalah 500-1200 mg, sedangkan pada ikan tongkol hanya 92 mg. 6. Resiko Osteoporosis Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Resiko Osteoporosis di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 No. Resiko Osteoporosis f % 1. 2. Resiko Negatif Resiko Positif 12 36 25.0 75.0 Jumlah 48 Dari tabel 6 terlihat bahwa lebih dari separoh (75.0%) responden memiliki resiko positif osteoporosis. Osteoporosis adalah hilangnya massa tulang penipisan dari tulang yang mengakibatkannya menjadi kurang padat. Salah satu penyebabnya adalah berkurangnya estrogen sesudah menopause. Sesudah menopause, wanita dapat kehilangan 2-5 % massa tulang pertahun selama 5 tahun. Hal ini mendatangkan risiko tinggi, karena tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Hutapea, 2005).Osteoporosis adalah suatu penyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya kepadatan tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan

meningkatnya resiko patah tulang (Junaidi, 2007). Penilaian resiko osteoporosis dilakukan dengan menggunakan formulir tes semenit resiko osteoporosis yang di keluarkan oleh IOF (International Osteoporosis Foundation) berupa 10 item pertanyaan yaitu pernah menderita patah tulang, riwayat orang tua pernah didiagnosa mengalami osteoporosis atau pernah mengalami patah tulang,, pernah minum obat kortikosteroid, tinggi badan berkurang lebih dari 3 cm, secara teratur minum minuman beralkohol, merokok lebih dari 20 batang sehari, sering menderita diare, mengalami menopause sebelum usia 45 tahun (khusus untuk wanita), haid pernah terhenti selama 12 bulan kecuali karena hamil dan menopause (khusus wanita), pernah menderita impotensi, libido menurun atau gejala lain yang berhubungan dengan tingkat testoteron yang rendah (khusus pria). Jika salah satu jawaban adalah Ya ini berarti seseorang beresiko terkena osteoporosis (Depkes RI, 2008). Dari tabel 6 terlihat bahwa lebih dari separoh (75.0%) responden memiliki resiko osteoporosis. Hal ini disebabkan oleh banyak responden yang memiliki riwayat menopuase sebelum umur 45 tahun, memiliki riwayat fraktur akibat terjatuh, memiliki orang tua yang mengalami riwayat fraktur dan riwayat merokok. 7. Hubungan Jenis Kelamin dengan resiko Osteoporosis Tabel 7 Hubungan Jenis Kelamin dengan Resiko Osteoporosis Pada Lansia di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 Resiko Osteoporosis Jenis Kelamin Resiko Negatif Resiko Positif Total % F % F % Pria Wanita 8 4 53.3 12.1 7 29 46.7 87.9 15 33 Jumlah 12 36 48 ρ value = 0.004 Dari tabel 7 terlihat bahwa dari 33 responden yang berjenis kelamin wanita terdapat 29 responden (87.9%) memiliki resiko positif osteoporosis sedangkan yang memiliki resiko negatif osteoporosis sebanyak 4 responden (12.1%). Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan nilai ρ value = 0.004 (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara jenis kelamin dengan resiko osteoporosis. Wanita mempunyai risiko terkena osteoporosis lebih besar dari pada pria. Sekitar 80% diantara penderita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita osteoporosis empat kali lebih banyak daripada pria. Satu dari tiga wanita memiliki kecendrungan untuk menderita osteoporosis. Adapun kejadian osteoporosis pada pria lebih kecil yaitu satu dari tujuh pria. Hal ini terjadi antara lain karena massa tulang wanita 4 lebih kecil dibandingkan dengan pria. Nilai massa tulang wanita umumnya hanya sekitar 800 gram lebih kecil dibandingkan dengan pria yaitu sekitar 1.200 gram. Karena nilai massa tulang yang rendah itulah maka kehilangan massa tulang yang diikuti dengan kerapuhan tulang sangat mungkin terjadi (Wirakusumah, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fatmah (2008) dimana didapatkan temuan lansia wanita 4 kali lebih beresiko

mengalami osteoporosis di banding lansia laki-laki. Asumsi peneliti resiko lansia wanita lebih tinggi mengalami osteoporosis daripada pria karena wanita mengalami menopause. Menurunnya hormon estrogen saat menopause berkontribusi pada peningkatan absorpsi kalsium dan berperan dalam percepatan hilangnya otot-otot rangka wanita saat menopause. Setelah menopause akibat penurunan fungsi ovarium, keseimbangan antara proses pembentukan tulang (osteoblast) dan proses penghancuran tulang (osteoklas) mulai mengalami gangguan, fungsi osteoblas menurun dan pembentukan tulang baru pun mulai berkurang padahal osteoklast berlangsung dengan sangat cepat. Selain itu wanita lebih beresiko dari pada pria karena wanita memiliki massa tulang yang lebih kecil dari pada pria. 8. Hubungan umur dengan resiko osteoporosis Tabel 8 Hubungan Umur dengan Resiko Osteoporosis Pada Lansia di Kenagarian Api- Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 Resiko Osteoporosis Umur Resiko Negatif Resiko Positif Total % F % f % < 55 Tahun 55 Tahun 8 4 57.1 11.8 6 30 42.9 88.2 14 34 Jumlah 12 36 48 ρ value = 0.002 Dari tabel 8 terlihat bahwa dari 34 responden yang berumur 55 tahun terdapat 30 responden (88.2%) memiliki resiko positif osteoporosis sedangkan yang memiliki resiko negatif osteoporosis sebanyak 4 responden (11.8%). Dari 14 responden yang berumur < 55 tahun terdapat 8 responden (57.1%) tidak memiliki resiko osteoporosis. Secara statistik dengan uji Chi- Square menunjukkan nilai ρ value = 0.002 (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara umur dengan risiko osteoporosis. Semakin tua umur seseorang, risiko terkena osteoporosis menjadi semakin besar. Proses densitas (kepadatan) tulang hanya berlangsung sampai seseorang berumur 25 tahun. Selanjutnya, kondisi tulang akan tetap konstan hingga usia 40 tahun. Setelah umur 40 tahun, densitas tulang mulai berkurang secara perlahan. Oleh karenanya, massa tulang akan berkurang seiring dengan proses penuaan. Berkurangnya massa tulang ini akan berlangsung terus sepanjang sisa hidup. Dengan demikian, osteoporosis pada usia lanjut terjadi akibat berkurangnya massa tulang. Pada lansia, kemampuan tulang dalam menghindari keretakan akan semakin menurun. Kondisi ini juga diperparah dengan kecendrungan rendahnya konsumsi kalsium dan kemampuan penyerapannya. Timbulnya berbagai penyakit pada lansia juga akan semakin menurunkan kemampuan penyerapan kalsium maupun meningkatnya pengeluaran kalsium. (Wirakusumah, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mamat Lukman (2008) di Desa Cijambu, dimana terdapat hubungan antara usia dengan resiko osteoporosis. Asumsi peneliti, adanya hubungan antara umur responden dengan resiko

osteoporosis, hal ini disebabkan oleh umur seseorang sangat berpengaruh terhadap kekuatan tulangnya. Usia akhir 30-an tulang kehilangan kalsium lebih cepat dari pada asupan kalsium. Dengan makin bertambah usia, kemampuan tubuh menyerap kalsium dari makanan yang dimakan makin menurun. Berkurangnya penyerapan kalsium menyebabkan menurunnya kepadatan dan massa tulang sehingga berisiko pengeroposan. Osteoporosis erat kaitannya dengan proses penuaan di mana cadangan kalsium menipis dengan bertambahnya usia. Selain itu penurunan massa tulang dapat terjadi akibat proses penyusutan tulang yang cepat dibanding proses pembentukan tulang. 9. Hubungan tipe tubuh dengan resiko osteoporosis Tabel 9 Hubungan Tipe Tubuh dengan Resiko Osteoporosis Pada Lansia di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 Resiko Osteoporosis Tipe Tubuh Resiko Negatif Resiko Positif Total % F % f % Gemuk Kurus 10 2 50.0 7.1 10 26 50.0 92.9 20 28 Jumlah 12 36 48 ρ value = 0.002 Dari tabel 9 terlihat bahwa dari 28 responden yang memiliki tipe tubuh kurus terdapat 26 responden (92.9%) memiliki resiko positif osteoporosis sedangkan dari 20 responden yang memiliki tipe tubuh gemuk terdapat 10 responden (50.0%) memiliki resiko positif osteoporosis. Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan nilai ρ value = 0.002 (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara tipe tubuh dengan resiko osteoporosis. Semakin kecil rangka tubuh maka semakin besar resiko terkena osteoporosis. Demikian pula dengan wanita yang mempunyai tubuh kurus cenderung mempunyai resiko yang lebih tinggi terkena osteoporosis dari pada yang mempunyai berat badan lebih besar. Faktor resiko yang dapat dikendalikan berat badan adalah faktor yang menentukan kepadatan tulang, tetapi bisa juga berfungsi memberikan perlindungan mekanis (Wirakusumah, 2007). Badan yang gemuk dapat memberikan beban berat setiap hari pada tulang untuk mendorong pembentukan tulang, sama dengan olahraga. Badan yang gemuk juga dapat mempermudah produksi hormon estrogen dari jaringan lemak. Ini adalah satu-satunya manfaat badan yang sedikit gemuk pada kesehatan. Rangka tubuh atau bentuk tubuh dari wanita menopause. Alat ukur yang digunakan adalah antropometri dengan skala interval (Cosman, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fatmah (2008) dimana didapatkan adanya hubungan antara tipe tubuh dengan risiko osteoporosis. Asumsi peneliti, terdapatnya hubungan antara tipe tubuh dengan resiko osteoporosis, hal ini disebabkan oleh karena perawakan yang kurus memiliki bobot tubuh cenderung ringan, padahal tulang akan giat membentuk sel bila ditekan oleh bobot yang berat. Karena

posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada daerah pinggul dan panggul. Selain itu indeks massa tubuh yang kurang menyebabkan jaringan lemak yang rendah padahal jaringan lemak dapat menghasilkan estrogen yang dapat berfungsi dalam pemeliharaan tulang. 10. Hubungan aktivitas fisik dengan resiko osteoporosis Tabel 10 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Resiko Osteoporosis Pada Lansia di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 Resiko Osteoporosis Aktivitas Fisik Resiko Negatif Resiko Positif Total % F % f % Tinggi Rendah 11 1 78.6 2.9 3 33 21.4 97.1 14 34 Jumlah 12 36 48 ρ value = 0.000 Dari tabel 10 terlihat bahwa dari 34 responden yang memiliki aktivitas fisik rendah terdapat 33 responden (97.1%) memiliki resiko positif osteoporosis sedangkan dari 14 responden yang memiliki aktivitas tinggi terdapat 11 responden (78.6%) memiliki resiko negatif osteoporosis. Secara statistik dengan uji Chi- Square menunjukkan nilai ρ value = 0.000 (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara aktivitas fisik (olahraga) dengan resiko osteoporosis. Semakin rendah aktivitas fisik, semakin besar risiko terkena osteoporosis. Hal ini terjadi karena aktivitas fisik (olahraga) dapat membangun tulang dan otot menjadi lebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme tubuh (Wirakusumah, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fatmah (2008) dimana terdapat tingginya persentase resiko osteoporosis pada responden dengan tingkat aktivitas fisik rendah. Asumsi peneliti, terdapatnya hubungan antara aktivitas fisik dengan resiko osteoporosis, karena kegiatan fisik (olahraga) yang kurang menyebabkan pembentukan tulang tidak maksimal. Kurangnya berolahraga juga dapat menghambat proses pembentukan tulang sehingga kepadatan tulang akan berkurang. 11. Hubungan diet dengan resiko osteoporosis Tabel 11 Hubungan Diet dengan Resiko Osteoporosis Pada Lansia di Kenagarian Api- Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013 Diet Resiko Osteoporosis Resiko Negatif Resiko Positif Total %

Cukup Kalsium & Fosfor Tidak Cukup Kalsium & Fosfor F % f % 7 70.0 3 30.0 5 13.2 33 86.8 38 Jumlah 12 36 48 ρ value = 0.001 10 Dari tabel 11 terlihat bahwa dari 38 responden yang memiliki diet yang tidak cukup kalsium dan fosfor terdapat 33 responden (86.8%) memiliki resiko positif osteoporosis sedangkan dari 10 responden yang memiliki diet cukup kalsium dan fosfor terdapat 3 responden (30%) memiliki resiko positif osteoporosis. Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan nilai ρ value = 0.001 (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara diet dengan resiko osteoporosis Secara statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan nilai ρ value = 0.001 (ρ < 0.05) yang berarti ada hubungan antara diet dengan resiko osteoporosis. Pola makan yang tidak seimbang yang kurang memperhatikan kandungan gizi seperti kalsium, fosfor dan vitamin D dapat beresiko menimbulkan osteoporosis.. Makanan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin D yang dikonsumsi cukup sejak usia dini dapat membantu memperkuat massa tulang, mencegah pengaruh negatif dari berkurangnya keseimbangan kalsium dan mengurangi KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian tentang penelitian yang telah dilakukan pada bulan Januari 2013 tentang faktor faktor yang berhubungan dengan resiko osteoporosis pada lansia di kenagarian Api-Api Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Lebih dari separoh (68,8%) responden berjenis kelamin perempuan pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 2. Lebih dari separoh (70,8%) responden berumur 55 tahun pada lansia di tingkat kehilangan massa kalsium pada tahun-tahun selanjutnya (Wirakusumah, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Prihartini,dkk (2010) dimana terdapat tingginya proporsi resiko osteoporosis pada responden dengan asupan kalsium dan fosfor < 70 %. Asumsi peneliti, terdapatnya hubungan antara diet dengan resiko osteoporosis, karena Kalsium merupakan komponen utama pembentuk tulang, yang akan memicu tekanan mekanik pada tulang, meningkatkan aktivitas osteoblas sehingga meningkatkan kepadatan massa tulang. Selain itu diet yang kurang kalsium yang kurang menyebabkan tubuh kekurangan kalsium sehingga tubuh mengkompensasi pengeluaran hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh yang lain termasuk dari tulang sehingga beresiko terhadap pengeroposan tulang. kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 3. Lebih dari separoh (58,3%) responden memiliki tipe tubuh kurus pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 4. Lebih dari separoh (70,8%) responden memiliki aktivitas fisik rendah pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 5. Lebih dari separoh (79,2%) responden memiliki diet tidak cukup kalsium pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah

kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 6. Lebih dari separoh (75,0%) responden memiliki resiko positif osteoporosis pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan 7. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan resiko osteoporosis pada pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 8. Ada hubungan antara umur dengan resiko osteoporosis pada pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 9. Ada hubungan antara tipe tubuh dengan resiko osteoporosis pada pada lansia di kenagarian wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Api-Api Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan 10. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan resiko osteoporosis pada pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan 11. Ada hubungan antara diet dengan resiko osteoporosis pada pada lansia di kenagarian Api-Api wilayah kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian maka peneliti menyarankan : 1. Kepada masyarakat agar dapat memodifikasi pola hidup khususnya lansia dengan cara memperhatikan asupan zat gizi utama tulang yaitu kalsium dan fosfor, berolahraga secara teratur, menghentikan kebiasaan merokok sehingga dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat osteoporosis dengan cara menyebarkan leaflet-leaflet yang berisikan informasi tentang pencegahan osteoporosis. 2. Kepada Puskesmas khususnya program Promkes dan Perkesmas agar dapat memberikan penyuluhan kesehatan pada lansia tentang osteoporosis terutama tentang cara mempertahankan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi zat gizi tinggi kalsium dan fosfor, melakukan aktifitas olahraga secara teratur serta dengan menghindari faktor resiko dan melakukan skrining faktor resiko khususnya kepada lansia agar kejadian osteoporosis dapat dicegah secara dini. 3. Kepada Peneliti Lain agar data ini dapat dijadkan data awal dalam penelitian selanjutnya yang lebih mendalam yang berhubungan dengan faktor resiko osteoporosis dalam desain, sampel dan alat ukur yang berbeda dan tidak terbatas pada variabel-variabel yang tercantum dalam penelitian saja sehingga dapat diketahui faktor-faktor lain yang berhubungan dengan resiko osteoporosis. DAFTAR PUSTAKA Budiarto, Eko.2002. Biostatistik untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC Cosman, Felicia. 2009. Osteoporosis: Panduan Lengkap agar Tulang Anda Tetap Sehat. Yogyakarta: B- First Hutapea, Ronald. 2005. Sehat dan Ceria di Usia Senja. Jakarta: Rineka Cipta

Junaidi, Iskandar. 2007. Osteoporosis. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Suharsimi Arikunto, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta Purwoastuti, Endang. 2009. Waspada Osteoporosis. Yogyakarta : Kanisius Sutanto, Luciana B. 2005. Menopause. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Waluyo, Srikandi. 2010. Questions & Answers Menopause atau Mati Haid. Jakarta:Elek Media Komputindo Wirakusumah, Emma S. 2007. Mencegah Osteoporosis Lengkap dengan 39 Jus dan 38 Resep Masakan. Jakarta: Penebar Plus Tandra, Hans. 2009. Segala Sesuatu Yang harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis, Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama Noorkasiani, S. Tamher. 2011. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika Clupster. 2009. Bahaya Osteoporosis. http://clupst3r.wordpress.com/200 9/10/12/bahaya-osteoporosis/. Diakses tanggal 10 November 2011 Depkes RI. 2008. Berdiri Tegak, Bicara Lantang, Kalahkan Osteoporosis. http://www.depkes.go.id/index.ph p/berita/press-release/404-berdiritegak-bicara-lantang-kalahkanosteoporosis.html. Diakses tanggal 11 november 2012 http://www.jurnalkesehatan.info/mencegah -osteoporosis-denganberolahraga-secara-teratur. Diakses tanggal 15 November 2012 http://databaseartikel.com/kesehatan/peny akit-kesehatan/20115622- mengenal-osteoporosis.html Http://Onrongmarokinarisal.Blogspot.Com /2011/12/Anatomi-Tulang- Manusia.Html.Diakses Tanggal 20 Desember 2011 Ode, Sharif La. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika