HAK ATAS PERUMAHAN YANG LAYAK: MASYARAKAT ADAT/BANGSA PRIBUMI

dokumen-dokumen yang mirip
ATAU BERKEPERCAYAAN. Nicola Colbran Norwegian Centre for Human Rights. Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat

Hak Atas Standar Penghidupan Layak dalam Perspektif HAM. Sri Palupi Peneliti Institute for Ecosoc Rights

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

HAK MASYARAKAT ADAT. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-5) Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

HAK ATAS PENDIDIKAN. Materi Perkuliahan HUKUM & HAM (Tematik ke-3)

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1]

Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek dan Tantangan, diselenggarakan oleh Pusat

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

the Right of Indigenous Peoples, melalui suatu pemungutan suara (roll-call vote),

DEKLARASI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HAK HAK MASYARAKAT ADAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting

HAK KEBEBASAN BERAGAMA

HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAN 1

MAKALAH. Kebutuhan Pendampingan Hukum Penyandang Disabilitas

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

K106 ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR- KANTOR

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

1. Asal muasal dan standar

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

Ifdhal Kasim. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

MAKALAH. Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI)

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan. Hak Kebebasan Beragama Atau Berkepercayan

MAKALAH HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

POTENSI PELANGGARAN HAM DALAM BERBAGAI KEBIJAKAN NEGARA YANG BERHUBUNGAN DENGAN HAK MASYARAKAT ADAT DALAM BIDANG HAK SIPOL

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

FPIC DAN REDD. Oleh : Ahmad Zazali

Masalah pertanahan mendapat perhatian yang serius dari para pendiri negara. Perhatian

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Menuju Perlindungan Indonesia, diselenggarakan oleh PUSHAM UII, bekerjasama dengan Noewegian Centre

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan (Masukan Komnas Perempuan)

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

Tujuan 6: Menjamin ketersediaan dan manajemen air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan bagi semua

HAK SIPIL DAN POLITIK

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

Discrimination and Equality of Employment

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI)

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

2. Konsep dan prinsip

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan. Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

Pemahaman Hak Asasi Manusia untuk Hakim Seluruh. oleh Pusham UII bekerjasama dengan Komisi Yudisial RI dan Norwegian Centre for Human Rights.

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KABUPATEN RAMAH HAK ASASI MANUSIA

Problem Pelaksanaan dan Penanganan

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Transkripsi:

Makalah ADVANCED TRAINING Hak-hak Masyarakat Adat (Indigenous Peoples' Rights) Bagi Dosen Pengajar HAM di Indonesia Yogyakarta, 21 24 Agustus 2007 HAK ATAS PERUMAHAN YANG LAYAK: MASYARAKAT ADAT/BANGSA PRIBUMI Nicola Colbran Penasehat Hukum, Program Indonesia, Norwegian Centre for Human Rights, University of Oslo

HAK ATAS PERUMAHAN YANG LAYAK: MASYARAKAT ADAT/BANGSA PRIBUMI 1 Nicola Colbran 2 Pengambilan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, Peraturan yang menyatakan bahwa tanah ulayat tidak bisa dijaminkan sebagai agunan kepada bank, dan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi hak guna usaha dengan jangka waktu tertentu. Apakah ini merupakan pelanggaran hak atas perumahan yang layak? Mengapa hak atas perumahan perlu dibahas dalam konteks hak masyarakat adat? Pertama: pada umumnya, komunitas masyarakat adat memandang bahwa manusia adalah bagian dari alam yang harus saling memelihara dan menjaga keseimbangan dan harmoni. Konon, tanah mempunyai makna yang lebih luas bagi masyarakt adat. Tanah bukan sebatas harta kekayaan, melainkan mempunyai makna magis-religius, melandasi kehidupan komunal tradisional, tidak dapat dimiliki secara pribadi dan permanen, dan adalah cadangan bagi sumber kehidupan generasi mendatang. 3 Masyarakat adat mewarisi hak untuk mengendalikan, mengelola dan memanfaatkan tanah dan segala kekayaan alam lainnya di dalam wilayah adat sesuai dengan kearifan tradisional. Kedua: tanah dan kekayaan alam yang ada di wilayah adat sering dirampas atas nama kebijakan negara dan kepentingan umum. Negara sering memberi hak atas tanah seperti Hak Guna Usaha, Hak Pengusahaan Hutan dan Kuasa Pertambangan yang baru di wilayah adat kepada para pemilik modal tanpa pemberitahuan dan perundingan yang layak. Ketiga: Kemiskinan di komunitas masyarakat adat serta diskriminasi terhadap masyarakat adat dapat dikaitkan dengan pengusiran secara paksa masyarakat adat dari tanahnya. Pencabutan tanah masyarakat adat untuk tujuan pembangunan tanpa ganti rugi yang memadai sangat merugikan status sosio-ekonomik masyarakat adat. Hak Atas Perumahan yang Layak Beberapa perjanjian internasional mengatur hak atas perumahan yang layak, misalnya: Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Selain perjanjian utama HAM tersebut, hak atas perumahan juga diatur oleh beberapa instrumen internasional yang secara sangat khusus menyangkut hak masyarakat adat dan 1 Makalah disampaikan pada kegiatan Advanced Training Tahap I tentang Hak-Hak Masyarakat Adat bagi dosen Pengajar Hukum dan HAM Yogyakarta, 21-24 Agustus 2007, diselenggarakan oleh Pusham UII bekerja sama dengan Norwegian Centre for Human Rights, Universtity of Oslo 2 Penasehat Hukum, Program Indonesia, Norwegian Centre for Human Rights, University of Oslo 3 Rianto Adi, Staf Pengajar Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Jakarta. Misalnya, bagi orang Amungme di Papua, yang dieksploitasi kekayaan tembaga, emas, dan peraknya oleh Freeport Indonesia Incorporated, Gunung Estberg merupakan tempat istirahat nenek moyang mereka (Kompas, 11/9/1995). 1

bangsa-bangsa pribumi: misalnya Konvensi ILO No.169 mengenai Bangsa Pribumi dan Masyarakat Adat di Negara-Negara Merdeka. Dari sekian banyak perjanjian yang mengatur hak atas perumahan, perjanjian yang akan menjadi fokus makalah ini adalah Kovenan Ekosob, karena Indonesia telah meratifikasi Kovenan ini. 4 Kovenan ini mengatur hak atas perumahan secara langsung dan secara mendalam, dan Dewan Ekonomi dan Sosial telah memainkan peran utama dalam menyusun standar internasional yang lengkap mengenai hak atas perumahan yang layak. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya Karena pemerintah Indonesia telah meratifikasi Kovenan Ekosob, maka Kovenan tersebut bersifat mengikat secara hukum pada Indonesia. Realisasi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan suatu proses dinamis yang melibatkan baik intervensi jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Kovenan ini, Negara pihak harus mengambil langkah untuk secara progresif mencapai perwujudan penuh dari hak-hak yang diakui oleh Kovenan ini. Langkah-langkah ke arah itu harus diambil dalam waktu yang tidak lama setelah Kovenan berlaku bagi Negara pihak yang bersangkutan. Langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara terencana, konkrit dan diarahkan kepada sasaran-sasaran yang dirumuskan sejelas mungkin dalam rangka memenuhi kewajibankewajiban Kovenan. Apa yang dimaksud dengan Hak atas Perumahan yang layak? 5 Hak atas perumahan sering salah ditafsirkan, karena dianggap sebagai hak yang mengharuskan Negara untuk membangun rumah untuk setiap orang di wilayahnya, dan yang memberikan jalan kepada orang yang tidak mempunyai rumah untuk menuntut rumah dari pihak Negara. Menurut pasal 11(1) Kovenan Ekosob, setiap orang mempunyai hak atas perumahan. 6 harus menjamin: bahwa hak ini dilaksanakan tanpa diskriminasi apa pun, 7 dan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ini. 8 Negara Hak atas perumahan dilindungi pula oleh pasal 1 dan pasal 15: Pasal 1, paragraf 1 mengatur hak menentukan nasib sendiri 9 dan pasal 15 mengatur, antara lain, hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya. 10 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 5 Hak atas Perumahan yang layak diatur di Indonesia, antara lain, dalam UUD 1945 (pasal 28G, 28H), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (pasal 36(1), (2)) 6 Negara pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi hidup terus menerus. 7 Negara pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin bahwa hak-hak yang diatur dalam Kovenan ini akan dilaksanakan tanpa diskriminasi apa pun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya (pasal 2, paragraf 2). 8 Negara pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang tercantum dalam Kovenan ini (pasal 3). 9 Semua bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka dapat secara bebas menentukan status politik dan kebebasan mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka. 10 (1) Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang (a) untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya... 2

Dewan Ekonomi dan Sosial Dewan Ekonomi dan Sosial mengawasi perilaku Negara pihak dalam melaksanakan isi Kovenan baik secara hukum maupun dalam praktek. Setiap Negara pihak harus memberikan laporan berkala kepada Dewan Ekonomi dan Sosial mengenai pelaksanaan Kovenan yang menjelaskan langkah-langkah yang telah diambil untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan Kovenan tersebut. Dewan kemudian memeriksa laporan ini dan sesudah itu mengirimkan komentar tertulis mengenai temuan-temuannya atas laporan kepada Negara asal. Komentar tersebut dapat berupa pertanyaan langsung atau hasil pengamatan. Dewan Ekonomi dan Sosial belum menyediakan kesempatan untuk menyampaikan pengaduan oleh individu atau LSM/ornop, termasuk masyarakat adat. Komentar Umum seringkali melengkapi Kovenan dengan menjadi lampiran bagi ketentuan Kovenan dan dengan menetapkan rincian petunjuk pelaksanaan Kovenan. Komentar Umum tersebut bukan merupakan suatu kesepakatan internasional, tetapi merupakan panduan yang tidak mengikat untuk pengembangan dan penerapan kebijakan dan pelaksanaan Kovenan di tingkat nasional. Inti Hak atas Perumahan yang layak Dewan Ekonomi dan Sosial telah mengeluarkan dua Komentar Umum yang menetapkan rincian petunjuk pelaksanaan hak atas perumahan yang layak (Komentar Umum Nomor 4 dan Komentar Umum Nomor 7). Komentar Umum No.4 mengatakan hak atas perumahan tidak boleh ditafsirkan secara sempit, melainkan harus dilihat sebagai suatu hak untuk tinggal di suatu tempat dengan rasa aman, damai dan bermartabat. Rujukan dalam pasal 11 (1) harus dipahami sebagai merujuk tidak hanya kepada perumahan, namun kepada perumahan yang layak. Perumahan yang layak menyangkut aspek legal atas kepemilikan dan penguasaan, ketersediaan pelayanan, bahan, fasilitas dan infrastruktur, keterjangkauan, aksesibilitas, kelayakan huni, aksesibilitas, lokasi, kelayakan budaya, tetapi juga mengakui bahwa faktor-faktor sosial, ekonomi, budaya, iklim, ekologi serta faktor-faktor lain turut berperan dalam menentukan apa yang disebut sebagai layak. Dengan kata lain, menurut Komentar Umum, ada tujuh (7) elemen yang harus dipenuhi untuk menjamin perumahan yang layak: 1. Menjamin kepastian legal atas kepemilikan dan penguasaan tanah: Legal security of tenure Yaitu: tidak tergantung pada hak yang dipegang (hak milik, HGB, HGU dll) karena yang harus dijamin adalah perlindungan dari pengusiran secara paksa, penggusuran, ancaman dan paksaan yang lain. 2. Ketersediaan pelayanan, bahan, fasilitas dan infrastruktur: Availability of services, materials, facilities and infrastructure Yaitu: rumah yang layak harus dilengkapi dengan fasilitas yang penting untuk memenuhi kebutuhan kesehatan, keamanan, kenyamanan dan gizi, termasuk, antara lain akses terhadap air minum yang aman, bahan (seperti listrik, gas, minyak) untuk memasak, alat pemanas dan lampu, fasilitas MCK, fasilitas menyimpan makanan, tempat membuang sampah, penyaluran dan pelayanan darurat. 3. Keterjangkauan: Affordability Yaitu: ongkos sehari-hari yang berhubungan dengan perumahan, secara perorangan dan untuk rumah tangga, tidak boleh mengancam pemenuhan kebutuhan pokok yang lain. 3

4. Kelayakan huni: Habilitability Yaitu: rumah harus layak huni dari segi tempat yang memadai dan memberikan perlindungan dari rasa dingin, keadaan lembab, rasa panas, hujan dan faktor lain yang mengancam kesehatan, yang berbahaya dan yang dapat menyebabkan sakit atau memudahkan penularan penyakit. 5. Aksesibilitas: Accessibility Yaitu: kelompok rentan dapat mengakses fasilitas perumahan yang telah tersedia. 6. Lokasi: Location Yaitu: lokasi perumahan harus menjamin akses terhadap kesempatan kerja, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat mengasuh anak dan fasilitas sosial yang lain. Rumah seharusnya tidak dibangun di tempat yang tercemar maupun dekat sumber polusi yang mengancam hak atas kesehatan orang yang menempati rumah itu. 7. Kelayakan budaya: Cultural adequacy Yaitu: cara membangun rumah, bahan yang dipakai dan kebijakan yang mendukung hak atas perumahan harus memungkinkan orang untuk mengekspresikan identitas budayanya serta keragaman perumahan. Komentar Umum No. 7 menjelaskan secara rinci kapan pengusiran diperbolehkan dan perlindungan apa yang diperlukan untuk menjamin Kovenan Internasional Hak Ekosob dihormati. Penggusuran/pengusiran secara paksa dapat diartikan sebagai pemindahan secara permanen atau sementara, yang bertentangan dengan kemauan individu, keluarga dan/atau komunitas, dari rumah dan/atau tanah yang ditempatinya tanpa penyediaan, dan akses terhadap, perlindungan hukum atau perlindungan layak yang lain. Komentar Umum No. 7 mengakui bahwa penggusuran/pengusiran secara paksa sangat mempengaruhi masyarakat adat. Komentar Umum tersebut mengharuskan Negara untuk tidak melakukan penggusuran/pengusiran secara paksa dan untuk menyelidiki, menyidik dan menuntut secara patut wakilnya atau pihak ketiga yang melakukan penggusuran/pengusiran secara paksa. Laporan Berkala kepada Dewan Ekonomi dan Sosial Laporan berkala Indonesia kepada Dewan Ekonomi dan Sosial mengenai pelaksanaan Kovenan Ekosob jatuh tempo tahun 2008. Dewan Ekonomi dan Sosial sudah mengeluarkan pedoman umum mengenai cara melapor. Pedoman ini menyebut beberapa pertanyaan yang dapat dijawab dengan memperhatikan kondisi masyarakat adat, dan sejauh mana masyarakat adat menikmati hak atas perumahan yang layak. Misalnya, Negara pihak diminta untuk menyediakan informasi secara rinci mengenai kelompok yang rentan dalam hal hak atas perumahan, khususnya: (i) (ii) Jumlah individu dan keluarga yang gelandangan Jumlah individu dan keluarga yang tidak mempunyai rumah yang layak dan yang tidak mempunyai akses terhadap keperluan mendasar seperti air bersih, tempat pembuangan sampah, fasilitas MCK, listrik, pelayanan pos dll. Informasi ini harus menyebut jumlah orang yang tinggal di rumah yang penuh sesak, tidak dibangun secara layak dan aman, dan kondisi lain yang mempengaruhi tingkat kesehatan orang yang menempati rumah itu. 4

(iii) (iv) Jumlah orang yang dianggap tinggal di kompleks perumahan yang liar atau tidak sah, dan Jumlah orang yang diusir dari rumah atau tanahnya dalam waktu 5 tahun terakhir serta jumlah orang yang tidak mendapatkan perlindungan hukum untuk mencegah pengusiran secara sewenang-wenang. Dalam kebijakan Negara untuk secara progresif mencapai perwujudan penuh dari hak-hak yang diakui dalam Kovenan Ekosob, kelompok paling rentan patut mendapatkan perhatian utama. Informasi dari laporan berkala dapat dipakai untuk mengidentifikasi kelompok mana yang paling rentan. Dari informasi yang diberikan oleh Negara pihak yang membedakan antara kelompok umum dan kelompok rentan atau yang memisahkan kelompok umum dan kelompok rentan, sudah jelas bahwa masyarakat adat adalah kelompok yang sangat rentan. Hasil studi kasus hak atas perumahan di komunitas masyarakat adat di beberapa negara seperti Australia, Kanada, Ekuador, Kenya, Mexico dan Pilipina menunjukkan bahwa walaupun masyarakat adat di dunia dapat dibedakan secara kultural, hak atas perumahan sering dilanggar dan pelanggaran yang terjadi sering serupa. Penemuan dari studi kasus ini, berdasarkan 7 elemen hak atas perumahan yang layak yang tersebut di atas, menandakan bahwa: 1. Menjamin kepastian legal atas kepemilikan dan penguasaan tanah: Legal security of tenure Kepastian legal atas kepemilikan dan penguasaan tanah sering tidak terjamin, antara lain karena: Negara mengambil-alih tanah adat/ulayat secara sepihak, serta mengusir orang secara paksa demi kepentingan pembangunan atau kepentingan umum (sering karena adanya eksploitasi di sektor perhutanan, minyak dan pertambangan). Negara tidak melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan secara tuntas terhadap pihak (baik swasta maupun negeri) yang menggusur rumah atau mengusir orang secara paksa dari rumah atau tanahnya, atau terhadap pihak (misalnya pemilik rumah) yang berperilaku diskriminatif terhadap komunitas masyarakat adat (biasanya karena tidak mau melayaninya berdasarkan alasan seperti warna kulit, bahasa, agama, kekayaan, kelahiran atau status lainnya). 2. Ketersediaan pelayanan, bahan, fasilitas dan infrastruktur: Availability of services, materials, facilities and infrastructure Seringkali rumah komunitas masyarakat adat tidak dilengkapi dengan fasilitas mendasar seperti air minum yang aman dan listrik. Kondisi ini ditemukan baik di negara maju maupun di negara berkembang. 3. Keterjangkauan: Affordability Perumahan di kota semakin mahal, dan ini mengurangi kesempatan masyarakat adat, yang pada umumnya miskin, untuk membeli atau menyewa rumah. 4. Kelayakan dihuni: Habilitability Individu dan keluarga sering tinggal di rumah yang penuh sesak. Kondisi ini sering mempercepat pembobrokan rumah, meningkatkan risiko penularan penyakit dan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. 5

Individu dan keluarga sering tinggal di rumah yang tidak melingunginya dari cuaca buruk. Hubungan antara kondisi perumahan yang tidak layak dan penyakit fisik sering ditemukan. 5. Aksesibilitas: Accessibility Perumahan yang layak sering tidak dapat diakses oleh komunitas masyarakat adat, khususnya di kota, karena sikap diskriminatif pemilik rumah terhadap mereka, yang mempersulit proses penyewaan rumah. 6. Lokasi: Location Masyarakat adat sering tinggal di daerah terpencil di mana pelayanan dan fasilitas pokok seperti pelayanan kesehatan, sekolah dan fasilitas sosial yang lain tidak dijamin oleh Negara. 7. Kelayakan budaya: Cultural adequacy Masyarakat adat sering tinggal di rumah yang tidak memenuhi kebutuhan budayanya. Misalnya, di Australia, ditemukan bahwa masyarakat adat seringkali tinggal di rumah yang disediakan Negara yang tidak memenuhi kebutuhan hubungan keluarganya karena terlalu kecil. Akibat dari pelanggaran tersebut adalah: Dihilangkannya budaya dan identias adat Tidak terwakilinya aspirasi masyarakat adat dalam proses pembangunan Ditiadakannya hak menentukan nasib sendiri serta diasingkannya masyarakat adat dari proses dan struktur pengambilan keputusan Terjadinya kemiskinan komunitas masyarakat adat Ditambahnya pemindahan ke kota (sebagai akibat, antara lain, kemiskinan, pengadaan tanah, pengusiran secara paksa, pemusatan pelayanan mendasar di kota) Penutup Masyarakat adat mengalami diskriminasi dan ketidaksetaraan di hampir seluruh aspek perumahan, termasuk, peraturan dan kebijakan yang mempunyai dampak negatif terhadapnya, penyediaan sumber untuk perumahan, termasuk kredit dan pinjaman, dan praktek diskriminasi pemilik rumah dalam konteks menyewa rumah. Kondisi ini bahkan terlihat di Negara yang telah meratifikasi perjanjian internasional dan di mana ada undang-undang dan mekanisme domestik yang ditujukan terhadap perwujudan persamaan dan/atau undang-undang yang mengakui hak atas perumahan untuk masyarakat adat. Langkah Untuk Masa Depan Dalam usaha untuk lebih menjamin perwujudan hak atas perumahan untuk masyarakat adat, penting kita semua menghimbau supaya: pemerintah mengakui hak-hak kepemilikan dan kepunyaan masyarakat adat atas tanah yang secara tradisional telah mereka tempati, pemerintah menghormati pentingnya budaya dan nilai-nilai spiritual masyarakat adat dalam hubungan mereka dengan tanah atau wilayah tempat mereka tinggal, pemerintah memperluaskan partisipasi politik masyarakat adat di masa yang akan datang, pemerintah melakukan konsultasi dengan masyarakat adat dalam mengambil keputusan, membentuk kebijakan dan melakuan tindakan yang berdampak langsung terhadap masyarakat adat, 6

pemerintah memulihkan kedaulatan masyarakat adat untuk mementukan nasib sendiri sebagaimana telah diwariskan oleh leluhur sebagai hak asal-usul dan hak tradisional, pemerintah mempertimbangkan kebiasaan dan hukum adat masyarakat adat ketika menerapkan hukum dan peraturan Negara kepada mereka. Selain langkah-langkah di atas, penting bahwa pemerintah memasukkan data terpisah mengenai kelompok yang rentan dalam hal hak atas perumahan. Dalam hal penyusunan laporan bayangan, LSM/ornop dapat menyediakan informasi dan data terpisah ini untuk disimak Dewan Ekonomi dan Sosial. Yang terakhir, ada manfaat mengikuti kemajuan perlindungan hak atas perumahan di tingkat internasional. Misalnya komite HAM telah mengeluarkan beberapa keputusan 11 yang menyatakan hak untuk menikmati budaya sendiri yang terkandung pasal 27 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik 12 mengharuskan Negara untuk menghormati hak atas tanah ulayat sejauh mana diperlukan untuk meneruskan kebudayaan masyarakat adat. Dengan kata lain, pasal 27 dapat digunakan untuk menjamin perlindungan atas sebagian dari hak kepemilikan/penguasaan bersama atas tanah. Komite HAM PBB juga telah mengeluarkan Komentar Umum Nomor 23 yang menetapkan rincian petunjuk pelaksanaan Pasal 27. Paragraf 7 berbunyi: Dalam hal pelaksanaan hak budaya yang dilindungi oleh pasal 27, budaya dapat diwujudkan dengan beberapa cara, termasuk cara kehidupan yang berhubungan dengan pemakaian sumber kekayaan alam dari tanah, khususnya bagi masyarakat adat. Hak itu dapat mencakup kegiatan tradisional seperti memancing atau pemburuan dan hak untuk hidup di cagar alam yang dilindungi oleh hukum. Perwujudan hak ini dapat mengharuskan perlindungan hukum untuk menjamin pastisipasi anggota kelompok minoritas dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhinya 11 Misalnya, Ominayak v Canada UN doc. A/45/40, vol.ii, pp.1-30 12 Di negara-negara yang memiliki kelompok minoritas berdasarkan suku bangsa, agama atau bahasa, orangorang yang tergolong dalam kelompok minoritas tersebut tidak boleh diingkari haknya dalam masyarakat, bersama-sama anggota kelompoknya yang lain, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri, atau menggunakan bahasa mereka sendiri. 7