BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. produksi energi nasional, dimana menurut data Departemen Energi dan Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional.

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Mineral, Batu Bara, Panas Bumi, dan Air Tanah PEMERINTAH

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI


V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

BB. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

n.a n.a

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, termasuk Amerika Serikat, China, Australia, India, Rusia, dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat

MENTEW ENERGI DAM SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

VI. SIMPULAN DAN SARAN

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui (non renewable energy resources). Selain minyak bumi,

PELUANG PANAS BUMI SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DALAM PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kondisi global

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA DI INDONESIA

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal

PERBAIKAN IKLIM INVESTASI

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Analisis Perkembangan Industri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Di era yang serba modern seperti saat ini, energi merupakan salah satu hal penting

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

2015 LAPORAN INDUSTRI PELUANG & TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Kontribusi batubara terhadap kebutuhan total energi dunia berkisar 23%.

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136,

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

2015 LAPORAN INDUSTRI PELUANG & TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA

Mewaspadai Perlambatan Ekonomi China IW.AS

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 44/PJ/2014 TENTANG

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

BAB 1 PENDAHULUAN. Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu sektor yang

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

SEKILAS TENTANG PEREKONOMIAN DAN FISKAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang terkandung dalam wilayah hukum. pertambangan Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA?

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh dana untuk menjalankan kegiatan-kegiatan operasionalnya.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

Studi Tentang : TANTANGAN DAN PELUANG INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara, pada masa mendatang produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Produksi tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Perkembangan produksi batubara selama 13 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup pesat, dengan kenaikan produksi rata-rata 15,68 % per tahun. Perkembangan produksi batubara nasional tersebut tentunya tidak terlepas dari permintaan dalam negeri (domestik) dan permintaan luar negeri, yaitu rata-rata 72,11 % dan sisanya 27,89 % untuk memenuhi permintaan dalam negeri. 1 Perkembangan batubara ini terjadi karena sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara. Menurut perkiraan, produksi minyak bumi hanya sampai pada tahun 2040. Produksi minyak di Indonesia cenderung mengalami penurunan dari 1,3 juta barel per hari menjadi satu juta barel. Penurunan produksi terjadi dalam beberapa tahun terakhir akibat ladang yang menjadi sumber 1 Tim Kajian Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara. Batubara Indonesia. www.google.com, 2006. diunduh pada tanggal 5 Februari 2008.

produksi minyak usianya sudah tua, sementara ladang baru belum beroperasi. Akibat menurunnya produksi Indonesia mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, sehingga begitu ada kenaikan harga minyak memberikan dampak negatif terhadap proses pembangunan. 2 Menipisnya cadangan minyak dan melambungnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan diversifikasi energi dengan mengkaji semua sumber energi yang potensial. Akhir-akhir ini terjadi peningkatan penggunaan batubara sebagai salah satu sumber alternatif potensial sekaligus sumber energi termurah. Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah dilakukan secara intensif selama beberapa tahun terakhir, baik oleh pemerintah maupun swasta, sumber daya batubara Indonesia diperkirakan mencapai 61,38 miliar ton, sedangkan yang termasuk kategori cadangan mencapai 67,5 miliar ton. 3 Dalam tahun 2002-2006, produksi batubara sangat didominasi oleh perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Sebagian besar produksi batubara dari BUMN dipasarkan di dalam negeri, sebaliknya, produksi PKP2B hampir seluruhnya diekspor. Indonesia adalah negara keempat sebagai pemasok batubara dunia, yaitu sekitar 7% dari kebutuhan dunia, di bawah Australia (29%) yang merupakan pemasok terbesar, disusul Amerika Serikat (19%) dan Afrika Selatan (8%). 4 Perkembangan batubara Indonesia beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang signifikan. 2 http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id=150659, diunduh 2 Desember 2007 3 Directorat General of Mineral, Coal and Geothermal, Mineral, Coal and Geothermal 2007, (Jakarta : Departemen of Energy and Mineral Resources, 2007) hal. 47 4 Ibid., hal. 49 2

Proyeksi Produksi, Ekspor dan Penggunaan Batubara Dalam Negeri untuk tahun 2005-2020 dapat dilihat dari grafik berikut : Dalam Negeri Ekspor Produksi 46.7 32.6 70.3 95.6 97.9 118.4 128.9 124.3 130.5 171 214 199 2020 2015 2010 2005 0 50 100 150 200 250 Juta Ton Grafik I.1 Proyeksi Produksi, Ekspor dan Penggunaan Batubara Dalam Negeri, 2005-2020 Sumber : Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan konsumen terbesar di dalam negeri, disusul kemudian industri semen, kertas (pulp), tekstil, peleburan baja, pembuatan briket, dan lain-lain. Pertumbuhan konsumsi batubara Indonesia rata-rata meningkat sebesar 9% per tahun, dan diharapkan akan semakin meningkat dengan naiknya kontribusi batubara di dalam energy mix untuk mengurangi ketergantungan akan BBM yang saat ini cadangannya semakin menipis serta untuk optimalisasi pendapatan negara dari migas bagi kelangsungan 3

pembangunan. 5 Perkembangan konsumsi batubara (menurut jenis industri di Indonesia) dapat dilihat dari tabel berikut : TABEL I.1 KONSUMSI BATUBARA MENURUT JENIS INDUSTRI DI INDONESIA TAHUN 1998-2005 ton JENIS INDUSTRI 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 PLTU 10,911,341 13,047,717 13,943,613 19,165,256 21,902,161 23,810,054 23,492,328 25,132,174 Semen 1,279,973 2,762,831 3,763,884 5,938,172 5,355,460 5,068,194 6,070,825 6,023,248 Industri Tekstil - - - - - 274,160 381,440 1,307,610 Industri Kertas 692,737 805,397 766,549 804,202 471,751 1,680,304 1,106,227 2,272,443 Metalurgi 144,907 123,226 134,393 220,666 236,802 225,907 122,827 160,490 Briket 29,963 38,302 36,799 31,265 24,708 24,976 23,506 28,267 Lain-lain 2,600,550 2,573,555 5,545,609 2,407,667 3,792,481 4,715,840 5,237,639 417,583 JUMLAH 15,659,471 19,350,828 24,190,847 28,567,228 31,783,364 35,799,436 36,434,791 35,341,816 Sumber : - Hasil Survei Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekmira), 2006 - Direktorat Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara (DPPMB), 2006 Industri pertambangan memiliki multiplier effect baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan perekonomian lainnya. Dampak bagi perekonomian nasional maupun daerah atas keberadaan industri pertambangan antara lain penciptaan output, penciptaan lapangan pekerjaan, penghasil devisa serta pemberi kontribusi fiskal bagi penerimaan pusat dan daerah. Industri pertambangan batubara merupakan industri hulu yang mendukung sektor industri 2007), hal. 221. 5 Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 4

hilir seperti industri listrik, semen, pulp dan kertas serta industri briket batu bara yang menjadi konsumsi masyarakat. Selain dampak positif yang ditimbulkan, industri pertambangan juga memiliki dampak negatif. Salah satunya adalah dampak terhadap lingkungan yaitu kehancuran lingkungan hidup. Kegiatan pertambangan yang merusak lingkungan menyebabkan terjadinya pemanasan global (global warming), tidak hanya bagi daerah penambangan tapi juga bagi dunia. Industri pertambangan diwajibkan untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Untuk menjamin pelestarian lingkungan hidup, setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan diwajibkan melakukan analisis mengenai dampak lingkungan, pengelolaan limbah hasil usaha dan/ atau kegiatan, pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, dan reklamasi lahan bekas tambang. Salah satu penerimaan terbesar dari penerimaan negara adalah dari penerimaan pajak. Bentuk penerimaan pajak yang banyak memberikan sumbangan yang cukup besar adalah pajak penghasilan baik dari sektor migas maupun non-migas. Sektor non-migas yang cukup menjanjikan adalah di bidang pertambangan. Dalam sistem anggaran defisit, penerimaan negara berasal dari penerimaan dalam negeri dan bantuan/ hibah luar negeri. Penerimaan dalam negeri berbentuk penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang juga disumbang dari sektor pertambangan. Penerimaan negara berupa pajak lebih besar daripada penerimaan negara bukan pajak termasuk penerimaan negara dari mineral dan batubara, dapat dilihat dari gambar berikut ini: 5

Realisasi Penerimaan Negara Dari Mineral dan Batubara Juta Rupiah 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 14,446.24 12,896.48 6,388.85 4,788.72 2005 2006 Tahun Fiscal Non- Fiscal Grafik I. II Realisasi Penerimaan Negara Dari Mineral dan Batubara Sumber : Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam membangun sektor pertambangan menyebabkan pemerintah membutuhkan pihak lain baik lokal maupun asing sebagai mitra kerjasama dalam mengembangkan sektor pertambangan. Pengadaan kerjasama antara pemerintah dan kontraktor di sektor pertambangan batubara dilatarbelakangi oleh beberapa sebab antara lain : 1) tingginya tingkat risiko dalam kegiatan industri pertambangan (high risk industry), 2) besarnya permodalan (capital intensive), 3) besarnya kebutuhan teknologi dan keahlian (high technology and skill required), 4) banyaknya tahapan kegiatan pertambangan dari penemuan sampai produksi (sekurang-kurangnya 10 tahun). 6 Selama ini kontrak pertambangan di Indonesia dibagi dalam tiga bentuk, yakni Kontrak Karya (KK) untuk bidang pertambangan umum, yang ditandatangani 6 Agnes Budi Utami, Analisis Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Batubara (Studi Kasus pada Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), Skripsi FISIP Universitas Indonesia, 2006, hal. 3, tidak diterbitkan. 6

pemerintah dengan investor serta Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Lainnya adalah Kuasa Pertambangan (KP) yang diterbitkan pemerintah daerah. Kontrak Karya terakhir ditandatangani pada 1998, yakni untuk Generasi VII bersamaan dengan PKP2B Generasi III. 7 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) adalah perjanjian antara pemerintah republik Indonesia dengan perusahaan kontraktor swasta asing (PMA) maupun nasional (PMDN) untuk melaksanakan pengusahaan pertambangan bahan galian batubara. Perjanjian ini untuk menjamin kepastian kedua belah pihak yaitu pihak kontraktor dan pemerintah. Kontrak PKP2B memuat aturan-aturan tentang seluruh hak dan kewajiban yang terkait pertambangan antara pemerintah dengan mitra kerjasama. Salah satu ketentuan yang diatur dalam PKP2B adalah mengenai ketentuan perpajakan. Ketentuan perpajakan dalam PKP2B dipengaruhi oleh peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia. Lex specialis derogat lex generalis adalah undang-undang yang khusus didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang umum. 8 Surat Menkeu Nomor S-1032/MK.04/1988 menyatakan bahwa PKP2B adalah lex specialis yang hendaknya diberlakukan atau disamakan dengan Undang-undang. Oleh karena itu, ketentuan perpajakan dalam PKP2B diberlakukan secara khusus. Peraturan perpajakan yang berlaku bagi kontraktor PKP2B adalah sesuai dengan PKP2B yang telah dibuat sebelumnya, dan jika dalam undang-undang perpajakan tidak 7 Sistem Kontrak Karya Pertambangan Umum Akan Diubah, www.hukumonline.com, 20 November 2006, diunduh 18 Januari 2008. 8 Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, (Bandung: Refika Aditama, 2000) hal. 70 7

mengatur hal-hal yang khusus maka peraturan akan mengacu ketentuan pada PKP2B. Prinsip-prinsip dalam Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan kontraktor swasta bertanggung jawab atas pengelolaan pengusahaan pertambangan batubara yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian. 2. Perusahaan kontraktor swasta menanggung semua risiko dan semua biaya berdasarkan perjanjian dalam melaksanakan perusahaan pertambangan batubara. 9 Di antara biaya-biaya yang terdapat dalam PKP2B, salah satunya adalah biaya reklamasi. Reklamasi adalah usaha untuk memperbaiki atau menata kembali kegunaan lahan, kualitas lingkungan hidup, sarana dan prasarana yang terganggu sebagai akibat dari Usaha Pertambangan. Perusahaan tambang mungkin menganggap reklamasi sebagai beban. Padahal, seharusnya perusahaan jangan menganggap kewajiban reklamasi sebagai beban, karena reklamasi sangat menguntungkan bagi masyarakat, pemerintah dan perusahaan sendiri. Biaya reklamasi memang tidak sedikit dan apabila biayanya besar akan merugikan perusahaan. Akan tetapi, jika anggaran reklamasi terlalu sedikit, maka tentu tidak akan membantu terciptanya sustainable development 10. Dalam Undang-undang perpajakan Indonesia biaya reklamasi diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. 9 Salim HS, Ibid, hal. 232 10 David Dwiarto, Purnomo Minta Reklamasi Jangan Dianggap Beban, www.google.co.id, 25 Januari 2005, diunduh pada tanggal 2 Maret 2008 8

B. Pokok Permasalahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Indonesia terdiri dari 3 (tiga) Generasi. Ketentuan perpajakan pada masing-masing generasi memiliki prinsip yang berbeda-beda. Kontraktor harus membayar pajak penghasilan atas penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh kontraktor, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk laba bruto atas usaha, dividen, bunga dan royalti dengan tarif pajak yang akan dikenakan selama jangka waktu perjanjian. Penghasilan Kena Pajak (taxable income) sebagai dasar pengenaan pajak dihitung setelah mengurangi gross income dengan berbagai penguranganpengurangan yang diperkenankan oleh Undang-undang. Dalam penghitungan laba kena pajak, penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dikurangkan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (deductible expense). Dalam setiap Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang ditandatangani oleh pemerintah dan kontraktor disebutkan didalamnya biaya-biaya yang dapat dikurangkan. Biaya reklamasi dalam UU PPh tidak diatur dalam Pasal 6 UU PPh tetapi dalam Pasal 9 UU PPh dimana Pasal 9 UU PPh mengatur mengenai biaya yang tidak dapat dikurangkan dengan penghasilan bruto menurut Undang-undang Pajak. Biaya pengelolaan lingkungan dan biaya reklamasi pembebanannya dilakukan melalui perkiraan cadangan biaya reklamasi. Realisasi biaya pengelolaan lingkungan dan pemeliharaan pasca tambang yang timbul selama 9

jangka waktu perjanjian diperhitungkan terlebih dahulu pada penyisihan yang telah dilakukan, apabila jumlahnya lebih kecil daripada yang dicadangkan maka merupakan penghasilan, sebaliknya apabila jumlahnya lebih besar dari yang dicadangkan maka merupakan biaya. Pengawasan penting dalam hal pembebanan biaya reklamasi karena biaya reklamasi membutuhkan dana yang besar dan cukup signifikan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang mempengaruhi besarnya laba kena pajak. Pertanyaan yang timbul dalam penelitian adalah Bagaimanakah pembebanan biaya reklamasi dalam kontrak PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara)? Dari pertanyaan umum tersebut diturunkan menjadi pertanyaan yang lebih khusus sebagai berikut : 1. Mengapa biaya reklamasi dapat dijadikan biaya pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP)? 2. Bagaimanakah tindakan pengawasan yang dilakukan oleh instansi pemerintah terkait dengan pembebanan biaya reklamasi? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pembebanan komponen biaya reklamasi dalam kontrak PKP2B, terutama untuk : 1. Menganalisis biaya reklamasi pada PKP2B yang dapat dijadikan pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP). 10

2. Mengetahui bentuk pengawasan dari instansi pemerintah atas komponen biaya reklamasi yang dapat menjadi biaya pengurang (deductible expense) yang diajukan kontraktor tambang batubara. D. Signifikansi Penelitian Terdapat dua macam signifikansi penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Signifikansi akademis Penelitian ini diharapkan memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang perpajakan terutama mengenai pembebanan biaya reklamasi yang dapat dikurangkan (deductible expense) dalam kontrak tambang batubara. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan kepustakaan dalam studi lebih lanjut bagi penulis lainnya dan memberikan tambahan wawasan yang berkaitan dengan masalah perpajakan. 2. Signifikansi Praktis Bagi masyarakat, khususnya pihak yang menggunakan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai biaya yang dapat dikurangkan dalam kontrak PKP2B khususnya biaya reklamasi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan khususnya kepada Direktorat Jenderal Pajak, berkaitan dengan pengawasan komponen biaya reklamasi yang dapat dikurangkan (deductible expenses) dalam kontrak PKP2B. 11

E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penyusunan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab Pendahuluan yang akan membahas mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, dan sistematika penulisan BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN Bab ini membahas mengenai tinjauan pustaka, kerangka pemikiran yang digunakan dalam menganalisis mengenai pengusahaan pertambangan, konsep penghasilan, konsep biaya yang dapat dikurangkan (deductible expense) dan konsep pengawasan. Selain itu bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari pendekatan penelitian, jenis penelitian, metode penelitian, hipotesis kerja, narasumber/ informan, proses penelitian, site penelitian, dan keterbatasan penelitian. BAB III GAMBARAN UMUM PERTAMBANGAN BATUBARA Bab ini akan membahas mengenai sejarah, gambaran umum mengenai pertambangan di Indonesia khususnya pertambangan batubara, PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan 12

Batubara), tahapan kegiatan pertambangan, reklamasi pertambangan, kebijakan perpajakan pada PKP2B dan ketentuan Pajak Penghasilan mengenai reklamasi. BAB IV ANALISIS KOMPONEN BIAYA REKLAMASI PADA PERJANJIAN KARYA PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN BATUBARA (PKP2B) Bab ini akan menganalisis pembebanan komponen biaya reklamasi yang dapat dikurangkan (deductible expense) dalam kontrak PKP2B dan juga melihat bentuk pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap biaya reklamasi. BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini memberikan simpulan mengenai pembebanan komponen biaya reklamasi yang dapat dikurangkan dalam kontrak PKP2B yang telah diuraikan pada bab sebelumnya sekaligus memberikan saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. 13