BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak bagi semua

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang- Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dengan meratifikasi konvensi ini, Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak bagi semua anak tanpa kecuali, salah satu hak anak yang perlu mendapat perhatian dan perlindungan adalah hak-hak anak yang mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual (child abuse) terhadap anak merupakan bentuk perlakuan yang merendahkan martabat anak dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan. bentuk perlakuan seksual seperti digerayangi, dicabuli atau digauli dengan paksaan telah membawa dampak yang endemik, dalam kacamata psikologs anak akan menyimpan derita yang pernah ada 1, terlebih kekerasan seksual pada anak. Banyaknya kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia dianggap sebagai salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. hlm Kartini Kartono, 1992, Patologi Seksual II Kenakalan Remaja, CV.Rajawali, Jakarta,

2 2 Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunta sangat membutuhkan orang-orang srbagai tempat pelindung. 2 Pada tahun 2012, Di Jambi terjadi kasus yang menghebohkan, seorang laki-laki bernama Kastiyem (45) divonis 12 Tahun penjara karena telah terbukti telah melakukan perbuatan cabul terhadap 23 Siswa Sekolah Dasar di Kota Jambi, Kastiyem yang pekerjaannya sebagai penjual mainan di sekolah tersebut mengiming-imingi anak dengan hanya Rp.2000,- lalu membujuk anak untuk memegang alat kelaminnya, bahkan Kastiyem juga meraba-raba alat kelamin korbannya, perbuatan keji tersebut dilakukan disekolah setelah sehabis jam belajar, dari 23 orang korban hanya 5 orang yang korban/ keluarganya bersedia memberikan keterangan di Kantor Polisi. 3 Pada tahun yang sama, seorang ibu berkonsultasi ke Lembaga Swadaya Masyarakat Sikok Di Kota Jambi atas perbuatan cabul yang sering dilakukan oleh suami keduanya terhadap anaknya yang berusia 7 tahun, anak tersebut merupakan anak dari suami pertamanya. Menurut keterangan si anak, Ayah tirinya pernah meminta agar anak memegang alat kelaminnya dan memangku anak sambil meraba-raba organ vital anak. Tetapi setelah disarankan oleh aktifis LSM untuk melaporkan perbuatan cabul tersebut ke kantor polisi, si ibu menolak dengan alasan tidak mau aibnya diketahui orang 2 Dikdik M Arief Mansyur, 2006, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, PT. Raja Granfindo Persada, Jakarta, hlm Hasil wawancara dengan Erwan Andriadi, selaku Penyidik pada Unit Perlindungan Perempuan dan Anak di Kepolisian Daerah Jambi, 11 Desember 2015.

3 3 lain, tidak mau repot atas proses hukumnya yang lama dan berbelitbelit dan apabila suaminya dipenjara siapa yang akan memberi nafkah selanjutnya. 4 Pencabulan yang dilakukan terhadap anak di bawah umur tentunya akan berdampak pada psikologis maupun perkembangan lainnya terhadap anak tersebut. Dampak psikologis pada anak-anak akan melahirkan trauma berkepanjangan yang kemudian dapat melahirkan sikap tidak sehat, seperti minder, takut yang berlebihan, perkembangan jiwa terganggu, dan akhirnya berakibat pada keterbelakangan mental. Keadaan tersebut kemungkinan dapat menjadi suatu kenangan buruk bagi anak korban pencabulan tersebut. Peran aktif dari para aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan kesusilaan sangat diperlukan. Anak-anak harus mendapatkan keadilan dari pihak-pihak yang berwenang. Untuk mendapatkan keadilan tersebut jalan satu-satunya adalah melaporkannya ke Kepolisian untuk dilakukan proses hukum agar si pelaku menjadi jera dengan diberikannya sanksi pidana yang setimpal atas perbuatannya, oleh karena itu pemerintah berupaya memberikan perlindungan pada anak. Atas dasar pertimbangan tersebut, pemerintah telah menerbitkan peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang perlindungan anak yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 4 Hasil wawancara dengan Ratna Dewi, selaku Aktifis di Lembaga Swadaya Masyarakat SIKOK di Kota Jambi, 22 Desember 2014.

4 4 Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Namun pada kenyataannya, masih banyak anak yang dilanggar haknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, diskrimansi bahkan tindakan yang tidak manusiawi terhadap anak, tanpa ia dapat melindungi dirinya, dan tanpa perlindungan yang memadai dari keluarganya, masyarakat, dan pemerintah. Sudartoberpendapat bahwa untuk menanggulangi kejahatan diperlukan suatu usaha yang rasional dari masyarakat, yaitu dengan cara politik kriminal. Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence). Olehkarena itu dapat dikatakan, bahwa tujuan utama dari politik kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. 5 Alasan kasus-kasus pencabulan tidak dilaporkan oleh korban kepada aparat penegak hukum untuk diproses ke Pengadilan karena beberapa faktor, diantaranya korban merasa malu dan tidak ingin aib yang menimpa dirinya diketahui oleh orang lain, atau korban merasa takut karena telah diancam oleh pelaku bahwa dirinya akan dibunuh jika melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Hal ini tentu saja mempengaruhi perkembangan mental/kejiwaan dari 5 Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra AdityaBakti, Bandung, hlm. 1.

5 5 para korban dan juga berpengaruh pada proses penegakan hukum itu sendiri untuk mewujudkan rasa keadilan bagi korban dan masyarakat. Faktor korban berperan penting untuk dapat mengatasi atau menyelesaikan kasus pencabulan ini, hal ini memerlukan keberanian dari korban untuk melaporkan kejadian yang menimpanya kepada polisi, Diharapkan dari laporan ini, maka kasusnya dapat terbuka dan dapat dilakukan proses pemeriksaan sehingga korban akan memperoleh keadilan atas apa yang menimpadirinya. Anak yang merupakan korban pencabulan seringkali menjadi korban ganda, ketika harus kerumah sakit untuk mengobati luka-lukanya, membiayai sendiri biaya transportasi, dan perawatan rumah sakit. 6 Seringkali proses ini harus dilalui oleh korban sebelum kesehatannya benar-benar pulih. Anak yang berhadapan dengan hukum, khususnya anak yang menjadi korban pencabulan perlu mendapat perlindungan khusus sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 69A Undang-Undang Perlindungan anak, dilakukan melalui upaya : 1. edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan; 2. rehabilitasi sosial; 3. pendampingan psikologis pada saat pengobatan sampai pemulihan; dan 4. pemberian perlindungan dan pendampngan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan disidang pengadilan. 6 Suryono Ekotama, 2001, Abortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan Persfektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana, Universitas Atmajaya, Jakarta. hlm. 136.

6 6 Sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 7A Undang-Undang Tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyebutkan bahwa korban maupun keluarganya juga dapat menuntut tuntutan ganti kerugian dalam bentuk restitusi atas tindak pidana yang menimpanya kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Pengajuan permohonan restitusi dapat diajukan sebelum ataupun setelah adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Restitusi yang diajukan sebelum adanya putusan pengadilan, LPSK dapat mengajukan kepada Penuntut Umum untuk dimuat dalam tuntutannya sedangkan restitusi yang diajukan setelah adanya putusan hakim maka LPSK dapat mengajukan kepada pengadilan untuk mendapat penetapan. Perhatian dan perlindungan terhadap kepentingan korban tindak pidana pencabulan baik melalui proses peradilan pidana maupun melalui sarana kepedulian sosial tertentu merupakan bagian mutlak yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan hukum pidana dan kebijakan-kebijakan sosial, baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun oleh lembaga-lembaga sosial yang ada. Berdasarkan tujuan untuk mewujudkan pemerataan keadilan dan kesejahteraan umum, maka hak korban tindak pidana pencabulan untuk dilindungi pada dasarnya merupakan bagian integral dari hak asasi di bidang jaminan sosial. Uraian latar belakang di atas, merupakan faktor yang dijadikan alasan bagi penulis untuk melakukan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban TindakPidana Perncabulan Di Kota Jambi.

7 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahan dalam hasil penelitian ini antara lain : 1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pencabulan di Kota Jambi? 2. Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pencabulan di Kota Jambi? 3. Bagaimana mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan perlindungan anak sebagai korban tindak pidana pencabulan? C. Keaslian Penelitian Hasil penelitian yang diangkat oleh penulis ini memiliki ciri khas yang dapat di katakan orisinil. Orisinalitas hasil penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yakni terletak pada isu utama yang diangkat oleh penulis merupakan isu pelaksanaan, pencarian kendala-kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum bagi anak korban tindak pidana pencabulan di Kota Jambi serta cara mengatasinya, Selain itupenulis juga hanya mengangkat satu tindak pidana yang melibatkan anak sebagai korban, yakni hanya tindak pidana pencabulandimana tindak pencabulan yang menjadi sasaran dalam hasil penelitian menurut penulis perlu dibahas, mengingat dampak yang dimunculkan atas dugaan tindak pencabulan adalah merusak masa depan generasi bangsa ke depan. Argumentasi orisinalitas hasil penelitian yang penulis lakukan ini tidak hanya dibangun tanpa adanya

8 8 pembanding dengan penelitian-penelitian sejenis, namun penulis melakukan penelusuran terhadap penelitian sejenis atau mirip dengan hasil peneliitan yang penulis lakukan. Hasil dari penelusuran yang penulis lakukan, didapatkan penelitian sejenis namun berbeda objek kajian dan lokasinya yakni berjudul: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ira Dwiati di Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro Semarang dengan Judul Perlindungan Hukum terhadap Korban Perkosaan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana ide dasar diberikannya perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban perkosaan dan bagaimana korban diperlakukan dalam sistem peradilan pidana. Hasil penelitian tesisadalah sebagai berikut: a. Korban tindak pidana perkosaan selain mengalamipenderitaan secara fisik juga mengalami penderitaan secara psikisyang membutuhkan waktu lama untuk memulihkannya. Mengingatpenderitaan yang dialami korban tindak pidana perkosaan tidak ringandan membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk bisamemulihkannya, maka aparat penegak hukum berkewajiban memberikan perlindungan terhadap korban tindak pidana perkosaan yang diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangansebagai produk hukum yang memihak korban. b. Aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) masih memperlakukan perempuan korban kekerasan (perkosaan) sebagai obyek, bukan

9 9 subjek yang harus didengarkan dan dihormati hak-hak hukumnya. Mereka kebanyakan masih menjadikan perempuan korban perkosaan menjadi korban kedua kalinya (revictimisasi) atas kasus yang dialaminya. Korban masih sering dipersalahkan dan tidak diberi perlindungan seperti apa yang dibutuhkannya. Aparat (polisi, hakim, jaksa) tidak mempunyai perspektif terhadap perempuan korban perkosaan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Fani Rahmawati di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul Tinjauan Tentang Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Pencabulan Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta).Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana perlindungan hukum terhadap anak dan hambatan apa saja yang ditemui. Hasil penelitian skripsi ini adalah : a. Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana pencabulan menurutundang-undang No. 23 Tahun 2002 terdiri dari dua sisi yaitu dari sisiterdakwa dan dari sisi korban tindak pidana pencabulan itu sendiri. Darisisi terdakwa maka bentuk perlindungan hukum terhadap tindak pidanapencabulan adalah dengan memberikan hukuman terhadap terdakwa. Sedangkan dari sisi perlindungan hukum kepadakorban tindak pidana pencabulan maka bentuknya adalah sesuai dengan Pasal

10 10 64 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. b. Hambatan dan solusi di dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadapanak korban kekerasan pencabulan antara lain adalah : Korban pencabulan merupakan individu yang menderita secara fisik, mental dan sosial karena tindakan kejahatan, bahkan korban dapat menderita ketakutan berkepanjangan, hal ini dikarenakan korban pencabulan selain menderita secara fisik, juga mengalami tekanan batin yang hebat akibat tindakan tersebut. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran ilmiah terhadap pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya perlindungan hukum bagi anak korban tindak pidana pencabulan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi pembentuk undang-undang, penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan hukum bagi anak. Sehingga terhadap delik yang mengatur sanksi bagi pelaku tindak pidana pencabulan memiliki linierisasi dengan upaya maksimal pengembalian psikologis anak yang menjadi korban tindak pidana pencabulan.

11 11 b. Bagi Institusi Kepolisian, diharapkan bermanfaat menyempurnakan upaya koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam menegakkan tindak pidana pencabulan, agar esensi kepentingan perlindungan hukum bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dapat terlaksana secara optimal demi tumbuh kembangnya anak yang wajar. c. Bagi institusi kejaksaan, diharapkan bermanfaat menyempurnakan upaya koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam menegakkan tindak pidana pencabulan, agar esensi kepentingan perlindungan hukum bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dapat terlaksana secara optimal dan pemberian tuntutan hukuman bagi pelaku tindak pidana pencabulan dapat memberikan efek jera serta aplikatif. d. Bagi institusi Hakim, diharapkan bermanfaat dalam mengambil putusan hasil pemeriksaan dan mengadili perkara tindak pidana pencabulan demi tercapainya asas kemanfaatan baik bagi efek jera pelaku ke depannya, serta bagi efek psikologi anak yang menjadi korban tindak pidana pencabulan, sebagaimana tujuan dari hukum yang mengharapkan tercapainya keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.

12 12 E. Tujuan Penelitan Melalui hasil penelitian ini, penulis memiliki tujuan yang telah didapatkan, yakni : 1. Tujuan Untuk Ilmu Pengetahuan a. Untuk dapat mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum anak korban tindak pidana pencabulan di Kota Jambi; b. Untuk dapat mengetahui kendala-kendala apa yang terdapat dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana pencabulan di kota jambi; c. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi kendala-kendala yang menghambat pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pencabulan di Kota Jambi. 2. Tujuan Pembangunan Hasil penelitian ini kedepannya juga dapat memberikan kontribusi pemikiran terkait evaluasi dan koreksi pelaksanaan regulasi perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan, serta hasil penelitian ini dapat membantu mewujudkan pembangunan perlindungan hukum yang optimal bagi anak yang menjadi korban tindak pidana pencabulan.

13 13