BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya tahap pra-bencana. Pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu

dokumen-dokumen yang mirip
menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

13 Tahun Tsunami Aceh Untuk Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat akan Ancaman Bencana Gempabumi dan Tsunami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia sangatlah beragam baik jenis maupun skalanya (magnitude). Disamping

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerusakan. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan bumi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti

I.1 Latar Belakang. 1 Walhi, Menari di Republik Bencana: Indonesia Belum Juga Waspada. 30 Januari

KESIAPSIAGAAN KOMUNITAS SEKOLAH UNTUK MENGANTISIPASI BENCANA ALAM DI KOTA BENGKULU LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (LIPI), 2006 BENCANA ALAM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA

Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan

BAB I PENDAHULUAN. dan 10 Kelurahan, dengan luas ha. Kabupaten Klaten merupakan BT dan LS LS.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TIPIKAL & JENIS KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA?

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

PELATIHAN TEKNIK PENYELAMATAN DIRI DARI DAMPAK BENCANA ALAM GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SLB B KARNNA MANOHARA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

RINGKASAN EKSEKUTIF. Kerusakan dan Kerugian

PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

I. PENDAHULUAN. semakin kuat gempa yang terjadi. Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RESIKO BENCANA GEMPA BUMI DI KOTA BUKITTINGGI

PENDAHULUAN Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BENCANA ALAM GEMPA DAN TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI PROVINSI SUMATERA BARAT 25 OKTOBER 2010

I. Permasalahan yang Dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. epidemik campak di Nigeria, dan banjir di Pakistan (ISDR, 2009).

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2 DAN 6 BANDA ACEH

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kota Surakarta merupakan kota dengan wilayah yang berbatasan dengan

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

Oleh: Dr. Darsiharjo, M.S.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Museum Gempa Bumi Yogyakarta BAB I

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala

MEMAHAMI PERINGATAN DINI TSUNAMI

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana khususnya tahap pra-bencana. Pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian risiko bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi bencana. Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa, diantara Benua Asia dan Australia serta diantara Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan 4 (empat) lempeng tektonik utama dunia yaitu Lempeng Eurasia, Indian-Australian, Pasifik dan Filipina. Interaksi dari lempeng-lempeng ini berpengaruh pada kondisi seismo-tektonik wilayah Indonesia, sehingga Indonesia sangat rawan terhadap bencana alam gempa bumi (BRR, 2008). Kota Banda Aceh termasuk wilayah kawasan rawan bencana gempa bumi karena terletak di lepas pantai Samudera Indonesia, yakni tempat pertemuan Lempeng Eurasia dan Lempeng Australia. Selain gempa di dasar laut, Kota Banda Aceh juga rawan terhadap gempa di darat, hal ini dikarenakan adanya patahan Sumatera yang berdekatan dengan daerah Kota Banda Aceh (BRR, 2008). Gempa bumi berkekuatan 9,2 SR (Skala Richter) yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di Samudera Hindia, lepas pantai barat Aceh, merupakan salah satu gempa terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir yang menghantam Asia. 1

Gempa ini mengakibatkan terjadinya tsunami yang menelan sangat banyak korban jiwa (Andreas, et al, 2005). Perkiraan jumlah korban tewas diberbagai negara yang terkena bencana tersebut adalah sebagai berikut: Indonesia 266.320 jiwa, Sri Lanka 38.195 jiwa, India 16.383 jiwa, Thailand 5.322 jiwa, Somalia 298 jiwa, Myanmar 90 jiwa, Maldives 82 jiwa, Malaysia 68 jiwa, Tanzania 10 jiwa, Bangladesh 2 jiwa, Kenya 1 jiwa, dengan total perkiraan 326,771 jiwa (Ladh dan Adeney, 2005). Berdasarkan laporan Satkorlak PB (2005), jumlah korban gempa bumi dan tsunami tahun 2004 di Provinsi Aceh mencapai 236.116 jiwa, jumlah pengungsi 514.150 jiwa, jumlah anak yatim 1.086 jiwa, persentase penduduk yang kehilangan mata pencaharian mencapai 44,1%, tingkat kerusakan pada berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial (perumahan 34.000 unit, pendidikan 105 unit, kesehatan, agama) sebesar $1,665 juta, infrastruktur (transportasi, komunikasi, energi, air, sanitasi, dan saluran irigasi) $877 juta, produktif (pertanian, perikanan, industri, dan pertambangan) $1,182 juta, lintas sektoral (lingkungan, pemerintahan, bank, dan keuangan) sebesar $652 juta, dan lain sebagainya. Jumlah perkiraan kerugian berbagai sektor diperkirakan sebesar Rp. 43,5 trilyun atau U$$ 4,57 milyar. Gempa susulan berkekuatan lebih dari 5 SR juga terus terjadi di Kota Banda Aceh setelah peristiwa tersebut. Kemudian runtutan kejadian gempa bumi pun terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Yulaewati dan Shihab (2008), merincikannya sebagai berikut: tanggal 25 Maret 2005 gempa (8,7 SR) terjadi di Nias, 27 Mei 2006

gempa (5,9 SR) terjadi di Yogyakarta, 6 Maret 2007 gempa (6,4 SR) terjadi di Padang, Sumatera Barat, dan 12 September 2007 gempa (7,8 SR) terjadi di Bengkulu. Gempa bumi berkekuatan 7,7 SR kembali mengguncang Provinsi Aceh seperti yang diberitakan pada surat kabar TEMPO Interaktif, terjadi pada tanggal 7 April 2010 pukul 02.26 WIB. Menurut data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (2010), lokasi gempa berada di sekitar Nicobar, India, namun goncangannya terasa sangat keras di Aceh dan berpotensi tsunami. Menurut Yulaewati dan Shihab (2008), teknik untuk meramal gempa bumi sampai sekarang belum ada yang bisa dipertahankan secara ilmiah. Berbagai teknologi sudah dicoba oleh para ahli gempa untuk mencoba memprediksi terjadinya gempa bumi, namun ketepatan waktu masih jauh dari harapan. Sehingga setiap individu perlu mempersiapkan diri dan keluarga menghadapi bencana gempa bumi. Kota Banda Aceh sebagai ibu kota Provinsi Aceh merupakan suatu kawasan yang mengalami dampak kerusakan paling parah akibat terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami tahun 2004. Berdasarkan profil Kota Banda Aceh (2005), diketahui bahwa salah satu kawasan pesisir di wilayah Kota Banda Aceh yang mengalami dampak kerusakan terparah adalah Desa Deyah Raya yang berada di Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Desa Deyah Raya dengan luas wilayah 178,2 Ha mempunyai 4 (empat) dusun yaitu Dusun Tgk Syech Abdul Rauf, Laksamana Bantamuda, Nekbayan, dan Tgk Syik Musa. Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Syiah Kuala tahun 2004,

sebelum terjadi gempa bumi dan tsunami jumlah penduduk Desa Deyah Raya sebanyak 2.980 jiwa, setelah peristiwa tersebut jumlah penduduk yang tersisa sebanyak 300 jiwa, dengan demikian jumlah penduduk yang dilaporkan meninggal dan dinyatakan hilang sebanyak 2.680 jiwa (90%). Bencana tersebut juga meruntuhkan seluruh sarana dan prasarana di desa, seperti rumah penduduk sebanyak 596 unit, kantor lurah/desa 1 unit, balai desa 1 unit, sekolah dasar 1 unit, Pustu 1 unit, merusak 1 unit meunasah, warung, dan jalan. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Banda Aceh (2011) menunjukkan jumlah penduduk Desa Deyah Raya saat ini adalah 702 jiwa yang terdiri dari 237 Kepala Keluarga (KK). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2010 di Desa Deyah Raya, perumahan penduduk Desa Deyah Raya yang telah hancur akibat bencana gempa dan tsunami tahun 2004, dibangun kembali dengan bantuan dari Yayasan Bakrie Peduli. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan sejumlah warga (30 orang), diperoleh informasi bahwa apabila terjadi gempa bumi meskipun berskala kecil warga masih panik, bingung, dan takut, kemudian berlari sesegera mungkin berusaha menyelamatkan diri, sehingga terjadi kecelakaan. Hal ini menunjukkan bahwa warga tampak kurang mengetahui mengenai cara-cara penyelamatan diri yang benar. Hasil survei pendahuluan peneliti terhadap 30 orang warga Desa Deyah Raya mengenai peralatan dan perlengkapan yang perlu disiapkan untuk menghadapi bencana gempa bumi, seperti kotak P3K, obat-obatan yang biasa digunakan keluarga,

makanan praktis, air minum dalam botol, lampu/senter, baterai cadangan dan nomornomor telepon penting yang seharusnya disiapkan, diketahui bahwa 20 orang (66,7%) mengatakan kurang tahu dan anggota keluarganya juga tidak pernah menyediakan peralatan tersebut. Selebihnya 8 orang (26,7%) juga mengatakan kurang tahu, namun terkadang peralatan tersebut ada, bila disediakan oleh istri atau anggota keluarga lainnya. Hanya 2 orang (6,7%) yang mengatakan tahu, dan peralatan tersebut biasanya disediakan bersama (suami, istri, dan anak). Menurut sekretaris desa dan beberapa warga, gempa bumi merupakan cobaan dari Allah SWT kepada umatnya, maka persiapan khusus tidak begitu perlu dilakukan. Informasi lain yang diperoleh dari sekretaris desa, sebagian besar kepala keluarga berpendidikan SLTP, dengan mata pencaharian nelayan, sedangkan istri pada umumnya ibu rumah tangga. Bakornas PB (2007), menyatakan terdapat interaksi 4 (empat) faktor utama yang dapat menimbulkan bencana, sehingga menimbulkan banyak korban dan kerugian besar, yaitu: (a) Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya, (b) Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya alam, (c) Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan, dan (d) Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Perhatian pemerintah terhadap penanggulangan bencana belum sepenuhnya maksimal. Umumnya yang terjadi yakni pemerintah atau lembaga bantuan dari luar hanya memusatkan perhatian pada upaya tanggap darurat melalui konsultasi yang minim sekali dengan masyarakat setempat, dan seringkali masyarakat hanya menjadi

objek proyek bantuan darurat. Pada tahap pemulihan, kegiatan pemerintah dan lembaga bantuan sangat terbatas, sedangkan pada tahap sebelum bencana (prabencana), perhatian pemerintah sangat kurang (IDEP, 2007). Penanggulangan bencana berbasis masyarakat sangat diperlukan, khususnya pada tahap pra-bencana. Menurut IDEP (2007), beberapa alasan pentingnya penanggulangan bencana berbasis masyarakat pada tahap pra-bencana antara lain: (1) Pengurangan risiko bencana adalah tanggung jawab semua pihak, bukan pemerintah saja, (2) Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan atas martabat, keselamatan, dan keamanan dari bencana, (3) Masyarakat adalah pihak pertama yang akan langsung berhadapan dengan ancaman bencana, karena itu kesiapan masyarakat menentukan besar kecilnya dampak bencana di masyarakat, (4) Masyarakat adalah pelaku penting untuk mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kemampuan diri dalam menangani bencana, karena masyarakat yang menghadapi bencana adalah korban yang harus siap menghadapi kondisi akibat bencana. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk melakukan persiapan dalam menghadapi bencana melalui tindakan kesiapsiagaan, dengan tujuan untuk mengurangi ancaman, mengurangi kerentanan, dan meningkatkan kemampuan menangani bencana. Keluarga atau rumah tangga adalah unit terkecil dari masyarakat. Di dalam keluarga mulai terbentuk perilaku-perilaku masyarakat. Kedua orang tua, terutama ibu merupakan peletak dasar perilaku, terutama perilaku kesehatan bagi anggota keluarga (Notoatmodjo, 2007).

Febriana (2009) menyatakan bahwa bencana dapat berpengaruh besar terhadap kesehatan keluarga, serta menciptakan penderitaan dan ketergantungan berkepanjangan. Menurut Hasniah (2009), bencana dapat menyebabkan individu dan keluarga mengalami gangguan secara fisik maupun mental. Trauma yang dialami menyebabkan individu dan keluarga jatuh pada kondisi kritis. Masalah kesehatan mental yang lebih berat akan timbul bila krisis yang dialami tidak terselesaikan. Selanjutnya Febriana (2009) menjelaskan bencana sangat berpengaruh pada kelompok masyarakat rentan, termasuk anak-anak, wanita, dan orang lanjut usia yang ada di dalam keluarga. Hal ini akan memengaruhi sistem kesehatan masyarakat secara umum, karena individu dan keluarga merupakan anggota masyarakat. Individu dan rumah tangga merupakan stakeholders utama dalam kesiapsiagaan masyarakat, karena merupakan ujung tombak, subjek dan objek dari kesiapsiagaan, sebab berpengaruh langsung terhadap resiko bencana (LIPI- UNESCO/ISDR, 2006). Menurut Febriana (2009), kesiapsiagaan rumah tangga merupakan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan di dalam rumah tangga untuk mempersiapkan diri dan keluarga menghadapi bencana sebelum terjadi bencana. Pentingnya kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana mengingat ketika bencana menyerang, keluarga akan berhadapan dengan dampak yang besar dari bencana tersebut. Dampak bencana dapat berbentuk terpisahnya anggota keluarga, dampak kecacatan, kematian, tekanan mental, berkurangnya kemampuan dalam mengatasi masalah, dan konflik keluarga. Selanjutnya North Carolina Cooperatif

Extension dalam Febriana (2009) menyatakan pemikiran dan perencanaan sebelum terjadi bencana, umumnya dapat membantu anggota keluarga bereaksi secara bijak dalam keadaan darurat. LIPI-UNESCO/ISDR (2006) menyatakan kemampuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga sebagai wujud dari kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa bumi adalah memiliki pengetahuan dan sikap mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana, adanya panduan atau kesepakatan keluarga mengenai tindakan yang dapat dilakukan di rumah sebelum terjadi gempa dan tindakan penyelamatan diri yang tepat saat kondisi darurat, adanya rencana tanggap darurat (menyediakan kotak P3K dan obat-obatan, makanan siap saji dan minuman dalam kemasan, senter/lampu, baterai cadangan, Hp/radio, nomor telepon penting), memahami sistem peringatan dini bencana dan mobilisasi sumber daya (adanya alokasi dana/tabungan, adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan/simulasi kesiapsiagaan menghadapi bencana, dan adanya kesepakatan keluarga untuk memantau peralatan dan perlengkapan siaga bencana secara reguler). Menurut Green, et al (1989), faktor perilaku ditentukan oleh 3 (tiga) kelompok, yaitu: (1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor yang mendasari terjadinya perilaku, mencakup pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, dan variabel demografi tertentu, (2) Faktor pemungkin (enabling factors), yakni faktor yang memungkinkan timbulnya motivasi atau aspirasi untuk terlaksananya suatu perilaku, mencakup ketersediaan sumber daya, keterjangkauan sumber daya, prioritas

dan komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap kesehatan, serta keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan, (3) Faktor penguat (reinforcing factors), yakni faktor penyerta yang datang sesudah terjadinya perilaku, diantaranya adalah keluarga, teman sebaya, guru, pengambil kebijakan, dan petugas kesehatan. Potter dan Perry (2005) menyatakan keluarga memiliki pengaruh yang kuat pada individu, begitu pula sebaliknya. Menurut Febriana (2009), keluarga seyogyanya bekerjasama untuk mengenal dan mengumpulkan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan dasar sebelum terjadi bencana. Ketika seseorang merasa siap, maka akan mampu menanggulanginya dengan lebih baik. Persiapan yang lebih matang dapat membantu individu dan keluarga mengatasi rasa ketakutan, sehingga dapat bereaksi dengan lebih tenang terhadap keadaan tak terduga, serta dapat mengurangi kehilangan nyawa dan harta benda ketika terjadi bencana. Jumlah korban jiwa di Pulau Simeulue ketika terjadi gempa dan tsunami tahun 2004 relatif sedikit, yakni hanya 7 orang. Hal ini dikarenakan adanya cerita smong yang menjelaskan bahwa jika terjadi gempa besar kemudian di pantai air laut surut, maka cepatlah berlari ke gunung, karena akan ada smong (tsunami), begitulah cerita ini terus digulirkan secara turun temurun antargenerasi dalam setiap anggota keluarga pada masyarakat Simeuleu. Masyarakat Simeuleu memiliki hubungan yang saling mendukung satu sama lain di dalam kehidupan rumah tangga, saling memberitahukan mengenai persiapan yang seharusnya dilakukan untuk menghadapi gempa besar (Musfarayani, 2009).

Belajar dari pengalaman masyarakat Simeulue mengenai smong, dapat menumbuhkan suatu kesadaran akan pentingnya pengetahuan, sikap, dan dukungan dalam keluarga untuk bersama menghadapi bencana, khususnya di wilayah yang sering dilanda bencana. Berdasarkan fenomena tersebut, mengingat jumlah korban akibat gempa dan tsunami di Desa Deyah Raya sebanyak 2.680 jiwa (90%), maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh, sehingga dapat diketahui penyebab dari fenomena yang ada dan didapatkan pemecahan masalahnya. 1.2. Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi, di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh.

1.4. Hipotesis Ada pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Menjadi masukan bagi kepala keluarga untuk menambah wawasan dalam meningkatkan kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi. 1.5.2. Menjadi masukan bagi pemerintah Kota Banda Aceh untuk meningkatkan peran aktif perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam penyusunan program penanggulangan bencana berbasis masyarakat sebagai upaya untuk meminimalisir dampak bencana. 1.5.3. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuwan yang berkaitan dengan pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana.