tindakan keperawatan (Suarli & Bahtiar, 2009).

dokumen-dokumen yang mirip
tugas sehari-hari (Arwani, 2005).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong dan memperbaiki,

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Model dokumentasi ini terdiri dari empat komponen, yaitu : 1) Data Dasar Data dasar berisi semua informasi yang telah dikaji dari klien ketika pert

DOKUMENTASI KEPERAWATAN Oleh Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan

MODEL DOKUMENTASI SOR, POR, FLOWSHEET. Ns. IGYP, S.Kep, M.Kes

DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk

PEDOMAN PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN

PEDOMAN PELAKSANAAN MENAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN METODE TIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit

Manajemen Asuhan Keperawatan. RAHMAD GURUSINGA, Ns., M.Kep.-

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban tenaga keperawatan profesional (Depkes RI, 2005).

SKRIPSI. Disusun Oleh : Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan. NAMA : Yusstanto NIM : J

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang

BAB... METODE PENUGASAN DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan. Pelayanan keperawatan sering dijadikan tolok ukur citra sebuah

BAB II TINJAUAN TEORETIS. dan mencapai tujuan yang telah ditentukan (Herujito, 2001). mengandung arti control yang diterjemahkan ke dalam bahasa

Fungsi PENGORGANISASIAN. Eni Widiastuti

MAKALAH TEORI, TIPE KEPEMIMPINAN, PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan (Anonim, 1992)

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus selama 24 jam kepada pasien (Simamora, 2013). Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri berbagai tenaga profesional untuk memberikan pelayanan jasa yang

Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa mampu:

BAB I PENDAHULUAN. 2. Mampu mengklasifikasi model-model dalam dokumentasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA SUPERVISI KEPALA RUANG DENGAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. informasi baik verbal atau non verbal (Chitty, 2001, dalam Marquis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan. penelitian dan manfaat penelitian.

PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN

Source-Oriented Record (SOR)

BAB 1 PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan mempunyai fungsi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pada prilaku guna mencapai tujuan tertentu. Proses psikologis tersebut merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

DIKTAT AJAR DOKUMENTASI KEBIDANAN. Oleh : CITRA HADI KURNIATI, S.ST PROGRAM STUDI KEBIDANAN DIII FAKULTAS ILMU KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG KEMAMPUAN SUPERVISI KEPALA RUANG DENGAN KINERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP)

BAB I PENDAHULUAN. besar menentukan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Keperawatan sebagai

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

KONSEP Dokumentasi KePERAWATan. Firdawsyi Nuzula, S.Kp.,M.Kes

BAB II PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN. (Manajemen Pelayanan Keperawatan Profesional). Sistem MPKP ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 7 MANAJEMEN KOMUNIKASI DAN EDUKASI (MKE)

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling

SEJ S A EJ R A AH A PROS PR E OS S E KEPER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

SUPERVISI KEPERAWATAN ENI WIDIASTUTI

BAB I PENDAHULUAN. memecahkan permasalahan yang dihadapi klien. Menurut Hojat et al (2013), rasa

Kendali Mutu Sebagai Proses

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat

KRITERIA PEMULANGAN DAN TINDAK LANJUT PASIEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, identifikasi konseptual pernyataan riset dan variabel riset dan

BAB I PENDAHULUAN. Sakit pasal 1 ayat 1 menyatakan rumah sakit adalah suatu institusi. pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

KUESIONER PENELITIAN. Hubungan Penerapan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sayang Rakyat Makassar

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

BAB I PENDAHULUAN. cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawat memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan pada

BAB II. Tinjauan Teori

PENDAHULUAN Latar Belakang

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS By: Raden Sanjoyo D3 Rekam Medis FMIPA Universitas Gadjah Mada

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan administrasi. Rumah sakit dengan peralatan yang canggih dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi

Dokumentasi Keperawatan Berbasis Teknologi Komputer Mira Asmirajanti, SKp, MKep

BAB 6 MANAJEMEN INFORMASI DAN REKAM MEDIK (MIRM)

TUGAS INDIVIDU MONITORING DAN EVALUASI KINERJA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INSTRUMEN SUPERVISI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN SECARA LANGSUNG PADA PERAWAT ASOSIET

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses keperawatan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950-an

BAB II PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN. pada pasien (Gillies, 1989). Rumah Sakit Jiwa Derah Provsu telah menerapkan

UU No 29:2004 PRAKTIK KEDOKTERAN. Law & Regulation MEDICAL RECORD AUDIT SYSTEM 11/22/12 REKAM MEDIS PARAGRAF 3. Pasal 46

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepemimpinan organisasi rumah sakit memainkan peranan yang sangat

Metode Penugasan. Sumijatun Maret 2008

INTEGRASI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT (IPKP) STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI 1 EFEKTIF TANGGAL 1 JANUARI 2018

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada standar

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asuhan Keperawatan 1. Pengertian Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan praktik keperawatan langsung pada klien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang pelaksanaannya berdasarkan kaidah profesi keperawatan dan merupakan inti praktik keperawatan (Ali, 2009). Penerapan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan untuk klien merupakan salah satu wujud tanggung jawab dan tanggung gugat perawat terhadap klien. Pada akhirnya, penerapan proses keperawatan ini akan meningkatkan kualitas layanan keperawatan pada klien (Asmadi, 2008). Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan rencana keperawatan, serta evaluasi tindakan keperawatan (Suarli & Bahtiar, 2009). 2. Tujuan proses keperawatan Menurut Asmadi (2008), proses keperawatan merupakan suatu upaya pemecahan masalah yang tutjuan utamanya adalah membantu perawat menangani klien secara komprehensif dengan dilandasi alasan

ilmiah, keterampilan teknis, dan keterampilan interpersonal. Penerapan proses keperawatan ini tidak hanya ditujukan untuk kepentingan klien, tetapi juga profesi keperawatan itu sendiri. Tujuan penerapan proses keperawatan bagi klien, antara lain : a. Mempertahankan kesehatan klien. b. Mencegah sakit yang lebih parah/penyebaran penyakit/komplikasi akibat penyakit. c. Membantu pemulihan kondisi klien setelah sakit. d. Mengembalikan fungsi maksimal tubuh. e. Membantu klien terminal meninggal dengan tenang. Tujuan penerapan proses keperawatan bagi profesionalitas keperawatan, antara lain : a. Mempraktikkan metode pemecahan masalah dalam praktik keperawatan. b. Menggunakan standar praktik keperawatan. c. Memperoleh metode yang baku, rasional, dan sistematis. d. Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan efektifitas yang tinggi. 3. Metode Asuhan Keperawatan Terdapat beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu metode kasus, metode fungsional, metode tim, dan metode keperawatan primer (Gillies, 1989 dalam Sitorus, 2006).

Meskipun sebagian sistem pemberian asuhan ini disusun untuk mengelola asuhan di Rumah Sakit, sebagian dapat diadaptasikan ke tempat lain. Memilih model pengelolaan pemberian asuhan klien yang paling tepat untuk setiap unit atau organisasi bergantung pada keterampilan dan keahlian staf, ketersediaan perawat profesional yang terdaftar, sumber daya ekonomi dari organisasi tersebut, keakutan klien, dan kerumitan tugas yang harus diselesaikan (Marquis & Huston, 2010). a. Metode Kasus Metode Kasus merupakan metode pemberian asuhan keperawatan yang pertama kali digunakan. Pada metode ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat tergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien. Setelah perang Dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari berbagai jenis program meningkat dan banyak lulusan bekerja di Rumah Sakit. Agar pemanfaatan tenaga yang bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang diharapkan dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian dikembangkan metode fungsional (Sitorus, 2006).

b. Metode Fungsional Pada Metode Fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian tugas dan prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua klien di suatu ruangan. Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif kecuali mungkin kepala ruangan. Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap layanan atau asuhan yang diberikan. Pada metode ini, kepala ruangan menentukan tugas setiap perawat dalam suatu ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannnya kepada kepala ruangan dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam membuat laporan klien (Sitorus, 2006). c. Metode Tim Metode Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan perbedaan katagori perawat pelaksana. Tujuan dari keperawatan tim adalah untuk memberikan perawatan yang berpusat pada klien. Keperawatan tim melibatkan semua anggota tim dalam perencanaan asuhan keperawatan klien, melalui penggunaan konferensi tim dan penulisan rencana asuhan keperawatan (Swansburg, 2000).

d. Metode Keperawatan Primer Metode penugasan yang paling dipuji dan dipraktikkan saat ini adalah keperawatan primer. Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega yang memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan yang diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat primer (Swansburg, 2000). Perawat primer bertanggung-jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (Sitorus, 2006). 4. Sifat-sifat Proses Keperawatan Proses keperawatan memiliki beberapa sifat yang membedakannya dengan metode lain. Sifat pertama adalah dinamis, artinya setiap langkap dalam proses keperawatan dapat kita perbarui jika situasi yang kita hadapi berubah. Sifat kedua adalah siklus, artinya proses keperawatan berjalan menurut alur (siklus) tertentu : pengkajian, penetapan diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sifat ketiga adalah saling ketergantungan, artinya masingmasing tahapan pada proses keperawatan saling bergantung satu sama lain. Sifat terakhir adalah fleksibilitas, artinya urutan pelaksanaan proses keperawatan dapat berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan situasi dan kondisi klien (Asmadi, 2008).

5. Komponen Proses Keperawatan a. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua data data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan asfek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik (Asmadi, 2008). b. Diagnosa keperawatan Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan konsultasi dengan profesional lain, yang kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian (Potter & Perry, 2005). c. Perencanaan Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien, keluarga dan orang terdekat klien untuk

merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan. Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2008). d. Implementasi Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian (Potter & Perry, 2005).

e. Evaluasi Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk: 1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. 2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. 3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008). B. Konsep Dokumentasi Asuhan Keperawatan 1. Pengertian Dokumentasi adalah bagian dari keseluruhan tanggung jawab perawat untuk perawatan klien. Catatan klinis memfasilitasi pemberian perawatan, meningkatkan kontinuitas perawatan, dan membantu mengoordinasikan pengobatan dan evaluasi klien (Lyer & Camp, 2004).

Dokumentasi merupakan suatu catatan yang asli yang dapat dijadikan bukti hukum, jika suatu saat ditemukan masalah yang berhubungan dengan kejadian yang terdapat dalam catatan tersebut. Sedangkan dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan perawat yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis (Hutahaean, 2010). Dokumentasi proses keperawatan merupakan bagian dari media komunikasi antara perawat yang melakukan asuhan keperawatan dengan perawat lain atau dengan tenaga kesehatan lain, serta pihak-pihak yang memerlukannya dan yang berhak mengetahuinya (Dinarti, 2009). 2. Tujuan dan Manfaat Dokumentasi Menurut Ali (2009), dokumentasi keperawatan bertujuan untuk : a. Menghindari kesalahan, tumpang-tindih dan ketidaklengkapan informasi dalam asuhan keperawatan. b. Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama atau dengan pihak lain melalui dokumentasi keperawatan yang efektif. c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas keperawatan. d. Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan. e. Terlindungnya perawat dari suatu keadaan yang memerlukan penanganan secara hukum.

f. Tersedianya data-data dalam penyelenggaraan penelitian karya ilmiah, pendidikan, dan penyusunan atau penyempurnaan standar asuhan keperawatan. g. Melindungi klien dari tindakan malpraktik. Ali (2009) juga menyatakan dokumentasi keperawatan sangat bermanfaat dalam asuhan keperawatan yang profesional, antara lain sebagai berikut : a. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena dokumentasi merupakan suatu kesinambungan informasi asuhan keperawatan yang sisitematis, terarah, dan dapat dipertanggung-jawabkan. b. Sebagai bahan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan di depan hukum jika diperlukan. c. Sebagai alat pembinaan dan pertahan akuntabilitas perawat dengan keperawatan. d. Sebagai sarana komunikasi terbuka antara perawat dan klien. e. Sebagai sarana komunikasi antar perawat atau perawat dengan profesi lain. f. Sebagi sumber data untuk penelitian dan pengembanagan keperawatan. g. Mengawasi, mengendalikan, dan menilai kualitas asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat (sesuai kompetensi masing-masing perawat).

Potter & Perry (2005) juga menjelaskan tentang tujuan dalam pendokumentasian yaitu : a. Komunikasi Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan (menjelaskan) perawatan klien termasuk perawatan individual, edukasi klien dan penggunaan rujukan untuk rencana pemulangan. b. Tagihan finansial Dokumentasi dapat menjelaskan sejauh mana lembaga perawatan mendapatkan ganti rugi (reimburse) atas pelayanan yang diberikan bagi klien. c. Edukasi Dengan catatan ini peserta didik belajar tentang pola yang harus ditemui dalam berbagai masalah kesehatan dan menjadi mampu untuk mengantisipasi tipe perawatan yang dibutuhkan klien. d. Pengkajian Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mendukung diagnosa keperawatan dan merencanakan intervensi yang sesuai. e. Riset Perawat dapat menggunakan catatan klien selama studi riset untuk mengumpulkan informasi tentang faktor-faktor tertentu. f. Audit dan pemantauan Tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klien memberi dasar untuk evaluasi tentang kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan dalam suatu institusi.

g. Dokumentasi legal Pendokumentasian yang akurat adalah salah satu pertahanan diri terbaik terhadap tuntutan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan. 3. Komponen Dokumentasi Menurut Handayaningsih (2009), ada beberapa komponen dari dokumentasi yaitu sebagai berikut : a. Komunikasi Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan seorang perawat perlu memahami teknik komunikasi yang benar. Dokumentasi merupakan komunikasi secara tertulis sehingga perawat dituntut untuk dapat mendokumentasikan secara benar. Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan menjelaskan apa saja yang sudah, sedang, dan yang akan dikerjakan oleh perawat. b. Proses keperawatan Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan tindakan dan pelaksanaan tindakan, kemudian perawat mengevaluasi respon klien terhadap proses dan hasil tindakan keperawatan secara subjektif maupun objektif. c. Standar Dokumentasi Keperawatan Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan kuantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat dalam suatu situasi tertentu. Dengan adanya standar dokumentasi

memberikan informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap kualitas dokumentasi keperawatan. 4. Prinsip-prinsip Dokumentasi Menurut Hutahaean (2010), pendokumentasian proses keperawatan perlu dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Dokumentasi harus dilakukan segera setelah selesai melakukan kegiatan keperawatan, yaitu mulai dari pengkajian pertama, diagnosa keperawatan, rencana dan tindakan serta evaluasi keperawatan. b. Bila memungkinkan, catat setiap respon klien ataupun keluarga tentang informasi atau data yang penting tentang keadaannya. c. Pastikan kebenaran setiap data yang akan dicatat. d. Data klien harus objektif dan bukan merupakan penafsiran perawat. e. Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi perubahan kondisi atau munculnya masalah baru, serta respon klien terhadap bimbingan perawat. f. Hindari dokumentasi yang baku, karena sifat individu atau klien adalah unik dan setiap klien mempunyai masalah yang berbeda. g. Hindari penggunaaan istilah penulisan yang tidak jelas dari setiap catatan yang dicatat. h. Data harus ditulis secara sah dengan menggunakan tinta dan jangan menggunakan pensil, agar tidak mudah dihapus.

i. Untuk memperbaiki kesalahan dalam pencatatan atau salah tulis, sebaiknya data yang salah dicoret dan diganti dengan data yang benar, kemudian tanda tangani. j. Untuk setiap dokumentasi, cantumkan waktu, tanda tangan, dan nama jelas penulis. k. Wajib membaca setiap tulisan dari anggota tim kesehatan yang lain, sebelum menulis data terakhir yang akan dicatat. l. Dokumentasi harus dibuat dengan tepat, jelas dan lengkap. 5. Model Dokumentasi Keperawatan Hutahaean (2010) menyatakan model dokumentasi keperawatan merupakan model dokumentasi dimana data-data klien dimasukkan dalam suatu format, catatan dan prosedur dengan tepat yang dapat memberikan gambaran perawatan secara lengkap dan akurat. Model dokumentasi keperawatan tersebut terdiri dari komponen yaitu sebagai berikut (Hutahaean, 2010) : a. Model dokumentasi SOR (Source-Oriented-Record) Model dokumentasi SOR merupakan model dokumentasi yang berorientasi pada sumber. Model ini dapat diterapkan pada klien rawat inap, yang didalamnya terdapat catatan pesan dokter yang ditulis oleh dokter, dan riwayat keperawatan yang di tulis oleh perawat. Namun demikian, secara umum catatan ini berisi pesan dari dokter. Catatancatatan dalam model ini ditempatkan atas dasar disiplin orang atau sumber yang mengelola pendokumentasian. Model dokumentasi SOR

terdiri dari lima komponen yaitu lembar penerimaan berisi biodata, lembar instruksi dokter, lembar riwayat medik atau penyakit, catatan perawat, serta catatan dan laporan khusus.. Keuntungan model dokumentasi SOR : 1) Menyajikan data yang berurutan dan mudah diidentifikasi. 2) Memudahkan perawat melakukan cara pendokumentasian. 3) Proses pendokumentasian menjadi sederhana. Kerugian model dokumentasi SOR : 1) Sulit untuk mencari data sebelumnya. 2) Waktu pelaksanaan asuhan keperawatan memerlukan waktu yang banyak. 3) Memerlukan pengkajian data dari beberapa sumber untuk menentukan masalah dan intervensi yang akan diberikan kepada klien. 4) Perkembangan klien sulit dipantau. b. Model dokumentasi POR (Problem-Oriented-Record) Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) merupakan model dokumentasi yang berorientasi pada masalah, dimana model ini berpusat pada data klien yang didokumentasikan dan disusun menurut maslah klien. Komponen-komponen model dokumentasi POR adalah data dasar, daftar masalah, daftar rencana awal asuhan keperawatan, dan catatan perkembangan. Keuntungan Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) :

1) Fokus catatan asuhan keperawatan lebih menekankan pada masalah klien dan proses penyelesaian masalah daripada tugas dokumentasi. 2) Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan secara kontinu. 3) Evaluasi dan penyelesaian masalah didokumentasikan dengan jelas. 4) Daftar masalah merupakan check list untuk masalah klien. Kerugian Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) : 1) Dapat menimbulkan kebingungan jika setiap hal harus dimasukkan dalam daftar masalah. 2) Pencatatan dengan menggunakan bentuk SOAPIER, dapat menimbulkan pengulangan yang tidak perlu. 3) Perawat yang rutin dalam memberikan asuahan keperawatan makin diabaikan dalam pendokumentasian proses keperawatan ini. c. Model keperawatan POR (Progress-Oriented-Record) Model keperawatan POR (Progress-oriented-record) merupakan model dokumentasi yang berorientasi pada perkembangan dan kemajuan klien. d. Model dokumentasi CBE (Charting By Exception) Model dokumentasi CBE (charting by exception) adalah sistem dokumentasi yang hanya mencatat hasil atau penemuan yang menyimpang dari keadaan normal tubuh. Penyimpangan yang

dimaksud dalam hal ini menyangkut keadaan yang tidak sehat yang mengganggu kesehatan klien. e. Model dokumentasi PIE (Problem-Intervension-Evaluation) Model dokumentasi PIE (problem-intervension-evaluation) merupakan suatu pendekatan orientasi proses pada dokumentasi keperawatan dengan penekanan pada masalah keperawatan, intervensi dan evaluasi keperawatan. f. Model dokumentasi POS (Process-Oriented-System) Model dokumentasi POS (process-oriented-system) yang disebut juga dengan model dokumentasi fokus adalah suatu model dokumentasi yang berorientasi pada proses keperawatan mulai dari pengumpulan data klien, diagnosis keperawatan, penyebab masalah, dan definisi karakteristik yang dinyatakan sesuai dengan keadaan klien. g. Sistem dokumentasi core Sistem dokumentasi core merupakan sistem dokumentasi pusat yang merupakan bagian terpenting dari sistem dokumentasi dalam proses keperawatan. Komponen sistem dokumentasi core adalah pengkajian, flow sheet, masalah keperawatan, catatan keperawatan atau catatan perkembangan serta ringkasan (informasi mengenai diagnosis, konseling, kebutuhan untuk follow up).

C. Konsep Supervisi 1. Pengertian Supervisi berasal dari kata super (bahasa latin yang berarti di atas) dan videre (bahasa latin yang berarti melihat). Bila dilihat dari asal kata aslinya, supervisi berarti melihat dari atas. Pengertian supervisi secara umum adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli & Bahtiar, 2009). Kron & Grey (1987) mengartikan supervisi sebagai kegiatan yang merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, memercayai, dan mengevaluasi secara berkesinambungan anggota secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki anggota. Marquis & Huston (2010) mengemukakan supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa supervisi merupakan suatu kegiatan yang mengandung dua dimensi pelaku, yaitu pimpinan dan anggota atau orang yang disupervisi. Kedua dimensi pelaku tersebut walaupun secara administratif berbeda level dan perannya, namun dalam pelaksanaan kegiatan supervisi keduanya memiliki andil yang sama-sama penting (Arwani, 2005).

2. Manfaat Supervisi Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bahtiar, 2009) : a. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan. b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah. Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli & Bahtiar, 2009). Menurut Suyanto (2009), selain tugas dan fungsi yang dimiliki oleh seorang supervisor keperawatan memadai, supervisor keperawatan juga harus menyadari tentang fungsi supervisor sebagai berikut:

a. Dalam keperawatan, fungsi supervisi adalah untuk mengatur dan mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan menyangkut pelaksanaan standar asuhan yang telah disepakati. b. Fungsi utama supervisi modern adalah menilai dalam memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberian pelayanan asuhan keperawatan. c. Fungsi utama supervisi dalam keperawatan adalah mengkoordinasi, menstimulasi, dan mendorong kearah peningkatan kualitas asuhan keperawatan. d. Fungsi supervisi adalah membantu (assistensing), memberi suport (supporting) dan mengajak untuk diikutsertakan (sharing). 3. Teknik Supervisi Muninjaya (2004) menyebutkan teknik supervisi dapat dilakukan sebagai berikut : a. Pengamatan Langsung Supervisi langsung oleh pimpinan ke lapangan bertujuan untuk mengamati kegiatan staf pada saat mereka sedang melaksanakan tugastugasnya. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan dengan standar program. Data atau informasi tentang pelaksanaan suatu program yang diperoleh melalui cara seperti ini mempunyai kualitas yang terbaik (akurat). Syaratnya, harus ada motivasi tinggi pada pimpinan untuk turun ke lapangan dan dilakukan pengamatan secara objektif (dibandingkan dengan standar).

b. Laporan lisan Pimpinan juga dapat memperoleh data langsung tentang pelaksanaan suatu program denagan mendengarkan laporan lisan staf atau pengaduan masyarakat. Dengan pengawasan melalui laporan lisan, pimpinan hanya memperoleh informasi terbatas tentang kemajuan program atau laporan kasus penyalahgunaan wewenang oleh staf dari laporan masyarakat. Dalam hal ini, pimpinan juga harus peka dengan raut wajah staf dan cara mereka melapor, jika seandainya laporan yang diterima tidak benar apalagi jika tidak ditunjang dengan data (fakta). c. Laporan tertulis Staf penanggung jawab program diminta membuat laporan singkat tentang hasil kegiatannya. Informasi nya hanya terbatas pada hal-hal yang dianggap penting oleh staf. Format laporan staf harus dibuat. Sistem pencatatan dan pelaporan yang secara rutin dibuat oleh staf dapat dimanfaatkan untuk menegembangkan program asalkan laporan tersebut sudah dianalisis dengan baik. 4. Prinsip-prinsip supervisi Menurut Suyanto (2009), supervisi dapat dijalankan dengan baik jika seorang supervisor dapat memahami prinsip-prinsip supervisi dalam keperawatan sebagai berikut : a. Didasarkan atas hubungan profesional bukan pribadi. b. Kegiatan direncanakan dengan matang.

c. Bersifat edukatif, supportif, dan informal. d. Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksana keperawatan. e. Membentuk hubungan yang demokratis antara supervisor dan staf. f. Harus objektif dan sanggup mengadakan self evaluation. g. Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan kelebihan masing-masing perawat yang disupervisi. h. Konstuktif dan kreatif dalam mengembangkan diri sesuai disesuaikan dengan kebutuhan. i. Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Dharma (2003) menyatakan agar dapat memimpin secara efektif, seorang supervisor harus mampu berkomunikasi dengan jelas, mengharapkan yang terbaik dari orang-orangnya, berpegang pada tujuan, dan berusaha memperoleh komitmen. Keempat prinsip ini boleh jadi tidak mencakup semua hal yang dipandang perlu dihayati dan dilaksanakan oleh seorang supervisor. Namun, pengalaman telah menujukkan bahwa keempat prinsip itu paling menonjol di kalangan para supervisor yang efektif. 5. Pelaksana supervisi Supervisi dilaksanakan oleh atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya, kelebihan tersebut tidak hanya dari aspek status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi, maka untuk melaksanakan

supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau karakteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi (Suarli & Bahtiar, 2009). Adapun karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi. b. Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi. c. Pelaksana supervisi harus memiliki ketrampilan melakukan supervisi, artinya memahami prinsip-prinsip pokok supervisi serta teknik supervisi. d. Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter. e. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan prilaku bawahan yang disupervisi. Menurut Suyanto (2009), Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain: a. Kepala Ruangan Kepala ruangan bertanggung-jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi pearawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara

langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang tersebut. b. Pengawas perawatan Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggungjawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan. c. Kepala bidang perawatan Sebagai top manajer dalam keperawatan, kepala bidang perawatan bertanggung-jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas perawatan. 6. Kompetensi yang dimiliki supervisor Arwani (2005) menyebutkan ada beberapa kompetensi yang yang harus dimiliki oleh supervisor, yaitu sebagai berikut : a. Kompetensi utama yang harus dikuasai supervisor keperawatan adalah kemampuan memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan. b. Kompetensi kedua adalah supervisor harus mampu memberikan saran, nasihat, dan bantuan yang benar-benar dibutuhkan oleh staf dan pelaksana keperawatan. c. Kompetensi ketiga adalah kemampuan dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staf dan pelaksana keperawatan. d. Kompetensi keempat adalah kemampuan memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan.

e. Kompetensi kelima bersinggungan dengan kemampuan dalam melakukan penilaian secara objektif dan benar terhadap kinerja keperawatan. 7. Bentuk supervisi klinik keperawatan Supratman & Sudaryanto (2008) menyatakan model supervisi klinik keperawatan di Indonesia belum jelas seperti apa dan bagaimana implementasinya di Rumah Sakit. Belum diketahui model yang sesuai dan efektif yang dapat diterapkan. Salah satu model supervisi klinik adalah model akademik. Model ini diperkenalkan oleh Farington (1995) untuk membagi pengalaman supervisor kepada perawat pelaksana sehingga ada proses pengembangan kemampuan profesional yang berkelanjutan (CPD/ continuing Profesional Development). Dalam model akademik proses supervisi klinik meliputi tiga kegiatan, yaitu edukatif, suportif, dan manajerial. a. Kegiatan Edukatif Kegiatan educative adalah kegiatan pembelajaran secara tutorial antara supervisor dengan perawat pelaksana. Supervisor mengajarkan pengetahuan dan keterampilan serta membangun pemahaman tentang reaksi dan refleksi dari setiap intervensi keperawatan. Supervisor melatih perawat untuk mengeksplore strategi atau tehnik-tehnik lain dalam bekerja (Supratman & Sudaryanto, 2008). Penerapan kegiatan educative dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan dan arahan kepada perawat pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan

umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: perawat selalu mendapat pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa percaya diri (Barkauskas, 2000). b. Kegiatan Suportif Kegiatan supportive adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam pemberian asuhan keperawatan baik yang terjadi diantara sesama perawat maupun dengan pasien. Supervisor melatih perawat menggali emosi ketika bekerja. Kegiatan supportive dirancang untuk memberikan dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling mendukung di antara perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi (Supratman & Sudaryanto, 2008). Penerapan kegiatan supportive dapat dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan suatu kasus atau case conference. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: kemampuan memberikan dukungan, peningkatan coping di tempat kerja, membina hubungan yang baik di antara staf, kenyamanan di tempat kerja, kepuasan perawat, mengurangi kecemasan, mengurangi konflik, dan mengurangi ketidakdisplinan kerja (Barkauskas, 2000). c. Kegiatan Manajerial

Kegiatan manajerial dilakukan dengan melibatkan perawat dalam perbaikan dan peningkatan standar, contoh: mengkaji standar operasional prosedur (SOP) yang ada kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu (Supratman & Sudaryanto, 2008). Fungsi manajerial ini berupa pemeriksaan nilai-nilai profesional dan standar keperawatan dari pandangan individu dan bagaimana mereka menegakkan dengan kebijakan serta visi dan misi dari organisasi. Hal yang sama juga bisa dilihat dari dari pengurangan konflik, pemecahan masalah dan mempromosikan tim kerja kedalam tim multiprofesional dalam bagian fungsi manajerial (Karvinen, 2006). Swansburg (2000) menyatakan kegiatan manajerial mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1). Perencanaan Perencanaan dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memutuskan apa yang akan dilakukan, siapa yang melakukan, bagaimana, kapan dan dimana hal tersebut dilakukan. Perencanaan merupakan fungsi yang dituntut dari semua manajer sehingga tujuan dan kebutuhan individu maupun organisasi dapat terpenuhi. Perencanaan yang adekuat mendorong pengelolaan terbaik sumber daya yang ada. Dalam perencanaan yang efektif, manajer harus mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan jangka panjang serta melakukan perubahan yang diperlukan untuk menjamin kontinuitas pencapaian tujuan oleh unit (Marquis & Huston, 2010).

2). Pengorganisasian Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan objektif, penugasan suatu kelompok manajer dengan autoritas pengawasan setiap kelompok, dan menentukan cara dari pengorganisasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya (Swansburg, 2000). 3). Pengarahan/pergerakan Pengarahan/pergerakan adalah tindakan fisik dari manajemen keperawatan, proses interpersonal dimana personel keperawatan mencapai objektif keperawatan. Manajer keperawatan akan belajar sesuatu dari prilaku manusia. Bawahan adalah manusia seutuhnya yang harus dikelola yang akan memberikan respon terhadap institusi tempatnya bekerja (Swansburg, 2000). 4). Kontrol atau Pengendalian Pengontrolan atau pengendalian adalah melihat bahwa segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disepakati, instruksi yang telah diberikan serta prinsip-prinsip yang telah diberlakukan. Manajer perawat akan merealisasikan cara terbaik dalam menjamin kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan di ruangan-ruangan. Mekanisme pengontrolan juga mencakup prosedur akreditasi, konsultan, alat-alat evaluasi, laporan dan audit keperawatan (Swansburg, 2000).