PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN SELAMA PROSES PERADILAN PIDANA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, perlindungan, korban perkosaan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI

KEBIJAKAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN KEPADA KORBAN MALPRAKTEK MEDIS SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERAMPOKAN DIDALAM TAKSI DITINJAU DARI PERSEPEKTIF VIKTIMOLOGI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Pemerkosaan Dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tri Novita Sari Manihuruk 1, Nur Rochaeti 2. Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BALITA SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI TINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

Keywords: Law Protection, Victim Rape, Investigation Process.

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak bagi semua

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

TESIS. TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN (Studi Kasus Putusan No. 54/Pid.B/2013/Pengadilan Negeri Ambon)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU KEJAHATAN PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap orang yang melihat atau memandangnya. 20. penyiksaan dan perlakuan tidak senonoh lainnya terhadap perempuan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI : PENGADILAN NEGERI GIANYAR)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA. Oleh : Hj. Suzanalisa, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

TINDAK PIDANA ASUSILA TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ARTIS SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA CYBERBULLYING PADA MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

bahwa kaum lelaki yang memegang 1. Latar Belakang

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR ( STUDI KASUS DI POLRES TABANAN )

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEJAHATAN EKONOMI DI BIDANG PERBANKAN

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

PROSES PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KESUSILAAN DENGAN PELAKU DAN KORBAN ANAK DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak yang menjadi

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik

KAJIAN YURIDIS PIDANA DENDA TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DIBAWAH UMUR

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual dewasa ini bukan

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISA KASUS PERKOSAAN DISERTAI PEMBUNUHAN TERHADAP YUYUN DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Penerapan dan penegakan hukum belum sepenuhnya dilaksanakan secara

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

Transkripsi:

PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN SELAMA PROSES PERADILAN PIDANA Oleh Ni Putu Ari Manik Wedani Pembimbing Akademik Nyoman Satyayudha Dananjaya Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAC Victims of rape often suffer severe trauma and humiliation of the crimes should be given legal protection, especially in search of justice in court. The problems are: what is the underlying importance of legal protection for the victims of the crime of rape? And how does the legal protection that can be given to victims of the crime of rape in facing the criminal trial process? The research method used is a juridical normative research through library research on the primary, secondary, and tertiary legal materials. The rationale of the need for legal protection for victims of crime of rape because the victim suffered both physically and psychologically, that it requires a considerable time of recovery, so by the time of the investigation and court trial processes, they need to get legal protection. The legal protection for the rape victims can be divided into three stages, namely: before, during, and after the court trials. Keywords: Protection, Victim, Rape, Court Trial ABSTRAK Korban tindak pidana perkosaan biasanya mengalami trauma yang berat dan rasa malu dari kejahatan yang dialaminya sehingga perlu diberikan perlindungan hukum, terutama dalam mencari keadilan di dalam persidangan. Adapun permasalahan yang dihadapi yaitu: apakah yang melatarbelakangi perlunya perlindungan hukum bagi korban tindak pidana perkosaan? Dan bagaimanakah perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi korban tindak pidana perkosaan dalam menghadapi proses peradilan pidana? Metode penelitian yang dipergunakan yaitu penelitian yuridis normatif dengan melakukan penelitian kepustakaan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Latar belakang diperlukannya perlindungan hukum bagi korban tindak pidana perkosaan karena korban mengalami penderitaan secara fisik dan psikis yang pemulihannya memerlukan waktu yang cukup lama pemulihannya sehingga pada saat menghadapi proses pemeriksaan dan peradilan perlu mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi korban tindak pidana perkosaan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: sebelum sidang pengadilan, selama sidang pengadilan, dan sesudah sidang pengadilan. Kata kunci : Perlindungan, Korban, Perkosaan, Peradilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus tindak pidana perkosaan paling banyak menimbulkan kesulitan dalam penyelesaiannya baik pada tahap penyidikan, penuntutan, maupun pada tahap penjatuhan putusan. Selain 1

kesulitan dalam batasan di atas, juga kesulitan pembuktian misalnya perkosaan atau perbuatan cabul yang umumnya dilakukan tanpa kehadiran orang lain. 1 Menurut pendapat Sudarto, untuk menanggulangi kejahatan diperlukan suatu usaha yang rasional dari masyarakat, yaitu dengan cara politik kriminal. Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence). Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa tujuan utama dari politik kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. 2 Walaupun banyak tindak pidana perkosaan yang telah diproses sampai ke pengadilan, tapi dari kasus-kasus itu pelakunya tidak dijatuhi hukuman yang maksimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang tercantum dalam KUHP Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan (Pasal 281-296), terutama yang mengatur mengenai tindak pidana perkosaan sebagaimana dalam Pasal 285 KUHP yang menyatakan : Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Alasan kasus perkosaan tidak dilaporkan oleh pihak korban kepada aparat kepolisian untuk diproses ke pengadilan karena merasa malu dan tidak ingin aib yang menimpa dirinya diketahui orang lain hingga takut akan ancaman dibunuh oleh pelaku jika melapor ke polisi, sehingga untuk memberikan keadilan diperlukan adanya perlindungan hukum bagi korban perkosaan. 1.2 Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan jurnal ini yaitu untuk mengetahui latarbelakang perlunya perlindungan hukum bagi korban tindak pidana perkosaan dan perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi korban tindak pidana perkosaan dalam menghadapi proses peradilan pidana. II. ISI 2.1 Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini yaitu metode penelitian hukum normatif Adapun penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan 1 Leden Marpaung, 1996, Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dan Masalah Preverensinya, Sinar Grafika, Jakarta, h. 81 2 Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 1-2 2

penelitian perbandingan hukum. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka yang ada, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier untuk selanjutnya bahanbahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti 3. 2.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan 2.2.1 Latar Belakang Perlunya Perlindungan Hukum Bagi Korban Perkosaan Tindak pidana perkosaan adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan, utamanya terhadap kepentingan seksual lakilaki. Perhatian dan perlindungan terhadap kepentingan korban tindak pidana perkosaan baik melalui proses peradilan pidana maupun melalui sarana kepedulian ssial tertentu merupakan bagian mutlak yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan hukum pidana dan kebijakankebijakan sosial, baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun lembaga-lembaga sosial lainnya. Menurut pendapat Soetandyo Wignjosoebroto menyatakan bahwa : Perkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar. 4 Permasalahanpermasalahan yang dihadapi oleh perempuan korban tindak kekerasan seksual sangatlah kompleks. Permasalahan yang dihadapi tidak hanya perkosaan yang terjadi pada dirinya, namun juga terjadi dalam proses hukum terhadap kasus yang menimpanya. Perempuan korban tindak kekerasan seksual bisa menjadi korban ganda dalam proses persidangan dan bisa juga mendapat perlakuan yang tidak adil dalam proses untuk mencari keadilan itu sendiri. Menurut pendapat Bagong Suyanto memaparkan bahwa anak-anak korban perkosaan adalah kelompok yang paling sulit pulih. Mereka cenderung akan menderita trauma akut. Masa depannya akan hancur, dan bagi yang tidak kuat menanggung beban, maka pilihan satu-satunya akan bunuh diri. 5 Perlunya diberikan perlindungan hukum pada korban kejahatan secara memadai tidak saja merupakan isu nasional, tetapi juga internasional, oleh karena itu masalah ini perlu memperoleh perhatian yang serius. Pentingnya perlindungan korban kejahatan tidak lepas dari akibat yang dialami korban 3 Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI. Press, Jakarta, h.51-52. 4 Suparman Marzuki (et.al), 1997, Pelecehan Seksual, FH Universitas Islam Indonesia, Yogjakarta, h. 25 5 Bagong Suyanto dan Emy Susanti Hendrarso, 1996, Wanita, Dari Subordinasi dan Marginalisasi Menuju Ke Pemberdayaan, Airlangga University, Surabaya, h. 10 3

setelah perkosaan yang dialaminya. Korban tidak saja mengalami penderitaan secara fisik tetapi juga penderitaan secara psikis. 2.2.2 Perlindungan Hukum Yang Dapat Diberikan Bagi Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam Menghadapi Proses Peradilan Pidana Dasar perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women-CEDAW). Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang- Undang di atas, maka terbentuk pula Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi. Bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 meliputi: a. Perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman fisik dan mental; b. Perahasiaan identitas korban dan saksi; c. Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka. Korban memang selayaknya dilindungi sehingga ia mendapatkan rasa aman dan tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya. Dengan jaminan perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan tercipta suatu keadaan yang memungkinkan masyarakat tidak lagi merasa takut untuk melaporkan suatu tindak pidana yang diketahui atau dialaminya kepada aparat penegak hukum karena khawatir dengan ancaman dari pihak tertentu. Perlindungan terhadap korban pemerkosaan dilakukan selama proses peradilan, sebagai berikut: a. Sebelum sidang pengadilan Perlindungan hukum yang diberikan terhadap korban tindak pidana perkosaan, pertama kali diberikan oleh polisi pada waktu korban melapor. Korban ditempatkan di Ruang Pelayanan Khusus (RPK) dimana korban kekerasan atau pelecehan seksual untuk anak dan perempuan dapat melaporkan kasusnya. b. Selama sidang pengadilan Selama proses sidang pengadilan, korban dalam memberikan kesaksian didampingi oleh anggota LBH/LSM supaya korban dapat lebih tenang dan tidak merasa takut dalam persidangan. Mengingat korban masih labil psikisnya dan merasa tertekan setelah 4

menjalani pemeriksaan selama proses peradilan, maka upaya pendampingan sangat dibutuhkan oleh korban. c. Setelah sidang pengadilan Setelah pelaku dijatuhi hukuman oleh hakim, maka sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf h s/d m Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, maka korban berhak mendapatkan perlindungan yang antara lain sebagai berikut: Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;. Mendapatkan identitas baru; Mendapatkan tempat kediaman baru; Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; Mendapatkan nasihat hukum; dan/atau Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan akhir. Selama ini belum ada aparat yang memberikan perlindungan secara maksimal. Upaya negara untuk memberikan perlindungan dengan peraturan perundang-undangan pun belum maksimal. Hanya pendamping (LSM/LBH) yang memberikan layanan bagi perempuan korban perkosaan saja yang selama ini bergerak maksimal. III. Kesimpulan 1. Latar belakang diperlukannya perlindungan hukum bagi korban tindak pidana perkosaan karena korban mengalami penderitaan secara fisik dan psikis yang pemulihannya memerlukan waktu yang cukup lama pemulihannya sehingga pada saat menghadapi proses pemeriksaan dan peradilan perlu mendapatkan perlindungan hukum. 2. Perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi korban tindak pidana perkosaan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu sebelum sidang pengadilan, selama sidang pengadilan, dan sesudah sidang pengadilan. DAFTAR PUSTAKA Bagong Suyanto dan Emy Susanti Hendrarso, 1996, Wanita, Dari Subordinasi dan Marginalisasi Menuju Ke Pemberdayaan, Airlangga University, Surabaya Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung Leden Marpaung, 1996, Kejahatan Terhadap Kesusilaan Dan Masalah Preverensinya, Sinar Grafika, Jakarta Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI. Press, Jakarta Suparman Marzuki (et.al), 1997, Pelecehan Seksual, FH Universitas Islam Indonesia, Yogjakarta 5