BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) tidaklah cukup untuk mengatasi. krisis ekonomi dan keuangan, maka perlu adanya sebuah instrument

BAB I PENDAHULUAN. perumahan sebagai kebutuhan dasar. Rumah merupakan kebutuhan dasar. manusia dalam meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dipikirkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang diperoleh dari

No. 14/ 10 /DPNP Jakarta, 15 Maret Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. adalah bank, nasabah, pengembang atau developer, pemerintah, serta Bank

DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (LTV) TERHADAP PERKEMBANGAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH Oleh Tim Riset SMF

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang tampak secara jelas bagaimana bidang konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Uang merupakan alat yang digunakan untuk membayar barang atau jasa

KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I

No. 14/ 33 /DPbS Jakarta, 27 November Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan akan rumah adalah kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dalam. tunai atau angsuran, hibah atau dengan cara lain yang sesuai dengan

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN IV I II III IV I II III IV

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelian rumah bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit.

I. PENDAHULUAN. Bisnis properti tahun 2008 akan berkembang pesat, hal ini disebabkan

2 berkeinginan untuk membeli Properti maupun kendaraan bermotor. Langkah tersebut dilakukan bersamaan dengan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Rasi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alternatif masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dan pusat perkantoran (Rusteliana, 2014). Pertumbuhan bisnis properti ini

BAB I PENDAHULUAN. atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun

BAB I PENDAHULUAN. dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

KONDISI TRIWULAN II-2007

BAB I PENDAHULUAN. properti residential (IHPR - berdasarkan survey Bank Indonesia). Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor ini memegang peranan yang

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

2 Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tent

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

Elastisitas Outstanding Kredit Pemilikan Rumah dan Apartemen Terhadap Indikator Pasar Perumahan. Oleh : Tim Riset

BAB 1 PENDAHULUAN. perkantoran di Jakarta. PT XYZ saat ini dimiliki oleh PT BCD sebesar 72,25%

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat tetap hidup setiap hari. Setiap manusia butuh makan dan minum.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak akan mampu bertahan dan bersaing dalam dunia usahanya. Hal

No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan inovasi produk, meningkatkan kinerja karyawan, dan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. seperti leasing, factoring kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari model

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi. Tidak sedikit pedagang yang memerlukan sumbersumber. dana dari luar modal usaha untuk memenuhi kebutuhan dalam

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ekonomi Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sektor

BAB I PENDAHULUAN. bahwa sektor property dan real estate merupakan sektor bisnis yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Selama krisis berlangsung, sektor pertanian telah menjadi sektor

BAB I PENDAHULUAN. tolak ukur kemajuan negara tersebut. Menurut Kasmir (2014) bank adalah

BAB I PENDAHULUAN. Seorang investor bersedia menanamkan dananya di suatu investasi jika

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Properti merupakan salah satu pilihan bisnis yang memberikan jaminan

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha memenuhi kebutuhan rumah daripada kebutuhan lain yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah

BAB I PENDAHULUAN. moneter terutama sudah sangat banyak dilakukan oleh para peneliti di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. serius bagi pemerintah, adanya tuntutan masyarakat untuk dapat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur,

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. memadai (reasonable assurance) kepada entitas tidak hanya dalam hal akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan

LIST PERTANYAAN DAN JAWABAN TERKAIT PENERAPAN KETENTUAN LOAN TO VALUE

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada perekonomian nasional. Hal ini menyebabkan. kebutuhan hidup penduduk Indonesia juga terus mengalami kenaikan.

No. 15/4/DPNP Jakarta, 6 Maret 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA. Perihal: Kepemilikan Saham Bank Umum

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I II III IV I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang semakin kuat sangat berpengaruh dalam pertumbuhan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak masyarakat yang masih belum mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala sektor diharapkan dapat mewujudkan struktur ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. hasil kerja pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. Pertumbuhan ekonomi

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. uang Vietnam. Vietnam mencetak pecahan Dong sebagai pecahan mata

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

BAB I PENDAHULUAN. sektor property juga dapat dilihat dari menjamurnya real estate di kota-kota besar.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

I. PENDAHULUAN. akan barang dan jasa juga semakin meningkat. Kebutuhan suatu kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek seperti: peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian yaitu sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. manusia selain kebutuhan pokok adalah kebutuhan akan papan yaitu rumah

ANALISIS PERHITUNGAN BUNGA PENJUALAN ANGSURAN PADA PENGEMBANGAN PERUMAHAN GRAND GALAXY CITY PERSEMBAHAN AGUNG SEDAYU GRUP

POKOK-POKOK PIKIRAN TANGGAPAN ATAS : PEMAPARAN HASIL KAJIAN ANALISA KEBIJAKAN PERENCANAAN PENDANAAN PEMBANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

BAB I PENDAHULUAN. Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara. sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas sehingga tercipta kepuasaan yang maksimal. Sehingga biasanya manusia membuat pengelompokan berdasarkan skala prioritas terhadap alat alat pemuas kebutuhan yang tidak terbatas tersebut. Yang menjadi kebutuhan paling esensial bagi kehidupan manusia atau yang dikenal sebagai kebutuhan pokok adalah seperti kebutuhan makanan dan minuman (pangan), pakaian (sandang), dan tempat tinggal (papan) wajib didahulukan kepentingannya dibandingkan dengan kebutuhan lainnya. Dalam realita yang terjadi di masyarakat, walaupun kebutuhan akan perumahan (papan) adalah termasuk kebutuhan yang wajib dipenuhi dan didahulukan kepentingannya namun tidak semua orang mampu merealisasikannya dengan mudah. Ada kelompok masyarakat tertentu yang tidak memiliki cukup dana untuk mendapatkan tempat tinggal yang sehat dan nyaman. Di lain pihak ada juga kelompok yang memiliki dana yang besar untuk dapat memiliki fasilitas perumahan yang mewah dan jumlahnya pun lebih dari satu. Ini jelas menggambarkan ketimpangan yang terjadi di tengah tengah masyarakat. Untuk mengatasi hal inilah pada awalnya pemerintah harus ikut campur tangan. Tugas pemerintah dalam hal ini bukan hanya untuk mendirikan bangunan atau perumahan bagi masyarakat kurang mampu saja tetapi turut mengawasi

pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pihak swasta ataupun individu yang punya dana cukup untuk mendirikan bangunan. Setiap orang atau individu bebas untuk menentukan dimana lokasi yang disukainya untuk membangun rumah atau tempat tinggal sendiri. Namun tentu pembangunan ini tidak dapat dibiarkan begitu saja karena pembangunan yang dilakukan secara sembarangan akan menimbulkan dampak negatif seperti tidak teraturnya tata ruang atau ancaman kerusakan lingkungan akibat tidak dapat dikendalikannya pembangunan tersebut. Perlu adanya pengawasan yang serius dari pemerintah untuk mengawasi hal ini. Pengawasan yang dimaksud adalah dengan lebih berhati hati dalam mengeluarkan Surat Izin Mendirikan Bangunan kepada setiap individu atau kelompok yang hendak mendirikan bangunan. Tentu saja izin yang diberikan dengan pertimbangan yang matang dan memperhatikan aspek aspek penting seperti aspek lingkungan dan tata ruang. Seiiring perkembangan zaman dan sebagai negara yang terus berkembang, Indonesia tentunya membutuhkan fasilitas perumahan yang jauh lebih nyaman bagi setiap penggunanya. Jumlah penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun akan meningkatkan pula permintaan akan perumahan yang lebih baik dan nyaman. Untuk mengatasi masalah perumahan di Indonesia, maka pemerintah ikut ambil bagian dengan upayanya memenuhi kebutuhan dasar berupa perumahan terutama bagi masyarakat golongan tidak mampu. Pada mulanya di negara Indonesia perencanaan dan kebijakan pembangunan perumahan diserahkan dibawah kendali Departemen Pekerjaan Umum, namun saat ini kebijakan diserahkan kepada Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat yang kemudian

diubah menjadi Menteri Negara Perumahan dan Permukiman. Program yang telah ditempuh oleh pemerintah adalah dengan melakukan pembangunan RS (Rumah sederhana) dan RSS (Rumah sangat sederhana) dengan ukuran dibawah 36 meter persegi. Hal ini ditujukan supaya mampu memenuhi kebutuhan papan masyarakat golongan bawah. Hal ini dipermudah lagi dengan pemberian Kredit Perumahan Rakyat (KPR) kepada para konsumen yang ingin memiliki perumahan tersebut. Namun permintaan properti yang akan terus meningkat akan membuat peran pemerintah saja tidak akan mampu untuk memenuhinya. Peran swasta lewat para pengembang diharapkan mampu menyediakan fasilitas perumahaan yang nyaman bagi para penggunanya. Peran swasta dalam hal ini bukan hanya sebagai mitra pemerintah dalam penyediaan kebutuhan papan bagi masyarakat, namun diyakini pembangunan di sektor perumahan ini juga sangat membantu perekonomian suatu negara. Pengembang juga telah menjadi mitra pemerintah dalam hal pembangunan kota baru di setiap wilayah yang dikembangkannya. Kota baru merupakan suatu kawasan baru yang direncanakan dan dikembangkan diwilayah yang belum terdapat konsentrasi penduduknya yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah daerah kota sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Adapun tujuan pengembangan kota baru adalah untuk mengatasi masalah yang biasa terjadi di daerah perkotaan seperti adanya pemukiman kumuh. Seperti contoh pengembang yang ada di kota Pematangsiantar yang membangun perumahan di daerah yang dulunya dianggap sebagian besar masyarakat tidak layak untuk ditempati. Namun, pengembang mampu menjadikannya menjadi wilayah perumahan yang nyaman

dan layak untuk ditempati. Menciptakan sarana jalan baru menuju perumahan, tersedianya aliran listrik dan air bersih ke lokasi perumahan setidaknya sudah menggambarkan peran serta pengembang dalam mengembangkan suatu wilayah. Sehingga pembangunan tidak lagi hanya diarahkan ke daerah perkotaaan saja. Selain itu menurut Suparmoko (2001:122) pembangunan perumahan mempunyai kaitan kebelakang (backward linkages) dan kaitan kedepan (forward linkages) yang sangat panjang. Untuk membangun suatu perumahan dengan kualitas permanen tentu membutuhkan tenaga kerja, membutuhkan alat alat bangunan, dan lain sebagainya. Sehingga pembangunan perumahan akan dapat mendorong berkembangnya kegiatan lain yang mendukung kegiatan pembangunan perumahan tersebut. Sehingga terbukti bahwa pembangunan sektor perumahan sangat penting dalam menggerakkan perekonomian suatu negara Pada tanggal 18 Januari 2012 Lembaga pemeringkat Moodys mengumumkan bahwa Indonesia telah digolongkan ke dalam negara yang layak investasi. Atau dengan kata lain untuk berinvestasi di Indonesia kondisinya sudah dianggap nyaman. Hal ini tentu saja mendorong suku bunga di masa yang akan datang semakin menurun sementara permintaan kredit akan semakin meningkat. Kondisi seperti ini tentu akan menjadi keuntungan tersendiri bagi pihak pihak yang hendak memanfaatkan situasi dengan melakukan spekulasi. Para spekulan tidak lagi membeli rumah dengan tujuan menempatinya (tempat berlindung sebagai tujuan utama) namun sengaja dibeli dan dikosongkan sebagai sarana spekulasi apabila dikemudian hari terjadi peningkatan harga perumahan tersebut. Properti ini sangat memungkinkan untuk dijadikan alat spekulasi karena Rumah dan Tanah adalah

dua jenis aset yang nilainya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dan permintaan akan perumahan dan tanah juga akan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut Suparmoko (2001:123) rumah merupakan produk unik yang menunjukkan 6 sifat yang berbeda dengan produk lainnya antara lain: a. Rumah merupakan produk yang heterogen baik ditinjau dari ukuran, lokasi, umur, interior dan lain sebagainya b. Rumah tidak mobile sifatnya artinya tidak mudah bagi seseorang untuk memutuskan pindah dan meninggalkan tempat tinggalnya c. Rumah bersifat tahan lama dan dapat digunakan selama puluhan tahun d. Biaya untuk pindah rumah sangat mahal, bukan hanya menyangkut biaya secara finansial tetapi juga biaya sosialnya (tetangga, tempat sekolah, pusat pelayanan, dan sebagainya) e. Rumah pada umumnya cukup mahal, sehingga hampir setiap orang membutuhkan fasilitas kredit untuk melakukan pembelian rumah. f. Kondisi georafis dan lingkungan perumahan yang selalu menjadi pertimbangan pertimbangan bagi pemakainya. Sebagai contoh mempertimbangkan latar belakang ras ataupun suku dimana penggunanya akan tinggal. Berkembangnya usaha dibidang properti (perumahan) ini mendorong sektor swasta ikut ambil bagian dalam investasi ini. Permintaan akan properti (tanah dan bangunan) yang terus meningkat tentu akan menjadi keuntungan besar bagi para pengembang atau pengusaha properti ini. Seperti yang telah dipaparkan oleh

Suparmoko tentang karakteristik rumah diatas, bahwa harga rumah sangat mahal, sehingga hampir setiap orang yang hendak memiliki rumah setidaknya membutuhkan fasilitas kredit. Sehingga dengan demikian semakin meningkatnya permintaan akan perumahan tentu saja turut meningkatkan permintaan Kredit terkhusus Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal tersebut tentu saja membuat bisnis properti ini menjadi perhatian serius Bank Indonesia sebagai penguasa moneter di Indonesia. Menurut Bank Indonesia permintaan atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) akhir akhir ini terlalu tinggi sehingga berpotensi menimbulkan berbagai resiko. Menurut survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia besarnya Kredit Pemilikan Rumah pada tahun 2011 cukup tinggi yakni sebesar 33.12% jauh diatas pertumbuhan kredit secara aggregat yang hanya sebesar 24.4% (Kajian Stabilitas Keuangan, No. 19, edisi September 2012). Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia periode 2001-2010, terlihat bahwa ada keterkaitan yang berbanding lurus antara kredit yang tersedia di sektor properti dengan indeks harga properti. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan KPR yang tinggi akan mendorong kenaikan harga properti tersebut. Pada umumnya kenaikan harga yang tinggi terdapat pada tipe rumah menengah dan besar yaitu tipe diatas 70 m 2. Hal ini juga dikhawatirkan akan berdampak pada tipe rumah yang lebih kecil. Sehingga pada tanggal 15 Maret 2012 bank Indonesia mengeluarkan kebijakan Loan to Value dalam rangka meningkatkan kehatihatian bagi bank yang memberikan jasa pembayaran atau jasa pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor. Bank Indonesia mengatur batasan pemberian kredit

oleh Bank sebesar 70% dari nilai Properti tersebut sehingga, penerima KPR harus membayarkan setidaknya 30% dari nilai KPR tersebut.namun pembatasan nilai atau Rasio Loan to Value ini tidak diperuntukkan bagi semua jenis dan tipe perumahan yang ada. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 10/DPNP perihal penerapan manajemen resiko pada bank jelas diterangkan bahwa kebijakan loan to value diperuntukkan bagi konsumsi kepemilikan rumah tinggal, rumah susun, atau apartemen dengan tipe tujuh puluh meter persegi (70 m 2 ) ke atas. Dan kebijakan ini juga tidak diperuntukkkan bagi rumah kantor dan rumah toko. Ada beberapa pertimbangan yang membuat Bank Indonesia melakukan pembatasan terhadap rumah yang ukurannya lebih besar dari 70m 2, pertimbangan yang dimaksudkan didasarkan pada riset yang telah dilakukan Bank Indonesia sebelum memutuskan mengeluarkan kebijakan loan to value ini. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia tahun 2006 diperoleh Informasi bahwa ternyata dari seluruh pembelian perumahan 77,23 % menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kemudian 14,13% dilakukan dengan tunai bertahap dan sisanya sebesar 8,64% dilakukan dengan pembayaran tunai. Hal ini membuktikan pendapat Suparmoko sebelumnya mengenai karakteristik unik rumah yang harganya sangat mahal sehingga didominasi oleh pembelian secara kredit. Kemudian data yang didapat BI dari hasil survei juga menunjukkan bahwa semakin besar tipe rumah yang ditawarkan maka semakin kecil kemungkinan konsumen melakukan pembayaran melalui fasilitas kredit perumahan. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata perumahan yang dibangun dengan tipe yang berbeda beda telah sesuai dengan target pasarnya. Sebagai

contoh untuk rumah tipe diatas 70 m 2 merupakan jenis rumah besar yang biasanya diperuntukkan bagi masyarakat golongan atas. Tentu golongan ini sebagian besar mempunyai cukup dana untuk dapat melakukan pembayaran secara tunai, sehingga peluang untuk melakukan pembayaran lewat kredit semakin kecil. Demikian sebaliknya, tipe rumah sederhana yang diperuntukkan bagi masyarakat golongan bawah yang mungkin saja tidak mempunyai dana yang besar akan lebih memanfaatkan fasilitas kredit pemilikan rumah. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari gambar di bawah ini: Tabel 1.1. Perbandingan Persentase Konsumen Menggunakan Fasilitas Kredit, Tunai Lunak, dan Tunai Untuk Membeli Berbagai Tipe Rumah Skema Pembayaran Tipe kecil (non subsidi) Tipe kecil (subsidi) Tipe Rumah Tipe Menengah KREDIT 70% 66% 60% 51% TUNAI LUNAK 9 % 17% 17% 21% TUNAI 21 % 17% 23% 29% Sumber: Bank Indonesia, 2006 Tipe Besar Dari tabel diatas dijelaskan persentase jumlah konsumen menggunakan fasilitas kredit, tunai lunak dan tunai dalam membeli berbagai tipe rumah. Pada tipe rumah kecil dari keseluruhan jumlah konsumen yang hendak membeli rumah tipe ini, 70 % lebih memilih untuk menggunakan fasilitas kredit, 9 % menggunakan tunai lunak dan sisanya 21 % membayar secara tunai. Apabila diperhatikan, semakin besar tipe rumah yang ditawarkan semakin besar pula persentase jumlah konsumen yang membayar secara tunai. Dari tabel diatas jelas terlihat bahwa pada rumah tipe besar, konsumen yang hendak membeli rumah

tersebut sudah mencapai 29 % jumlahnya membayar secara tunai. Itu artinya bahwa sebenarnya pembangunan perumahan telah tepat sasaran, dimana tipe rumah besar diperuntukkan bagi masyarakat golongan atas yang memungkinkan masyarakat tersebut mempunyai cukup dana untuk melakukan pembayaran secara tunai. Berdasarkan hasil riset dari Bank Indonesia sekaligus mempertimbangkan bahwa Indonesia masih kekurangan pasokan rumah, terutama dalam menyukseskan program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan papan bagi masyarakat umum maka Bank Indonesia memutuskan untuk tidak memberlakukan kebijakan Loan to value ini terhadap rumah dibawah tipe 70 m 2. Ada beberapa alasan mengapa kebijakan Loan to value ini hanya diberlakukan untuk rumah tipe diatas 70 m 2 antara lain konsumen tipe rumah besar ini tergolong masyarakat yang sejahtera serta lebih fleksibel dalam menentukan pilihan rumah yang akan dibeli. Kemudian konsumen di segmen ini seperti yang ditunjukkan hasil survei, rata rata mempunyai kemampuan untuk melakukan pembelian secara tunai sehingga diyakini tidak terlalu berpengaruh apabila kebijakan loan to value ini diberlakukan. Kalaupun berpengaruh konsumen tipe ini sudah lebih fleksibel dalam menentukan tipe rumah yang diinginkannya dengan disesuaikan ke kemampuan finansialnya. Atau setidaknya mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan dana hingga mencapai batas uang muka yang telah ditentukan. Alasan terakhir mengapa kebijakan ini lebih diarahkan ke tipe diatas 70m 2 adalah karena ternyata tipe rumah ini lebih sering digunakan para spekulan dalam berinvestasi. Disamping itu bank Indonesia juga memutuskan

bahwa kebijakan loan to value ini tidak diberlakukan untuk bangunan bangunan yang produktif seperti rumah toko dan rumah kantor. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi sektor sektor produktif masyarakat pada umumnya. Saat ini para praktisi di bidang properti dan juga para ahli ekonomi sedang memperdebatkan kebijakan yang baru efektif juni 2012 ini. Banyak kalangan menilai bahwa kebijakan ini merupakan kebijakan yang salah karena akan mematikan secara perlahan bisnis properti. Kalangan tersebut menilai kemampuan masyarakat dalam membayar uang muka sebesar 30 % dari harga properti masih belum memadai. Namun disisi lainnya beberapa kalangan menilai kebijakan ini sudah sangat baik karena tidak begitu berpengaruh pada permintaan masyarakat. Bagaimanapun juga kebijakan ini tidak diberlakukan untuk semua jenis tipe properti (perumahaan) namun hanya untuk tipe diatas 70 meter persegi saja. Disamping itu kebijakan ini juga tidak diberlakukan untuk bangunan bangunan yang produktif sehingga dinilai tidak akan menambah masalah yang terjadi masyarakat. Kalangan ini menilai bahwa sebenarnya kebijakan ini diberlakukan hanya untuk golongan atas saja yang tentu mempunyai cukup dana untuk melakukan pembelian properti tersebut. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Dampak Kebijakan Loan to Value terhadap Permintaan Properti di Kota Pematangsiantar. Adapun penelitian ini memilih beberapa perusahaan yang bergerak di bidang properti di kota Pemnatangsiantar sebagai sampel dalam penelitian ini.

Perusahaan perusahaan yang dipilih merupakan perusahaan ataupun pengembang perumahan yang mengembangkan tipe rumah besar di kota Pematangsiantar. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada dampak kebijakan loan to value terhadap jumlah permintaan properti di kota Pematangsiantar. 1.3. Batasan Masalah Penelitian ini akan dibatasi terhadap beberapa hal tertentu yang gunanya memudahkan kinerja ataupun proses penelitian ini. Adapun yang menjadi batasan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: a. Materi Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak kebijakan loan to value terhadap permintaan properti di kota Pematangsiantar. Dilihat dari sisi permintaan sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan. Adapun Properti yang dimaksudkan disini dibatasi hanya bicara mengenai kepemilikan Rumah tipe 70 m 2 keatas saja. b. Objek Penelitian Adapun objek penelitian yang diamaksud adalah perusahaan atau pengembang yang berada di kawasan kota Pematangsiantar..

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya dampak dari kebijakan dari Bank Indonesia berupa pembatasan rasio Loan to value terhadap permintaan properti di kota Pematangsiantar. Dampak yang dimaksud diukur dengan memperbandingkan perimintaan konsumen sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Loan to value tersebut. 1.4.2. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagi berikut: a. Untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni terutama dapat mengaplikasikannya secara kontekstual dan tekstual b. Dengan Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak akademisi dalam menambah referensi ataupun tambahan ilmu pengetahuan yang berkaitan terutama dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya. c. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas terutama mengenai kebijakan Loan to Value bagi kepentingan Masyarakat yang ingin mengetahuinya. d. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera