HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat yaitu pencemaran lingkungan.

PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN PLUMBUM (Pb) DARAH DAN HATI PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan oleh Timah Hitam (Pb) yang ditimbulkan dari asap kendaraan

4. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

KAJIAN KEPUSTAKAAN. lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya dan secara alamiah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh betina yang

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

Pengaruh Kitosan terhadap Kalsium...Nielvy Riani Gaghana

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi,

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. fosfor 40 mg; dan menghasilkan energi 30 kalori (Tarmizi, 2010).

I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan seringkali. berupa dampak positif maupun negatif. Salah satu aktivitas manusia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm

BAB I PENDAHULUAN. bukanlah zat yang bisa dihasilkan oleh tubuh melainkan kita harus

BAB I PENDAHULUAN. rabi, dan kale. Jenis kubis-kubisan ini diduga dari kubis liar Brassica oleracea

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: REISYA NURAINI J

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR HEMOBLOBIN (Hb) DALAM DARAH PADA TUKANG BECAK DI PASAR MRANGGEN DEMAK.

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Sukarno Putra, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KANDUNGAN LOGAM BERAT Pb PADA GINJAL DAN DAGING PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) FASE GROWER

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... ABSTRACT... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang... 1

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan industri adalah limbah bahan berbahaya dan beracun. Penanganan dan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. tersebar luas di Indonesia, namun penelitian dan pemanfaatan lumut ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kebutuhan air tidak pernah berhenti (Subarnas, 2007). Data

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

PENDAHULUAN. sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa. mempengaruhi kinerja sistem tubuh. Hasil pengamatan rataan kadar glukosa dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

Ilmu Pengetahuan Alam

Transkripsi:

25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Darah Puyuh yang Terpapar Pb Rata-rata kadar Besi (Fe) darah puyuh hasil penelitian pengaruh pemberian kitosan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Fe pada Darah Puyuh Ulangan Kadar Fe Darah Puyuh (ppm) P 0 P 1 P 2 P 3 P 4 1 127,558 159,008 185,583 237,244 375,614 2 127,818 159,058 186,183 237,615 373,581 3 128,438 159,510 186,359 236,721 375,686 4 126,561 159,049 186,748 237,687 371,287 Total 510,375 636,625 744,873 949,267 1,496,168 Rata-rata 127,593 159,156 186,218 237,316 374,042 Keterangan : P 0 = Tanpa kitosan dalam ransum P 1 = 50 ppm kitosan dalam ransum P 2 = 100 ppm kitosan dalam ransum P 3 = 150 ppm kitosan dalam ransum P 4 = 200 ppm kitosan dalam ransum Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat rataan kadar Fe dalam darah puyuh cenderung meningkat pada setiap perlakuan. Kadar Fe darah terendah sebesar 127,593 ppm, yaitu pada perlakuan P 0 yang tidak diberi perlakuan kitosan. Kadar Fe darah tertinggi didapatkan pada perlakuan P 4 sebesar 374,042 ppm yang diberikan kitosan sebanyak 200 ppm dalam ransum. Peranan kitosan sebagai adsorben dapat dilihat dari berbagai tingkat perlakuan. Perlakuan P 0 yang tidak diberikan kitosan menunjukkan kadar Fe yang lebih rendah daripada perlakuan yang diberi kitosan, karena pada perlakuan

26 tersebut tidak ada kitosan yang mampu mengikat logam berat pada saat masuk ke dalam darah. Logam Pb akan bersifat toksik dalam tubuh karena Pb akan menggeser kedudukan Fe yang berfungsi dalam mengikat O 2 sehingga mengakibatkan penurunan kadar Fe dalam darah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Piliang (2000) yang menyatakan bahwa pemberian Pb sebanyak 100 ppm pada ransum akan meningkatkan kerja Pb dalam jaringan. Untuk melihat pengaruh pemberian kitosan terhadap kadar Fe pada darah puyuh, dilakukan analisis statistik polynomial orthogonal (Lampiran 1). Hasil analisis statistik pemberian perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar Fe pada darah puyuh (P<0,05). Hal ini disebabkan karena kitosan mempunyai fungsi yang baik untuk mengikat logam Pb. Semakin bertambahnya level kitosan, semakin meningkat pula kadar Fe dalam darah. Pada penelitian ini, kitosan dengan konsentrasi 200 ppm yang memiliki nilai penyerapan tertinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Emni Purwoningsih (2008) yang melaporkan bahwa kitosan dengan konsentrasi 1-3% dapat menurunkan kadar Pb pada darah, dan menaikkan kadar hemoglobin darah mencit yang terpapar Pb. Kenaikan kadar hemoglobin darah yang dihasilkan tersebut terjadi karena kitosan dapat mengikat cemaran Pb dalam tubuh mencit sehingga proses pembentukan hemoglobin dalam tubuh tidak terganggu. Penelitian kitosan oleh Suharsih (2008), menyatakan bahwa pemberian kitosan sebanyak 2% dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah mencit albino yang terpapar timbal (Pb). Penelitian lainnya tentang kitosan sebagai adsorben logam berat juga dilakukan oleh Tao-Lee dkk., (2001) yang melaporkan bahwa kitosan dapat digunakan sebagai adsorben pada logam berat Cu hingga menyerap sebanyak 80%. Selain mengikat logam berat, kitosan dengan

Kadar Fe Darah (ppm) 27 konsentrasi 100 ppm mampu meningkatkan sintesis protein dan meningkatkan sistem kekebalan dalam tubuh sehingga dapat mencegah timbal (Pb) masuk ke dalam tubuh. Kekebalan tubuh yang meningkat akan menghambat toksisitas Pb pada saat masuk kedalam tubuh (Wang dkk., 2011). Untuk melihat hubungan antara perlakuan kitosan dengan kadar Fe pada darah dilakukan analisis Polynomial Orthogonal yang menghasilkan persamaan linier Y = 1,1421x + 102,65 (Ilustrasi 1), yang artinya setiap pemberian 50 ppm kitosan akan meningkatkan kadar Fe darah sebanyak 1,1421. Hasil uji tersebut memperlihatkan pengaruh pemberian kitosan terhadap kadar Fe darah yang tertinggi berada pada konsentrasi 200 ppm kitosan atau pada perlakuan P 4 sebesar 331,07 ppm. Untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji Contrast Orthogonal. Dari grafik dapat kita amati hubungan diantara perlakuan yang tertinggi didapatkan pada konsentrasi 200 ppm yang merupakan hasil terbaik meningkatkan kadar Fe darah. 400 350 300 250 200 150 100 50 0 y = 1.1421x + 102.65 0 50 100 150 200 Perlakuan Kitosan (ppm) Ilustrasi 1. Hubungan Linier antara Perlakuan dengan Kadar Fe Darah

28 Berdasarkan hasil analisis Polynomial Orthogonal (Ilustrasi 1) dapat dilihat terjadinya kenaikan kadar Fe dalam darah puyuh dari perlakuan P 0 sampai P 4. Semakin tinggi level kitosan yang diberikan maka akan menghasilkan kadar Fe yang semakin tinggi. Peningkatan tersebut sudah mulai terlihat pada pemberian 50 ppm, dan semakin maksimal pada pemberian 200 ppm. Masuknya Pb ke dalam tubuh akan diikat oleh kitosan di dalam saluran pencernaan, sehingga Pb tidak sempat diangkut oleh darah dan dapat dicegah untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Rata-rata 10 30% Pb yang terinhalasi diabsorbsi melalui paru-paru, dan sekitar 5-10% dari yang tertelan diabsorbsi melalui saluran cerna (Palar, 1994). Didalam saluran pencernaan terjadi pencernaan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral menjadi zat yang siap diangkut oleh darah untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Pb yang masuk ke dalam saluran pencernaan ini terlebih dahulu akan diikat oleh kitosan sehingga Pb langsung dieksresikan melalui feses atau urine. Kinerja kitosan mengikat Pb didasari pada prinsip kerjanya. Hasil penelitian Endang Laksono (2009) melaporkan bahwa interaksi antara kitosan dengan ion logam adalah jenis ikatan ionik yaitu terbentuknya kompleks antara gugus -NH 2 kitosan atau OH kitosan dengan anion logam. Interaksi antara kitosan dengan ion logam cenderung membentuk multi layer akibat ada dua gugus fungsi kitosan yang berkompetisi mengikat ion logam. Keberadaan gugus amida dalam kitin dan gugus amina dalam kitosan telah menjadikan kitin dan kitosan sebagai adsorben yang mampu mengikat logam berat. Hal ini terkait dengan adanya gugus amina terbuka sepanjang rantai kitosan (Kumar, 2000).

29 4.2 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kadar Besi (Fe) pada Tulang Puyuh yang Terpapar Pb Rata-rata kadar Besi (Fe) tulang puyuh hasil penelitian pengaruh pemberian kitosan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini : Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Fe pada Tulang Puyuh Ulangan Kadar Fe Tulang Puyuh (ppm) P 0 P 1 P 2 P 3 P 4 1 23,104 26,001 36,550 49,244 60,072 2 22,961 26,538 37,666 49,698 59,203 3 23,554 27,259 35,385 48,883 59,044 4 23,909 25,739 35,674 48,466 59,920 Total 93,528 105,537 145,275 196,291 238,239 Rata-rata 23,382 26,384 36,319 49,073 59,560 Keterangan : P 0 = Tanpa kitosan dalam ransum P 1 = 50 ppm kitosan dalam ransum P 2 = 100 ppm kitosan dalam ransum P 3 = 150 ppm kitosan dalam ransum P 4 = 200 ppm kitosan dalam ransum Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat rataan kadar Fe dalam tulang puyuh cenderung meningkat pada setiap perlakuan. Kadar Fe tulang terendah sebesar 23,382 ppm, yaitu pada perlakuan P 0 yang tidak diberikan perlakuan kitosan. Kadar Fe tulang tertinggi didapatkan pada perlakuan P 4 sebesar 59,560 ppm yang diberikan kitosan sebanyak 200 ppm dalam ransum. Peranan dari kitosan sebagai adsorben untuk logam berat dapat dilihat dari berbagai tingkat perlakuan. Perlakuan P 0 yang tidak diberikan kitosan menunjukkan kadar Fe yang lebih rendah daripada perlakuan yang diberi kitosan, karena pada perlakuan tersebut tidak ada kitosan yang mampu mengikat logam berat pada saat masuk kedalam tubuh. Logam Pb akan terakumulasi dalam tubuh sehingga Pb akan menggantikan kerja Fe yang berperan dalam biosintesa heme

30 yang mengakibatkan pemendekan masa hidup eritrosit dalam sumsum tulang. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Hasan dan Seth (1981), yang melaporkan bahwa pemberian timbal (Pb) dalam tubuh tikus dapat menurunkan aktivitas enzim δ-alad sehingga Pb dapat terakumulasi dalam sumsum tulang dan menjadi toksik. Untuk melihat pengaruh pemberian kitosan terhadap kadar Fe pada tulang puyuh, dilakukan analisis statistik Polynomial Orthogonal (Lampiran 2). Hasil analisis statistik perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar Fe pada tulang puyuh (P<0,05). Hal ini disebabkan karena kitosan mempunyai fungsi yang baik untuk mengikat logam Pb. Semakin bertambahnya level kitosan, semakin meningkat pula kadar Fe dalam tulang. Semakin bertambahnya level kitosan, semakin meningkat pula kadar Fe dalam tulang. Pada penelitian ini, kitosan dengan konsentrasi 200 ppm yang memiliki nilai penyerapan tertinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Suharsih (2008), yang melaporkan bahwa pemberian kitosan sebanyak 2% dapat meningkatkan enzim δ Amino Levulinik Acid Dehydratase (ALAD) pada mencit albino yang terpapar timbal, sehingga aktivitas pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang tidak terganggu dengan paparan timbal yang diberikan.. Peningkatan enzim δ-alad yang ada di sumsum tulang ini akan menghambat Pb yang masuk, khususnya pada tulang sehingga cemaran Pb tidak tersebar dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan Goldstein dan Kipen (1994) melaporkan bahwa enzim δ-alad dan enzim ferrochelatase merupakan enzim yang paling rentan terhadap efek penghambatan Pb, sehingga peningkatan enzim δ ALAD dalam tubuh dapat menghambat kinerja Pb yang ada dalam tubuh.

Kadar Fe Tulang (ppm) 31 Selain mengikat logam berat, kitosan juga mampu meningkatkan kinerja usus halus dalam tubuh sehingga penyerapan mineral (Fe) lebih banyak dan mengakibatkan kadar Pb dalam tubuh berkurang, sehingga Pb tidak bisa menggeser kedudukan Fe khususnya pada darah dan tulang (Xu dkk., 2014). Untuk melihat hubungan antara perlakuan kitosan dengan kadar Fe pada tulang dilakukan analisis Polynomial Orthogonal yang menghasilkan persamaan linier Y = 0,19 + 19,947 (Ilustrasi 2), yang artinya setiap pemberian 50 ppm kitosan dapat meningkatkan kadar Fe tulang sebanyak 0,19. Hasil uji tersebut memperlihatkan pengaruh pemberian kitosan terhadap kadar Fe tulang yang tertinggi berada pada konsentrasi 200 ppm kitosan atau pada perlakuan P 4 sebesar 59,560 ppm. Untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji Contrast Orthogonal. Dari grafik dapat kita amati hubungan diantara perlakuan yang tertinggi didapatkan pada konsentrasi 200 ppm yang merupakan hasil terbaik meningkatkan kadar Fe tulang. 70 60 50 40 30 20 10 0 y = 0.19x + 19.947 0 50 100 150 200 Perlakuan Kitosan (ppm) Ilustrasi 2. Hubungan Linier antara Perlakuan dengan Kadar Fe Tulang

32 Berdasarkan hasil analisis Polynomial Orthogonal (Ilustrasi 2) dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan kadar Fe dalam Tulang Puyuh dari perlakuan P 0 sampai P 4. Semakin tinggi level kitosan yang diberikan maka akan menghasilkan kadar Fe yang semakin tinggi. Peningkatan tersebut sudah mulai terlihat pada pemberian 50 ppm, dan kenaikan paling maksimal pada pemberian 200 ppm. Pb tidak terakumulasi dalam tulang karena kitosan terlebih dahulu menyerap Pb yang ada di dalam usus halus. Hal ini terjadi karena sifat kitosan yang dapat mengadsorbsi logam berat dengan membentuk ikatan ionik. Logam Timbal (Pb) yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan diserap dan akan diedarkan ke seluruh tubuh melalui darah. Timbal (Pb) yang diabsorbsi diangkut oleh darah ke organ-organ tubuh. Sebanyak 95% Pb dalam darah diikat oleh eritrosit. Sebagian Pb plasma dalam bentuk yang dapat terakumulasi ke jaringan tubuh lainnya, seperti ke jaringan lunak dan jaringan keras (Palar, 1994). Pb dapat terakumulasi dalam tulang apabila darah mengedarkannya ke seluruh tubuh, sehingga dalam waktu yang lama Pb akan terakumulasi dalam tulang. Akan tetapi, hal tersebut dapat dicegah oleh kitosan yang terlebih dahulu menyerap logam Pb dalam saluran pencenaan. Berdasarkan hasil analisis diatas terdapat perbedaan yang signifikan diantara perlakuan. Kenaikan kadar Fe seiring penambahan tingkat kitosan. Penyerapan yang maksimal terdapat pada P 4 dengan kadar Fe tertinggi dalam tulang. Akumulasi Pb pada tulang tidak terjadi karena perlakuan kitosan yang dapat mengikat logam Pb secara maksimal sampai konsentrasi 200 ppm. Pengikatan Pb oleh kitosan didasarkan oleh prinsip kerja ikatan ion, dimana kitosan yang bermuatan positif berikatan dengan logam Pb yang bermuatan negatif (Mekawati dkk., 2000).