BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di sekolah sehingga apa yang menjadi kelebihan sekolah dapat lebih

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

Unit 2 Manajemen Berbasis Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. krisis yang berkepanjangan. Krisis yang terjadi dalam berbagai bidang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah,

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TOEIC (Studi Situs SMKN 1 Blora)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan tempat dimana

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

STRATEGI PENCAPAIAN STANDAR PENGELOLAAN SMP

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, Pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

PENGELOLAAN SEKOLAH BERDASARKAN SEKOLAH STANDAR NASIONAL (SSN) (Studi Kasus Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Cepu) TESIS.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

B A B I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang berlaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. Secara konseptual desentralisasi pendidikan adalah suatu proses dimana suatu

Manajemen Berbasis Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI. Paningkat Siburian. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (PROPENAS) Tahun Dalam BAB VII PROPENAS. ini memuat tentang Pembangunan Pendidikan, dimana salah satu arah

BAB I PENDAHULUAN . Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan peluang berpartisipasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan

Inisiasi 1 Manajemen Berbasis Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

(Bandung: RosdaKarya, cet. 7, 2002), h Mulyasa, Manajemen Berbasis Madrasah: Konsep, Strategi dan Implementasi

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semula bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi

PENGARUH KEMAMPUAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN, SUPERVISI, DAN LINGKUNGAN KERJA KEPALA SEKOLAH TERHADAP EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MBS PADA SMP DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kinerja Sumber

Panduan diskusi kelompok

BAB I PENDAHULUAN. sekolah,perguruan,lembaga diklat, dalam masyarakat serta berbagai satuan lingku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memegang peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

PERUMUSAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Oleh : Suyanto SMK 2 Wonosobo. Faktor keberhasilan pendidikan di SMK yang dapat dilihat secara umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. terkecuali, Pemerintah Indonesia dalam Undang-undang Dasar Republik. Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan dasar hukum

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat, perencanaan dan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. konsep kependidikan yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu

Manajemen Mutu Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan pada umumnya. Karena itu tugas pokok para pembuat

BAB I PENDAHULUAN. inovasi yang berdampak pada meningkatnya kinerja sekolah. seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

MATERI KULIAH MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global,

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia. tahun 1945 menyatakan bahwa, salah satu tujuan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Nasional merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 2/1989.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PANDUAN ORGANISASI KEMAHASISWAAN (ORMAWA) UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI MTs SHABILUL HUDA KECAMATAN GUNTUR KABUPATEN DEMAK

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia pada saat ini berada di bawah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina dalam hal pengembangan sumber daya manusia. Hal ini terlihat dari Human Development Index (HDI) Indonesia pada urutan 111 dari 182 negara yang ditetapkan oleh United Nations Development Program (UNDP) pada tahun 2007 yang mendasarkan komponennya pada peningkatan indeks kesehatan, indeks perekonomian dan indeks pendidikan. Kondisi diatas terkait dengan adanya tuntutan pengembangan sumberdaya manusia yang terus menerus meningkat dari waktu ke waktu. Standar mutu baik dari jenis karya, kualitas jasa, dan produk, serta layanan mengalami dinamisasi kualitas untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasan hidup manusia yang terus meningkat pula, artinya layanan pendidikan harus mampu mengikuti perubahan yang terjadi. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam keikutsertaan mengembangkan kualitas pendidikan di Indonesia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut melalui pendidikan sehingga kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan, kualitas sumber daya manusia ditingkatkan melalui berbagai program pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan tekonologi dan dilandasi keimanan dan ketakwaan. 1

Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character Building). Masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula dan secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global. Dari berbagai studi yang dilakukan, hasil analisis menunjukkan bahwa paling tidak ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata. Pertama, kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada keluaran pendidikan (output) terlalu memusatkan pada masukan (input) dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Kedua, penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Di samping itu, segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi. Ketiga, partisipasi masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal partisipasi mereka sangat penting di dalam proses-proses pendidikan antara lain pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas (Departemen Pendidikan Nasional, 2008). Oleh karena itu, pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Tanpa dukungan masyarakat pendidikan tidak akan berhasil dengan maksimal. Dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, yang diatur dalam pasal 54 ayat 1, peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, 2

kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanaan pendidikan. Selanjutnya pada pasal 2 dinyatakan bahwa masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana dan pengguna hasil pendidikan. Sedangkan hak dan kewajiban masyarakat diatur dalam pasal 8 dan 9, masyarakat berhak untuk berperan serta dalam perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Masyarakat wajib memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Selain sandaran peraturan diatas, pada pasal 3 Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam pendidikan disebutkan bahwa partisipasi masyarakat dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk seperti a) pendirian dan penyelenggaraan pendidikan; b) pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan; c) pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli; c) pengadaan dan/atau penyelenggaraan program pendidikan yang belum dilaksanakan pemerintah menunjang pendidikan nasional; d) pengadaan dana dan pemberian bantuan lainnya; e) pengadaan dan pemberian bantuan sarana belajar; e) pemberian kesempatan untuk magang; f) pemberian pemikiran dan pertimbangan; g) pemberian bantuan manajemen dan; h) pemberian bantuan dalam bentuk kerjasama. Menurut Thoha (1999) adanya perubahan paradigma manajemen pemerintahan. Pertama, orientasi manajemen yang diatur negara ke orientasi pasar. Aspirasi masyarakat menjadi pertimbangan pertama dalam mengolah dan menetapkan kebijaksanaan untuk mengatasi persoalan yang timbul. Kedua, orientasi manajemen pemerintahan yang otoritarian ke demokrasi. Pendekatan kekuasaan bergeser ke sistem yang mengutamakan peranan rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi pertimbangan utama dalam tatanan yang demokratis. Ketiga, sentralisasi kekuasaan ke desentralisasi kewenangan. Kekuasaan tidak lagi terpusat di satu tangan melainkan dibagi ke beberapa pusat kekuasaan secara seimbang. Keempat, sistem pemerintahan yang jelas batas dan aturannya seakanakan menjadi negara yang sudah tidak jelas lagi batasnya (boundaryless organization) akibat pengaruh dari tata-aturan global. Keadaan ini membawa 3

akibat tata-aturan yang hanya menekankan tata aturan nasional saja kurang menguntungkan dalam percaturan global. Fenomena ini berpengaruh terhadap dunia pendidikan sehingga desentralisasi pendidikan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tentu saja desentralisasi pendidikan bukan berkonotasi negatif, yaitu untuk mengurangi wewenang atau intervensi pejabat atau unit pusat melainkan lebih berwawasan keunggulan. Kebijakan umum yang ditetapkan oleh pusat sering tidak efektif karena kurang mempertimbangkan keragaman dan kekhasan daerah. Disamping itu membawa dampak ketergantungan sistem pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (lokal), menghambat kreativitas, dan menciptakan budaya menunggu petunjuk dari atas. Dengan demikian desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Banyak persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit tataran di bawah atau masyarakat. Faktor-faktor pendorong penerapan desentralisasi antara lain tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan (NCREL, 1995). Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Pada dasarnya Manajemen Berbasis Sekolah dilaksanakan dengan meletakkan semua urusan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pengurangan administrasi pusat adalah konsekwensi yang pertama dengan diikuti pendelegasian wewenang dan urusan pada sekolah. Pada umumnya program pendidikan sangat erat dengan program-program pembangunan daerah. Sebagai contoh, suatu daerah yang menetapkan untuk mengembangkan ekonomi daerahnya melalui bidang pertanian, implikasinya silabus IPA akan diperkaya dengan materi-materi biologi pertanian dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian. Manajemen Berbasis Sekolah yang merujuk ke sekolah, akan meningkatkan otonomi sekolah dan memberikan kesempatan kepada tenaga sekolah, orangtua, siswa, dan anggota masyarakat dalam pembuatan keputusan. 4

Misi desentralisasi pendidikan adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, meningkatkan pendayagunaan potensi daerah, terciptanya infrastruktur kelembagaan yang menunjang terselenggaranya sistem pendidikan yang relevan dengan tuntutan jaman, antara lain terserapnya konsep globalisasi, humanisasi, dan demokrasi dalam pendidikan. Penerapan demokratisasi dilakukan dengan mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah setempat, masyarakat, dan orangtua dalam hubungan kemitraan dan menumbuhkan dukungan positif bagi pendidikan. Sesuai dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 pasal 51 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah, maka pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah menerapkan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Manajemen Berbasis Sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan termasuk masyarakat yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan satu model pengelolaaan sekolah yang sangat menekankan pada partisipasi seluruh elemen terkait dengan peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Elemen yang dimaksud bukan saja dalam bentuk partisipasi orang tua siswa, melainkan juga masyarakat umum, tokoh agama, tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. Disinilah letak pentingnya hubungan sekolah dengan masyarakat dan strategic marketing for school (Syafaruddin, 2008). 5

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama menjelaskan bahwa ada beberapa alasan mendasar mengenai perlunya diterapkan Manajemen Berbasis Sekolah, antara lain : a) sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah; b) sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa; c) pengambilan keputusan yang dilakukan sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolah paling mengetahui apa yang terbaik bagi sekolahnya; d) penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat; e) keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat dan; f) sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, siswa dan masyarakat umumnya, sehingga sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah yang diterapkan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama lebih menekankan pada peningkatan mutu, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa mutu pendidikan nasional saat ini sangat memprihatinkan sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah ditetapkan sebagai alternatif dalam pengelolaan sekolah, merupakan langkah maju agar keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan sekolah terwujud karena pada dasarnya Manajemen Berbasis Sekolah ini diprogramkan dan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dan harapan masyarakat akan mutu pelayanan pendidikan yang baik tampaknya menjadi faktor pemacu utama inovasi manajemen pendidikan. Keputusan institusional yang dibuat oleh kepala sekolah dan staf untuk meningkatkan mutu pelayanan internal (di dalam lembaga sekolah) dan eksternal 6

(hubungan sekolah dengan masyarakat) akan sangat mempengaruhi proses pembuatan keputusan inovatif dalam manajemen pendidikan. Di samping komitmen kuat pemerintah, masyarakat pun harus makin kuat memberdayakan diri untuk membangun pendidikan. Asumsinya bahwa pendidikan yang bermutu berbasis pada masyarakat, untuk masyarakat dan keluaran sekolah akan kembali ke masyarakat. Pemikiran ini tidak secara otomatis mampu mengubah keadaan karena berkaitan dengan perubahan sikap mental yang sangat mungkin memerlukan waktu lebih dari sepuluh tahun hingga menemukan sosok yang permanen dan signifikan. Peningkatan partisipasi adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis dimana warga sekolah dan masyarakat didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal tersebut dilandasi keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, yang bersangkutan akan mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah sehingga akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, makin besar pula tanggung jawab dan makin besar pula dedikasinya. Keterlibatan warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaaan, dan kerjasama yang kuat. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan, sedangkan kerjasama adalah adanya sikap dan perbuatan kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama sekolah yang baik ditunjukkan oleh eratnya hubungan antar warga sekolah, hubungan yang erat antara sekolah dan masyarakat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output sekolah merupakan hasil kerjasama yang kompak, cerdas dan dinamis. 7

Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya masih terbatas pada dana, sedangkan dukungan lain dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan pendidikan kurang diperhatikan. Padahal faktor ini dimungkinkan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 pasal 56 ayat 1 disebutkan bahwa masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Peningkatan partisipasi masyarakat ditopang dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yang tujuannya antara lain mewadahi partisipasi masyarakat dalam kerangka pembangunan pendidikan yang memenuhi kriteria efektivitas, efisiensi, relevansi dan peningkatan mutu. Namun kenyataannya partisipasi masyarakat dalam pendidikan dasar dan menengah masih tetap relatif rendah. Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, maka mulai tahun 2004 Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama menetapkan sekolah-sekolah sebagai rintisan Sekolah Standar Nasional (SSN). Rintisan SSN ini pada dasarnya adalah untuk merintis sekolah memenuhi standar nasional pendidikan. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 225 Jakarta Barat merupakan salah satu sekolah yang sudah menjadi Sekolah Standar Nasional pada tahun 2008 sedangkan SMP Negeri 278 Jakarta Barat masih berstatus sekolah negeri potensial. Kedua sekolah ini berada di lingkungan masyarakat Kecamatan Kalideres dan telah menerapkan kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah. Namun, dalam pelaksanaannya, karakteristik kedua sekolah ini berbeda, baik dari segi jumlah siswa, tingkat prestasi akademik dan non akademik, dan kelengkapan sarana prasarananya. Keterlibatan masyarakat Kecamatan Kalideres dalam program sekolah di SMP Negeri 225 dan SMP Negeri 278 dari segi pelaksanaannya hanya diikuti oleh sebagian kecil perwakilan masyarakat, perwakilan masyarakat yang memiliki 8

kesempatan untuk ikut serta atau berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan tersebut pada umumnya tidak bersikap kritis ada kecenderungan untuk selalu bergantung kepada pihak lain (pihak sekolah terutama Kepala Sekolah). Perasaan memiliki terhadap sekolah (sense belonging) juga kurang, pihak sekolah telah sering mengadakan rapat pertemuan orang tua, tetapi yang hadir hanya sebagian jumlah orang tua siswa, dan yang benar-benar memberikan ide atau pendapatnya hanya sedikit, kebanyakan dari orang tua hanya mengikuti dan mendengar saja. Masyarakat lebih tertarik untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagaaman yang diselenggarakan oleh sekolah, daripada kegiatan program sekolah. Partisipasi masyarakat Kecamatan Kalideres dari segi pendanaan terhadap sekolah juga sangat kurang, hal tersebut sangat dirasakan oleh SMP Negeri 278 dan SMP Negeri 225. Selama satu tahun terakhir ini sejak adanya progam sekolah gratis dan setelah digulirkannya Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional Pendidikan (BOP), sekolah hampir tidak pernah menerima bantuan berupa materi. Masyarakat masih mempunyai image bahwa dengan adanya BOS dan BOP sekolah atau pendidikan menjadi gratis. Hal ini tercermin pada angka partisipasi masyarakat yang belum memadai dengan kontribusi RAPBS dari komite belum terhimpun. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang dipaparkan diatas, terdapat banyak aspek yang semestinya dijadikan sebagai rumusan masalah. Namun diperlukan fokus pada penelitian, maka rumusan masalah pada penelitian ini dibatasi pada pokok permasalahan berikut : a. Bagaimana bentuk dan derajat partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah? b. Faktor-faktor apa saja yang menghambat partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah? 9

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini sangat diharapkan dapat menemukan hal yang menjadi jawaban dari rumusan masalah diatas: a. Mendeskrispikan dan menganalisis bentuk dan derajat partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah b. Menguraikan faktor-faktor yang menghambat partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bidang Ilmiah Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan perbendaharaan studi ilmiah untuk program bidang ilmu administrasi publik dan khususnya untuk program studi administasi kebijakan pendidikan yang berkaitan dengan implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah. 1.4.2 Bidang Praktis 1.4.2.1 Bagi Penulis Penelitian ini merupakan suatu kegiatan untuk berlatih guna menambah wawasan serta ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan ketrampilan untuk melakukan penelitian 1.4.2.2 Bagi instansi Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pengambil keputusan/birokrat khususnya di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional untuk menerbitkan sebuah pedoman tentang partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah sehingga dijadikan panduan bagi seluruh daerah 10

di Indonesia, agar penerapan kebijakan tersebut dapat berjalan selaras dan seimbang. 1.4.2.3 Bagi masyarakat Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan baru bagi masyarakat (khususnya masyarakat) sehingga dapat meningkatkan prakarsa dan peran aktif dalam implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah. 1.5 Batasan Penelitian Partisipasi masyarakat dalam kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah sangat luas, sehingga untuk mengarahkan fokus penelitian yang diteliti maka dalam penelitian ini penulis melakukan pembatasan sebagai berikut: a. Partisipasi masyarakat yang diteliti adalah berkaitan dengan bentuk dan derajat partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah serta faktor-faktor apa saja yang menghambat partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah. b. Masyarakat yang diteliti adalah orang tua siswa, komite sekolah, LSM dan perwakilan masyarakat yaitu Ketua RW di Kecamatan Kalideres, Kotamadya Jakarta Barat. c. Variabel yang diteliti didasarkan pada teori partisipasi dan teori derajat partisipasi, teori kebijakan publik dan kebijakan pendidikan, teori Manajemen Berbasis Sekolah. 1.6 Sistematika Penulisan Untuk memahami bahan yang akan disajikan dalam penulisan ini, maka penulis membagi tesis ini menjadi lima bab yang saling terkait, yaitu: 11

Bab 1 Pendahuluan. Bab ini merupakan tinjauan awal sebagai pengantar pada pokok permasalahan yang akan dibahas. Pendahuluan berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, batasan penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2. Tinjauan Pustaka. Bab ini merupakan paparan mengenai kerangka teori yang dipergunakan sebagai dasar pemikiran dalam tesis ini. Tinjauan pustaka berisi pengertian partisipasi masyarakat, jenis partisipasi masyarakat, derajat partisipasi masyarakat, faktorfaktor yang menghambat partisipasi masyarakat, pengertian kebijakan publik dan kebijakan pendidikan, pengertian Manajemen Berbasis Sekolah, prinsip Manajemen Berbasis Sekolah, karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah, mutu pendidikan, penelitian terdahulu dan operasionalisasi konsep. Bab 3. Metode penelitian. Bab ini menguraikan pendekatan penelitian, jenis penelitian, jenis data, metode pengumpulan data, nara sumber/informan, penentuan lokasi, objek penelitian, teknik analisis data dan keterbatasan penelitian. Bab 4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Program Manajemen Berbasis Sekolah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Bab ini berisi gambaran umum lokasi penelitian Kecamatan Kalideres, profil SMP Negeri 278 Jakarta Barat, profil SMP Negeri 225 Jakarta Barat dan program Manajemen Berbasis Sekolah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Bab. 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini berisi hasil penelitian lapangan, analisis data yang dilakukan berupa bentuk dan derajat partisipasi masyarakat dalam kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah dan faktor-faktor yang mengambat partisipasi masyarakat dalam kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah di wilayah penelitian yaitu di Kecamatan Kalideres, Kotamadya Jakarta Barat. 12

Bab 6. Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi kesimpulan penelitian dan beberapa saran. 13