I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian telah berperan dalam pembangunan melalui. pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. sangat besar. Akan tetapi, potensi ini belum dapat diwujudkan secara optimal di

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

BAB II. PERJANJIAN KINERJA

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memberdayakan daerah dan mengurangi ketergantungan. daerah terhadap pemerintahan pusat. Dengan demikian pemerintah

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

RINGKASAN EKSEKUTIF E. GUMBIRA SA ID & SETIADI DJOHAR.

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup di dunia ini termasuk

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

Bandung adalah salah satu kota wisata yang dikunjungi para wisatawan baik

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab 4 P E T E R N A K A N

Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri PETERNAKAN di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

KATA PENGANTAR. Dukungan Data yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. dan telah dilaksanakan serta merupakan indikator kinerja pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar organisasi mengukur kinerjanya dengan menitik beratkan

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era revormasi yang sedang berlangsung dewasa ini, pelaksana

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I. PENDAHULUAN. Industri susu di Indonesia merupakan salah satu industri pangan yang

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sumber Daya Air dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian adalah suatu proses perubahan sosial. Hal tersebut tidak

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

I. PENDAHULUAN. makin ketat, sejalan dengan kecenderungan globalisasi perekonomian dan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN, PERJANJIAN KINERJA, PENGUKURAN KINERJA, INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

LAKIP Kab. Lamandau Tahun 2013 BAB IV PENUTUP

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

BAB I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini tampak demikian pesat. Banyak

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN JL. Soekarno Hatta no Telp. (0321) , Fax (0321)

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

BUKU SAKU DATA PETERNAKAN DAN PERIKANAN 2014

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS AYAM RAS PEDAGING PERUSAHAAN KAWALI POULTRY SHOP KABUPATEN CIAMIS

VISI. Terwujudnya masyarakat yang mandiri, sejahtera melalui peningkatan pembangunan peternakan.

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan Indonesia, yang pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan produksi, memperluas lapangan kerja, menunjang sektor industri dan ekspor, meningkatkan pendapatan dan meningkatkan gizi masyarakat yang pada akhirnya secara keseluruhan dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu arah kebijaksanaan ekonomi di bidang pertanian adalah mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani, peternak dan nelayan, serta peningkatan produksi yang diatur dengan undang-undang. Pelaksanaan pembangunan pertanian di Kota Mataram dimulai sejak tahun 1994 yaitu awal berdirinya Kota Administratif Mataram, dan pembangunan yang dilakukan secara bertahap telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini karena kegiatan-kegiatan pertanian yang dilakukan bukan lagi terbatas pada pemenuhan kebutuhan konsumsi semata, tetapi telah berubah menjadi kegiatan agribisnis dan agroindustri dengan tidak menghilangkan fungsinya sebagai penyedia pangan dan kelestarian lingkungan hidup. Salah satu sub sektor pertanian yang ada di Kota Mataram adalah Peternakan di mana sub-sektor ini merupakan salah satu bidang yang mulai digalakkan pembangunannya. Hal ini disebabkan karena pengembangan dalam bidang pertanian sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan mengingat lahan pertanian yang ada

di Kota Mataram setiap tahunnya makin berkurang karena terjadinya alih fungsi lahan dari tanah pertanian menjadi kantor, perumahan, jalan dan lain sebagainya sejalan dengan makin bertambahnya jumlah penduduk sehingga memerlukan bangunan untuk tempat tinggal. Sehingga walaupun kondisi dan potensi alam Kota Mataram yang subur tapi rata-rata kepemilikan lahan yang sempit menjadikan pola pembangunan yang dilakukan untuk bidang pertanian secara perlahan mulai dititikberatkan pada Sub-sektor Peternakan melalui pola intensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi peternakan. Sehingga dalam memajukan usaha peternakan perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai baik yang mendukung industri hilir maupun industri hulu. Dalam pembangunan pertanian, Sub-sektor Peternakan juga memberikan andil dalam menjaga pasokan pangan dalam hal ini ketersediaan pasokan sumber pangan hewani. Sehingga pengembangan peternakan juga akan sejalan dengan pertambahan penduduk yang makin meningkat di Kota Mataram. Tabel 1. Data Pemotongan Ternak Selama Dua Tahun di Kota Mataram (ekor) No Jenis Ternak Tahun 2003 Tahun 2004 1. Sapi 10.038 11.113 2. Kerbau 47 141 3. Kuda 733 735 4. Kambing 497 582 5. Domba 102 102 6. Babi 3.506 2.750 Sumber : Dinas Pertanian Kota Mataram Dari Tabel 1 dapat terlihat bahwa untuk memenuhi ketersediaan pangan yang ada di Kota Mataram karena adanya pertumbuhan penduduk yang meningkat, maka jumlah ternak yang dipotong juga rata-rata semakin meningkat setiap tahunnya. Hal 2

ini merupakan upaya sub-sektor peternakan dalam menjaga pasokan pangan hewani di Kota Mataram. Tabel 2. Jumlah Populasi Ternak di Kota Mataram tahun 2004 No Jenis Ternak Kecamatan Ampenan 1. Sapi 378 Kecamatan Mataram 198 Kecamatan Cakranegara 362 Total Kota Mataram 938 2. Kerbau 198 12 95 305 3. Kuda 1.868 321 564 2735 4. Kambing 1.723 768 894 3.385 5. Domba 398-65 463 6. Babi 1.017 479 1.565 3.061 7. Ayam buras 18.275 17.491 36.525 72.291 8. Ayam petelur 2.822-100 2.922 9. Ayam pedaging 33.500 8.000 26.000 67.500 10 Itik 3.848 3.522 5.058 12.428 Sumber : Dinas Pertanian Kota Mataram Dari Tabel 2 dapat terlihat bahwa untuk wilayah Kota Mataram hampir setiap kecamatan yang ada memiliki ternak yang merupakan komoditas sumber pangan hewani akan daging, telur dan juga susu. Populasi ternak yang besar merupakan modal dasar pembangunan di sub-sektor peternakan juga untuk mencukupi permintaan akan pangan hewani yang sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Dengan adanya populasi yang besar akan dapat memenuhi permintaan pemotongan ternak yang ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain sebagai pemasok kebutuhan akan pangan hewani masyarakat, sub-sektor peternakan juga memiliki peranan penting dalam pembangunan Kota Mataram. Hal ini disebabkan karena salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Mataram didapatkan dari Sub-sektor Peternakan yaitu melalui pelayanan Rumah Potong Hewan, Pasar Hewan dan juga pelayanan Pos Kesehatan Hewan. Sehingga 3

upaya pengembangan Sub-sektor Peternakan secara tidak langsung akan menjadi perhatian khusus dari pemerintah Kota Mataram dalam hal ini melalui Dinas Pertanian Kota Mataram. Untuk pengembangan sub-sektor peternakan tersebut, maka diperlukan program-program untuk dapat menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang diberikan dan juga kebutuhan pemerintah daerah dalam hal peningkatan Penerimaan Asli Daerah (PAD). Sebagai bentuk perhatian Dinas Pertanian Kota Mataram dalam mencapai visi dan misi pemerintah Kota Mataram, maka program-program yang dilakukan setiap tahunnya harus dilakukan evaluasi terhadap kinerja yang dihasilkan sebagai bentuk tanggungjawab dan upaya untuk selalu melakukan perbaikan-perbaikan dalam pencapaian tujuan dan sasaran. Dalam menilai kinerja terhadap program-program kegiatan yang dilakukan, saat ini pemerintah Kota Mataram umumnya dan Dinas Pertanian khususnya masih menerapkan sistem Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Hal ini sesuai dengan Inpres Nomor 7 Tahun 1999, di mana setiap instansi pemerintah diharuskan menyusun LAKIP. Laporan kinerja yang di susun ini merupakan salah satu bentuk penerapan manajemen strategik dalam organisasi pemerintah untuk mengevaluasi kinerja yang dilakukan setiap tahunnya. Dalam menyusun LAKIP metode yang biasa digunakan adalah metode perbandingan capaian sasaran yaitu membandingkan antara target dengan realisasi sasaran untuk selanjutnya dilakukan perbaikan. Dalam pedoman LAKIP disebutkan bentuk pelaporan, pengukuran kerja dan evaluasi terhadap implementasi program-program yang dilakukan dengan menggunakan lima ukuran kinerja berupa inputs (masukan), outputs (keluaran), outcomes (hasil), benefits (manfaat), dan impact (dampak). Indikator untuk masukan 4

adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dan menghasilkan keluaran yang dapat berupa dana, sumberdaya manusia, informasi, kebijakan dan lain sebagainya. Indikator keluaran adalah segala sesuatu yang secara langsung dapat dicapai baik berupa fisik atau non fisik. Indikator hasil adalah segala sesuatu yang menggambarkan berfungsinya keluaran dalam jangka pendek. Indikaor manfaat adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan manfaat akhir dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Sedangkan indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut baik yang sifatya positif maupun negatif. Kelemahan dari penilian sistem ini adalah kurang memperhatikan kinerja dari sisi stakeholder yang ikut menentukan kinerja dari suatu program, termasuk di dalamnya antara lain kepuasan pelanggan dan pegawai itu sendiri. Balanced scorecard (BSC) merupakan salah satu bentuk metode penilaian yang pada mulanya ditawarkan oleh Kaplan dan Norton (2002) untuk menilai kinerja pada sektor bisnis. Akan tetapi saat ini BSC sudah dapat diterapkan pada organisasi publik yang sifatnya memberikan pelayanan sebagai tujuan utamanya bukan mencari profit. Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen (bukan hanya sebuah sistem pengukuran) yang diharapkan dapat membantu organisasi dalam menjelaskan visi dan strategi yang diterapkannya. BSC juga memberikan umpan balik, baik berasal dari proses yang bersifat internal maupun yang merupakan hasil-hasil dari luar dalam rangka perbaikan kinerja secara terus menerus dari suatu organisasi termasuk juga pada organsiasi publik. Kelebihan yang ditawarkan oleh metode balanced scorecard adalah melihat kinerja dari empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Dari keempat perspektif tersebut akan terbentuk suatu 5

rancangan program kegiatan yang bersifat komprehensif dan saling terkait antara keempat perspektif sehingga kinerja dapat terus ditingkatkan. Perbedaan dari penilaian yang dilakukan selama ini oleh pemerintah daerah untuk menilai kinerjanya melalui LAKIP dengan penilaian menggunakan BSC terletak penilaian terhadap stakeholder yaitu dalam hal mengukur kepuasan pelanggan dan juga pegawai yang melakukan pelayanan. Dalam BSC, kedua hal tersebut juga merupakan hal yang harus diperhitungkan dalam menilai keberhasilan program yang dijalankan suatu organisasi publik dan merupakan asset yang bernilai. Selain itu, penentuan indikator keberhasilan dengan menggunakan BSC juga memiliki tolak ukur kinerja yang bersifat fleksibel untuk setiap tahunnya. Sehingga dengan mengembangkan penggunaan BSC dalam Dinas Pertanian Kota Mataram, dapat disesuaikan dan dirangkaikan dengan apa yang menjadi harapan masyarakat dan harapan pegawai dalam mencapai visi, misi serta tujuan dan sasaran yang telah di susun. Dalam penyusunan suatu program yang sifatnya komprehensif maka perlu juga memperhatikan isu-isu strategis baik yang berasal dari luar maupun dari dalam organisasi itu sendiri. Isu strategis tersebut nantinya digunakan untuk memberikan feedback dan masukan dalam penyusunan strategi berikutnya yang dipadukan dengan penilaian kinerja yang dihasilkan terhadap strategi sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi kinerja Dinas Pertanian Kota Mataram terhadap strategi yang di jalankan pada sub-sektor peternakan dengan menggunakan balanced scorecard untuk kemudian membuat strategic map serta melihat isu-isu strategis internal maupun eksternal sehingga diharapkan dapat menjadi masukan untuk menghasilkan suatu rancangan strategi kegiatan yang komprehensif. 6

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan pendahuluan di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan permasalahan yang ada pada Dinas Pertanian Kota Mataram adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kodisi kinerja Dinas Pertanian Kota Mataram dalam upaya pengembangan Sub-sektor Peternakan saat ini jika dilihat dengan menggunakan pendekatan empat perspektif yang ada pada Balanced Scorecard. 2. Bagaimana bentuk Strategic Map Dinas Pertanian Kota Mataram dalam upaya pengembangan Sub-sektor Peternakan. 3. Faktor internal dan eksternal apa saja yang mempengaruhi pengembangan Subsektor Peternakan 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kinerja Dinas Pertanian Kota Mataram dalam pengembangan Subsektor Peternakan saat ini dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. 2. Menganalisis bentuk strategic map Dinas Pertanian Kota Mataram dalam pengembangan Sub-sektor Peternakan dengan mengidentifikasi Key Performance Indocator (KPI) 3. Mengkaji faktor internal dan eksternal dikaitkan dengan BSC 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Mataram dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan bidang peternakan 7

2. Sebagai masukan pada Dinas Pertanian Kota Mataram dalam menyusun program dinas. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian yang dilakukan ini dibatasi pada pelayanan pusat kesehatan hewan, pasar hewan dan rumah potong hewan dengan pembiayaan melalui dana APBD II Kota Mataram yang dilakukan Dinas Pertanian Sub-sektor Peternakan Kota Mataram dalam bentuk analisis kinerja, strategic map, serta faktor internal dan eksternal. 8