TEKNOLOGI PENGELOLAAN BENIH BEBERAPA TANAMAN OBAT DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. obat.tanaman obat yang tergolong rempah-rempah atau bumbu dapur, tanaman

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

PANEN DAN PENANGANAN BENIH CENGKEH DALAM PRODUKSI BENIH BERMUTU

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

Stratifikasi III. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Waktu dan Tempat Penelitian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kopi merupakan produk tanaman perkebunan yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

Tipe perkecambahan epigeal

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Vegetalika (4): 57-67

PERENDAMAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI AIR KELAPA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KECAMBAH

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian produksi benih dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Potensi dan Manfaat Komoditas Pepaya

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67%

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Teridentifikasi sebanyak jenis flora

GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. pertumbuhan tanaman cabai merah telah dilakukan di kebun percobaan Fakultas. B.

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengaruh Pemberian Hormon Giberellin Terhadap Perkecambahan Benih Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi

TEKNIK SELEKSI BIJI PEPAYA

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kulit batangnya. Kenaf sebagai tanaman penghasil serat banyak

PENDAHULUAN Latar Belakang

TEKNOLOGI PRODUKSI TSS SEBAGAI ALTERNATIF PENYEDIAAN BENIH BAWANG MERAH

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pala (Myristica fragrans Houtt.) merupakan produk asli Indonesia, dengan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai

Transkripsi:

TEKNOLOGI PENGELOLAAN BENIH BEBERAPA TANAMAN OBAT DI INDONESIA Maharani Hasanah dan Devi Rusmin Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jalan Tentara Pelajar No 3 Bogor 16111 ABSTRAK Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan industri obat tradisional adalah sebagian besar bahan baku (80%) berasal dari hutan atau habitat alami dan sisanya (20%) dari hasil budi daya tradisional. Penyediaan bahan baku yang masih mengandalkan pada alam tersebut telah mengakibatkan terjadinya erosi genetik pada sedikitnya 54 jenis tanaman obat. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku secara berkesinambungan serta mengantisipasi permintaan yang terus meningkat tiap tahunnya maka perlu dilakukan pengembangan usaha tani tanaman obat. Namun upaya pengembangan tersebut menghadapi masalah kurangnya informasi tentang penggunaan benih bermutu dan terbatasnya penelitian mengenai perbenihan, sehingga masih banyak petani yang menggunakan benih asalan yang tidak terjamin mutunya. Akibatnya produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan masih rendah. Selain itu, benih tanaman obat sebagian besar (lebih dari 80%) termasuk benih rekalsitran yang penanganannya agak sulit. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, telah dilakukan berbagai penelitian yang berkaitan dengan teknik produksi dan penanganan benih tanaman obat seperti penentuan waktu panen, teknik produksi benih, penanganan benih, pengeringan, penyimpanan, dan pengemasan. Kata kunci: Tanaman obat, pengelolaan benih ABSTRACT The technology in managing medicinal seed crops in Indonesia The problems in developing traditional medicine is a large part of raw material (about 80%) come from forest or natural habitation and the rest about 20% from traditional cultivation. Raw material supply which still depends on nature has caused genetic erosion on at least 54 kinds of medicinal crops. To guarantee the continuous supply of raw material of traditional medicine and also to anticipate the increasing demand in the future, it is needed to develops medicinal crops farming. One of the problems in developing medicinal crops is lack of information about utilizing of high quality seed and seed research activities. As a result most of farmers still use bad quality seeds and finally it will influence the productivity and quality of the product. Besides that more than 80% of medicinal crops are counted as recalsitrans and hard to handle. According to those problems, researches have been conducted in relation with harvesting time, seed production, seed handling, seed drying, seed storage, and seed packaging. Keywords: Medicinal crops, seed handling I ndustri obat tradisional Indonesia berkembang pesat baik sebelum maupun selama krisis multidimensional melanda Indonesia. Pesatnya perkembangan industri obat tercermin dari jumlah perusahaan pendukungnya. Pada tahun 1981, jumlah perusahaan obat baru mencapai 165 buah, namun pada tahun 1991 dan tahun 2000, jumlah tersebut meningkat masing-masing menjadi 427 dan 985 perusahaan. Sekitar 80% pasokan bahan baku industri obat tradisional masih mengandalkan hasil pemanenan dari hutan atau habitat alami, sisanya dipasok dari hasil budi daya secara tradisional, yang pada umumnya sebagai usaha sampingan. Pesatnya perkembangan industri obat tradisional dan pasokan bahan baku yang masih mengandalkan pada alam telah menyebabkan terjadinya erosi genetik sehingga 54 jenis tanaman obat menjadi langka. Jumlah spesies tumbuhan obat yang telah berhasil diindentifikasi sekitar 1.845 spesies, dan 95 spesies di antaranya merupakan tumbuhan obat liar yang saat ini dieksploitasi dalam jumlah besar (Proyek Pengelolaan dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan dan Fakultas Kehutanan IPB 2001). Permintaan bahan baku tumbuhan obat pada tahun 1999 mencapai 12.000 ton bobot kering dengan produksi obat tradisional sekitar 8.288 ton. Pada tahun 2002, permintaan senilai minimal Rp1 triliun dan meningkat menjadi Rp1,40 triliun pada tahun 2003 (Darusman 2003). Permintaan bahan baku ini akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, harga obat-obatan berbahan baku impor, dan jumlah perusahaan obat tradisional serta adanya kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (Proyek Pengelolaan dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan dan Fakultas Kehutanan IPB 2001). Permasalahan dalam pengembangan industri obat tradisional adalah sebagian 68 Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006

besar bahan baku (sekitar 80%) masih mengandalkan hasil pemanenan dari hutan atau habitat alami, sisanya (20%) berasal dari hasil budi daya secara tradisional. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku secara berkesinambungan serta mengantisipasi peningkatan permintaan maka pengembangan usaha tani tanaman obat secara komersial perlu dilakukan. Namun, upaya pengembangan tersebut menghadapi masalah kurangnya informasi tentang penggunaan benih bermutu sehingga masih banyak petani yang menggunakan benih asalan yang tidak terjamin mutunya. Akibatnya produktivitas dan mutu produk yang dihasilkan rendah. Perbanyakan tanaman obat dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu 1) menggunakan benih yang berasal dari biji (true seed) seperti pada tanaman terung KB (Solanum khasianum), sambiloto (Andrographis paniculata), purwoceng (Pimpinella pruatjan), mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), selasih (Occimum sp.), saga (Abrus precatorius), secang (Caesalpinia sappans), dan mengkudu (Morinda nitrifolia), 2) menggunakan rimpang seperti jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kampheria galanga), temu lawak (Curcuma zanthoriza), dan temu putih (Curcuma zeodaria), 3) menggunakan setek seperti sirih (Piper betle), katuk (Sauropus androgynus) dan cabai jawa (Piper cubeba), serta 4) menggunakan anakan dan stolon seperti pada serai wangi (Andropogon nardus) dan pegagan (Centella asiatica). Berdasarkan sifatnya, benih dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu benih ortodoks dan benih rekalsitran. Benih ortodoks adalah benih yang dapat disimpan lama, kadar air dapat diturunkan sampai di bawah 10%, dan dapat disimpan pada suhu dan kelembapan rendah. Benih rekalsitran yaitu benih yang tidak dapat disimpan dalam waktu lama, tidak tahan atau mati jika disimpan pada suhu dingin, dan tidak tahan disimpan bila kadar airnya diturunkan sampai di bawah kadar air kritis. Benih tanaman obat sebagian termasuk dalam golongan benih ortodoks, seperti benih terung KB, sambiloto, selasih, secang, dan saga, dan sebagian lain tergolong benih rekalsitran seperti mengkudu, mahkota dewa, katuk, dan purwoceng. Oleh karena itu, penelitian tanaman obat dilakukan berdasarkan pengelompokan tersebut, karena masingmasing kelompok benih memerlukan penanganan yang berbeda sesuai dengan sifat dan bentuk benihnya. Permasalahan dalam penanganan benih tanaman obat adalah lebih dari 80% tanaman obat menghasilkan benih rekalsitran yang penanganannya agak sulit. Berdasarkan permasalahan tersebut, dalam tulisan ini dikemukakan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan penyediaan benih tanaman obat, seperti penentuan waktu panen, teknik produksi benih, penanganan benih, pengeringan, penyimpanan, dan pengemasan. PENENTUAN WAKTU PANEN Secang Kemasakan benih penting untuk diketahui agar dapat ditentukan waktu panen yang tepat. Benih yang dibiarkan melewati masak fisiologis akan turun viabilitas dan vigornya. Benih bermutu tinggi dapat diperoleh bila panen dilakukan pada saat masak fisiologis, karena pada saat itu benih mempunyai bobot kering dan vigor yang maksimum (Hasanah dan Rusmin 1993). Penelitian tingkat kemasakan benih berdasarkan warna telah dilakukan oleh Hasanah dan Rusmin (1993) pada benih secang. Benih yang berwarna hijau kekuningan menghasilkan daya berkecambah tertinggi yaitu 95%, sedangkan benih yang berwarna coklat memiliki daya berkecambah kurang dari 50%. Hasanah dan Rusmin (1993) menyimpulkan bahwa benih secang termasuk dalam kelompok benih yang mempunyai kulit keras sehingga dapat menghambat perkecambahan. Sambiloto Penelitian mengenai fenologi bunga dan buah pada tanaman sambiloto telah dilakukan oleh Hasanah et al. (2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa masak fisiologis benih sambiloto dicapai pada umur 26 hari setelah antesis. Pada saat tersebut, bobot kering benih dalam keadaan maksimum yaitu 14,10 x 10-4 g dengan kadar air 21,52%. Polong berwarna hijau semburat ungu. Benih yang dipanen pada saat tersebut akan memberikan pertumbuhan tanaman yang lebih baik serta produksinya tinggi (0,20 g/tanaman atau 25 g/pohon) (Rusmin et al. 2006). TEKNIK PRODUKSI BENIH Dalam memproduksi benih berkualitas tidak dibedakan antara benih ortodoks dan benih rekalsitran. Persyaratan agronomis dengan mengacu pada Good Agricultural Practices (GAP) harus diikuti dengan persyaratan lain seperti benih harus sudah mencapai masak fisiologis serta seragam agar benih yang dihasilkan berkualitas baik. Jahe Produksi benih jahe dari tanaman umur 5 bulan rata-rata mencapai 23,30 t/ha, sedangkan pada umur 6 bulan 31,90 t/ha. Persentase serat kasar, pati, dan abu mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur panen, yaitu pada umur 5 bulan nilainya masing-masing 7,21; 39,17; dan 9,43% dan meningkat menjadi 8,06; 46,56; dan 10,46% pada umur panen 6 bulan. Untuk jahe gajah yang akan diekspor, rimpang dianjurkan dipanen paling lambat saat tanaman berumur 5 bulan (Januwati et al. 1989). Produksi benih dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pemupukan, pengairan, kondisi lingkungan, pemeliharaan (termasuk membuang tanaman yang sakit dan yang tumbuh abnormal), waktu panen, dan perlakuan saat panen (Hasanah et al. 1991). Benih harus jelas varietasnya dan mempunyai keunggulan pada kondisi tertentu agar tanaman dapat berproduksi optimal (Douglas 1980). Memproduksi benih perlu memperhatikan aspek bahan tanaman (varietas), budi daya (termasuk pemupukan), waktu panen (tingkat kemasakan benih), cara panen, penanganan benih, pengeringan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi benih. Katuk Perbanyakan tanaman katuk dapat menggunakan setek yang diambil dari pangkasan waktu panen (Puspitaningtyas et al. 1994) atau menggunakan biji (Rumiati et al. 1999). Untuk pengembangan tanaman skala komersial, disarankan menggunakan bahan tanaman dari biji. Menurut Yuliani dan Hasanah (2000), setiap hektar pertanaman katuk memerlukan pupuk dengan kombinasi 190 kg N, 87,50 kg P, dan 87,50 kg K 2 O, serta 20 ton pupuk kandang. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006 69

PENANGANAN BENIH Terung KB Benih terung KB mempunyai masa dorman sekitar 4 bulan (Hasanah 1988). Untuk memecahkan masalah dormansi tersebut, Sukmadjaja dalam Rosita et al. (1993) telah melakukan penelitian perendaman benih dalam larutan GA3 dengan konsentrasi 0, 100, 300, 500, 700, 900, 1.100, 1.300, dan 1.500 mg/l selama 6, 12, dan 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas benih terbaik diperoleh dari perlakuan perendaman selama 24 jam dengan konsentrasi larutan GA3 1.300 mg/ l, yaitu daya berkecambah benih 87,73% dan benih dapat berkecambah setelah 2 minggu (Rosita et al. 1993). Sebelum diberi perlakuan, benih dibersihkan dari lendir dengan menggunakan air. Pemecahan dormansi benih terung KB dapat pula dilakukan dengan menggunakan KNO 3 0,20% (Tabel 1). Pemberian larutan KNO 3 0,20% pada substrat (kertas saring) memberikan daya berkecambah tertinggi (88,42%). Saga Dormansi benih saga dapat dipecahkan dengan perlakuan skarifikasi (pengikisan kulit benih). Dengan perlakuan tersebut, daya berkecambah benih dapat mencapai 97% dibandingkan kontrol yang hanya 6%. Pengecambahan dilakukan dengan menggunakan media kertas merang (Hasanah et al. (1993). ZPT yang berbahan aktif senyawa auksin dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, khususnya yang diperbanyak dengan setek, seperti kumis kucing dan cabai jawa. Jahe Untuk penyimpanan, rimpang jahe yang telah dipanen dicuci dengan menggunakan air lalu dikeringanginkan. Dapat pula jahe dipanen pada saat tanah kering, sehingga rimpang dapat langsung disortasi tanpa harus dicuci (Hasanah et al. 2004b). Sebelum disimpan, benih diberi perlakuan CCC 1.250 ppm untuk menghambat pertumbuhan tunas. Perlakuan tersebut memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan pemberian 2,4-D 1.000 ppm dan PEG 2000 ppm (Hasanah et al. 1989). Menurut Darwati et al. (1993), pertunasan benih jahe di tempat penyimpanan dapat dihambat dengan memberikan paklobutrazol 300 ppm, dan untuk memacu pertunasan dapat digunakan NAA 160 ppm, IBA 25% dan air kelapa 25%. Untuk memacu pertumbuhan di lapang, senyawa nitroaromatik dengan konsentrasi 0,50 ml/l memberikan hasil yang baik. Kunyit dan Kencur Pemberian paklobutrazol 250 ppm dapat meningkatkan jumlah anakan dan bobot rimpang kunyit (Darwati et al. 1993). Paklobutrazol dapat menghambat biosintesis giberelin sehingga asimilat hasil fotosintesis dapat diakumulasi pada rimpang. Pada tanaman kencur, penggunaan air kelapa muda dengan konsentrasi 25% memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Air kelapa telah lama diketahui mengandung ZPT antara lain sitokinin alami. Sitokinin selain berperan dalam proses pembelahan sel juga dapat merangsang diferensiasi jaringan. Temu Lawak Pada tanaman temu lawak, penggunaan 0,65% nitroaromatik yang dikombinasikan dengan penutup tanah (mulsa plastik hitam) dapat memecahkan dormansi rimpang dan memacu pertunasan (Darwati et al. 1993). Penggunaan nitroaromatik 0,65% (2 ml/l) dengan waktu perendaman Tabel 1. Daya berkecambah terung KB dengan perlakuan KNO 3 0,20%. Perlakuan Daya berkecambah (%) Substrat (kertas saring) dibasahi dengan KNO 3 0,20% 88,42 Benih direndam 10 menit dalam KNO 3 0,20% 81,89 Benih direndam 24 jam dalam KNO 3 0,20% 72,53 Benih direndam 48 jam dalam KNO 3 0,20% 69,75 Kontrol 26,64 30 menit memberikan pertunasan yang lebih cepat (34 hari) dan pertumbuhan yang lebih baik pada media yang diberi mulsa. Nitroaromatik 0,65% mudah diserap oleh daun, batang, bunga, serta akar atau rimpang. PENGERINGAN BENIH Aerasi akan menurunkan suhu, dan pemberian aerasi yang tepat dapat mencegah kerusakan benih akibat berpindahnya kelembapan. Benih yang dipanen dengan kadar air di atas 15 16% perlu dikeringkan. Pengeringan perlu dilakukan segera setelah benih dipanen, karena makin lama penundaan pengeringan, kualitas benih yang dihasilkan makin menurun (Hasanah 1987). Untuk benih ortodoks seperti benih terung KB, pengeringan dilakukan dengan cara membuang lendirnya terlebih dahulu. Selanjutnya benih yang telah bersih dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari. Untuk benih jahe, pengeringan rimpang dilakukan sampai kulit rimpang mengering tetapi bagian dalamnya masih tetap segar. Pada benih jahe yang cukup tua (10 bulan), pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran pada pagi hari (pukul 07.00 10.00) dengan suhu 25 32º C selama 3 4 hari. Bila rimpang jahe dipanen pada umur 8 bulan, pengeringan cukup dilakukan selama 1 2 hari. Sebelum disimpan, rimpang dibersihkan lalu dikeringanginkan selama 2 3 hari tergantung lokasi tanam dan kondisi tanah pada saat panen. Di Bengkulu, rimpang perlu dijemur 3 4 hari, sedangkan di Sukabumi, jika panen dilakukan pada saat kondisi tanah kering, rimpang cukup dikeringanginkan (Hasanah et al. 2004a). PENYIMPANAN BENIH Benih berkualitas tinggi memiliki daya simpan yang lebih lama daripada benih berkualitas rendah. Kualitas benih tidak dapat diperbaiki dengan perlakuan penyimpanan, karena penyimpanan hanya bertujuan untuk mempertahankan kualitas benih (Hasanah 1987). Selama penyimpanan, benih diidentifikasi dengan tepat dan kondisi ruang penyimpanan diperhatikan agar daya berkecambah benih dapat dipertahankan. Ruang untuk menyimpan bahan tanaman 70 Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006

hendaknya memiliki sirkulasi udara yang baik, kelembapan relatif udara rendah (70 80%), suhu ruangan 20 25 o C, cukup cahaya, dan atap tidak bocor. Tumpukan benih dapat diberi abu dapur untuk menghindari tumbuhnya jamur atau kapang (Hasanah et al. 2004b). Sambiloto Hasanah et al. (2006) melaporkan bahwa suhu ruangan berpengaruh terhadap daya berkecambah benih sambiloto selama penyimpanan. Sampai penyimpanan 3 bulan, daya berkecambah benih yang disimpan pada suhu ruang mencapai 79,33%, sedangkan bila benih disimpan dalam ruangan dingin maka daya berkecambah benih makin menurun hingga hanya 17,78% (Tabel 2). Hal ini disebabkan benih sambiloto mempunyai masa dormansi 4 5 bulan. Dengan menyimpan benih pada suhu dingin maka dormansi benih makin meningkat. Oleh karena itu, untuk memecahkan dormansi benih sebaiknya benih disimpan pada suhu ruang. Mempertahankan kualitas benih melalui tahap-tahap tersebut memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan dedikasi yang tinggi. Pengusaha benih sebagai titik awal perlu memiliki kepedulian tinggi terhadap mutu benih. Pengusahaan benih secara besar-besaran memerlukan tenaga spesialis untuk pengendalian mutu sejak proses produksi hingga distribusi. Hal ini menyangkut semua aspek teknis dan administrasi yang harus dilakukan secara tepat, benar dan pada waktunya. Tabel 2. Temu-temuan Penyimpanan benih dalam bentuk rimpang bertujuan untuk mempertahankan mutu fisiologis benih sampai musim tanam berikutnya. Penelitian penyimpanan benih jahe, kunyit, dan temu lawak telah dilakukan, namun informasi yang didapat masih terbatas. Jahe Hasil penelitian Sukarman et al. (2005) tentang cara penyimpanan benih jahe besar klon Sukabumi dan Sumedang menunjukkan bahwa klon Sumedang mempunyai viabilitas yang lebih baik dibandingkan klon Sukabumi, tetapi kandungan pati, kadar serat, abu, atsiri, dan sari rimpang klon Sukabumi lebih tinggi. Viabilitas benih setelah 3 bulan penyimpanan masih tinggi sekitar 78%. Berbagai cara penyimpanan, seperti penutupan benih dengan abu, pengasapan dengan interval 1 minggu, dan pengeringan dengan sinar matahari (pukul 08.00 12.00 selama 1 hari) tidak mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan. Hasil penelitian Melati et al. (2005) tentang pengaruh asal benih dan cara penyimpanan terhadap mutu rimpang jahe memperlihatkan bahwa rimpang jahe asal petani binaan mempunyai kadar pati lebih tinggi (47,42%) dan serat lebih rendah (7,15%) dibandingkan dengan rimpang yang dihasilkan petani nonbinaan dengan kandungan pati yang lebih rendah (42,40%) dan serat lebih tinggi (9,47%). Benih dari petani binaan mempunyai susut bobot rimpang lebih rendah (32,02%) dibandingkan dengan benih dari Daya berkecambah benih sambiloto setelah disimpan dengan beberapa perlakuan. Perlakuan Daya berkecambah (%) pada penyimpanan 1 bulan 2 bulan 3 bulan Ruang simpan Ruang laboratorium 47,11 66 79,33 Ruang dingin (10 o C, 37,78 25,11 17,78 RH 50 60%) Kemasan Plastik 42,67 47,33 44,33 Alumunium foil 31,67 59 49,67 Kertas sampul 53 30,33 51,67 KK (%) 24,98 12,42 17,26 petani nonbinaan (37,07%). Setelah 4 bulan penyimpanan, kadar air rimpang jahe masih 86%, rimpang dalam keadaan segar, tidak keriput dan bertunas. Berbagai cara penyimpanan, seperti menghamparkan benih di atas tanah dengan alas bata merah, pemberian paklobutrazol 500 ppm, penyusunan benih pada rak bambu, dan penutupan benih dengan jerami, tidak berpengaruh terhadap viabilitas benih jahe. Sukarman et al. (2005) telah meneliti beberapa cara penyimpanan rimpang jahe dengan perlakuan sebagai berikut: 1) penyimpanan benih pada ruangan dingin dengan kelembapan 70 80%, 2) penyimpanan di dalam tanah, 3) pengeringan dengan fresh drier, dan 4) iradiasi dengan sinar α dengan dosis 5, 10, 15, 20, 25 krad. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah disimpan selama 2 bulan, kadar air rimpang masih tinggi yaitu > 76,66%, sehingga rimpang tetap segar dan tidak keriput. Penyusutan bobot rimpang tertinggi terdapat pada perlakuan iradiasi 25 krad (27,11%), dan penyusutan terendah pada perlakuan penyimpanan dingin (4,76%) dan penyimpanan dalam tanah (10,70%). Setelah 2 bulan penyimpanan, persentase rimpang bertunas pada perlakuan penyimpanan dalam fresh drier meningkat menjadi 86,25%. Pada perlakuan iradiasi 10 dan 15 krad, persentase benih yang bertunas menurun, sedangkan pada iradiasi 20 dan 25 krad, sampai penyimpanan 2 bulan rimpang belum bertunas. Temu Lawak Penelitian penyimpanan rimpang temu lawak telah dilakukan oleh Sukarman et al. (2005) dengan perlakuan sebagai berikut: 1) penyimpanan pada ruangan dingin dengan kelembapan tinggi (cold storage, RH 70 80%), 2) penyimpanan di dalam tanah, 3) pengeringan dengan fresh drier, dan 4) iradiasi dengan sinar α dengan dosis 5, 10, 15, 20, 25 krad. Dari beberapa perlakuan tersebut, setelah disimpan 2 bulan kadar air rimpang temu lawak masih tinggi (> 70%). Penyusutan bobot rimpang tertinggi terdapat pada perlakuan iradiasi 10 krad (16,80%), diikuti oleh kontrol (16,31%) dan iradiasi 3 krad (15,34%). Penyusutan bobot rimpang yang terendah terdapat pada perlakuan fresh drier (2,81%), diikuti oleh cold storage (9,03%) dan disimpan dalam tanah (10,70%). Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006 71

Pada pengamatan 2 bulan penyimpanan, persentase rimpang bertunas pada perlakuan penyimpanan dalam tanah meningkat menjadi 81%, sedangkan dengan perlakuan iradiasi persentase rimpang bertunas cenderung menurun karena tunas banyak yang mengering dan mati. Tunas yang tidak mengering tumbuh menjadi tunas yang abnormal dengan bentuk memendek dan membesar, tetapi rapuh dan mudah patah. PENGEMASAN BENIH Benih dapat dikemas dalam kantong plastik, alumunium foil, karung goni, atau kotak kayu, tergantung jenis benih. Bahan kemasan tersebut dapat dipergunakan sebelum benih dikirim. Untuk jahe, pengiriman dapat dilakukan dengan menggunakan peti yang tidak rapat atau karung goni. Selama pengiriman, benih diusahakan tidak terkena hujan dan kondisinya tetap kering (Hasanah et al. 2004b). KESIMPULAN Sebagian besar (lebih dari 80%) benih tanaman obat termasuk benih rekalsitran dan sisanya termasuk benih ortodoks. Dari sembilan benih tanaman obat yang diteliti, benih terung KB, secang, saga, dan sambiloto tergolong benih ortodoks, sedangkan jahe, kencur, kunyit, temu lawak, dan katuk termasuk benih rekalsitran. Benih secang mencapai masak fisiologis dengan ciri kulit benih berwarna hijau kekuningan. Benih sambiloto mencapai masak fisiologis pada saat polong berwarna hijau semburat keunguan. Benih, jahe sebaiknya dipanen pada umur 10 bulan. Benih sambiloto sebelum pecah dormansinya, hanya perlu disimpan dalam suhu ruang. Penyimpanan benih jahe, kunyit, dan temu lawak dapat dilakukan dengan meletakkan benih di atas rak-rak bambu setelah pengeringan. Pada benih terung KB, larutan KNO 3 0,20% sebagai pembasah substrat dapat meningkatkan daya berkecambah benih sampai 88,42%. Untuk benih saga, perlakuan skarifikasi (pengikiran kulit benih) dapat menghasilkan daya berkecambah tertinggi. Perendaman benih dalam larutan CCC 1.250 ppm atau paklobutrazol 300 ppm dapat menghambat pertumbuhan tunas jahe selama penyimpanan. Pengeringan benih jahe dan saga dapat dilakukan dengan penjemuran selama 3 4 hari. Pada benih kencur dan kunyit, pemberian paklobutrazol 250 ppm dapat meningkatkan jumlah anakan dan bobot rimpang. Pada benih temu lawak penggunaan nitroaromatik 0,65% dapat memacu pertunasan rimpang. Pengemasan benih bergantung pada bentuk benih. Benih dapat dikemas dalam kantong plastik, alumunium foil atau karung goni. DAFTAR PUSTAKA Darusman, L.K. 2003. Strategi pengembangan biofarmaka Indonesia. Makalah dalam Musyawarah Nasional Pekan Biofarmaka, Surakarta, 10 September 2003. Departemen Pertanian, Jakarta. 18 hlm. Darwati, I., S.M.D. Rosita, dan I. Mariska. 1993. Temu-temuan. Perkembangan penelitian zat pengatur tumbuh untuk tanaman rempah dan obat. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat IX(1): 39 50. Douglas, E.J. 1980. Successful seed programs: A planning and management guide. Westview Press, Boulder, Colorado. 302 pp. Hasanah, M. 1987. Faktor faktor prapanen dan pascapanen yang mempengaruhi mutu benih. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat II(2): 9 14. Hasanah, M. 1988. Studi mengenai benih terung KB. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat III(1): 18 20. Hasanah, M., R. Satyastuti, and G. Panggabean. 1989. Effect of some inhibitors on the growth of ginger shoot. Industrial Crops Research Journal 1(2): 37 45. Hasanah, M., H. Moko, dan D. Sitepu. 1991. Persyaratan bibit jahe. Perkembangan penelitian tanaman jahe. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat VII(1): 1 6. Hasanah, M. dan D. Rusmin. 1993. Pengaruh tingkat kemasakan terhadap viabilitas benih secang. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat VIII(2): 94 98. Hasanah, M., E.M. Rachmat, dan M.I. Wahab. 1993. Studi pematahan dormansi pada benih saga (Abrus precatorius L.). Prosiding Seminar Saga Manis dan Tempuyung, Bogor, 13 14 Januari 1993. Bagian I. Saga manis, Abrus precatorius Linn. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Hasanah, M., Sukarman, Supriadi, N.M. Januwati, dan R. Balfas. 2004a. Keragaan perbenihan jahe di Jawa Barat. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 10(3): 118 125. Hasanah, M., Sukarman, dan D. Rusmin. 2004b. Teknologi produksi benih jahe. Plasma nutfah dan perbenihan tanaman rempah dan obat. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat XVI(1): 9 16. Hasanah, M., D. Rusmin, Melati, dan S. Wahyuni. 2006. Pengaruh cara produksi dan penanganan benih sambiloto. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Januwati, N.M., N. Nurdjanah, dan M. Hasanah. 1989. Pengaruh faktor iklim terhadap produksi dan mutu jahe badak di KP Sukamulya, Sukabumi. Prosiding Seminar Sehari Peningkatan Pemanfaatan Agrometeorologi dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Pengembangan Perkebunan. Kerja Sama Perhimpi dengan Badan Penelitian Kehutanan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm. 217 223. Melati, Sukarman, D. Rusmin, dan M. Hasanah. 2005. Pengaruh asal benih dan cara penyimpanan terhadap mutu rimpang jahe. Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku Persada XI(2): 186 189. Proyek Pengelolaan dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan dan Fakultas Kehutanan IPB. 2001. Rancangan strategi konservasi tumbuhan obat Indonesia. Executive Summary. Kerja Sama Proyek Pengelolaan dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 48 hlm. Puspitaningtyas, D.M., Sutrisno, dan S.B. Susetyo. 1994. Usaha tani katuk di Desa Cilebut Barat, Bogor. Makalah Pokjanas TOI VIII. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta 10 12 Agustus 1994. Rosita, S.M.D., M. Hasanah, H. Moko, dan I. Mariska. 1993. Terung KB dan pacing. Perkembangan penelitian zat pengatur tumbuh untuk tanaman rempah dan obat. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat IX(1): 30 37. Rumiati, S., D. Rusmin, dan D.D. Tarigan. 1999. Studi pertumbuhan dan potensi hasil tanaman katuk (Saoropus androgynus) L. Merr). Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku Persada V(2): 115 121. 72 Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006

Rusmin, D., Melati, S. Wahyuni, dan M. Hasanah. 2006. Pengaruh stadia umur panen benih terhadap viabilitas dan produksi terna sambiloto (A. paniculata). Laporan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. 10 hlm. Sukarman, M. Hasanah, D. Rusmin, dan Melati. 2005. Viabilitas dua klon jahe besar (Zingiber officinale L.) pada cara penyimpanan yang berbeda. Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku Persada XI(2): 181 185. Yuliani, S. dan M. Hasanah 2000. Peluang pengembangan katuk (Saoropus androgynus L. Merr) sebagai pelancar ASI. Warta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 6(1): 1 3. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006 73