BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Universitas Indonesia

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil analisa data di 3 group pekerjaan

Mempelajari Proses Produksi Dan Postur Kerja Operator Pada Pemindahan Karung Pupuk Urea Bersubsidi Di PT Pupuk Kujang

ANALISIS POSTUR KERJA DAN KELUHAN PEKERJA PADA AKTIVITAS PEMOTONGAN BAHAN BAKU PEMBUATAN KERIPIK

Metode dan Pengukuran Kerja

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB II LANDASAN TEORI

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN POSISI KERJA DENGAN KELUHAN NYERI PINGGANG BAWAH PADA PEKERJA PEMELIHARAAN TERNAK BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

ANALISIS ERGONOMI PADA PEKERJA LAUNDRI

Oleh: DWI APRILIYANI ( )

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. industri pengolahan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan merk dagang. keselamatan dan kesehatan akan aman dari gangguan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

Metode REBA Untuk Pencegahan Musculoskeletal Disorder Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN ANALISA

MODUL 10 REBA. 1. Video postur kerja operator perakitan

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Bahan baku batu bata adalah tanah liat atau tanah lempung yang telah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders (MSDs)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bambang, 2008 mengemukakan 3 (tiga) sikap kerja yaitu: duduk, duduk berdiri, dan berdiri.

Evaluasi Postur Kerja Operator Pengangkatan Pada Distributor Minuman Kemasan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI OPERATOR MESIN POTONG GUILLOTINE DENGAN METODE NORDIC BODY MAP (STUDI KASUS DI PT. XZY) ABSTRAK

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

permukaan pekerjaan, misalnya seperti proses menjahit. Secara langsung maupun tidak langsung aktivitas kerja secara manual apabila tidak dilakukan sec

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 5 GAMBARAN PERUSAHAAN. Nusantara pertama kali berdiri pada tanggal 5 Desember 1967 di Bandung.

Riana Gustarida Jamal 1 Hendra 2. Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS POSTUR KERJA PADA TENAGA KERJA DENGAN METODE REBA AREA WORKSHOP PT X JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arbeitswissenschaft di Jerman, Human Factors Engineering atau Personal

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun Kerja Bawahan. Stasiun Kerja Finishing. Gambar 1.1 Stasiun Kerja Pembuatan Sepatu

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan. Posisi duduk adalah posisi istirahat didukung oleh bokong atau paha di

USULAN PERBAIKA STASIUN KERJA MENCANTING DENGAN ANALISIS KELUHAN MUSKULOSCELETAL (Studi Kasus: Industri Batik Gress Tenan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran risiko..., Pongki Dwi Aryanto, FKM UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA

BAB I PENDAHULUAN. produksi, terutama perusahaan yang bersifat padat karya. Produktivitas tenaga kerja

ANALISA RESIKO MANUAL MATERIAL HANDLING PADA PEKERJA PENGGILINGAN PADI DI UD. CITRA TANI

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO)

GAMBARAN RISIKO ERGONOMI PADA OPERATOR MESIN CETAK MANUGRAPH DI PT. MASCOM GRAPHY SEMARANG PADA BULAN MEI 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

USULAN PERBAIKAN RANCANGAN MEJA-KURSI SEKOLAH DASAR BERDASARKAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA SISWA/I DI SDN MERUYUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR ANALISIS MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) UNTUK MENGURANGI KELUHAN FISIK PADA OPERATOR TENUN IKAT TROSO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan survai ergonomi yang dilakukan pada 3 grup pekerjaan yaitu.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih dominan dialami oleh para pekerja. secara fisik yang berat. Salah satu akibat dari kerja secara manual, seperti

Transkripsi:

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap proses pekerjaan finishing yang terdiri dari pemeriksaan kain, pembungkusan kain, dan pengepakan (mengangkat kain) ini memiliki berbagai keterbatasan, antara lain: 1. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang hanya menggambarkan tingkat risiko postur kerja terhadap faktor risiko MSDs dan tingkat keluhan subjektif pada ketiga proses pekerjaan tersebut, sehingga tidak diketahui hubungan antara variabelnya. 2. Penilaian faktor risiko MSDs tidak melibatkan pekerja, sehingga memungkinkan adanya subjektifitas dalam penelitian ini. 3. Penilaian faktor risiko dalam penelitian ini hanya mengukur faktor risiko pekerjaan, tidak menilai faktor risiko MSDs lainnya, seperti faktor psikososial, organisasi, individu, dan lingkungan. 4. Metode REBA yang digunakan tidak secara spesifik menilai durasi dan frekuensi postur janggal pada tiap-tiap bagian tubuh. 5. Karena keterbatasan ruang kerja, sehingga ada gambar postur kerja pada pekerjaan tertentu yang diambil hanya dari satu sisi saja. 6. Kuesioner Nordic Body Map yang digunakan sangat bergantung subjektivitas responden, sehingga sangat rawan terhadap bias. 6.2 Gambaran Umum Pekerjaan Pekerjaan yang penulis observasi adalah pekerjaan pada bagian proses finishing, yang terdiri dari inspeksi kain, pembalikan kain, stamping kain, penggulungan dan pembungkusan, serta pengepakan yang dilakukan di bagian gudang. Pada seluruh kegiatan pekerjaan yang dilakukan pada bagian proses finishing ini penulis telah membuat analisis dari setiap tugas yang dilakukan seperti berikut ini: 60

61 Tabel 6.1 Analisis Tugas Proses Finishing Jenis Pekerjaan Kegiatan Potensi Bahaya Inspeksi kain Memeriksa kain Punggung cenderung dengan posisi berdiri membungkuk, jangkauan terus menerus tangan agak jauh (bahaya ergonomi) Pembalikan kain Pembalikan kain dengan menggunakan mesin Stamping kain Memberi cap pada kain per meter dengan posisi duduk statis Penggulungan kain Menggulung kain dengan bantuan mesin dengan posisi berdiri statis Pembungkusan kain Membungkus kain dengan posisi duduk Membubuhkan merchandise Pengepakan kain Mengangkat kain dari forklift Memasukkan kain ke dalam box/kardus yang telah disiapkan Bahaya ergonomi, debu Bahaya ergonomi, terkena panas strika Vibrasi Bahaya ergonomi (karena tinggi meja proses dengan kursi tidak seimbang), terkena panas strika Bahaya ergonomi, tertimpa kain, tersandung Analisis tugas di atas menunjukkan bahwa bahaya ergonomi terdapat pada setiap tahapan kerja. Bahaya ergonomi terjadi akibat adanya postur janggal yang bersifat statis membungkuk (dikarenakan kondisi mesin atau meja proses dan kursi yang tidak ideal dengan pekerjanya), menunduk, memutar badan, menengadah, dan posisi janggal pada tangan untuk menjangkau objek tertentu. Selain itu, postur janggal juga terjadi pada tangan dan punggung, yang disebabkan oleh gerakan yang berulang (repetitif), yang memerlukan tenaga yang cukup besar ketika mengangkat beban gulungan kain ke dalam box atau kardus. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis menentukan postur pekerja yang dipilih berdasarkan jenis postur statis dan dinamis yang paling sering dan banyak dilakukan oleh pekerja di bagian proses Finishing, antara lain: 1. Postur pekerja saat melakukan pemeriksaan kain 2. Postur pekerja saat melakukan pembungkusan kain 3. Postur pekerja saat mengangkat gulungan kain pada proses pengepakan Penulis memilih ketiga proses pekerjaan tersebut dikarenakan ketiga proses tersebut merupakan proses yang setiap waktu selalu ada, maksudnya adalah

62 ketiga proses pekerjaan tersebut menjadi rangkaian kegiatan yang selalu ada di dalam proses finishing. Sedangkan pada proses yang lainnya hanya dilakukan pada saat mendapatkan pemesanan khusus. Alasan lainnya adalah berdasarkan observasi dan wawancara tidak terstruktur pada beberapa pekerja, maka diketahui bahwa ketiga proses tersebut memiliki beban kerja yang lebih berat bila dibandingkan dengan yang lainnya dan dilakukan secara berulang-ulang dan jangka waktu relatif lama. 6.3 Hasil dan Pembahasan dengan Metode REBA Observasi dilakukan terhadap satu orang pekerja di masing-masing ketiga tahapan kerja pada proses finishing, yaitu proses pemeriksaan kain, proses pembungkusan kain, dan proses pengepakan kain. Dari masing-masing pekerjaan tersebut terpilih postur yang paling dominan. 6.3.1 Postur Pekerja Saat Melakukan Pemeriksaan Kain (Inspeksi Kain) Pekerjaan inspeksi kain adalah untuk mencari cacat produk pada kain. Kain yang sudah melewati proses produksi dipindahkan ke sebuah mesin dengan lampu yang berada di atasnya, kemudian dengan mesin kain diputar dari awal sampai habis, sementara pekerja memeriksa kain dengan teliti dan seksama. Pekerjaan ini menuntut pekerja untuk melakukan pekerjaannya dengan postur berdiri dalam jangka waktu yang relatif lama antara 2-3 jam tanpa henti dan dilakukan selama 8 jam dalam sehari. Berikut ini merupakan hasil penilaian postur pekerja tersebut berdasarkan hasil pengamatan dengan video yang terdapat dalam kamera selama 15 menit dari aktivitas yang dilakukannya, yaitu:

63 (a) Gambar 6.1 Postur Tubuh Saat Memeriksa Kain (a: kanan dan b: kiri) (b) Tabel 6.2 Penilaian Group A Postur Kerja Proses Pemeriksaan Kain dalam Metode REBA Postur Group A Batang tubuh Leher Kaki Gaya/beban Hasil Pengamatan Fleksi 17 o Fleksi 50 o Berdiri dengan dua kaki Tidak ada beban Tabel 6.3 Tabel A Skoring REBA pada Proses Pemeriksaan Kain

64 Tabel 6.4 Penilaian Group B Postur Kerja Proses Pemeriksaan Kain dalam Metode REBA Postur group B Hasil pengamatan Bagian tubuh Kanan Kiri Lengan atas Fleksi 50 o Fleksi 85 o dan Bahu raised Lengan bawah Fleksi 55 o Fleksi 15 o Pergelangan tangan Fleksi 15 o Fleksi 30 o Genggaman Sudah sesuai Sudah sesuai Tabel 6.5 Tabel B Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kanan pada Proses Pemeriksaan Kain Tabel 6.6 Tabel B Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kiri pada Proses Pemeriksaan Kain

65 Tabel 6.7 Tabel C Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kanan pada Proses Pemeriksaan Kain Tabel 6.8 Tabel C Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kiri pada Proses Pemeriksaan Kain Tabel 6.9 Tabel Skor Akhir REBA Bagian Tubuh Sebelah Kanan pada Proses Pemeriksaan Kain Skor REBA Tingkat Risiko Action Level Tindakan 1 Diabaikan 0 Tidak perlu 2-3 Rendah 1 Mungkin perlu 4-7 Sedang 2 Perlu 8-10 Tinggi 3 Perlu segera 11-15 Sangat tinggi 4 Sekarang juga

66 Tabel 6.10 Tabel Skor Akhir REBA Bagian Tubuh Sebelah Kiri pada Proses Pemeriksaan Kain Skor REBA Tingkat Risiko Action Level Tindakan 1 Diabaikan 0 Tidak perlu 2-3 Rendah 1 Mungkin perlu 4-7 Sedang 2 Perlu 8-10 Tinggi 3 Perlu segera 11-15 Sangat tinggi 4 Sekarang juga Hasil penilaian terhadap grup A menunjukan bahwa bagian leher mendapat skor 2, yaitu posisi leher fleksi dengan sudut 50 maka masuk kedalam klasifikasi sudut fleksi > 20, sehingga mendapatkan skor 2. Fleksi leher terjadi dikarenakan leher digunakan untuk memeriksa kecacatan kain secara teliti dan seksama sekaligus melihat catatan yang ada pada meja proses yang terletak di bawah, sehingga setelah menemukan cacat pada kain, secara otomatis pekerja tersebut melihat cacatannya kembali. Fleksi pada leher tersebut sangat berpengaruh pada cervical spine, karena menundukkan leher >20 terhadap vertikal, maka postur inilah yang menjadi faktor risiko dalam melakukan pekerjaan ini (Humantech, 1989, 1995). Pada bagian batang tubuh mendapatkan skor 2 yang diperoleh dari posisi cenderung membungkuk ketika melakukan aktivitas kerja (memeriksa kecacatan kain) dengan besar sudut 17 maka masuk kedalam klasifikasi sudut fleksi (0-20 ). Postur cenderung membungkuk tersebut lebih dikarenakan terhalangnya tubuh dengan meja proses, sehingga untuk menandai kecacatan kain harus membungkukkan badan dan hal ini terjadi secara berulang (repetitif) terus menerus, tetapi dalam durasi yang singkat. Hal ini diduga belum memiliki risiko terhadap timbulnya keluhan pada punggung atau batang tubuh karena faktor risiko membungkukkan badan adalah membentuk sudut >20 terhadap garis vertikal (Humantech, 1989, 1995). Untuk bagian kaki diperoleh skor 1 karena pekerjaan dilakukan dengan dengan posisi kaki berada pada dua pijakan dan persendian kaki tidak mengalami fleksi penuh karena posisi kaki dalam keadaan lurus. Posisi kaki bertumpu pada kedua kaki, sehingga beban tubuh dapat dipertahankan dengan tumpuan kedua

67 kaki tersebut. Setelah diperoleh skor dari masing-masing bagian leher, batang tubuh, dan kaki kemudian skor dimasukkan kedalam tabel A dan diperoleh skor postur A, yaitu 3, karena pada pekerjaan ini tidak mengangkat, memikul atau memindahkan beban, maka untuk skor beban diberi nilai 0. Sehingga diperoleh skor akhir 3+0 = 3. Untuk grup B penilaian dilakukan secara terpisah antara bagian kanan dan kiri karena pada aktivitas ini posisi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan antara kanan dan kiri memiliki posisi yang berbeda. Pada bagian lengan atas bagian kanan diperoleh skor 2, yaitu posisi lengan atas kanan membentuk sudut fleksi sebesar 50, sehingga skor lengan atas bagian kanan adalah 3. Sedangkan lengan atas sebelah kiri diperoleh skor 3, yaitu posisi lengan atas kiri membentuk sudut fleksi sebesar 85 dan mendapatkan penambahan skor 1 karena posisi lengan naik ke atas untuk memberi tanda terhadap kain yang cacat, sehingga skor untuk lengan atas sebelah kiri menjadi 4. Pada bagian lengan bawah sebelah kanan mendapatkan skor 2 dengan posisi 55, sedangkan bagian lengan bawah kiri mendapatkan skor 2 dengan posisi 15 o yang berarti masuk kedalam kategori sudut fleksi <60. Bagian pergelangan tangan kanan mendapat skor 1, yaitu membentuk sudut fleksi 15 sedangkan pergelangan tangan kiri mendapat skor 2 dengan posisi pergelangan tangan atau jari cenderung membengkok ke arah atas dari posisi tengah sebesar 30 o. Posisi pergelangan tangan kiri menahan kain dan pergelangan tangan kanan menggenggam alat tulis untuk memberi tanda pada kain yang cacat. Menurut Humantech (1989, 1995), jari yang menekan pada suatu objek, baik satu maupun semua jari merupakan postur pergelangan tangan yang berisiko. Setelah diperoleh dari skor lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan bagian kanan, kemudian skor dimasukkan ke dalam tabel B dan diperoleh skor postur B sebelah kanan, yaitu 4. Skor genggaman adalah 0 karena pada pekerjaan ini posisi genggaman (coupling) dalam kondisi baik. Skor postur B sebelah kiri yaitu 6 dan juga posisi genggaman dalam kondisi baik. Setelah memperoleh skor A dan B, kemudian masing-masing skor dimasukkan ke dalam tabel C sehingga dihasilkan skor C bagian kanan sebesar 3. Skor C tersebut kemudian ditambahkan dengan skor aktivitas. Pada aktivitas ini

68 mendapatkan skor 2, yaitu penambahan skor 1 didapatkan karena terjadi aktivitas yang berulang pada area yang relatif kecil dimana lebih dari empat kali berada pada postur janggal tersebut dalam satu menit dan penambahan skor 1 lagi dikarenakan aktivitas menyebabkan perubahan besar atau pada pijakan yang tidak stabil. Sehingga mendapatkan skor REBA akhir bagian kanan 3 + 2 = 5. Berdasarkan tabel C, skor bagian kiri mendapat nilai 5 dan mendapatkan tambahan nilai aktivitas juga sebesar 2. Jadi, skor REBA akhir bagian kiri, yaitu 5 + 2 = 7. Berdasarkan skor REBA tersebut dapat disimpulkan bahwa postur pekerja bagian kanan dan kiri saat melakukan pemeriksaan kain memiliki tingkat risiko sedang (medium), maka diperlukan tindakan perbaikan terhadap postur yang dilakukan. Pada uraian sebelumnya telah disinggung mengenai durasi dan frekuensi, yaitu mengenai penilaian aktivitas. Berdasarkan hasil pengamatan dengan handycam, maka diketahui pekerja yang diobservasi ketika melakukan pekerjaan memeriksa kain tersebut mengalami postur janggal seperti yang dinilai sebanyak lebih dari empat kali dalam satu menit. Lalu, terdapat pula perubahan pada posisi berdirinya, yaitu berjalan ke kanan dan ke kiri secara berulang dan terkadang berdiri hanya dengan bertumpu pada satu kaki atau terkadang melakukan postur janggal secara tiba-tiba untuk menandai kecacatan kain bila cacat pada kain ditemukan jauh dari posisi berdiri pekerja. Postur janggal akan menyebabkan stress mekanik pada otot, ligamen, dan persendian sehingga menyebabkan rasa sakit pada otot rangka. Selain itu, postur janggal membutuhkan energi yang lebih besar pada beberapa bagian otot, sehingga meningkatkan kerja jantung dan paruparu untuk menghasilkan energi. Semakin lama bekerja dengan postur janggal, maka semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk memepertahankan kondisi tersebut, sehingga dampak kerusakan otot rangka yang ditimbulkan semakin kuat (Bridger, 1995). 6.3.2 Postur Pekerja Saat Melakukan Pembungkusan Kain Sebelum kain dibungkus, terlebih dahulu kain tersebut melewati proses penggulungan yang dilakukan dengan bantuan mesin untuk mengubah kain kedalam bentuk gulungan tertentu, yaitu bentuk gulung rol atau bentuk gulung

69 piece/double folded. Pekerjaan pembungkusan kain ini merupakan pekerjaan membungkus kain dengan plastik serta memberikan beberapa merchandise/accesories branded, sehingga rapi dengan tenaga manusia secara keseluruhan. Aktivitas ini dilakukan dengan posisi duduk statis terus menerus selama 3-4 jam hingga waktu istirahat tiba. Berikut ini merupakan hasil penilaian postur pekerja tersebut berdasarkan hasil pengamatan dengan video selama 33 menit dari aktivitas yang dilakukannya, yaitu: (a) (b) Gambar 6.2 Postur Tubuh Saat Membungkus Kain (a: kiri dan b: kanan) Tabel 6.11 Penilaian Group A Postur Kerja Proses Pembungkusan Kain dalam Metode REBA Postur Group A Batang tubuh Leher Kaki Gaya/beban Hasil Pengamatan Fleksi 23 o Fleksi 75 o Duduk statis <5 kg

70 Tabel 6.12 Tabel A Skoring REBA pada Proses Pembungkusan Kain Tabel 6.13 Penilaian Group B Postur Kerja Proses Pembungkusan Kain dalam Metode REBA Postur Group B Hasil Pengamatan Bagian Tubuh Kanan Kiri Lengan atas Ekstensi 108 o dan bahu raised Ekstensi 80 o dan bahu raised dan abduksi Lengan bawah Ekstensi 20 o Ekstensi 58 o Pergelangan tangan Fleksi 70 o Fleksi 55 0 Genggaman Sudah sesuai Sudah sesuai Tabel 6.14 Tabel B Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kanan pada Proses Pembungkusan Kain

71 Tabel 6.15 Tabel B Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kiri pada Proses Pembungkusan Kain Tabel 6.16 Tabel C Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kanan pada Proses Pembungkusan Kain Tabel 6.17 Tabel C Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kiri pada Proses Pembungkusan Kain

72 Tabel 6.18 Tabel Skor Akhir REBA Bagian Tubuh Sebelah Kanan pada Proses Pembungkusan Kain Skor REBA Tingkat Risiko Action Level Tindakan 1 Diabaikan 0 Tidak perlu 2-3 Rendah 1 Mungkin perlu 4-7 Sedang 2 Perlu 8-10 Tinggi 3 Perlu segera 11-15 Sangat tinggi 4 Sekarang juga Tabel 6.19 Tabel Skor Akhir REBA Bagian Tubuh Kiri pada Proses Pembungkusan Kain Skor REBA Tingkat Risiko Action Level Tindakan 1 Diabaikan 0 Tidak perlu 2-3 Rendah 1 Mungkin perlu 4-7 Sedang 2 Perlu 8-10 Tinggi 3 Perlu segera 11-15 Sangat tinggi 4 Sekarang juga Hasil penilaian terhadap grup A menunjukan bahwa bagian leher mendapat skor 2, yaitu posisi leher fleksi dengan sudut 75 maka masuk kedalam klasifikasi sudut fleksi > 20, sehingga mendapatkan skor 2. Fleksi leher terjadi dikarenakan posisi kursi yang terlalu tinggi sehingga hampir menyamai tinggi meja, maka posisi leher akan cenderung menunduk ketika secara berulang kali membungkus. Fleksi pada leher tersebut sangat berpengaruh pada cervical spine, karena menundukkan leher >20 terhadap vertikal, maka postur ini dapat dikatakan menjadi faktor risiko dalam melakukan pekerjaan ini (Humantech, 1989, 1995). Pada bagian batang tubuh mendapatkan skor 3 yang diperoleh dari posisi cenderung membungkuk ketika melakukan aktivitas kerja (membungkus gulungan kain atau memberi merchandise) dengan besar sudut 23 maka masuk kedalam klasifikasi sudut fleksi (20-60 ). Posisi fleksi tersebut berisiko terhadap timbulnya keluhan gangguan muskuloskeletal, karena posisi batang tubuh yang mengalami fleksi >20 berisiko lebih tinggi dibandingkan dengan posisi batang tubuh yang tegak lurus. Posisi batang tubuh atau punggung tersebut merupakan posisi yang disebut kifosis. Posisi duduk yang tidak tegak lurus ini memungkinkan jaringan lunak pada tulang punggung antara anterior dan posterior tertekan, sehingga dapat menimbulkan rasa sakit (Bridger, 1995). Posisi ini terjadi

73 karena posisi meja proses yang terlalu kedepan dan tidak ada backrest pada kursi, akibatnya posisi duduk pekerja terlihat kaku. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang (Nurmianto, 2004). Hal inilah yang dapat menimbulkan kelelahan pada otot dan rangka. Untuk bagian kaki diperoleh skor 1 karena pekerjaan dilakukan dengan dengan posisi kaki berada pada dua pijakan dan duduk statis. Posisi duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki (Nurmianto, 2004). Setelah diperoleh skor dari masing-masing bagian leher, batang tubuh, dan kaki kemudian skor dimasukan kedalam tabel A dan diperoleh skor postur A yaitu 4, karena pada pekerjaan ini beban yang ada kurang dari 5 kg, maka untuk skor beban diberi nilai 0. Sehingga diperoleh skor akhir 4+0 = 4. Untuk grup B penilaian dilakukan secara terpisah antara bagian kanan dan kiri karena pada aktivitas ini posisi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan antara kanan dan kiri memiliki posisi yang berbeda. Pada bagian lengan atas bagian kanan diperoleh skor 5 karena membentuk sudut fleksi sebesar 108 dan mendapatkan penambahan nilai 1 karena mengalami raised. Sedangkan pada lengan atas bagian kiri diperoleh skor 4 karena membentuk sudut 70 dan juga mengalami raised. Pada bagian lengan bawah sebelah kanan dan kiri sama-sama mendapatkan skor 2 dengan posisi masing-masing 20 dan 58. Bagian pergelangan tangan kanan mendapat skor 2, yaitu membentuk sudut fleksi 70, sedangkan pergelangan tangan kiri mendapat skor 1 dengan sudut fleksi hanya sebesar 10. Setelah diperoleh dari skor lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan bagian kanan maupun kiri, kemudian skor dimasukkan ke dalam tabel B dan diperoleh skor postur B sebelah kanan adalah 5 dan kiri juga 5. Skor coupling adalah 0 karena pada pekerjaan ini posisi genggaman (coupling) dalam kondisi baik. Setelah memperoleh skor A dan B, kemudian masing-masing skor dimasukkan ke dalam tabel C sehingga dihasilkan skor C bagian kanan adalah 8 dan kiri adalah 5. Skor C tersebut kemudian ditambahkan dengan skor aktivitas. Pada aktivitas ini mendapatkan skor 2, yaitu penambahan skor 1 didapatkan karena terjadi aktivitas yang berulang pada area yang relatif kecil dimana lebih

74 dari empat kali berada pada postur janggal tersebut dalam satu menit dan skor 1 lagi karena posisi punggung berada dalam posisi statis lebih dari satu menit. Sehingga mendapatkan skor REBA akhir bagian kanan 8 + 2 = 10. Skor REBA akhir bagian kiri, yaitu 5 + 2 = 7. Berdasarkan skor REBA tersebut dapat disimpulkan bahwa postur pekerja saat melakukan pembungkusan kain/membubuhkan merchandise memiliki tingkat risiko tinggi pada bagian tubuh sebelah kanan yang berarti dibutuhkan tindakan perbaikan secepatnya sedangkan bagian tubuh sebelah kiri memiliki tingkat risiko sedang yang berarti diperlukan tindakan perbaikan dan investigasi lebih lanjut. Pada uraian di atas telah disinggung mengenai durasi dan frekuensi, yaitu pada penilaian aktivitas. Berdasarkan hasil pengamatan dengan handycam, maka diketahui pekerja yang diobservasi ketika melakukan pekerjaan membungkus kain/membubuhkan merchandise tersebut mengalami postur janggal seperti yang dinilai sebanyak lebih dari empat kali dalam satu menit. Pekerjaan yang dilakukan secara repetitif dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan risiko terjadinya gangguan otot rangka terutama pada daerah bahu, siku, dan pergelangan tangan seperti pada aktivitas membungkus ini. Pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan statis. Hal ini disebabkan karena sedikit mengalami fase relaksasi (Bridger, 1995). Selain itu, postur punggung yang membungkuk statis dalam kegiatan ini berlangsung dalam durasi yang lama sehingga otot akan berkontraksi secara terus-menerus dan dapat menyebabkan stres atau tekanan pada bagian tubuh tersebut (Bridger, 2003). Hal inilah yang dapat menimbulkan gejala gangguan muskuloskeletal. 6.3.3 Postur Pekerja Saat Mengangkat Beban pada Proses Pengepakan Aktivitas yang dilakukan oleh pekerja pada proses pengepakan tersebut adalah memindahkan kain dengan cara mengangkat secara manual, baik memindahkan ke kereta dorong ataupun memindahkan dari kereta dorong ke box/kardus pengepakan. Postur janggal yang dipilih adalah postur pekerja di saat mengangkat kain yang beratnya lebih dari 10 kg. Kegiatan tersebut dilakukan secara berulang sebanyak paling sedikit 10 kali dalam satu menit karena pengisian pada box/kardus hanya memuat sebanyak maksimal 10 gulungan kain. Berikut ini

75 merupakan keterangan tentang postur pekerja tersebut berdasarkan hasil pengamatan dengan kamera maupun video dari aktivitas yang dilakukannya, yaitu: Gambar 6.3 Postur Tubuh Saat Mengangkat Kain Tabel 6.20 Penilaian Group A Postur Kerja Proses Pengepakan (Mengangkat Gulungan Kain) dalam Metode REBA Postur Group A Batang tubuh Leher Kaki Gaya/beban Hasil Pengamatan Fleksi 80 o Fleksi 37 o Berdiri tidak stabil bertumpu pada satu kaki, lutut fleksi 40 o & 50 o 12 kg

76 Tabel 6.21 Tabel A Skoring REBA pada Proses Pengepakan (Mengangkat Kain) Tabel 6.22 Penilaian Group B Postur Kerja Proses Pengepakan (Mengangkat Gulungan Kain) dalam Metode REBA Postur Group B Hasil Pengamatan Bagian Tubuh Kanan Kiri Lengan atas Fleksi 80 o Fleksi 80 0 Lengan bawah Fleksi 21 o Fleksi 21 o Pergelangan tangan Fleksi 23 o Fleksi 23 o Genggaman Ada genggaman tapi tidak ideal Ada genggaman tapi tidak ideal Tabel 6.23 Tabel B Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kanan pada Proses Pengepakan (Mengangkat Kain)

77 Tabel 6.24 Tabel B Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kiri pada Proses Pengepakan (Mengangkat Kain) Tabel 6.25 Tabel C Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kanan pada Proses Pengepakan (Mengangkat Kain) Tabel 6.26 Tabel C Skoring REBA Bagian Tubuh Sebelah Kiri pada Proses Pengepakan (Mengangkat Kain)

78 Tabel 6.27 Tabel Skor Akhir REBA Bagian Tubuh Sebelah Kanan pada Proses Pengepakan (Mengangkat Kain) Skor REBA Tingkat Risiko Action Level Tindakan 1 Diabaikan 0 Tidak perlu 2-3 Rendah 1 Mungkin perlu 4-7 Sedang 2 Perlu 8-10 Tinggi 3 Perlu segera 11-15 Sangat tinggi 4 Sekarang juga Tabel 6.28 Tabel Skor Akhir REBA Bagian Tubuh Sebelah Kiri pada Proses Pengepakan (Mengangkat Kain) Skor REBA Tingkat Risiko Action Level Tindakan 1 Diabaikan 0 Tidak perlu 2-3 Rendah 1 Mungkin perlu 4-7 Sedang 2 Perlu 8-10 Tinggi 3 Perlu segera 11-15 Sangat tinggi 4 Sekarang juga Hasil penilaian terhadap grup A menunjukkan bahwa bagian leher mendapat skor 2, yaitu posisi leher fleksi dengan sudut 37 maka masuk kedalam klasifikasi sudut fleksi > 20, sehingga mendapatkan skor 2. Fleksi pada leher terjadi saat posisi leher berada dalam posisi menengadah saat mengangkat objek. Menurut (Humantech,1995) postur leher dengan menengadah 20 terhadap vertikal akan menimbulkan risiko MSDs dengan dipengaruhi kondisi dan frekuensi tertentu. Pada bagian batang tubuh mendapatkan skor 4 yang diperoleh dari membungkuk ketika melakukan aktivitas kerja (mengangkat gulungan kain) dengan besar sudut 80 maka masuk kedalam klasifikasi sudut fleksi >60. Posisi yang membungkuk langsung bersamaan dengan pengangkatan beban lebih dari 10 kg merupakan postur yang salah. Seharusnya postur yang baik saat mengangkat beban, posisi batang tubuh lurus sejajar arah vertikal (Bridger, 2003). Untuk bagian kaki diperoleh skor 2 karena pekerjaan dilakukan dengan posisi kaki berada pada satu pijakan, yaitu salah satu kaki berpijak sedangkan yang lainnya terlihat mengangkat atau mengambang. Posisi pijakan yang tidak stabil akan mengakibatkan beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, hal ini mengakibatkan bagian kaki yang menjadi tumpuan akan lebih mudah mengalami keluhan dibandingkan dengan kedua kaki yang menjadi tumpuan. Pada kaki yang berpijak, lutut mendapat tambahan skor 1 karena membentuk sudut fleksi 40 dan

79 50 o, sehingga total skor kaki menjadi 3. Setelah diperoleh skor dari masingmasing bagian leher, batang tubuh, dan kaki kemudian skor dimasukan kedalam tabel A dan diperoleh skor postur A yaitu 7, karena pada pekerjaan ini mengangkat beban >10 kg, maka untuk skor beban diberi nilai 2, sehingga diperoleh skor akhir 7+2 = 9. Untuk grup B penilaian dilakukan tidak secara terpisah antara bagian kanan dan kiri karena pada aktivitas ini posisi lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan antara kanan dan kiri memiliki posisi yang sama, yaitu bersama-sama mengangkat gulungan kain, walaupun pada tabel di atas tetap dilakukan pengisian skor kanan dan kiri. Pada bagian lengan atas, baik kanan maupun kiri diperoleh skor 3, yaitu posisi lengan atas membentuk sudut fleksi sebesar 80. Pada bagian lengan bawah, baik kanan maupun kiri, mendapatkan skor 2 dengan posisi membentuk sudut fleksi 21. Bagian pergelangan tangan kanan maupun kiri sama-sama mendapat skor 2, yaitu membentuk sudut fleksi 23. Setelah diperoleh dari skor lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan, kemudian skor dimasukkan ke dalam tabel B dan diperoleh skor postur B, yaitu 5. Skor coupling adalah 1 karena pada pekerjaan ini posisi genggaman (coupling) dalam kondisi fair yang berarti genggaman termasuk yang tidak ideal. Setelah memperoleh skor A dan B, kemudian masing-masing skor dimasukkan ke dalam tabel C sehingga dihasilkan skor C sebesar 10. Skor C tersebut kemudian ditambahkan dengan skor aktivitas. Pada aktivitas ini mendapatkan skor 2, yaitu penambahan skor 1 didapatkan karena terjadi aktivitas yang berulang pada area yang relatif kecil dimana lebih dari empat kali berada pada postur janggal tersebut dalam satu menit, tepatnya minimal 10 kali melakukan gerakan dalam posisi yang sama dan penambahan skor 1 lagi dikarenakan aktivitas menyebabkan perubahan besar atau pada pijakan yang tidak stabil. Sehingga mendapatkan skor REBA akhir 10 + 2 = 12. Berdasarkan skor REBA yang tersebut dapat disimpulkan bahwa postur pekerja saat mengangkat gulungan kain memiliki tingkat risiko sangat tinggi, maka diperlukan tindakan sekarang juga. Sebelumnya telah disinggung mengenai durasi dan frekuensi, yaitu pada penilaian aktivitas. Berdasarkan hasil pengamatan dengan video rekaman, maka

80 diketahui pekerja yang diobservasi ketika melakukan pekerjaan mengangkat gulungan kain tersebut mengalami postur janggal seperti yang dinilai sebanyak lebih dari empat kali dalam satu menit. Pekerjaan yang dilakukan secara repetitif dalam jangka waktu lama maka akan meningkatkan risiko MSDs apalagi bila ditambah dengan gaya/beban dan postur janggal (OHSCO, 2007). Dikutip dari Stevenson (1987) dalam Nurmianto (2004) menyebutkan aktivitas mengangkat atau memindahkan beban yang dilakukan secara berulang-ulang, hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya musculoskeletal disorders. 6.3.4 Perbandingan Tingkat Risiko Diantara Proses Kerja Berdasarkan hasil penilaian skor akhir REBA pada masing-masing proses kerja di atas, maka dapat dilihat perbandingannya (pada tabel) proses mana yang memiliki tingkat risiko terbesar. Tabel 6.29 Penilaian Tingkat Risiko Pada Proses Kerja Proses Kerja Skor Akhir REBA Kanan Kiri Pemeriksaan Kain 5 7 Pembungkusan Kain 10 7 Pengepakan (Mengangkat Kain) 12 12

81 Grafik 6.1 Penilaian Tingkat Risiko Pada Proses Kerja Penilaian Tingkat Risiko Per Proses kerja 12 10 8 Skor Akhir REBA Kanan Kiri 6 4 2 0 Pemeriksaan Kain Pembungkusan Kain Pengepakan (Mengangkat Kain) Berdasarkan tabel dan grafik tersebut dapat terlihat bahwa tingkat risiko ergonomi tertinggi berdasarkan skor akhir REBA diperoleh pada proses kerja pengepakan yang dalam hal ini terdapat pada postur kerja saat mengangkat gulungan kain. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada aktivitas tersebut selain gerakan repetitif yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama, gaya/beban yang ada menambah skor akhir dalam penilaian yang dilakukan dimana kedua aktivitas lainnya tidak memiliki skor tambahan terkait beban yang ditangani. Pada postur mengangkat kain, tidak ada perbedaan nilai akhir tingkat risiko antara kanan dan kiri, hal ini karena semua bagian tubuh pada kedua bagian tersebut melakukan aktivitas dengan postur yang sama. Sedangkan pada proses pemeriksaan kain dan proses pembungkusan terdapat perbedaan nilai akhir tingkat risiko antara kanan dan kiri. Pada proses pemeriksaan kain, postur pada bagian tubuh sebelah kiri lebih tinggi nilai tingkat risikonya dibandingkan dengan sebelah kanan. Hal ini kemungkinan dikarenakan pada bagian lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan sebelah kiri lebih sering mengangkat ke atas untuk menandai daerah kecacatan kain, sehingga postur pada bagian tersebut lebih lama bertahan pada postur janggal. Pada proses membungkus kain/membubuhkan merchandise juga terdapat perbedaan nilai akhir tingkat risiko antara kanan dan kiri. Kebalikan dari proses pada pemeriksaan kain, postur pada bagian tubuh proses ini sebelah kanan lebih tinggi nilai tingkat risikonya dibandingkan dengan sebelah kiri. Hal ini kemungkinan dikarenakan tangan sebelah kanan lebih berperan dalam

82 membungkus ataupun membubuhkan merchandise sedangkan tangan sebelah kiri kapasitasnya hanya membantu. Pada proses pembungkusan secara keseluruhan masuk kategori tingkat risiko tinggi. Hal tersebut karena aktivitas dengan tingkat pengulangan yang tinggi seperti pada kegiatan membungkus ini dapat menyebabkan kelelahan pada otot, merusak jaringan hingga kesakitan dan ketidaknyamanan. Ini bisa terjadi walaupun tingkat gaya yang dikeluarkan ringan. Namun, apabila aktivitas yang berulang tersebut juga didukung dengan postur janggal (dalam hal ini postur punggung membungkuk statis), maka akan meningkatkan risiko MSDs (OHSCO, 2007). 6.3.5 Perbandingan Tingkat Risiko Tiap Bagian Tubuh dalam Metode REBA Berdasarkan penilaian terhadap tiap-tiap bagian tubuh dalam masingmasing proses pekerjaan, maka dapat dilihat perbandingannya berikut ini. Tabel 6.30 Skor REBA Tiap Bagian Tubuh Per Proses Kerja Skor REBA Per Proses Kerja Bagian Tubuh Dalam REBA Pemeriksaan Kain Pembungkusan Kain Pengepakan Kain (Mengangkat Kain) Leher 2 2 2 Batang Tubuh 2 3 4 Kaki 1 1 3 Lengan Atas Kanan 3 5 3 Lengan Atas Kiri 4 4 3 Lengan Bawah Kanan 2 2 2 Lengan Bawah Kiri 2 2 2 Pergelangan Tangan Kanan 1 2 2 Pergelangan Tangan Kiri 2 1 2

83 Grafik 6.2 Perbandingan Skor REBA Tiap Bagian Tubuh Pada Proses Kerja Perbandingan Skor REBA Tiap Bagian Tubuh Pada Proses Kerja Skor REBA 6 5 4 3 2 1 0 Leher Batang Tubuh Kaki Lengan Atas Kanan Lengan Atas Kiri Lengan Bawah Kanan Lengan Bawah Kiri Pergelangan Tangan Kanan Pergelangan Tangan Kiri Pemeriksaan kain Pembungkusan kain Pengepakan (mengangkat kain) Bagian Tubuh Berdasarkan tabel dan grafik tersebut diketahui bahwa di bagian leher pada masing-masing proses pekerjaan mendapatkan skor REBA sama, yaitu 2. Pada bagian batang tubuh, pekerjaan pengepakan (mengangkat kain) mendapatkan skor tertinggi diikuti proses pembungkusan kain, lalu terakhir proses pemeriksaan kain. Hal tersebut terjadi karena berdasarkan penelitian Stubbs dan Nicholson (1989), pada pekerjaan mengangkat beban menyebabkan 50%-60% cidera tulang belakang dan terlebih lagi cara mengangkat dengan posisi kerja tubuh yang salah menyebabkan 12%-19% cidera (Nurmianto, 2004). Pada bagian kaki, pekerjaan pengepakan (mengangkat kain) juga mendapatkan skor tertinggi, diikuti proses pembungkusan dan pemeriksaan kain dengan skor sama. Hal tersebut terjadi karena pada pekerjaan mengangkat kain, postur kaki yang paling sering digunakan oleh pekerja adalah posisi bertumpu pada satu kaki, hal ini mengakibatkan beban tubuh secara keseluruhan ditahan oleh tumpuan pada satu kaki tersebut. Pada bagian lengan atas kanan, pekerjaan membungkus kain/membubuhkan merchandise mendapatkan skor tertinggi, diikuti dengan skor sama pada proses pengepakan (mengangkat kain) dan proses pemeriksaan kain. Pada bagian lengan atas kiri skor tertinggi diperoleh pada proses pekerjaan pemeriksaan kain bersama dengan proses pembungkusan kain, lalu proses pengepakan (mengangkat kain). Pada bagian lengan bawah kanan dan kiri, semua proses pekerjaan mendapatkan skor yang sama. Sedangkan pada pergelangan

84 tangan kanan, pekerjaan mengangkat kain dan membungkus kain/membubuhkan merchandise sama-sama berada posisi tertinggi dan diikuti pekerjaan memeriksa kain. Pada pergelangan tangan kiri ditempati dengan posisi yang sama, yaitu skor tertinggi diperoleh pada proses pekerjaan mengangkat kain dan pemeriksaan kain lalu setelahnya proses pembungkusan kain. Uraian di atas merupakan gambaran perbandingan tingkat risiko bagian tubuh diantara ketiga proses kerja yang ada. Berikut akan penulis uraikan secara lebih rinci bagian tubuh mana yang memiliki risiko MSDs pada masing-masing proses kerja sebagai berikut: a. Proses Pemeriksaan Kain Bagian tubuh yang diduga memiliki risiko MSDs adalah leher, punggung, pergelangan tangan kiri, dan lengan atas kiri dan kanan. Dari bagian-bagian tubuh tersebut, menurut penilaian REBA diketahui bahwa lengan atas kiri memperoleh skor tertinggi, hal ini dikarenakan lengan atas kiri mengalami raised (posisi lengan terangkat ke atas) yang terjadi berulang lebih dari empat kali per menit. Namun, kondisi ini dapat dikatakan masih memerlukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan potensi terjadinya risiko MSDs, karena belum didukung oleh faktor-faktor lain yang dapat memperberat risiko, seperti durasi. Postur janggal pada lengan atas kiri tersebut hanya terjadi dalam waktu yang tergolong singkat, namun dalam hal ini harus tetap dilakukan tindakan pengendalian untuk meminimalisir terjadinya risiko MSDs. Hal yang dapat dilakukan adalah melakukan peregangan otot untuk relaksasi paling tidak satu kali setiap satu jam (ACGIH, 2007). b. Proses Pembungkusan Kain Bagian tubuh yang diduga memiliki risiko MSDs pada postur saat membungkus kain/membubuhkan merchandise ini adalah leher, punggung, lengan atas kiri dan kanan, dan pergelangan tangan kanan. Menurut penilaian REBA, lengan atas kanan memperoleh skor tertinggi. Hal ini dikarenakan lengan atas kanan diharuskan menjangkau bagian tengah gulungan kain untuk diberikan merchandise sehingga posisi lengan atas mengalami raised yang terjadi secara repetitif (berulang) dan sedikit mengalami relaksasi karena tuntutan pekerjaan yang harus dilakukan terus-menerus secara cepat. Gaya yang dikeluarkan saat

85 melakukan aktivitas ini memang terlihat ringan karena tidak ada berat beban yang berarti, namun apabila aktivitas yang berulang tersebut juga didukung dengan postur janggal, maka akan meningkatkan risiko MSDs (OHSCO, 2007). Menurut penulis, sebaiknya metode kerja saat membungkus kain diubah. Cara membungkus kain yang selama ini dilakukan dengan rekan kerja yang berada di seberang meja, sebaiknya pekerjaan tersebut dilakukan bersama dengan rekan kerja yang berada di samping untuk menghindari jangkauan yang berlebihan pada tangan. Selain bagian lengan atas, bagian tubuh yang juga memperoleh skor tinggi dalam penilaian REBA adalah bagian punggung (batang tubuh). Postur punggung tidak tegak lurus (membungkuk) dan berada dalam keadaan statis dalam jangka waktu lama, yaitu hingga pekerjaan selesai. Hal tersebut merupakan faktor risiko terjadinya MSDs pada bagian tubuh ini. Sebaiknya, disediakan kursi kerja yang sesungguhnya untuk menggantikan fungsi drum dan gerobak kain yang selama ini dijadikan kursi oleh pekerjanya. Menurut Oborne (1995), tinggi kursi kerja yang disarankan adalah 43 hingga 50 cm. Selain itu, saat duduk harus tetap mempertahankan postur punggung yang tegak. Untuk itu, adanya backrest (sandaran pada kursi) dapat direkomendasikan untuk memberikan kesempatan relaksasi pada otot punggung secara berkala (Kroemer dan Grandjean, 1997). c. Proses Pengepakan (Mengangkat Kain) Bagian tubuh yang diduga memiliki risiko MSDs pada postur saat mengangkat gulungan kain adalah leher, punggung, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Dari bagian-bagian tubuh tersebut, menurut penilaian REBA diketahui bahwa bagian punggung (batang tubuh) memperoleh skor tertinggi, hal ini dikarenakan postur punggung saat mengangkat beban selalu membungkuk, padahal menurut Suma mur (1989) posisi deviasi pada punggung akan membebani tulang belakang, sehingga berisiko MSDs. Seharusnya, untuk menghindari punggung membungkuk, mula-mula lutut harus bengkok (fleksi) sehingga tubuh tetap berada pada posisi dengan punggung lurus (Suma mur, 1989). Sedangkan dari aspek workstations, dapat dilakukan penyediaan meja untuk tempat gulungan-gulungan kain yang tingginya disesuaikan agar pekerja tidak perlu membungkuk saat akan mengangkat gulungan kain dan memindahkannya ke dalam box/kardus. Menurut Kroemer

86 dan Grandjean (1997), tinggi meja yang disarankan untuk pekerjaan berat (dalam mengangkat beban) adalah sekitar 75-90 cm dari lantai (karena seluruh pekerja atau responden pada pekerjaan ini adalah pria). 6.4 Hasil dan Pembahasan Tingkat Keluhan Responden Analisis data secara univariat diuraikan untuk mendapatkan gambaran keluhan subjektif dari responden di lokasi penelitian. 6.4.1 Gambaran Keluhan Responden Gambaran keluhan diperoleh dari kuesioner Nordic Body Map (NBM) yang berisi 28 macam keluhan bagian tubuh. Pengumpulan data dilakukan pada saat waktu istirahat setelah responden melakukan aktivitas pekerjaan masingmasing. Keluhan sakit tersebut berupa rasa sakit/nyeri, panas, kejang/kramp, mati rasa, bengkak, kaku, dan pegal-pegal. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut: Tabel 6.31 Gambaran Keluhan Responden Keluhan Proses kerja Total bagian Pemeriksaan Pembungkusan keluhan % % Pengepakan % tubuh kain kain (%) Leher 3 30% 5 83% 4 80% 57% bagian atas Leher 1 10% 4 67% 4 80% 43% bagian bawah Bahu kiri 1 10% 5 83% 4 80% 48% Bahu 1 10% 5 83% 4 80% 48% kanan Lengan 1 10% 4 67% 3 60% 38% atas kiri Punggung 1 10% 6 100% 5 100 57% % Lengan atas kanan 1 10% 3 50% 4 80% 38%

87 Pinggang 1 10% 6 100% 5 100 57% % Bokong 0 0% 2 33% 0 0% 10% Pantat 0 0% 2 33% 0 0% 10% Siku kiri 0 0% 1 17% 5 100 29% % Siku 0 0% 1 17% 5 100 29% kanan % Lengan 0 0% 1 17% 4 80% 24% bawah kiri Lengan 0 0% 3 50% 4 80% 33% bawah kanan Perg.tanga 0 0% 2 33% 4 80% 29% n kiri Perg.tanga 0 0% 3 50% 4 80% 33% n kanan Tangan 1 10% 3 50% 4 80% 38% kiri Tangan 0 0% 3 50% 4 80% 33% kanan Paha kiri 1 10% 2 33% 4 80% 33% Paha 0 0% 2 33% 4 80% 29% kanan Lutut kiri 3 30% 2 33% 5 100 48% % Lutut 2 20% 1 17% 5 100 38% kanan % Betis kiri 4 40% 4 67% 5 100 62% % Betis 2 20% 5 83% 5 100 57% kanan % Perg.kaki 1 10% 3 50% 4 80% 38% kiri Perg.kaki 0 0% 3 50% 3 60% 29% kanan Kaki kiri 0 0% 4 67% 5 100 % 43%

88 Kaki kanan 0 0% 5 83% 5 100 % 48%

89 Grafik 6.3 Keluhan Responden pada Proses Kerja Keluhan Responden Pada Proses Kerja Pemeriksaan Kain Pembungkusan Kain Pengepakan Kain (Mangangkat Kain) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 0 0 4 4 4 4 3 5 5 5 5 4 4 5 4 3 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 2 2 5 4 5 5 4 b 6 3 6 3 2 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4 2 1 1 0 0 4 2 4 2 5 1 3 3 3 2 4 2 1 4 5 Persentase Jum lah Keluhan 0 0 0 Leher bagian atas Leher bagian bawah Bahu kiri Bahu kanan Lengan atas kiri Punggung Lengan atas kanan Pinggang Bokong Pantat Siku kiri Siku kanan Lengan bawah kiri Lengan bawah kana Perg.tangan kiri Perg.tangan kanan Tangan kiri Tangan kanan Paha kiri Paha kanan Lutut kiri Lutut kanan Betis kiri Betis kanan Perg.kaki kiri Perg.kaki kanan Kaki kiri Kaki kanan Bagian Tubuh Universitas Indonesia Universitas Indonesia

90 Pada tabel dan grafik tersebut, data keluhan dikategorikan berdasarkan masing-masing proses kerja. Dari data tersebut terlihat semua pekerja (responden) merasakan keluhan pada hampir semua bagian tubuh yang ada pada kuesioner Nordic Body Map (NBM) dengan keluhan yang paling banyak dirasakan adalah pada bagian betis kiri (sebanyak 13 orang atau 62%), leher bagian atas, punggung, pinggang, dan betis kanan (sebanyak 12 orang atau 57%), serta pada bahu kiri, bahu kanan, lutut kiri, dan kaki kanan (sebanyak 10 orang atau 48%). Pekerja (responden) pada proses pekerjaan memeriksa kain paling banyak merasakan keluhan pada bagian betis kiri, yaitu sebanyak 4 orang atau 40% dan setelah itu disusul pada bagian leher bagian atas dan lutut kiri, yaitu sebanyak 3 orang atau sekitar 30%. Hal ini diduga karena posisi berdiri yang terus-menerus selama 2-3 jam (tergantung panjang dan banyaknya kain yang diperiksa). Bila dilihat, hasil keluhan subjektif terhadap gejala MSDs berbeda dengan analisis REBA yang dihasilkan. Hal ini diduga terjadi karena penilaian faktor risiko dengan metode REBA hanya mengukur faktor risiko pekerjaan, namun tidak menilai faktor risiko MSDs lainnya, seperti faktor individu, faktor organisasi kerja, dan faktor psikososial (Bernard, 1997; Amstrong et.al, 1993). Selain itu, perbedaan tersebut terjadi kemungkinan terkait durasi dan REBA dalam hal ini tidak secara spesifik mengukur durasi tiap-tiap bagian tubuh. Pekerja (responden) pada proses pekerjaan membungkus kain paling banyak merasakan keluhan pada bagian punggung dan pinggang, yaitu sebanyak 6 orang atau 100% dan pada bagian bahu kanan, bahu kiri, dan leher bagian atas, yaitu sebanyak 5 orang atau sebesar 83%. Hal tersebut dikarenakan posisi duduk tubuh yang statis dengan menggunakan kursi yang tingginya tidak ideal dengan meja proses sehingga batang tubuh cenderung membungkuk. Sedangkan posisi leher pun menunduk dan daerah upper arm secara repetitif bekerja membungkus kain dan membubuhkan merchandise yang membuat over-exertion pada tangan untuk dapat menjangkau tempat dibubuhkannya merchandise tersebut dan pekerjaan membungkus kain ini memang membutuhkan kecepatan tangan dalam melakukan aktivitas pekerjaannya. Hal ini sesuai dengan analisis REBA yang dihasilkan. Hal lain yang ditemukan adalah adanya keluhan di bagian bokong dan pantat pada proses ini yang tidak dikeluhkan pada dua proses lainnya, yaitu

91 masing-masing sebanyak 33%. Ini kemungkinan disebabkan oleh kursi yang kurang sesuai dengan kebutuhan pekerja yang harus duduk statis dalam jangka waktu yang lama. Seharusnya, pada kursi dapat ditambahkan bantalan di tempat duduknya agar pekerja merasa nyaman dan dapat mengurangi keluhan pada bagian ini serta adanya backrest sebagai tempat untuk bersandar agar posisi duduk tidak kaku. Hal ini didukung oleh Hoekstra et.al (1994) yang menyebutkan bahwa kesesuaian antara peralatan kerja dengan postur pekerjanya juga akan mempengaruhi keluhan yang dialami pekerja (Bernard, 1997). Pekerja (responden) pada proses pengepakan (mengangkat kain) merupakan pekerjaan yang paling banyak merasakan keluhan pada banyak bagian tubuh dengan persentase 100% dan bagian tubuh yang dikeluhkan adalah punggung, pinggang, siku kiri, siku kanan, lutut kiri, lutut kanan, betis kiri, betis kanan, kaki kiri, dan kaki kanan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan gerakan repetitif terhadap postur kerja yang salah saat melakukan aktivitas mengangkat kain, seperti posisi batang tubuh yang langsung membungkuk meraih beban, posisi lengan yang mengikuti lebar gulungan kain, dan posisi kaki dengan lutut menekuk atau membentuk sudut fleksi dengan hanya bertumpu pada salah satu kaki saja. Hal ini juga tergolong masih sesuai dengan analisis REBA yang dihasilkan. 6.4.2 Gambaran upaya yang dilakukan saat terjadi keluhan Tabel 6.32 Upaya yang Dilakukan Saat Terjadi Keluhan Proses kerja Jumlah pekerja Upaya yang dilakukan saat terjadi keluhan pada bagian tubuh Istirahat Menggunaka n obat gosok Minum obat pengurang rasa sakit Periksa ke klinik atau rumah sakit Pemeriksaan kain 10 4 3 1 2 Pembungkusan kain Pengepakan (mengangkat kain) 6 1 3 1 1 5 3 2 0 0 Total 21 (100%) 8 (38%) 8 (38%) 2 (10%) 3 (14%)

92 Pekerja (responden) yang merasakan gejala pada otot rangka, seperti sakit/nyeri, panas, kramp, kaku, bengkak, mati rasa, ataupun pegal-pegal dapat disebabkan karena aktivitas pekerjaan tertentu yang mereka lakukan sehari-hari. Berdasarkan tabel di atas, upaya yang dilakukan pekerja (responden) saat keluhan tersebut terjadi, yaitu sebanyak 8 orang atau 38% dari total pekerja (responden) melakukan istirahat dan melakukan melakukan tindakan pengobatan sendiri, yaitu menggunakan obat gosok untuk mengatasi keluhan gejala MSDs tersebut, sebanyak 3 orang atau 14% mengatasinya dengan memeriksakan ke klinik atau rumah sakit, dan sebanyak 2 orang atau 10% mengatasinya dengan minum obat pengurang rasa sakit. 6.4.3 Gambaran kegiatan setelah selesai bekerja Proses kerja Tabel 6.33 Kegiatan Setelah Selesai Bekerja Jumlah pekerja Langsung istirahat Kegiatan setelah selesai bekerja Melakukan pekerjaan rumah tangga di rumah Bekerja di tempat lain atau ada kegiatan lain Pemeriksaan kain 10 3 2 5 Pembungkusan kain 6 2 0 4 Pengepakan 5 1 0 4 (mengangkat kain) Total 21 (100%) 6 (28%) 2 (10%) 13 (62%) Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa lebih dari separuh responden bekerja di tempat lain atau ada kegiatan lain setelah selesai bekerja, yaitu sebanyak 15 orang atau 72%. Berdasarkan wawancara, mereka menyebutkan kegiatan lainnya antara lain menjadi supir angkutan umum, jalan-jalan, dan menjalankan hobi. Hal tersebut membuat waktu istirahat mereka menjadi berkurang. Padahal, waktu untuk beristirahat diperlukan untuk memulihkan serta mengistirahatkan otot-otot yang mungkin cidera ketika bekerja, sehingga apabila waktu istirahat tidak digunakan secara maksimal maka cidera yang belum pulih akhirnya akan terakumulasi, sehingga menyebabkan berbagai keluhan (Bridger, 2003).