Comparison of corneal endothelial cells loss after phacoemulsification between soft shell and adaptive viscoelastic ORIGINAL ARTICLE

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Katarak adalah suatu kekeruhan lensa yang. menyebabkan gangguan penglihatan. Katarak berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kornea merupakan jaringan transparan avaskular yang berada di dinding depan bola mata. Kornea mempunyai fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Kornea merupakan dinding depan bola mata yang transparan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN PASCAFAKOEMULSIFIKASI ANTARA PASIEN KATARAK SENILIS EMETROP DAN MIOPIA DERAJAT TINGGI DI RSUD DR.

JST Kesehatan, Januari 2015, Vol.5 No.1 : ISSN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kornea merupakan jaringan yang transparan dan avaskuler yang membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kesehatan indera. penglihatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

Intraocular Pressure Fluctuation after Cataract Surgery: Comparison between Phacoemulsification & Small-Incision Cataract Surgery

PEMBERIAN ASAM ASKORBAT ORAL MENGHAMBAT PENURUNAN DENSITAS SEL ENDOTEL KORNEA PASCA FAKOEMULSIFIKASI

AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY

Perbedaan Tajam Penglihatan Pra dan Pasca Bedah Katarak dengan Uveitis

BAB III METODE PENELITIAN

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULAR PRA DAN PASCAOPERASI KATARAK PADA PASIEN GLAUKOMA AKIBAT KATARAK DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

Additional Intraocular Surgery after Pediatric Cataract Surgery

PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL.

HUBUNGAN ANTARA RISIKO TERJADINYA KATARAK SEKUNDER DENGAN BERBAGAI TEKNIK OPERASI KATARAK DI RSUD dr.saiful ANWAR MALANG PERIODE JANUARI DESEMBER 2008

UNIVERSITAS UDAYANA MADE INTAN SHANTIVANI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katarak umumnya didefinisikan sebagai kekeruhan lensa. Katarak

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan

PERBANDINGAN SENSIBILITAS KORNEA SEBELUM DAN SESUDAH OPERASI FAKOEMULSIFIKASI PADA PASIEN KATARAK SENILIS

BAB I PENDAHULUAN. Edema sistoid makula atau cystoid macular edema (CME) merupakan komplikasi patologis retina yang sering terjadi dan terdapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Oleh: Esti Widiasari S

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi tugas dan Melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

KEAKURATAN TAJAM PENGLIHATAN HASIL BIOMETRI DENGAN HASIL KOREKSI KACAMATA BERDASARKAN AXIAL LENGTH

Jurnal Oftalmologi Indonesia JOI. Vol. 8. No. 1 Desember 2011

KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN TINGKAT KELENGKAPAN PENGISIAN FORMULIR DAN ADEKUASI HASIL APUSAN PAP SMEAR

BAB I PENDAHULUAN. Air mata merupakan salah satu alat proteksi mata. atau daya pertahanan mata selain alis dan bulu mata.

The Incident of Postoperation Complication with Phacoemulsification at PKU Muhammadiyah Yogyakarta 1

PENGARUH INTERVENSI MUSIK KLASIK MOZART DIBANDING MUSIK INSTRUMENTAL POP TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DENTAL PASIEN ODONTEKTOMI

PROFIL GLAUKOMA SEKUNDER AKIBAT KATARAK SENILIS PRE OPERASI DI RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2011 DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. Sembilan puluh persen dari 285 juta penderita gangguan penglihatan tinggal

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

KEBERHASILAN OPERASI PADA TRABEKULEKTOMI DENGAN DAN TANPA HIDROKSIPROPIL METILSELULOSA 2%

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB I PENDAHULUAN. sebagai katarak sekunder atau after cataract yang disebabkan oleh lensa sel

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KATARAK SENIL DAN KOMPLIKASI KEBUTAAN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2009 DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

induced astigmatism yang rendah. Sayangnya dalam beberapa kondisi teknik operasi fakoemulsifikasi tidak bisa dilakukan, misalnya pada daerah dengan

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN PASCAOPERASI FAKOEMULSIFIKASI PADA PASIEN KATARAK SENILIS DENGAN DIABETES MELLITUS DAN TANPA DIABETES MELITUS

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan

Universitas Sumatera Utara-RSUP-HAM Medan

Katarak adalah : kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur-angsur, penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara)

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ

BAB I PENDAHULUAN. akibat hidrasi (penambahan cairan) dan denaturasi protein lensa. Seseorang

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN EFEK PEREGANGAN AKUT SELAMA 15 DAN 30 DETIK TERHADAP KEKUATAN KONTRAKSI OTOT BICEPS BRACHII. Oleh : RUDY TANUDIN

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN PASCAOPERASI FAKOEMULSIFIKASI ANTARA PASIEN KATARAK SENILIS TANPA MIOPIA DENGAN MIOPIA DERAJAT TINGGI

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

Nama Jurnal : European Journal of Ophthalmology / Vol. 19 no. 1, 2009 / pp. 1-9

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan melihat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama, yaitu high contrast acuity atau tajam penglihatan, sensitivitas terhadap

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN II.1. BEDAH KATARAK FAKOEMULSIFIKASI DENGAN PENANAMAN

ARTIKEL KARYA ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN PENURUNAN TEKANAN INTRAOKULER PADA TERAPI TIMOLOL MALEAT DAN DORSOLAMID PASIEN GLAUKOMA. Jurnal Media Medika Muda

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA PUZZLE TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN ANAK PRASEKOLAH (5-6 TAHUN)

PERBEDAAN PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA PENDERITA MIOPIA RINGAN, SEDANG, DAN BERAT LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA SERUM DAN PLASMA NATRIUM FLUORIDA DENGAN PENUNDAAN PEMERIKSAAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti

SURAKARTA. Persyaratan Memperoleh G commit to user

SKRIPSI PROFIL KATARAK SENILE PRE-OPERATIF DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA PERIODE BULAN NOVEMBER 2014 SAMPAI DENGAN APRIL 2015

Kata Kunci: Katarak, Diabetes Mellitus, Riwayat Trauma Mata, Konsumsi Minuman Beralkohol, Pekerjaan

PROPORSI PENGGUNAAN TEKNIK BEDAH DAN MORTALITAS PENYAKIT GASTROSCHISIS DI RSUP SANGLAH PADA TAHUN

Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder antara Pasien Post Operasi Tunggal dan Kombinasi Vitrektomi - Sklera Bukle

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

I KOMANG AGUS SETIAWAN

ABSTRAK PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PASIEN KATARAK PADA RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA TAHUN 2015

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN MIOPIA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Penurunan Tekanan Intraokular Pascabedah Katarak pada Kelompok Sudut Bilik Mata Depan Tertutup dan Terbuka

SKRIPSI PERBANDINGAN ASTIGMATISMA PRA DAN PASCA OPERASI KATARAK DENGAN TEKNIK FAKOEMULSIFIKASI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA

JUMLAH SEL T CD4+ PASIEN HIV KOINFEKSI HCV RNA POSITIF DAN NEGATIF RSUD DR. MOEWARDI DI SURAKARTA SKRIPSI

ABSTRAK. Kata kunci:berkumur, infusa jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle), plak gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Katarak adalah keadaan terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di

PERBEDAAN GAIT PARAMETER PADA KONDISI FLEXIBLE FLAT FOOT DAN ARKUS KAKI NORMAL ANAK USIA TAHUN DI SD NEGERI 3 CEPU

BAB I PENDAHULUAN. global yang harus segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan

Follow-up dilakukan 1 jam, 1 minggu, 1 bilan, 1 tahun, dan 3 tahun pos operasi.

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

ABSTRAK. Kata kunci: Plak gigi, alat ortodontik cekat, pasta gigi, enzim amyloglucosidase, enzim glucoseoxidase.

SKRIPSI SENAM JANTUNG SEHAT DAPAT MENURUNKAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

54 Comparison of corneal endothelial cells loss after phacoemulsification between soft shell and adaptive viscoelastic ORIGINAL ARTICLE Comparison of Corneal Endothelial Cells Loss After Phacoemulsification between Dispersive- Cohesive Viscoelastic (Soft Shell) and Adaptive Viscoelastic in Hard Density Senile Cataract Elvita Marer, Budiman, Irawati Irfani Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran Cicendo National Eye Centre, Bandung, West Java ABSTRACT Background: Phacoemulsification cataract surgery can cause endothelial damage. Endothelial damage during phacoemulsification is caused by ultrasound energy (power), fluid turbulence, trauma by lens fragment, and the formation of air bubbles. To protect the corneal endothelium during phacoemulsification, we can use two types of dispersive and cohesive viscoelastic simultaneously (soft shell); dispersive viscoelastic not entirely in aspiration, but still coats the endothelium during phacoemulsification. The aim of this study is to compare the corneal endothelial cell loss one month after phacoemulsification cataract surgery between dispersive-cohesive viscoelastic (soft shell) and adaptive viscoelastic in hard lens nucleus. Methods: This study was randomised clinical trials. Subjects were mature senile cataract patients, aged 50 years old, who came to Cataract and Refractive Surgery Unit at Cicendo Eye Hospital. Selection of the sample was consecutive admission, divided into two groups: dispersive-cohesive viscoelastic (soft shell) and adaptive viscoelastic up to 13 samples per group. Examinations of corneal endothelial cells pre-surgical and one month post surgical were performed by a nurse in the diagnostic unit at Cicendo Eye Hospital, Bandung, by using specular microscope. Results: Corneal endothelial cell loss one month post surgery in the soft shell group was 1467.55 cells/mm 2 (59.09%) and adaptive viscoelastic group was 1682.3 cells/mm 2 (60.32%). There was no statistically significant difference between the two groups (p=0.184). Conclusion: Loss of post-operative corneal endothelial cells in cataract degree 5 and 6 was not statistically significant between soft shell an adaptive viscoelastic group. Keywords: phacoemulsification, dispersive-cohesive (soft shell), corneal endothelial cells, specular microscope S ejak prosedur fakoemulsifikasi diperkenalkan pada tahun 1967 oleh Charles Kelman, dekompensasi kornea pasca bedah merupakan masalah yang penting. Faktor risiko yang berhubungan dengan edema kornea dan kehilangan sel endotel kornea selama tindakan fakoemulsifikasi adalah adanya turbulensi atau pergerakan cairan irigasi, adanya gelembung udara, trauma endotel langsung oleh fragmen lensa, waktu fakoemulsifikasi (phaco time) yang lama, terbentuknya radikal bebas, dan trauma panas akibat energi ultrasound (power) yang dibutuhkan untuk emulsifikasi nukleus lensa. Faktor usia juga dapat mempengaruhi kehilangan sel endotel kornea pasca bedah karena dengan bertambahnya usia, sel akan

Ophthalmol Ina 2016;42(1):54-59 55 mengalami kematian dan tidak digantikan melalui proses mitosis, bentuk sel menjadi tidak seragam dan tidak teratur setelah usia tua. 1,2,3 Arshinoff memperkenalkan pemakaian viskoelastik dispersif-kohesif (soft shell) secara bersamaan untuk melindungi endotel kornea selama fakoemulsifikasi dan baik digunakan pada pasien katarak dengan nukleus lensa yang keras. 2,7,8,9 Penelitian oleh Miyata dkk serta Kim dkk menggunakan viskoelastik dispersif-kohesif secara bersamaan (soft shell) aman dan efektif untuk melindungi endotel kornea selama operasi fakoemulsifikasi pada pasien katarak dengan nukleus lensa yang keras. 7,8 Penelitian ini akan membandingkan antara pemakaian sodium hialuronat 3% dan kondroitin sulfat 4% (Viscoat) bersamaan dengan sodium hialuronat 1% (Provisc) dibandingkan dengan sodium hialuronat 2.3% (Healon-5). METODE Penelitian ini merupakan penelitian prospektif, sebanyak 24 mata pasien katarak senilis derajat lima dan enam (NO5NC5 dan NO6NC6) berdasarkan klasifikasi Lens Opacity Classification System (LOCS) III, usia 50 tahun yang dilakukan tindakan fakoemulsifikasi dengan implantasi lensa intraokular (LIO) di Unit Katarak dan Bedah Refraktif Rumah Sakit Mata Cicendo (RSMC) Bandung mulai bulan November 2014 sampai Februari 2015. Pasien dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok I (viskoelastik dispersif-kohesif) dan kelompok II (viskoelastik adaptif). Pasien dengan kelainan kornea, glaukoma, uveitis, diabetes mellitus, sel endotel kornea pra bedah <2.000 sel/mm 2 akan dieksklusi. Pasien dengan komplikasi intrabedah seperti corneal burn, ruptur kapsul posterior, prolaps vitreus, drop nukleus, iridodialisa, dan aspirasi korteks tidak lengkap juga dieksklusi. Semua tindakan bedah dikerjakan oleh satu orang operator. Mata ditetes dengan fenilefrin 1% dan tropikamid 2% untuk dilatasi pupil. Setelah anestesi topikal dibuat groove linier clear corneal sepanjang 2.75 mm di bagian temporal kornea. Pada kelompok I diinjeksikan Viscoat ke dalam bilik mata depan, kemudian diinjeksikan Provisc di bawah Viscoat. Kapsulotomi dengan continuous curvilinear capsulorrhexis (CCC) menggunakan sistotom. Fakoemulsifikasi memakai power renda dan vakum tinggi. Phaco time, phaco energy, dan total surgical time dicatat. Tajam penglihatan diperiksa 1 hari, 1 minggu, dan 4 minggu pasca bedah. Pemeriksaan sel endotel kornea pra-bedah dan 4 minggu pasca bedah menggunakan mikroskop spekular merk SP 3000. Data dianalisis menggunakan uji t tidak berpasangan jika data berdistribusi normal atau uji Mann Whitney jika data tidak berdistribusi normal. Kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p<0,05. HASIL Tabel 1 memperlihatkan usia terbanyak adalah 60-69 tahun pada kedua kelompok dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p=0,449). Pasien perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki pada kelompok 1 dan pasien laki-laki sama dengan perempuan pada kelompok 2 dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p=0,408). Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian Karakteristik 1 2 Kemaknaan (n=12) (n=12) Usia 50-59 60-69 70 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Derajat kekeruhan nukleus NO5NC5 NO6NC6 1 9 2 4 8 7 5 2 6 4 6 6 7 5 x 2 : chi-square test *berdasarkan uji x 2 bermakna bila p<0.05 x 2 =1,600 p=0,449 x 2 =0,686 p=0,408 x 2 =0,00 p=1,00 Tabel 2 memperlihatkan rerata jumlah sel endotel kornea prabedah untuk kelompok 1 sedikit lebih rendah dibandingkan kelompok 2 (p=0,094). Jumlah sel endotel kornea 1

56 Comparison of corneal endothelial cells loss after phacoemulsification between soft shell and adaptive viscoelastic Tabel 2. Besarnya kehilangan sel endotel kornea 1 bulan pasca bedah Parameter 1 (n=12) 2 (n=12) Jumlah endotel pra bedah (sel/mm 2 ) 2564,45 2756,95 2149,6-2863,5 2404,2-3355,1 Jumlah endotel 1 bulan pasca bedah (sel/mm 2 ) Rerata kehilangan endotel 1 bulan pasca bedah (sel/mm 2 ) Rerata kehilangan sel endotel (%) bulan pasca bedah pada kelompok 1 lebih kecil dibandingkan kelompok 2 (p=0,817). Tabel 2 juga memperlihatkan besarnya kehilangan sel endotel kornea 1 bulan pasca bedah pada kelompok 1 lebih kecil dibandingkan kelompok 2 (p=0,419). Persentase kehilangan sel endotel kornea pada kelompok 1 juga lebih kecil, yaitu sebesar 59,09% dibandingkan kelompok 2 sebesar 60,33% (p=0,184). Berdasarkan Tabel 3 rerata semua parameter intrabedah dalam penelitian ini didapatkan hasil yang hampir sama dan hasil uji statistik dengan uji t tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Tabel 3. Parameter intrabedah Parameter 1 (n=12) 2 (n=12) Kemaknaan Phaco energy (%) 17,30 18,65 14,30-19,70 10,10-30,00 p=0,354 Phaco time (detik) 88,50 86,00 45-125 32-120 p=0,371 Effective phaco time (detik) 15,85 15,93 7,15-23,5 3,54-36,0 p=0,864 Total surgical time (detik) 417,25 398,5 (365,56) (336,36) p=0,572 210-1560 210-1440 t: t test *berdasarkan uji t bermakna bila p<0.05 Berdasarkan Tabel 4, rerata tajam penglihatan 1 bulan pasca bedah dengan koreksi terbaik didapatkan hasil yang sama, dengan nilai p=0,423. 1048,25 655,8-2102,3 1467,55 321,7-1815,3 59,09 14,31-73,25 Z M-W : Mann Whitney test; *berdasarkan uji Mann Whitney bermakna bila p<0.05 1175,35 788,2-2599,6 1682,3 376,5-1886,80 60,32 12,65-67,22 Tabel 4. Rerata tajam penglihatan 1 bulan pasca bedah dengan koreksi terbaik Parameter 1 (n=12) 2 (n=12) Kemaknaan Tajam penglihatan 1 bulan pasca bedah 0,8 0,8 0,32-1,00 0,63-1,00 p=0,423 t: t test *berdasarkan uji t bermakna bila p<0.05 DISKUSI Kemaknaan Z M-W =43,00 p=0,094 Z M-W =68,00 p=0,817 Z M-W =58,00 p=0,419 p=0,184 Dalam penelitian ini, rerata jumlah sel endotel kornea pra bedah adalah sebesar 2.564,45 sel/mm 2 pada kelompok 1 dan 2.756,95 sel/mm 2 pada kelompok 2. Rerata kehilangan sel endotel kornea 1 bulan pasca bedah dalam penelitian ini lebih kecil pada kelompok 1, yaitu sebesar 1.467,55 sel/mm 2 dibandingkan kelompok 2 sebesar 1.682,3 sel/mm 2, namun analisis statistik tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p=0,419). Penelitian oleh Miyata dkk pada katarak derajat 3, rerata kehilangan sel endotel kornea 3 bulan pasca bedah adalah sebesar 9,6% pada kelompok soft shell dan 16,3% pada kelompok kontrol, dengan nilai p=0,003. 8 Penelitian oleh Kim dkk melibatkan katarak dengan kekeruhan nukleus derajat 1, 2, 3, dan 4, kehilangan sel endotel kornea 2 bulan pasca bedah lebih sedikit pada kelompok soft shell dengan kekeruhan nukleus derajat 4, yaitu sebesar 12,2% dengan nilai p=0,0012. 7 Hal ini berbeda dengan yang didapatkan dalam penelitian ini, dimana semua subjek adalah katarak dengan kekeruhan nukleus

Ophthalmol Ina 2016;42(1):54-59 57 derajat 5 dan 6, sehingga kehilangan sel endotel kornea 1 bulan pasca bedah jauh lebih besar dibandingkan dengan penelitianpenelitian sebelumnya, yaitu sebesar 59,09% (14,31-73,25%) pada kelompok 1 dan 60,32% (12,65-67,22%) pada kelompok 2. Secara statistik, tidak ditemukan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p=0,184). Selain itu, faktor ras juga mempengaruhi kedalaman bilik mata depan, bisa saja pasien pada penelitian sebelumnya memiliki bilik mata depan yang lebih dalam dibandingkan penelitian ini, sehingga trauma endotelnya lebih sedikit. Defek pada endotel dapat membaik dalam waktu satu sampai beberapa minggu, tergantung pada beratnya edema kornea. Edema kornea pasca bedah katarak akan menghilang dalam waktu 4-6 minggu. Setelah integritas lapisan endotel diperbaiki, fungsi pompa dan sawar endotel segera kembali stabil ditandai dengan deturgensi stroma dan meningkatnya kejernihan kornea. 10,12,13,14 Kornea tampak edema satu hari pasca bedah dalam penelitian ini; edema kornea berkurang saat pasien kontrol selanjutnya, yaitu 1 minggu dan 4 minggu pasca bedah. Hal ini didukung oleh tajam penglihatan yang mengalami kemajuan dan dapat dilakukan koreksi maksimal 1 bulan pasca bedah. Edema kornea yang berat (visus kurang dari 6/60) diberikan obat tetes yang dapat membantu mengurangi edema kornea tersebut sejak hari pertama pasca bedah. 2 Dalam penelitian ini, diberikan obat tetes yang mengandung sodium klorida 50 mg/ml dengan dosis 4x1 tetes/hari. Obat ini menyerap cairan, membuat kornea menjadi dehidrasi sehingga dapat membantu mengurangi edema tersebut. Kornea berpotensi edema jika jumlah sel endotel kornea 800 sel/mm 2. Jumlah sel endotel 500-800 sel/mm 2 adalah batas minimal yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi kornea normal. Jumlah sel endotel kornea di bawah 500 sel/mm 2 menyebabkan edema kornea permanen akibat peningkatan permeabilitas dan insufisiensi pompa mekanik untuk pengaturan cairan. 2,10,11,12,13 Dalam penelitian ini, jumlah sel endotel pasca bedah paling rendah pada kelompok soft shell sebesar 655,8 sel/mm 2 dan kelompok viskoelastik adaptif sebesar 788,2 sel/mm 2. Terdapat 8 pasien dengan jumlah sel endotel <1.000 sel/mm 2 pada kedua kelompok dan edema kornea secara klinis tampak berkurang saat pasien kontrol 1 minggu dan 4 minggu pasca bedah dan dapat dilakukan koreksi tajam penglihatan 1 bulan pasca bedah. Hal ini mengindikasikan bahwa fungsi pompa endotel masih baik untuk mempertahankan transparansi/kejernihan kornea. Morfologi endotel juga digambarkan dalam ukuran sel (polimegatism/koefisien variasi), yaitu rerata luas sel dibagi dengan standar deviasi luas sel dan bentuk sel (plemorphism/persentase sel heksagonal). Ukuran sel/koefisien variasi akan mengalami pembesaran dan bentuk sel heksagonal akan berubah setelah tindakan bedah katarak. Densitas sel endotel bisa tidak berbeda antara 1 bulan, 2 bulan, ataupun 3 bulan pasca bedah, tetapi ukuran sel yang besar akan kembali ke bentuk normal dan bentuk sel akan kembali ke bentuk heksagonal 3-12 bulan pasca bedah. Ketebalan kornea sentral pasca fakoemulsifikasi kembali ke nilai prabedah pada bulan ke-3 sampai ke-12, sehingga waktu yang tepat untuk mengukur sel endotel kornea adalah minimal 3 bulan pasca bedah, seperti penelitian yang dilakukan oleh Miyata dkk, namun penelitian oleh Gharaee H dkk (2011) melakukan pengukuran sel endotel kornea 1 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan pasca bedah fakoemulsifikasi didapatkan hasil yang tidak bermakna. 10,12,13,14,24 Teknik fakoemulsifikasi sebaiknya menggunakan power yang rendah dengan vakum yang tinggi untuk memecah nukleus lensa. 2 Hal ini sudah diterapkan dalam penelitian ini dengan rata-rata power yang digunakan sebesar 30%, vakum sebesar 250-500 mmhg dan flow rate sebesar 36-50 cc/menit, dan trauma pada endotel dapat terjadi disebabkan oleh tingginya turbulensi cairan maupun trauma endotel oleh fragmen lensa selama fakoemulsifikasi. Rerata effective phaco time pada kelompok 1 adalah sebesar 15,85 detik, dengan rerata phaco energy sebesar 17,3% dan phaco time sebesar 88,50 detik. Rerata effective phaco

58 Comparison of corneal endothelial cells loss after phacoemulsification between soft shell and adaptive viscoelastic time pada kelompok 2 adalah sebesar 15,93 detik, dengan phaco energy sebesar 18,65% dan phaco time sebesar 86 detik. Effective phaco time pada kelompok 1 hampir sama dengan kelompok 2 (p=0,864). Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Miyata dkk yang melibatkan katarak derajat 3 atau lebih, dimana phaco time pada kelompok yang memakai viskoelastik dispersif-kohesif adalah lebih besar jika dibandingkan kelompok kohesif, namun phaco energy dan phaco time pada penelitian tersebut lebih besar dibandingkan penelitian ini, walaupun dilakukan pada katarak derajat sedang atau lebih, yaitu 44,9% dan 93,5 detik pada kelompok soft shell serta 46,6% dan 72,9 detik pada kelompok kohesif. 8 Hal ini juga bisa berhubungan dengan keahlian operator yang sudah berpengalaman dalam penelitian ini, sehingga phaco time dan phaco power yang digunakan kecil, walaupun dilakukan pada katarak dengan kekeruhan nukleus derajat 5 dan 6. Total surgical time adalah waktu yang dicatat sejak insisi kornea sampai hidrasi kornea. Total surgical time antara kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Rerata total surgical time pada kelompok 1 adalah lebih lama (417,25 detik) dibandingkan kelompok 2 (398,5 detik). Secara statistik, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dengan nilai p=0,572. Total surgical time yang didapatkan dari penelitian Miyata dkk adalah lebih lama dibandingkan penelitian ini, yaitu sebesar 767 detik pada kelompok soft shell dan lebih lama dibandingkan kelompok kontrol, yaitu sebesar 610 detik. 8 Hal ini juga berhubungan dengan keahlian dan pengalaman operator. Tajam penglihatan 1 bulan pasca bedah dengan koreksi terbaik didapatkan hasil yang hampir sama antara kedua kelompok. Satu pasien pada kelompok 1 memiliki tajam penglihatan 0,32 dengan koreksi terbaik disebabkan oleh fibrosis vitreus yang menutupi aksis visual dari pemeriksaan funduskopi. Banyaknya cairan viskoelastik yang diinjeksikan juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan endotel intrabedah, tetapi dalam penelitian ini tidak ditetapkan berapa banyak volume viskoelastik yang diinjeksikan selama tindakan fakoemulsifikasi, hal ini merupakan keterbatasan dalam penelitian ini. 7,8 Viskoelastik jenis kohesif tidak sebaik viskoelastik adaptif dalam membentuk bilik mata depan dan melebarkan pupil, sehingga saat fakoemulsifikasi bilik mata depan bisa saja menjadi sedikit dangkal. Kondisi ini menyebabkan trauma pada endotel kornea, sehingga ditambahkan viskoelastik dispersif untuk melindungi endotel kornea. Viskoelastik adaptif sangat baik dalam membentuk bilik mata depan dan melebarkan pupil, sehingga mempermudah manipulasi intrabedah. Di samping itu, viskoelastik adaptif ini juga bersifat dispersif, tergantung situasi intrabedah. 2,4,5,6 Hal ini juga dapat menyebabkan hasil yang hampir sama antara kedua kelompok. Hipotesis ini tidak diterima secara statistik, kemungkinan berhubungan dengan kekurangan dan keterbatasan yang telah disebutkan di atas, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan hal ini secara statistik. Referensi 1. West SK. Looking forward to 20/20: focus on the epidemiology of eye disease. Epidemiology Reviews. Vol. 22. No. 1. USA: The John Hopkins University School of Public Health, 2000. 2. Soekardi I, Hutauruk JA. Transisi menuju fakoemulsifikasi: langkah-langkah menguasai teknik dan menghindari komplikasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Granit, 2004;36-46 3. American Academy of Ophthalmology. Lens and cataract. Section 11. Basic and Clinical Science Course 2010-2011;98-9 4. Colvard DM. Understanding the Clinical Behavior of Ophthalmic Viscoelastic Devices. Chapter 11. 91-94 5. Mahar PS. Ophthalmic viscosurgical devices (OVDs): past, present and future. Pakistan Journal of Ophthalmology 2012;28(2):56-9 6. Masket S. Clinical update on advances in ophthalmic viscosurgical devices. The State of OVDs. Based on A Roundtable Discussion Held at the 2009 American Academy of Ophthalmology Meeting in San Fransisco, Calif. 2010. 7. Kim H, Joo CK. Efficacy of the soft shell technique using Viscoat and Hyal-2000. J Cataract Refractive Surgery 2004;30:2366-70 8. Miyata K, Nagamoto T, Maruoka S, Tanabe T. Efficacy and safety of the soft shell technique in cases with a hard lens nucleus. J Cataract Refractive Surgery 2002;28:1546-50

Ophthalmol Ina 2016;42(1):54-59 59 9. Steve A, Arshinoff A. Dispersive-cohesive viscoelastic soft shell technique. J Cataract Refractive Surgery 1999;25:167-73 10. American Academy of Ophthalmology. External disease and cornea. Section 8. Basic and Clinical Science Course 2010-2011;31-6 11. American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and principles of ophthalmology. Section 2. Basic and Clinical Science Course 2011-2012;247-51 12. Jorge CW, Martinez P, Juan R, Larrocea O. Endothelial and morphological changes in anterior segment induced by 1.8 mm microcoaxial phacoemulsification and implantation of single piece hydrophilic acrylic IOL. Mexico: Department of Ophthalmology, Instituto Nacional the Rehabilitation 13. McCarey BE. Clinical specular microscopy. Corneal endothelial cell morphology. Georgia, Atlanta (USA): Emory University Eye Center 14. Nujits R. Modern technique can significantly reduce endothelial cell loss after cataract surgery. PhacoTechnology. 15. Kristiawan AY, Budiman, Syumarti. Perbandingan penurunan jumlah sel endotel kornea pada teknik fakoemulsifikasi menggunakan viskoelastik natrium hialuronat 2.3% dan natrium hialuronat 1.5%. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Mata Cicendo; 2012 16. Siska. Musa RM. Memed FK. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keratopati bullosa pasca bedah katarak. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Mata Cicendo; 2012 17. Marer E, Boesoirie SF, Budiman. Karakteristik dan tajam penglihatan pasca bedah katarak fakoemulsifikasi. Bandung: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Mata Cicendo; 2013 18. Fregard TJ. The physical basis of transparency of the normal cornea. Royal College of Ophthalmologists 1997:465-71 19. Muller LJ, Marfurt CF, Kruse F, Tervo TMT. Corneal nerve: structure, content, and function. Helsinki University Eye Hospital 2003:522-36 20. Richard J, Hoffart L, Chavane F, Ridings B. Corneal endothelial cell loss after cataract extraction by using ultrasound phacoemulsification versus a fluid based system. Vol 27. Number 1. Lippincott Williams & Wilkins; 2008