BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODA PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. consumer goods yang tedaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN. Daftar Perusahaan Sampel

Perkembangan Laba Bersih (Rp. Milyar) yang Dihasilkan Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI selama :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN sampai dengan Waktu penelitian dimulai bulan April sampai dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh debt to equity ratio. sampel penelitian dengan rincian sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Daftar Populasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembangunan perekonomian suatu negara dibutuhkan biaya atau dana

Grey Area (1,1 s/d 2,6). Hal ini menunjukkan bahwa industri ini secara keseluruhan berada

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap profitabilitas dengan leverage dan perputaran persediaan sebagai

Daftar Perusahaan Manufaktur Sektor Barang Konsumsi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Perusahaan Manufaktur Tahun NO Nama Perusahaan Kode

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lengkap mengenai perusahaan yang sudah go public. Selain itu penelitian ini

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Populasi dan Sampel Populasi Penelitian. Kriteria ADES PT Ades Waters Indonesia v v -

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ditunjukan untuk meneliti objek-objek yang terlibat.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian meliputi: tujuan studi, tipe hubungan variabel, setting penelitian,

BAB 3 METODA PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Dan Gambaran dari Populasi (Obyek) Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keuangan selama periode penelitian yang dilakukan. yang dijadikan bahan kajian penelitian lebih akurat.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data-data dari laporan

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian adalah perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Objek pada penelitian ini adalah perusahaan food and beverage

BAB III METODE PENELITIAN. tahun 2009 sampai Dalam penelitian ini, pengambilan sampel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1 Daftar Populasi dan SampelPerusahaan Manufaktur Tahun

BAB III METODE PENELITIAN. mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

BAB 3 METODA PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian dan Gambaran Populasi (Obyek) Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian melibatkan 4 variabel yang terdiri atas 1 variabel terikat dan 3 variabel

Lampiran 1 Daftar Populasi Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi

BAB III METODE PENELITIAN. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini mengambil data-data

LAMPIRAN. Populasi dan Sampel. Populasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Cash Turnover, Receivable Turnover, dan Inventory Turnover terhadap Return On Asset.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Sampel Perusahaan Makanan dan Minuman

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini perusahaan-perusahaan pada sektor manufaktur

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN INDUSTRI BARANG KONSUMSI DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut (Sugiyono, 2007). Dilihat dari sumber perolehannya data dapat dibagi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang ditunjukkan untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini memaparkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai pengaruh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. saham pada perusahaan food and beverages di BEI periode Pengambilan. Tabel 4.1. Kriteria Sampel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. perusahaan foods and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. 2004:12). Variabel dalam penelitian ini adalah leverage (DAR), profitabilitas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. variabel dependen yang digunakan dalam model analisis regresi linear berganda.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan transaksi di pasar modal agar bisa mengambil keputusan tentang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu dengan objek penelitian yang difokuskan pada Perusahaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perusahaan perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang

BAB III METODE PENELITIAN. Bursa Efek Indonesia selama periode Oktober Januari 2013.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. berupa bukti, catatan atau laporan historis perusahaan. Pengambilan sumber data

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

SKRIPSI. Diajukan oleh : HENDYAWAN ACHMAD TAUFANI / FEB / EM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang diteliti, yaitu Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan electronic research melalui situs IDX dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Indonesia pada periode Perusahaan yang menjadi objek juga

DAFTAR ISI. Halaman. viii

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PEMBAHASAN. Penelitian ini menguji pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang baik

BAB IV ANALISIS DATA

I. PENDAHULUAN. Perusahaan makanan dan minuman merupakan salah satu kategori sektor industri

BAB III METODE PENELITIAN. di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PENGARUH LABA BERSIH DAN ARUS KAS OPERASI TERHADAP DIVIDEN KAS PADA SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI TAHUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gambaran suatu data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. maksimum. Penelitian ini menggunakan current ratio (CR), debt to equity ratio

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum dan Deskriptif Data Objek Penelitian. Pada penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan perusahaanperusahaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Deskriptif Rata-rata Standar Deviasi

Tingkat PBV (Price Book Value) Sampel Perusahaan Consumer Goods. Periode Nama Emiten

DAFTAR ITEM PENGUNGKAPAN SUKARELA. 1. Informasi yang merinci jumlah yang dibelanjakan untuk karyawan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dijabarkan sebagai suatu usaha bisnis yang sistemtis dan terorganisasi untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Bab ini terdiri dari beberapa bagian yang akan menjelaskan lebih lanjut mengenai analisis dan pembahasan hasil pengujian hipotesis penelitian. Bagian pertama menjelaskan gambaran umum objek penelitian, bagian kedua menjelaskan analisis variabel, bagian ketiga menjelaskan analisis model dan pengujian asumsi klasik, bagian keempat menjelaskan pengujian hipotesis, dan bagian kelima menjelaskan analisis hasil penelitian. 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaanperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam rentang waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Pada penelitian ini yang dijadikan sampel adalah perusahaan manufaktur. BEI mengelompokkan perusahaan manufaktur ke dalam tiga sub sektor, yaitu industri dasar dan kimia, aneka industri, dan barang konsumsi. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI mencapai 137 perusahaan yang diklasifikasikan sesuai jenis barang yang diproduksinya. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari website BEI, yaitu www.idx.co.id. Pemilihan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling, di mana diambil berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Adapun perusahaan yang digunakan sebagai objek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di industri consumer goods, perusahaan yang rutin menerbitkan laporan keuangan tahunannya selama tiga tahun berturut-turut, dan laporan keuangan yang dilaporkan dalam mata uang rupiah. 4.2 Analisis Variabel 4.2.1 Variabel Dependen 4.2.1.1 Price Earning Ratio Berikut ini merupakan data price earning ratio (PER) yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil perhitungan price earning ratio menggunakan rumus yang telah dijelaskan dalam bab 2 menghasilkan data pada tabel 4.1 sebagai berikut. 47

48 NO Tabel 4.1 Daftar PER pada Perusahaan Sampel 2010-2012 NAMA PERUSAHAAN PER 2010 PER 2011 PER 2012 Ratarata 1 Akasha Wira International Tbk 30 22,95 13,62 22,19 2 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 17,33 6,67 14,96 12,99 3 Cahaya Kalbar Tbk 11,07 2,93 6,63 6,88 4 Delta Djakarta Tbk 13,77 12,31 19,62 15,23 5 Darya-Varia Laboratoria Tbk 11,82 10,65 12,71 11,72 6 Gudang Garam Tbk 18,56 24,39 26,99 23,31 7 HM Sampoerna Tbk 19,22 21,2 26,4 22,27 8 Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 13,59 15,34 20,86 16,59 9 Indofood Sukses Makmur Tbk 14,51 13,14 15,77 14,47 10 Kimia Farma (Persero) Tbk 6,37 10,99 20,04 12,47 11 Kedawung Setia Industrial Tbk 5,63 4,2 5,44 5,09 12 Kedaung Indah Can Tbk 7,83 69,5 16,49 31,27 13 Kalbe Farma Tbk 23,72 21,52 28,65 24,63 14 Langgeng Makmur Industri Tbk 97,47 38,1 109,91 81,83 15 Merck Tbk 18,2 12,84 31,58 20,87 16 Multi Bintang Indonesia Tbk 13,08 14,91 34,39 20,8 17 Mustika Ratu Tbk 11,4 7,69 6,81 8,63 18 Mayora Indah Tbk 17,04 23,21 21,01 20,42 19 Pyridam Farma Tbk 16,18 18,03 17,84 17,35 20 Bentoel International Investama Tbk 26,49 18,69-12,99 10,73 21 Nippon Indosari Corpindo Tbk 24,91 29,03 46,83 33,59 22 Sekar Laut Tbk 20 16,18 15,61 17,27 23 Siantar Top Tbk 11,83 21,18 18,43 17,15 24 Mandom Indonesia Tbk 11,01 11,06 14,71 12,26 25 Tempo Scan Pacific Tbk 15,69 20,24 26,61 20,84 26 Ultra Jaya Milk Industry Tbk 32,7 30,86 10,9 24,82 27 Unilever Indonesia Tbk 37,16 34,43 32,89 34,83 Rata-rata 20,24 19,71 22,32 20,76 Sumber: Data diolah dengan Ms.Excel Tabel tersebut merupakan tabel price earning ratio yang dimiliki oleh perusahaan yang dijadikan sampel pada penelitian ini. Menurut data pada tabel di atas, price earning ratio terkecil tahun 2010 terdapat pada perusahaan Kedawung Setia Industrial Tbk sebesar 5,63. Pada tahun 2011 price earning ratio terkecil terdapat pada perusahaan Cahaya Kalbar Tbk, yaitu sebesar 2,93, sedangkan tahun 2012 price earning ratio terkecil terdapat pada perusahaan Bentoel International

49 Investama Tbk yaitu sebesar -12,99. Secara rata-rata dari tahun 2010-2012, price earning ratio terkecil terdapat pada perusahaan Kedawung Setia Industrial Tbk sebesar 5,09. Nilai price earning ratio terbesar tahun 2010 menurut tabel di atas terdapat pada perusahaan Langgeng Makmur Industri Tbk, yaitu sebesar 97,47. Pada tahun 2011 nilai price earning ratio terbesar pada perusahaan Kedaung Indah Can Tbk sebesar 69,50, dan tahun 2012 terdapat pada perusahaan Langgeng Makmur Industri Tbk sebesar 109,91. Secara rata-rata dari tahun 2010-2012, price earning ratio terbesar terdapat pada perusahaan Langgeng Makmur Industri Tbk sebesar 81,83. Semakin besar price earning ratio mengidentifikasikan bahwa semakin mahal harga suatu saham perusahaan. PER yang memiliki nilai rendah akan menjadi daya tarik investor. 4.2.2 Variabel Independen 4.2.2.1 Current Ratio Current ratio merupakan salah satu variabel independen dalam penelitian ini. Berdasarkan tabel 4.2, current ratio terkecil terdapat pada perusahaan Unilever Indonesia Tbk sebesar 0,85 pada tahun 2010, 0,69 pada tahun 2011, dan 0,58 pada perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk di tahun 2012. Secara rata-rata dari tahun 2010-2012, current ratio terendah terdapat pada perusahaan Unilever Indonesia Tbk sebesar 0,74. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa pihak perusahaan belum cukup mampu untuk menutupi atau membayar kewajiban dan utangnya dengan aset yang dimiliki perusahaan dari hasil kegiatan operasinya. Nilai current ratio terbesar terdapat pada perusahaan Mandom Indonesia Tbk. Pada tahun 2010 nilai current ratio perusahaan Mandom Indonesia Tbk sebesar 10,68, tahun 2011 sebesar 11,74, dan pada tahun 2012 current ratio perusahaan tersebut menurun hingga 7,73 dengan nilai rata-rata current ratio sebesar 10,05. Hasil perhitungan current ratio menggunakan rumus yang telah dijelaskan dalam bab 2 menghasilkan data pada tabel 4.2 sebagai berikut.

50 NO Tabel 4.2 Daftar CR pada Perusahaan Sampel 2010-2012 NAMA PERUSAHAAN CR 2010 CR 2011 CR 2012 Ratarata 1 Akasha Wira International Tbk 1,52 1,72 1,93 1,72 2 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 1,29 1,89 1,27 1,48 3 Cahaya Kalbar Tbk 1,67 1,69 1,03 1,46 4 Delta Djakarta Tbk 6,33 6,01 5,26 5,87 5 Darya-Varia Laboratoria Tbk 3,72 4,83 4,31 4,29 6 Gudang Garam Tbk 2,70 2,24 2,17 2,37 7 HM Sampoerna Tbk 1,61 1,75 1,78 1,71 8 Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 2,60 2,87 2,76 2,74 9 Indofood Sukses Makmur Tbk 2,04 1,91 2,00 1,98 10 Kimia Farma (Persero) Tbk 1,12 2,75 2,80 2,22 11 Kedawung Setia Industrial Tbk 1,27 1,36 1,59 1,41 12 Kedaung Indah Can Tbk 7,34 7,26 4,80 6,47 13 Kalbe Farma Tbk 4,39 3,65 3,41 3,82 14 Langgeng Makmur Industri Tbk 1,76 1,48 1,24 1,49 15 Merck Tbk 6,23 7,52 3,87 5,87 16 Multi Bintang Indonesia Tbk 0,94 0,99 0,58 0,84 17 Mustika Ratu Tbk 7,61 6,27 6,02 6,63 18 Mayora Indah Tbk 2,58 2,22 2,76 2,52 19 Pyridam Farma Tbk 3,01 2,54 2,41 2,65 20 Bentoel International Investama Tbk 2,50 1,12 1,64 1,75 21 Nippon Indosari Corpindo Tbk 2,30 1,28 1,12 1,57 22 Sekar Laut Tbk 1,93 1,70 1,41 1,68 23 Siantar Top Tbk 1,71 1,03 1,76 1,50 24 Mandom Indonesia Tbk 10,68 11,74 7,73 10,05 25 Tempo Scan Pacific Tbk 3,37 3,08 3,09 3,18 26 Ultra Jaya Milk Industry Tbk 2,00 1,52 2,02 1,85 27 Unilever Indonesia Tbk 0,85 0,69 0,67 0,74 Rata-rata 3,15 3,08 2,65 2,96 Sumber: Data diolah dengan Ms.Excel Adanya current ratio yang besar dalam suatu perusahaan mengindikasikan bahwa pihak perusahaan mampu untuk menutupi atau membayar kewajiban dan utangnya dengan aset yang dimiliki perusahaan dari hasil kegiatan operasinya.

51 4.2.2.2 Debt to Ratio Debt to ratio merupakan salah satu variabel independen dalam penelitian ini. Nilai dari debt to ratio menunjukkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi nilai debt to ratio, maka semakin besar resiko keuangannya. Semakin rendah rasio ini, maka akan semakin rendah pula resiko keuangannya (Sawir, 2001: 13). Menurut data pada tabel 4.3, debt to ratio terendah pada tahun 2010 sampai dengan 2012 terdapat pada perusahaan Mandom Indonesia Tbk sebesar 0,09 untuk tahun 2010 sampai 2011, dan untuk tahun 2012 sebesar 0,13 sehingga rata-rata nilai debt to ratio yang dimiliki perusahaan Mandom Indonesia Tbk sebesar 0,10. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kewajiban yang lebih kecil daripada aset perusahaan sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan mampu membayar kewajibannya menggunakan aset perusahaan yang dimilikinya. Nilai debt to ratio tertinggi menurut tabel, terdapat pada perusahaan Unilever Indonesia Tbk. Pada tahun 2010 nilai debt to ratio perusahaan Unilever Indonesia Tbk sebesar 1,17, tahun 2011 sebesar 1,46, dan sebesar 1,73 pada perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk di tahun 2012. Secara keseluruhan dari tahun 2010-2012, debt to ratio tertinggi terdapat pada perusahaan Unilever Indonesia Tbk sebesar 1,38. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kewajiban yang besar pada perusahaan Unilever jika dibandingkan dengan aset yang dimilikinya. Semakin besar nilai debt to ratio mengidentifikasikan bahwa kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan lebih besar dari pada aset yang dimilikinya. Berikut ini merupakan data debt to ratio yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil perhitungan debt to ratio menggunakan rumus yang telah dijelaskan dalam bab 2 menghasilkan data pada tabel 4.3 sebagai berikut.

52 NO Tabel 4.3 Daftar DR pada Perusahaan Sampel 2010-2012 NAMA PERUSAHAAN DR 2010 DR 2011 DR 2012 Ratarata 1 Akasha Wira International Tbk 0,66 0,58 0,52 0,59 2 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 0,78 0,53 0,79 0,70 3 Cahaya Kalbar Tbk 0,60 0,59 0,97 0,72 4 Delta Djakarta Tbk 0,16 0,17 0,19 0,17 5 Darya-Varia Laboratoria Tbk 0,27 0,21 0,23 0,24 6 Gudang Garam Tbk 0,37 0,45 0,46 0,43 7 HM Sampoerna Tbk 0,62 0,57 0,56 0,58 8 Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 0,38 0,35 0,36 0,37 9 Indofood Sukses Makmur Tbk 0,49 0,52 0,50 0,50 10 Kimia Farma (Persero) Tbk 0,90 0,36 0,36 0,54 11 Kedawung Setia Industrial Tbk 0,79 0,74 0,63 0,72 12 Kedaung Indah Can Tbk 0,14 0,14 0,21 0,16 13 Kalbe Farma Tbk 0,23 0,27 0,29 0,27 14 Langgeng Makmur Industri Tbk 0,57 0,68 0,81 0,68 15 Merck Tbk 0,16 0,13 0,26 0,18 16 Multi Bintang Indonesia Tbk 1,06 1,01 1,73 1,26 17 Mustika Ratu Tbk 0,13 0,16 0,17 0,15 18 Mayora Indah Tbk 0,39 0,45 0,36 0,40 19 Pyridam Farma Tbk 0,33 0,39 0,41 0,38 20 Bentoel International Investama Tbk 0,40 0,89 0,61 0,63 21 Nippon Indosari Corpindo Tbk 0,43 0,78 0,89 0,70 22 Sekar Laut Tbk 0,52 0,59 0,71 0,61 23 Siantar Top Tbk 0,59 0,97 0,57 0,71 24 Mandom Indonesia Tbk 0,09 0,09 0,13 0,10 25 Tempo Scan Pacific Tbk 0,30 0,32 0,32 0,31 26 Ultra Jaya Milk Industry Tbk 0,50 0,66 0,50 0,55 27 Unilever Indonesia Tbk 1,17 1,46 1,50 1,38 Rata-rata 0,48 0,52 0,56 0,52 Sumber: Data diolah dengan Ms.Excel Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa untuk dapat melunasi kewajiban perusahaan, perusahaan tidak dapat melunasinya menggunakan aset yang dimilikinya saja.

53 4.2.2.3 Inventory Turn Over Inventory turn over merupakan salah satu variabel independen dalam penelitian ini. Hasil perhitungan inventory turn over menggunakan rumus yang telah dijelaskan dalam bab 2 menghasilkan data pada tabel 4.4 sebagai berikut. Tabel 4.4 Daftar INTO pada Perusahaan Sampel 2010-2012 NO NAMA PERUSAHAAN INTO INTO INTO Ratarata 2010 2011 2012 1 Akasha Wira International Tbk 18,4 7,87 3,63 9,97 2 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 1,58 3,52 4,58 3,23 3 Cahaya Kalbar Tbk 2,23 2,46 2,72 2,47 4 Delta Djakarta Tbk 2,51 2,04 2,13 2,23 5 Darya-Varia Laboratoria Tbk 3,16 3,24 3,47 3,29 6 Gudang Garam Tbk 1,56 1,32 1,46 1,44 7 HM Sampoerna Tbk 3,18 4,02 3,91 3,71 8 Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 9,51 9,39 9,18 9,36 9 Indofood Sukses Makmur Tbk 4,82 5,38 5,10 5,10 10 Kimia Farma (Persero) Tbk 5,53 5,80 5,19 5,51 11 Kedawung Setia Industrial Tbk 6,85 6,08 6,94 6,62 12 Kedaung Indah Can Tbk 2,17 1,97 1,99 2,04 13 Kalbe Farma Tbk 3,25 3,29 3,72 3,42 14 Langgeng Makmur Industri Tbk 2,42 3,12 2,73 2,75 15 Merck Tbk 3,45 3,51 2,80 3,25 16 Multi Bintang Indonesia Tbk 7,22 7,48 5,28 6,66 17 Mustika Ratu Tbk 2,81 3,23 3,19 3,07 18 Mayora Indah Tbk 11,53 8,50 5,76 8,60 19 Pyridam Farma Tbk 2,25 1,95 2,24 2,14 20 Bentoel International Investama Tbk 2,76 2,57 2,26 2,53 21 Nippon Indosari Corpindo Tbk 34,61 33,50 32,61 33,57 22 Sekar Laut Tbk 5,31 5,61 5,75 5,56 23 Siantar Top Tbk 4,88 5,52 5,13 5,18 24 Mandom Indonesia Tbk 4,63 4,47 4,34 4,48 25 Tempo Scan Pacific Tbk 5,49 5,42 5,56 5,49 26 Ultra Jaya Milk Industry Tbk 3,48 4,07 5,43 4,32 27 Unilever Indonesia Tbk 6,51 6,77 6,92 6,73 Rata-rata 6,00 5,63 5,33 5,66 Sumber: Data diolah dengan Ms.Excel

54 Tabel 4.4 merupakan daftar tabel yang berisi perhitungan inventory turn over yang dimiliki oleh perusahaan sampel dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Inventory turn over adalah proporsi untuk menunjukkan seberapa cepat perputaran persediaan yang ada di perusahaan dalam siklus produksi normal. Semakin besar rasio ini semakin baik, karena kegiatan penjualan di perusahaan dianggap berjalan dengan cepat. Berdasarkan tabel tersebut, inventory turn over terkecil terdapat pada perusahaan Gudang Garam Tbk sebesar 1,56 pada tahun 2010, tahun 2011 sebesar 1,32, dan 1,46 pada tahun 2012 sehingga rata-rata nilai inventory turn over yang dimiliki oleh perusahaan Gudang Garam Tbk sebesar 1,44. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa pihak manajemen perusahaan tersebut kurang dapat mengelola persediaan dengan baik dalam kegiatan penjualan. Inventory turn over terbesar dimiliki oleh perusahaan Nippon Indosari Corpindo Tbk sebesar 34,61 pada tahun 2010, sebesar 33,50 pada tahun 2011, dan 32,61 pada tahun 2012 sehingga perusahaan Nippon Indosari Corpindo Tbk memiliki nilai rata-rata sebesar 33,57. Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa dalam perusahaan tersebut kegiatan penjualan berjalan dengan baik dan cepat atau pihak manajemen perusahaan dapat mengelola persediaan dengan baik dalam kegiatan penjualan. 4.2.2.4 Return On Asset Return on asset merupakan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut (Susilo, 2009: 70), return on asset menggambarkan kemampuan aset/kekayaan yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari aset/kekayaan perusahaan. Semakin besar nilainya maka semakin bagus. Berikut ini merupakan data return on asset yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil perhitungan return on asset menggunakan rumus yang telah dijelaskan dalam bab 2 menghasilkan data pada tabel 4.5 sebagai berikut.

55 NO Tabel 4.5 Daftar ROA pada Perusahaan Sampel 2010-2012 NAMA PERUSAHAAN ROA 2010 ROA 2011 ROA 2012 Ratarata 1 Akasha Wira International Tbk 0,10 0,08 0,21 0,13 2 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 0,04 0,04 0,07 0,05 3 Cahaya Kalbar Tbk 0,03 0,12 0,06 0,07 4 Delta Djakarta Tbk 0,21 0,22 0,29 0,24 5 Darya-Varia Laboratoria Tbk 0,13 0,13 0,14 0,13 6 Gudang Garam Tbk 0,14 0,13 0,10 0,12 7 HM Sampoerna Tbk 0,31 0,42 0,38 0,37 8 Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 0,14 0,14 0,13 0,14 9 Indofood Sukses Makmur Tbk 0,08 0,09 0,08 0,08 10 Kimia Farma (Persero) Tbk 0,08 0,10 0,10 0,09 11 Kedawung Setia Industrial Tbk 0,03 0,04 0,06 0,04 12 Kedaung Indah Can Tbk 0,04 0,004 0,02 0,02 13 Kalbe Farma Tbk 0,19 0,18 0,19 0,19 14 Langgeng Makmur Industri Tbk 0,005 0,008 0,003 0,005 15 Merck Tbk 0,27 0,40 0,19 0,29 16 Multi Bintang Indonesia Tbk 0,39 0,42 0,39 0,40 17 Mustika Ratu Tbk 0,06 0,07 2,89 1,01 18 Mayora Indah Tbk 0,11 0,07 0,09 0,09 19 Pyridam Farma Tbk 0,04 0,04 0,04 0,04 20 Bentoel International Investama Tbk 0,04 0,05-0,05 0,01 21 Nippon Indosari Corpindo Tbk 0,18 0,15 0,12 0,15 22 Sekar Laut Tbk 0,02 0,03 0,03 0,03 23 Siantar Top Tbk 0,06 0,05 0,06 0,06 24 Mandom Indonesia Tbk 0,13 0,12 0,12 0,12 25 Tempo Scan Pacific Tbk 0,14 0,14 0,14 0,14 26 Ultra Jaya Milk Industry Tbk 0,05 0,05 0,15 0,08 27 Unilever Indonesia Tbk 0,39 0,40 0,40 0,40 Rata-rata 0,13 0,14 0,24 0,17 Sumber: Data diolah dengan Ms.Excel Menurut data pada tabel 4.5, return on asset terendah pada tahun 2010 sampai dengan 2012 terdapat pada perusahaan Langgeng Makmur Industri Tbk dengan nilai 0,005 atau 0,5% pada tahun 2010 kemudian 0,008 atau 0,8% pada tahun 2011 dan 0,003 atau 0,3% pada tahun 2012. Secara keseluruhan nilai return on asset terendah terdapat pada perushaan Langgeng Makmur Industri Tbk sebesar 0,005 atau

56 0,5%. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa perusahaan hanya memiliki laba bersih pertahun sebesar 0,5% dari aset/kekayaan perusahaan. Perusahaan tersebut dianggap kurang sehat karena memiliki ROA yang rendah. Hal ini akan dihindari oleh investor karena dianggap akan terlalu beresiko. Nilai return on asset tertinggi menurut tabel 4.5 pada tahun 2010 terdapat di perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk sebesar 0,39 atau 39%, tahun 2011 nilai return on asset tertinggi ada pada perusahaan HM Sampoerna Tbk sebesar 0,42 atau 42% dan tahun 2012 sebesar 2,89 atau 289% pada perusahaan Mustika Ratu Tbk. Secara rata-rata nilai return on asset tertinggi terdapat pada perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk dan Unilever Indonesia Tbk sebesar 0,40 atau 40%. Semakin tinggi nilai persentase return on asset mengidentifikasikan bahwa perusahaan memiliki laba bersih yang baik dari aset/kekayaan yang dimilikinya. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin besar laba bersih akan semakin meningkat nilai ROA yang akan menjadi daya tarik investor. 4.3 Analisis Model 4.3.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umum dari data-data yang digunakan. Tabel 4.6 dibawah ini menunjukkan statistik deskriptif atas variabel-variabel yang ada pada pemodelan data panel dalam penelitian skripsi ini. Tabel 4.6 Hasil Uji Statistik Deskriptif CR DR INTO ROA PER Mean 2,958148 0,520123 5,657037 0,17679 20,75963 Median 2,040000 0,490000 4,070000 0,10000 17,33000 Maximum 11,74000 1,730000 34,61000 2,89000 109,9100 Minimum 0,580000 0,090000 1,320000-0,05000-12,99000 Std. Dev. 2,268238 0,326904 6,099364 0,346877 17,22868 Jarque-Bera 72,1614 38,80959 850,2103 7514,587 630,0357 Probability 0 0 0 0 0 Observations 81 81 81 81 81 Sumber: Hasil output Eviews 7.1

57 Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa jumlah data yang menjadi sampel adalah 81 data yang diambil dari 27 perusahaan dengan rentang waktu selama 3 tahun yang tertera pada tabel 4.5. Variabel price earning ratio merupakan perbandingan antara harga saham dengan laba per lembar saham. Dari hasil statistik menunjukkkan bahwa nilai minimum price earning ratio dari tahun 2010 sampai 2012 sebesar -12,99000. Perusahaan yang memiliki nilai minimum adalah perusahaan Bentoel International Investama Tbk pada tahun 2012 sedangkan perusahaan Langgeng Makmur Industri Tbk memiliki nilai PER maksimum pada tahun 2012. Nilai rata-rata PER semua perusahaan dari tahun 2010 sampai 2012 sebesar 20,75963 dengan standar deviasi sebesar 17,22868. Variabel current ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar perusahaan dengan kewajiban lancarnya. Nilai minimum current ratio dari tahun 2010 sampai tahun 2012 adalah sebesar 0,580000. Perusahaan yang memiliki nilai minimum adalah perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk pada tahun 2012. Sedangkan perusahaan Mandom Indonesia Tbk memiliki nilai current ratio maksimum pada tahun 2011 yaitu sebesar 11,74. Nilai rata-rata current ratio semua perusahaan dari tahun 2010 sampai 2012 sebesar 2,958148 dengan standar deviasi sebesar 2,268238. Variabel debt to ratio merupakan perbandingan antara total kewajiban lancar dengan total aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Dari hasil statistik menunjukkkan bahwa nilai minimum debt to ratio dari tahun 2010 sampai 2012 sebesar 0,090000. Perusahaan yang memiliki nilai minimum adalah perusahaan Mandom Indonesia Tbk pada tahun 2010 dan 2011. Sedangkan perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk memiliki nilai debt to ratio maksimum pada tahun 2012 yaitu sebesar 1,73. Nilai rata-rata debt to ratio semua perusahaan dari tahun 2010 sampai 2012 sebesar 0,520123 dengan standar deviasi sebesar 0,326904. Variabel inventory turnover merupakan perbandingan antara harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan yang dimilki perusahaan. Dari hasil statistik menunjukkkan bahwa inventory turnover minimum dari tahun 2010 sampai 2012 sebesar 1,320000. Perusahaan yang memiliki nilai minimum adalah perusahaan Gudang Garam Tbk tahun 2011. Sedangkan perusahaan Nippon Indosari Corpindo Tbk memiliki nilai maksimum sebesar 34,61 tahun 2010. Nilai rata-rata inventory

58 turnover semua perusahaan dari tahun 2010 sampai 2012 sebesar 5,657037 dengan standar deviasi sebesar 6,099364. Variabel return on asset merupakan perbandingan antara jumlah laba bersih setelah pajak dengan total aset yang dimiliki perusahaan. Dari hasil statistik menunjukkkan bahwa return on asset minimum dari tahun 2010 sampai 2012 sebesar -0,05000. Perusahaan yang memiliki nilai minimum adalah perusahaan Bentoel International Investama Tbk tahun 2012. Sedangkan perusahaan Mustika Ratu Tbk tahun 2012 memiliki nilai maksimum sebesar 2,89 atau 289%. Nilai rata-rata return on asset semua perusahaan dari tahun 2010 sampai 2012 sebesar 0,17679 dengan standar deviasi sebesar 0,346877. 4.3.2 Pemilihan Pengujian Data Panel Seperti dijelaskan sebelumnya pada bab 3, dalam analisis model data panel terdapat tiga macam pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan kuadrat terkecil (ordinary / panel least square), pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Pengujian statistik untuk memilih model pertama kali adalah dengan melakukan uji Chow untuk menentukan apakah metode panel least square atau fixed effect yang sebaiknya digunakan dalam membuat regresi data panel. Pemilihan metode pengujian data panel dilakukan pada seluruh data sampel yaitu 81 data yang terdiri dari 27 perusahaan. Uji Chow dilakukan untuk memilih metode pengujian data panel antara metode panel least square atau fixed effect. Jika nilai probability F statistik pada uji Chow signifikan, maka uji Hausman akan dilakukan untuk memilih antara metode fixed effect atau random effect. Hasil uji Hausman dengan nilai probability yang kurang dari α = 0,05 adalah signifikan, artinya metode fixed effect yang dipilih untuk mengolah data panel. Pemilihan metode pengujian dilakukan dengan menggunakan pilihan fixed dan random effect serta mengkombinasikan, baik cross-section maupun period. 4.3.2.1 Uji Chow (Panel Least Square Vs Fixed Effect) Uji Chow di dalam penelitian ini menggunakan program Eviews version 7.1. Uji Chow dilakukan untuk menentukan penggunaan metode panel least square atau fixed effect. Berikut tahap pengujian terhadap model penelitian.

59 a. Desain hipotesis H0 : Panel Least Square H1 : Fixed Effect b. Kriteria penolakan H0 ditolak jika nilai probability F statistik < nilai α, dimana nilai α sebesar 0,05 c. Statistika pengujian Nilai probability F: 0,000012 Tabel 4.7 Hasil Uji Model Panel Least Square Sumber: Hasil output Eviews 7.1 Dengan nilai α sebesar 0,05 maka H0 ditolak. Dengan demikian model penelitian ini menggunakan metode pengolahan fixed effect. 4.3.2.2 Uji Hausman (Fixed Effect Vs Random Effect) Hasil output dari regresi data panel dengan metode fixed effect dapat dilihat pada gambar 4.8 pada penelitian ini.

60 Tabel 4.8 Hasil Uji Model Fixed Effect Sumber: Hasil output Eviews 7.1 Dari tabel 4.8 tersebut dapat ditemukan bahwa nilai adjusted R² sebesar 0,831617 memberikan nilai tinggi yang cukup memuaskan. Nilai probability F senilai 0,000000 memberikan artian bahwa model tersebut highly significant dengan nilai Durbin-Watson sebesar 2,460588 yang berada di range angka 2. Melalui pengujian statistik, pemilihan diantara kedua model ini dapat terselesaikan dengan pengujian F statistik. Berikut perhitungan dari pengujian F statistik didapatkan hasil sebagai berikut: N = 27 T = 3 K = 5 df1 = K-1 = 5-1 = 4 df2 = N K = 27-5 = 22 Sehingga nilai F hitung = 14,17029 Dengan F tabel (0,05) = 2,82 Maka F hitung > F tabel 14,17029 > 2,82 Dari hasil tersebut, maka tolak H0 dengan hipotesis: H0: metode panel least square

61 H1: metode fixed effect Berdasarkan pengujian tersebut, maka metode yang dipilih yaitu metode fixed effect. Namun, hal tersebut belum merupakan hasil akhir atas metode pengolahan data karena belum teruji secara statistik. Maka perlu dilihat hasil yang ada dari metode lain yaitu metode random effect dan pengujiannya secara statistik. Sesuai yang dikatakan oleh (Gujarati, 2006) pada bukunya yang menyarankan apabila jumlah data cross section (N) lebih besar dari jumlah data time series (T) maka digunakan metode random effect dalam pengolahannya. Untuk itu, maka akan dilihat pada uji formal statistik dan pemilihan berdasarkan model manakah yang paling baik nilai statistiknya. Hasil output dari regresi data panel dengan menggunakan random effect dapat dilihat di tabel 4.9 dari penelitin ini. Tabel 4.9 Hasil Uji Model Random Effect Sumber: Hasil output Eviews 7.1 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai adjusted R² memperlihatkan angka yang rendah yaitu sebesar -0,011205 dan nilai Durbin-Watson sebesar 2,491066 memberikan angka yang berada kisaran range angka 2. Hal ini juga belum dapat memberikan kepastian metode mana sebaiknya yang digunakan. Maka langkah selanjutnya ialah pengujian Hausman Test.

62 Hausman test bertujuan untuk membandingkan antara metode fixed effect dan metode random effect. Hasil dari pengujian dengan menggunakan tes ini ialah mengetahui metode mana yang sebaiknya dipilih. Berikut merupakan output dari uji menggunakan Hausman Test. Tabel 4.10 Hasil Uji Model Menggunakan Hausman Test Sumber: Hasil output Eviews 7.1 Pada perhitungan yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa nilai probability pada test cross section random effect memperlihatkan angka 0,9934 yang berarti tidak signifikan dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%). Sehingga keputusan yang diambil pada pengujian Hausman test ini yaitu terima H0 (p-value > 0,05) dengan hipotesis: H0: metode random effect H1: metode fixed effect Berdasarkan hasil pengujian Hausman test, maka metode pilihan yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode random effect. 4.3.3 Uji Asumsi Klasik Dalam ekonometrika dikenal istilah BLUE (Best Liner Unbias Estimator), bila model regresi yang diestimasi bersifat BLUE maka koefisien estimasi dari suatu model regresi yang diperoleh sangat baik dan tidak bias. Hasil asumsi yang baik adalah pengujian yang tidak melanggar uji asumsi klasik. Pengujian ini menggunakan model regresi linier berganda, maka permasalahan yang mungkin terjadi pada model ini tidak terlepas dari 3 jenis pelanggaran asumsi yaitu heterokedastisitas (heteroscedasticity), autokorelasi (autocorrelation) dan multikolinearitas (multicolinearity).

63 4.3.3.1 Uji Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual atau pengamatan ke pengamatan lain. Untuk permasalahan heterokedastisitas menurut (Ariefianto, 2012: 43) permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metode GLS (Generalized Least Square). Metode GLS telah diberikan perlakuan white heteroscedasticity-consistent covariance untuk mengantisipasi data yang tidak bersifat homokedastis. Maka hasil ouput regresi menjadi: Tabel 4.11 Hasil Regresi Metode Random Effect dengan White-Test Sumber: Hasil output Eviews 7.1 Dari output tabel 4.11 terlihat bahwa dengan nilai adjusted R² sebesar - 0,011205 yang berarti variasi dari model terikat pada model price earning ratio dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas CR (Current Ratio), DR (Debt to Ratio), INTO (Inventory Turn Over), ROA (Return On Asset) sebesar -1,12% mengindikasikan bahwa variabel bebas yang diuji ini kurang baik dalam menjelaskan variabel terikatnya. Selanjutnya, dilakukan estimasi model penelitian metode fixed effect dengan menggunakan white heteroscedasticity cross section standard error & covariance yang terdapat pada tabel 4.12.

64 Tabel 4.12 Hasil Regresi Metode Fixed Effect dengan White-Test Sumber: Hasil output Eviews 7.1 Dari ouput tabel 4.12 terlihat dengan tingginya nilai adjusted R² sebesar 0,831617 yang berarti variasi dari model terikat pada model price earning ratio dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas CR (Current Ratio), DR (Debt to Ratio), INTO (Inventory Turn Over), ROA (Return On Asset) sebesar 83,16% mengindikasikan bahwa variabel bebas yang diuji ini cukup baik dalam menjelaskan variabel terikatnya. Sisanya 16,84% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar pemodelan. 4.3.3.2 Uji Autokorelasi Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk menganalisis adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan pengujian terhadap nilai Durbin-Watson. Hasil output regresi dengan metode random effect Pada output terlihat bahwa nilai Durbin-Watson bernilai 2,491066 yang tidak berada pada kisaran angka 2 (1,4 < DW-Stat < 2,4). Hal ini mengindikasikan bahwa

65 pada model tersebut mempunyai masalah autokorelasi. Namun, sesuai yang dikatakan oleh (Ariefianto, 2012: 43) didalam bukunya, bila menggunakan model GLS (Generalized Least Square) dalam penelitian maka hasil ouput tidak memiliki masalah dalam autokorelasi. Pada penelitian ini, model regresi yang digunakan adalah menggunakan metode GLS (Generalized Least Square), sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalah autokorelasi sudah dapat teratasi. Hasil output regresi dengan metode fixed effect Pada output terlihat bahwa nilai Durbin-Watson bernilai 2,460588 yang tidak berada pada kisaran angka 2 (1,4 < DW-Stat < 2,4). Hal ini mengindikasikan bahwa pada model tersebut mempunyai masalah autokorelasi. Namun, sesuai yang dikatakan oleh (Ariefianto, 2012: 43) didalam bukunya, bila menggunakan model GLS (Generalized Least Square) dalam penelitian maka hasil ouput tidak memiliki masalah dalam autokorelasi. Pada penelitian ini, model regresi yang digunakan adalah menggunakan metode GLS (Generalized Least Square), sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalah autokorelasi sudah dapat teratasi. 4.3.3.3 Uji Multikolinearitas Permasalahan multikolinearitas telah dapat terselesaikan ketika menggunakan data panel atau dengan kata lain data panel menjadi solusi jika mengalami multikolinearitas (Gujarati, 2006). Namun untuk memperkuat pernyataan tersebut, telah dilakukan uji multikolinearitas dengan menggunakan correlation matrix berikut. Tabel 4.13 Tabel Correlation Matrix Antar Variabel Independen Current Ratio Debt to Ratio Inventory Turn Over Return On Asset Current Ratio 1-0,73381-0,21585 0.10312 Debt to Ratio -0,73381 1 0.20529 0.07925 Inventory Turn Over -0,21585 0.20529 1-0,00530 Return On Asset 0.10312 0.07925-0,00530 1 Sumber: Hasil output Eviews 7.1 dan olahan Ms. Excel

66 Tabel 4.13 memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel bebas dengan nilai lebih dari 0,7. Data dikatakan teridentifikasi multikolinearitas apabila koefisien korelasi antar variabel independen lebih dari satu atau sama dengan 0,7 (Ariefianto, 2012: 55). Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara variabel bebas tidak terdapat pelanggaran asumsi berupa multikolinearitas. Dengan demikian data panel dalam penelitian ini telah terbebas dari masalah heterokedastisitas (heteroscedasticity), autokorelasi (autocorrelation) dan multikolinearitas (multicolinearity). 4.3.4 Analisis Pemilihan Model Akhir Pada pemilihan model akhir yang digunakan dalam penelitian ini ialah antara model random effect dan fixed effect. Seperti telah dikatakan diatas (Gujarati, 2006) menyarankan apabila jumlah data cross section (N) lebih besar dari jumlah data time series (T) maka digunakan random effect dalam pengolahannya. Namun disebutkan pula oleh (Nachrowi, 2006) saran dalam pemilihan metode fixed effect ataupun metode random effect secara teoritis dan berdasarkan sampel data bukanlah sesuatu yang mutlak. Untuk itu, maka akan dilakukan perbandingan antara nilai statistik pada masing-masing metode. Berikut ini merupakan perbandingan antara kedua output: Tabel 4.14 Perbandingan Koefisien Determinasi Model Random Effect dengan Model Fixed Effect Model Random Effect Fixed Effect R-squared 0,039355 0,894761 Adjusted R-squared -0,011205 0,831617 Prob (F-statistic) 0,542678 0,000000 Sumber: Hasil output Eviews 7.1 dan olahan Ms. Excel Dalam pengujian yang dilakukan sebelumnya, estimasi parameter dalam data panel menurut uji Hausman akan lebih tepat jika menggunakan random effect, namun karena tidak memberikan interpretasi yang lebih baik dibandingkan dengan output fixed effect, maka digunakan model fixed effect.

67 Secara umum persamaan pertama dari penelitian ini adalah: PER = 17.9577683637-0.824168575177 CR + 12.118088477 DR 0.140583020755 INTO - 1.51447771863 ROA + µ Dari hasil perhitungan regresi didapatkan hasil intersep/konstanta sebesar 17.9577683637, hal ini menunjukkan bahwa apabila variabel CR (X1), DR (X2), INTO (X3), dan ROA (X4) dianggap konstan maka besarnya variabel dependen price earning ratio (Y) akan sebesar 17.9577683637. Variabel current ratio (X1) mempunyai nilai koefisien -0.824168575177 dengan arah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa apabila nilai current ratio mengalami naik sebesar 1 poin sementara variabel independen lain bersifat tetap maka dapat mengurangi nilai price earning ratio sebesar -0.824168575177 poin. Variabel debt to ratio (X2) mempunyai nilai koefisien 12.118088477 dengan arah positif. Hal ini menunjukkan bahwa apabila nilai debt to ratio mengalami kenaikan sebesar 1 poin sementara variabel independen lain bersifat tetap maka price earning ratio akan mengalami peningkatan sebesar 12.118088477 poin, begitu juga sebaliknya. Variabel inventory turn over (X3) mempunyai nilai koefisien 0.140583020755 dengan arah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa apabila nilai inventory turn over mengalami kenaikan sebesar 1 poin sementara variabel independen lain bersifat tetap maka price earning ratio akan mengalami penurunan sebesar 0.140583020755 poin, begitu juga sebaliknya. Variabel return on asset (X4) mempunyai nilai koefisien 1.51447771863 dengan arah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa apabila nilai return on asset mengalami kenaikan sebesar 1 poin sementara variabel independen lain bersifat tetap maka price earning ratio akan mengalami penurunan sebesar 14.349333961 poin, begitu juga sebaliknya. 4.4 Pengujian Hipotesis 4.4.1 Uji Hipotesis Secara Parsial/Individu (Uji t) Uji t digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap varibel terikat PER yang dilakukan secara one tail (satu arah) dengan level of significant α = 5%. Kriteria pengambilan keputusannnya adalah :

68 a. H0 diterima dan H1 ditolak apabila t hitung > t tabel, yang artinya variabel penjelas secara individual tidak mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan. b. H0 ditolak dan H1 diterima apabila t hitung < t tabel, yang artinya variabel penjelas secara individual mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan. Hasil analisis terhadap uji t, disajikan sebagai berikut : 1. Variabel Current Ratio (CR) Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p- value t-stat. Dari hasil regresi didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%) variabel current ratio memiliki p-value t-stat 0,0671. Karena nilai tersebut > 0,05 maka variabel ini berada pada daerah terima H0. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel current ratio merupakan variabel yang tidak mempengaruhi price earning ratio dari perusahaan-perusahaan di industri consumer goods yang terdaftar di BEI. 2. Variabel Debt to Ratio (DR) Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p- value t-stat. Dari hasil regresi didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%) variabel debt to ratio memiliki p-value t-stat 0,0304. Karena nilai tersebut < 0,05 maka variabel ini berada pada daerah tolak H0. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel debt to ratio merupakan variabel yang mempengaruhi price earning ratio dari perusahaan-perusahaan di industri consumer goods yang terdaftar di BEI. 3. Variabel Inventory Turn Over (INTO) Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p- value t-stat. Dari hasil regresi didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%) variabel inventory turn over memiliki p-value t-stat 0,7963. Karena nilai tersebut > 0,05 maka variabel ini berada pada daerah terima H0. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel inventory turn over merupakan variabel yang tidak mempengaruhi price earning ratio dari perusahaan-perusahaan di industri consumer goods yang terdaftar di BEI.

69 4. Variabel Return On Asset (ROA) Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p- value t-stat. Dari hasil regresi didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%) variabel return on asset memiliki p-value t-stat 0,000. Karena nilai tersebut < 0,05 maka variabel ini berada pada daerah tolak H0. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel return on asset merupakan variabel yang mempengaruhi price earning ratio dari perusahaan-perusahaan di industri consumer goods yang terdaftar di BEI. 4.4.2 Uji Hipotesis Secara Bersama-sama (Uji F) Uji F digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh dari variabel bebas yaitu Current Ratio, Debt to Ratio, Inventory Turn Over, dan Return On Equity secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel terikat Price Earning Ratio dengan level of significant α = 5%. Kriteria pengambilan keputusannya adalah : a. H0 ditolak dan H1 diterima apabila F hitung > F tabel, yang artinya variabel penjelas secara serentak dan bersama-sama mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan. b. H0 diterima dan H1 ditolak apabila F hitung < F tabel, yang artinya variabel penjelas secara serentak atau bersama-sama tidak mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan. Dari hasil pengujian F statistik didapatkan hasil sebagai berikut: N = 27 T = 3 K = 5 df1 = K-1 = 5-1 = 4 df2 = N K = 27-5 = 22 Sehingga nilai F hitung = 14,17029 Dengan F tabel (0,05) = 2,82 Maka F hitung > F tabel 14,17029 > 2,82

70 Berdasarkan perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel (14,17029 > 2,82). Dengan demikian H1 diterima, artinya secara bersama-sama variabel current ratio, debt to ratio, inventory turn over, dan return on asset berpengaruh nyata terhadap nilai price earning ratio dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sunaryo (2011) yang secara simultan ada pengaruh antara current ratio, debt to ratio dan dividend payout ratio terhadap price earning ratio pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008. 4.5 Analisis Pembahasan Analisis regresi yang telah dilakukan bertujuan untuk menginvestigasi hubungan yang dapat diukur dari variabel current ratio, debt to ratio, inventory turn over, dan return on asset pada price earning ratio. Tabel 4.12 menunjukkan hasil akhir dari regresi data panel menggunakan metode fixed effect yang mengkonstankan variance menggunakan white heterocedasticity. Pada output dapat dilihat nilai adjusted R² ialah sebesar 0,831617 yang berarti pada model regresi ini, variabel bebas dapat menjelaskan variabel price earning ratio sebagai variabel terikat perusahaan-perusahaan consumer goods yang terdaftar di BEI sebesar 83,16%. Nilai adjusted R² semakin mendekati 1, maka model ini cukup baik. F statistik pada output regresi menunjukkan validitas atas model yang diestimasi, karena nilai p- value dari F-stat bernilai 0,000000 yang mengindikasikan signifikansi dengan tingkat keyakinan 95% (α = 5%). Dibawah ini merupakan tabel 4.15 yang merangkum hubungan yang terjadi pada variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Tabel 4.15 Tabel Hubungan Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat Variabel Hubungan yang Ditemukan Signifikansi Coefficient Positif (+) Signifikan Current Ratio (CR) Negatif (-) Tidak Signifikan Debt to Ratio (DR) Positif (+) Signifikan Inventory Turn Over (INTO) Negatif (-) Tidak Signifikan Return On Asset (ROA) Negatif (-) Signifikan Sumber: Hasil output Eviews 7.1 dan olahan Ms. Excel

71 4.5.1 Variabel Current Ratio (CR) Current ratio merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban keuangan jangka pendek pada saat jatuh tempo dan menggunakan aktiva lancar yang tersedia (Gitman, 2008: 58). Hasil pengujian untuk variabel current ratio terhadap price earning ratio memberikan hasil t hitung sebesar -0,824169 dengan signifikansi sebesar 0,0671. Nilai signifikansi sebesar 0,0671 tersebut lebih besar dari 0,05. Dengan demikian menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5%, current ratio mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap price earning ratio. Hal ini berarti hipotesis ditolak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa current ratio yang rendah akan berakibat terjadi penurunan harga pasar dari saham perusahaan yang bersangkutan, sehingga akan menurunkan price earning ratio. Pada tahun 2010-2012 tercatat bahwa rata-rata current ratio perusahaan consumer goods sebesar 315,04% pada tahun 2010, kemudian turun menjadi 308,84% pada tahun 2009, dan kembali turun menjadi 265,62% pada tahun 2012. Current ratio tidak berpengaruh terhadap perubahan price earning ratio, hal ini dapat dilihat pada hasil statistik bahwa perusahaan yang memiliki nilai current ratio yang rendah belum tentu memiliki nilai price earning ratio yang rendah juga seperti contohnya pada perusahaan Langgeng Makmur Industri Tbk (LMPI) yaitu 1,76 dengan nilai price earning ratio yang cukup tinggi yaitu 97,47 pada tahun 2010 berbeda dengan perusahaan Kedawung Setia Industrial Tbk (KDSI) yang memiliki nilai current ratio 1,27 dengan nilai price earning ratio hanya 5,63 pada tahun 2010 ataupun pada perusahaan Mandom Indonesia Tbk (TCID) dengan nilai current ratio yang tinggi sebesar 11,74 namun nilai PER nya sebesar 11,06 pada tahun 2011. Artinya bahwa perusahaan yang memiliki nilai current ratio yang rendah belum tentu berakibat pada turunnya harga pasar dari saham yang bersangkutan yang nantinya akan mempengaruhi nilai price earning ratio. Hal ini juga mungkin terjadi karena rasio ini dianggap sebagai ukuran kasar karena tidak mempertimbangkan likuiditas komponen individual aktiva lancar (Kelik, 2006). Seperti komponen piutang yang memungkinan terjadinya piutang yang tak tertagih. Jika dikaitkan dengan risk dan return yang akan dihadapi oleh investor, menurut (Julduha dan Kusumawardhani, 2013: 147) perusahaan dengan current ratio yang tinggi mempunyai kemampuan bertahan pada saat kondisi perekonomian

72 sedang lemah sehingga risiko jika berinvestasi pada perusahaan yang memiliki current ratio tinggi adalah rendah. Current ratio yang relatif besar, artinya perusahaan cukup aman untuk melangsungkan usahanya, namun demikian dengan current ratio yang besar bila tidak digunakan seoptimal mungkin, perusahaan tidak akan mampu memperoleh hasil yang maksimal, khususnya laba perusahaan sehingga mengakibatkan investor akan memperoleh return yang lebih rendah. Hasil ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Sunaryo (2012) yang menyatakan bahwa current ratio berpengaruh terhadap price earning ratio pada perusahaan consumer goods. Namun hal ini mendukung pada penelitian Irene dan Meygawan (2012) yang menyatakan bahwa current ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio. 4.5.2 Variabel Debt to Ratio (DR) Hasil penelitian menunjukkan bahwa debt to ratio (DR) secara statistik mempunyai pengaruh signifikan terhadap price earning ratio. Hal itu dapat dilihat dari nilai signifikansi variabel debt to ratio yang berada di bawah 0,05 yaitu nilai signifikansi sebesar 0,0304. Sehingga menunjukkan bahwa debt to ratio mempunyai peranan nyata dalam menentukan nilai price earning ratio. Tanda positif pada persamaan regresi dapat diartikan bahwa debt to ratio dapat mempengaruhi perubahan nilai price earning perusahaan. Menurut (Kuswadi, 2008: 184) investor percaya semakin besar debt to ratio mencerminkan risiko perusahaan yang relatif tinggi karena hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tersebut masih membutuhkan modal pinjaman untuk membiayai operasional perusahaan. Apabila perusahaan tersebut masih membutuhkan modal pinjaman, dapat dipastikan keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan akan difokuskan untuk mengembalikan pinjaman modal, sehingga para investor akan cenderung menghindari saham-saham yang memiliki debt to ratio yang tinggi. Tetapi debt to ratio yang tinggi bukan sesuatu hal yang jelek jika dapat memberikan keuntungan kepada pemiliknya dan dimanfaatkan dengan efektif serta laba yang didapat cukup untuk membayar biaya bunga secara periodik. Debt to ratio yang tinggi berdampak pada peningkatan perubahan laba, berarti memberikan efek keuntungan bagi perusahaan. Dengan debt to ratio yang tinggi perusahaan menanggung risiko kerugian yang tinggi tetapi juga berkesempatan untuk memperoleh laba yang meningkat. Sehingga investor akan

73 lebih tertarik pada perusahaan dengan nilai debt to ratio yang tinggi akibatnya harga saham menjadi tinggi dan nilai price earning ratio juga akan naik. Seperti pada hasil statistik, perusahaan Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) pada tahun 2012 memiliki nilai debt to ratio sebesar 1,73 akan tetapi juga memiliki nilai price earning ratio yang tinggi yaitu 34,39 dibandingkan dengan perusahaan lain yaitu Mandom Indonesia Tbk (TCID) tahun 2010 debt to ratio sebesar 0,09 sedangkan nilai PER nya adalah 11,01. Jika dikaitkan dengan risk dan return yang akan dihadapi oleh investor, menurut (Fidiana, 2006: 44) debt to ratio digunakan untuk meningkatkan hasil pengembalian pemegang saham tetapi dengan risiko akan meningkatkan kerugian, semakin besar debt to ratio yang digunakan oleh suatu perusahaan makin besar pula ketidaktetapan atau naik-turunnya hasil pengembalian. Tingkat suku bunga merupakan hal penting dan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko investasi. Jika tingkat suku bunga rendah, maka akan mengakibatkan harga saham naik dan risiko investasi menjadi meningkat. Penggunaan hutang yang makin banyak, yang dicerminkan oleh debt to ratio (rasio antara hutang dengan total aktiva) yang makin besar, pada perolehan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) yang sama akan menghasilkan laba per saham yang lebih besar. Jika laba per saham meningkat, maka akan berdampak pada meningkatkannya harga saham atau return saham, sehingga secara teoritis DR akan berpengaruh pada return saham. (Susilowati, 2011: 9) Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Melati (2011) bahwa debt to ratio berpengaruh terhadap price earning ratio. 4.5.3 Variabel Inventory Turn Over (INTO) Hasil penelitian menunjukkan bahwa inventory turn over secara statistik tidak berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio (PER). Hal itu dapat dilihat dari nilai signifikansi variabel inventory turn over yang berada di atas 0,05 yaitu nilai signifikansi sebesar 0,7963. Sehingga dapat dikatakan bahwa inventory turn over kurang berpengaruh terhadap nilai price earning ratio perusahaan. Berdasarkan hasil statistik diketahui bahwa inventory turn over tidak memiliki pengaruh terhadap nilai PER. Perusahaan yang memiliki nilai inventory turn over yang besar menunjukkan bahwa pihak manajemen perusahaan dapat mengelola modal yang ada pada persediaan perusahaan dengan baik. Sehingga bisa memenuhi kebutuhan

74 pelanggannya, dan dapat meningkatkan pertumbuhan laba. Hal ini akan memicu meningkatnya harga saham yang pada akhirnya akan meningkatkan PER perusahaan. Akan tetapi pada penelitian ini beberapa perusahaan yang memiliki inventory turn over yang lebih kecil dari perusahaan lain justru memiliki nilai PER yang besar. Contohnya pada perusahaan Langgeng Makmur Industri Tbk (LMPI) dengan inventory turn over sebesar 2,73 pada tahun 2012 memiliki PER sebesar 109,91, sedangkan perusahaan Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) yang justru memiliki inventory turn over lebih besar yaitu 34,61 namun memiliki nilai PER yang lebih kecil dari LMPI yaitu sebesar 24,91. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki inventory turn over yang besar belum tentu menarik perhatian investor sehingga tidak akan berpengaruh terhadap harga suatu saham yang akhirnya tidak akan berimbas pada perubahan nilai PER perusahaan. Jika dikaitkan dengan risk dan return yang akan dihadapi oleh investor, inventory turn over yang tinggi merupakan suatu investasi dengan tingkat pengembalian yang tinggi. Hal ini kemungkinan dikarenakan pengelolaan persediaan yang terlalu kuat. Menurut (Damayanti dan Giantari, 2009: 67) pengelolaan persediaan memang sulit dilaksanakan, kesalahan dalam menetapkan tingkat atau jumlah persediaan dapat berakibat fatal. Persediaan yang terlalu besar akan menyebabkan tingginya penjualan dan perolehan laba akan meningkat. Namun dalam hal ini investor tidak ikut mempertimbangkan aktivitas atau efisiensi perusahaan dalam mengelola perputaran persediaan menjadi kas. Karena perusahaan industri consumer goods merupakan jenis perusahaan yang memproduksi dan menjual produk yang bersifat tahan lama atau produk yang mempunyai jangka kadaluarsa relatif jangka panjang, sehingga perusahaan tidak terlalu khawatir dengan perputaran persediaan barangnya yang mempunyai masa kadaluarsa relatif panjang, sehingga para investor tidak terlalu melihat pengaruh return saham dari tinjauan rasio inventory tun over. Menurut investor, ada faktor lain yang lebih harus diperhatikan dalam menanamkan modal di pasar saham. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Farida (2010) dimana inventory turn over ternyata tidak berpengaruh terhadap harga saham sehingga tidak berpengaruh juga terhadap perubahan nilai price earning ratio.

75 4.5.4 Variabel Return On Asset (ROA) Hasil penelitian menunjukkan bahwa return on asset secara statistik memiliki pengaruh signifikan terhadap price earning ratio (PER). Hal itu dapat dilihat dari nilai signifikansi variabel return on asset yang berada di bawah 0,05 yaitu nilai signifikansi sebesar 0,0000. Sehingga dapat dikatakan bahwa return on asset berpengaruh terhadap perubahan nilai price earning ratio perusahaan. Return on asset berpengaruh terhadap perubahan PER dapat dilihat pada hasil statistik, hasil tersebut menunjukkan bahwa berapapun besarnya nilai return on asset akan berdampak pada perubahan nilai PER perusahaan. Hal ini menunjukkan seberapa besar kekayaan perusahaan mampu menghasilkan keuntungan, sehingga dapat dijadikan untuk memprediksi keputusan investasi saham. Perusahaan yang memiliki nilai return on asset yang besar menunjukkan bahwa perusahaan mampu menciptakan keefisienan dalam mengelola asetnya. Return on asset yang besar menggambarkan harga saham dipasaran relatif stabil sehingga perusahaan tersebut mampu membayar dividen dalam jumlah yang besar. Hal ini akan memicu meningkatnya harga saham yang pada akhirnya akan meningkatkan PER perusahaan. Seperti pada hasil statistik, perusahaan Mustika Ratu Tbk (MRAT) pada tahun 2012 memiliki nilai return on asset sebesar 2,89 akan tetapi juga memiliki nilai price earning ratio yang tinggi yaitu 6,81 dibandingkan dengan perusahaan lain yaitu Kedawung Setia Industrial Tbk (KDSI) tahun 2011 return on asset sebesar 0,04 sedangkan nilai PER nya adalah 4,20. Jika dikaitkan dengan risk dan return yang akan dihadapi oleh investor, Semakin besar nilai return on asset menunjukkan kinerja perusahaan yang baik karena mencerminkan tingkat keuntungan (return) yang tinggi, sehingga menyebabkan tingkat risiko menjadi tinggi. Keuntungan yang tinggi mencerminkan semakin efisien perputaran aset atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan (Said dan Chandra, 2005: 42). Dengan demikian semakin tinggi ROA menyebabkan harga saham cenderung tinggi karena perusahaan mampu memperoleh keuntungan yang tinggi. Apabila ROA meningkat, maka dividen meningkat dan ekspektasi meningkat pula. Hal tersebut menyebabkan tingkat risiko menjadi tinggi. Tingkat profitabilitas yang tinggi mencerminkan kinerja perusahaan yang baik, sehingga nilai perusahaan tinggi. Oleh karena itu para investor lebih tertarik untuk berinvestasi dan menyebabkan harga saham cenderung tinggi.