BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap tampilan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing perah yang umumnya dipelihara di Indonesia adalah kambing Peranakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian pengaruh penambahan kolin klorida pada pakan terhadap kadar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein dan Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil perkawinan antara kambing

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

I. PENDAHULUAN. pokok, produksi, dan reproduksi. Pemberian pakan yang mencukupi baik

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemberian pakan pada ternak perlu mempertimbangkan jumlah, kandungan dan

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya. Karakteristik sapi FH yaitu warna hitam dan putih, dahi warna putih

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh penambahan kolin klorida dalam pakan terhadap produksi, total solid, dan persistensi susu sapi perah laktasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa. mempengaruhi kinerja sistem tubuh. Hasil pengamatan rataan kadar glukosa dari

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-2

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Sapi Perah Pakan merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap tampilan produksi dan kualitas susu serta pengaruhnya dapat mencapai 70% (Astuti et al., 2009; Budiarsana dan Sutama, 2001). Sapi perah biasanya diberikan pakan berupa hijauan dalam bentuk segar dan konsentrat (Retnani et al., 2015). Kualitas pakan berupa hijauan maupun konsentrat harus diperhatikan karena berdampak terhadap kemampuan berproduksi susu sapi perah (Utomo dan Miranti, 2010). Kandungan nutrisi dalam pakan ternak haruslah memiliki energi, protein, mineral, vitamin, dan air, karena berpengaruh penting pada produksi ternak (Rukmana, 2005). Kebutuhan pakan sapi perah laktasi ditentukan oleh kebutuhan hidup pokok dan produksi susu. Kebutuhan hidup pokok sapi perah laktasi tersebut diperkirakan berdasarkan bobot badan, sedangkan kebutuhan sapi perah laktasi untuk produksi susu, ditentukan berdasarkan banyaknya susu yang disekresikan dan kandungan lemak dalam susu (Astuti et al., 2009). Apabila sapi perah laktasi diberikan pakan dengan kuantitas dan kualitas pakan yang rendah maka produksi susu tidak akan maksimal (Sudono et al., 2003). Selain hijauan dan konsentrat, pakan sapi perah juga ditambahan feed supplement (pakan tambahan) dan feed additive (pakan imbuhan) yang biasa dicampurkan ke dalam konsentrat.

4 2.1.1. Hijauan Hijauan yaitu bahan pakan utama ternak ruminansia yang berupa rumput dan daun-daunan. Hijauan dikelompokkan menjadi hijauan segar, hijauan limbah pertanian, hijauan awetan, dan limbah pengolahan pertanian (Rukmana, 2005). Pengelompokan hijauan dapat dilakukan juga dengan cara yaitu hijauan liar (tidak sengaja ditanam dan tumbuh dengan sendirinya) dan hijauan yang dibudidayakan (sengaja ditanam dan dipupuk). Hijauan liar meliputi berbagai jenis rumput, leguminaceae dan tanaman lainnya, sedangkan hijauan yang dibudidayakan hanya satu spesies rumput tertentu yang ditanam atau campuran dengan spesies rumput lainnya (Darmono, 1993). Pakan hijauan yang diberikan untuk sapi perah laktasi pada umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) (Laryska dan Nurhajati, 2013). Pemberian hijauan yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan serat kasar sehingga pakan sulit dicerna (Utomo dan Miranti, 2010). Pemberian hijauan sangat berpengaruh terhadap kadar lemak, karena hijauan berperan dalam terbentuknya jumlah asam asetat (C2) di dalam rumen yang diperlukan oleh sapi perah dalam pembentukan lemak susu (Siregar, 1992). Lemak yang terkandung dalam susu dapat mempengaruhi total padatan/total solid susu (Mohsen et al., 2011). 2.1.2. Konsentrat Konsentrat merupakan pakan dengan kandungan serat kasar relatif rendah dan mudah untuk dicerna. Konsentrat berfungsi untuk dapat meningkatkan dan

5 memperkaya nilai nutrisi dalam bahan pakan lain yang nilai nutrisinya rendah (Retnani et al., 2015). Konsentrat adalah pakan yang dapat berfungsi sebagai sumber protein atau sumber energi serta dapat juga mengandung zat pakan pelengkap (feed supplement) atau pakan imbuhan (feed additive) (Standar Nasional Indonesia, 2009). Laryska dan Nurhajati (2013) menjelaskan lebih lanjut bahwa konsentrat berfungsi untuk mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak dan mineral yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan. Kandungan serat dalam konsentrat yaitu kurang dari 18% dan kandungan TDN lebih dari 60% (Tim Penulis Agriflo, 2012). Konsentrat dapat diberikan sapi perah laktasi sebanyak 50% dari tampilan produksi susunya (Sudono et al., 2003). Perbandingan pemberian hijauan dan konsentrat untuk sapi perah laktasi agar tercapai produksi susu yang tinggi dengan tetap mempertahankan kandungan lemak susunya yaitu dengan rasio hijauan 60% dan konsentrat 40%. Akan tetapi, apabila kualitas hijauan rendah maka rasio pemberian hijauan dapat bergeser atau diturunkan, sedangkan rasio pemberian konsentrat ditambahkan (Siregar, 1992). 2.1.3. Feed supplement Feed supplement atau pakan pelengkap/tambahan adalah suatu bahan pakan yang ditambahkan ke dalam pakan ternak untuk melengkapi kandungan nutrisi pakan dalam memenuhi kebutuhan ternak (Standar Nasional Indonesia, 2009). Feed supplement merupakan bahan pakan tambahan yang memiliki bertujuan untuk menambah nutrisi dalam pakan ternak, dimana nutrisi yang ditambahkan

6 tersebut ikut tercerna atau membantu pencernaan (Dixon, 1985). Setyono et al. (2013) berpendapat bahwa feed supplement merupakan bahan pakan ternak yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit, akan tetapi feed supplement tersebut dapat menjadi sumber mineral serta vitamin (mikro nutrien) dan asam amino sintetis. Feed supplement diberikan pada sapi perah laktasi umumnya sebanyak 1-2% dari BB (Laryska dan Nurhajati, 2013). 2.1.4. Feed additive Feed additive atau pakan imbuhan adalah suatu bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dengan jumlah yang sangat sedikit. Feed additive pada umumnya bukan sebagai sumber zat gizi, tetapi dapat mempengaruhi karakteristik pakan, meningkatkan kinerja alat cerna, kesehatan maupun meningkatkan kualitas produk ternak (Standar Nasional Indonesia, 2009). Feed additive tidak terdapat secara alami dalam bahan pakan (Tim Penulis Agriflo, 2012). Feed additive sering ditambahkan ke dalam pakan yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan. Feed additive contohnya yaitu vitamin mix, mineral mix, premix, dan antibiotik. Selain itu, penggunaan feed additive dibatasi sampai 0,5-1% dalam ransum (Setyono et al., 2013). 2.2. Manfaat Kolin Klorida pada Sapi Perah Kolin (C 5 H 14 NO + ) merupakan bahan kimia organik yang tergolong sebagai vitamin B dan berperan penting dalam keutuhan struktur membran sel, metabolisme metil, neurotransmisi kolinergik dan sinyal transmembran. Selain itu, kolin dapat terasetilasi, terfosforilasi, teroksidasi, dan terhidrolisis (National

7 Academies, 1998). Kolin tidak seperti vitamin yang larut dalam air lainnya, sulit untuk mengidentifikasi sindrom defisiensi untuk kolin pada mamalia sehat dikarenakan keterkaitan dengan metionin (Met), asam folat, dan vitamin B12, akan tetapi kolin merupakan komponen penting dari jaringan dan dibutuhkan oleh ternak (Pinotti et al., 2002). Kolin klorida didalam alat pencernaan diperkirakan dapat diserap sekitar 24-25% (Sumiati et al., 2005). Kolin menghasilkan gugusan metil (CH 3 ) yang kemudian bergabung dengan homosistin membentuk metionin (Anggorodi, 1994). Gugus metil melakukan sintesis asam amino metionina dan senyawa bermetil lainnya (basa purin dan primidin) yang dibutuhkan oleh sel untuk tumbuh dan berfungsi dengan baik (Nasution dan Karyadi, 1991 dalam Sumiati et al., 2005). Gugus metil tersebut dapat mengatur proses metabolisme energi, seperti halnya metabolisme lemak di hati (Sumiati et al., 2005). Produk degradasi kolin dari sintesis asam amino metionina yaitu betain. Betain merupakan asam amino (trimetil-glisin) intermediet dalam proses katabolisme kolin (Sumiati et al., 2005). Kolin merupakan nutrisi yang diperlukan bagi banyak spesies hewan, hal ini dikarenakan kolin berfungsi dalam pembentukan fosfolipid untuk metabolisme lipoprotein (Xu et al., 2006). Kolin klorida yang mengandung fosfolipid (fosfatidilkolin) tersebut berperan penting dalam penyerapan di usus yaitu penyerapan lemak pakan dan nutrisi yang larut dalam lemak. Disamping itu kolin klorida juga berfungsi dalam menstimulasi sintesis lemak di dalam enterocytes. Kolin klorida yang mengandung fosfolipid

8 diperlukan juga dalam sintesis serta pelepasan kilomikron dan very low density lipoprotein (VLDL) oleh sel villus di usus (Pinotti et al., 2002). Kolin merupakan faktor lipotropik yaitu berperan dalam mencegah penimbunan lemak dalam hati, tetapi mempertinggi penimbunan lemak tubuh (Anggorodi, 1994). Dijelaskan oleh Parakkasi (1999) bahwa kolin berperan dalam merangsang metabolisme lemak dalam hati yaitu mencegah akumulasi lemak dalam hati dengan jalan merangsang pengangkutan dalam bentuk lecithine atau dengan jalan meningkatkan penggunaannya. Lecithine atau fosfatidilkolin memiliki jenis yang berbeda tergantung jenis asam lemaknya. Asam lemak yang terdapat pada lecithine adalah asam palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan linolenat. Apabila lecithine tercampur dengan asam sulfat akan menjadi asam fosfatidat dan kolin, selain itu apabila dipanaskan dengan asam atau basa akan mengahasilkan asam lemak, kolin, dan gliserol, dan asam fosfat (Poedjiadi dan Supriyanti, 2005). Hasil penelitian Sharma dan Erdman (1988) dengan sapi Holstein yang disuplementasi 10 dan 20 g kolin/kg BK (bahan kering) bahwa daya cerna dry matter intake (DM), crude protein (CP), neutral detergent fiber (NDF), dan acid detergent fiber (ADF) yaitu sama pada tingkat kolin yang berbeda. Xu et al. (2006) menyatakan bahwa pemberian kolin klorida sebanyak 45 dan 75 g/hari dapat meningkatkan konsentrasi glikogen, dan tingkat sintesis very low density lipoprotein (VLDL) dan sekresi produk lipid esterifikasi dari hati. Pemberian kolin klorida sebanyak 30 g/hari akan lebih optimal, apabila pemberian kolin klorida diberikan berlebih tidak akan meningkatkan produksi susu akan tetapi dapat meningkatkan metabolisme darah. Sebagaimana dalam penelitian yang telah

9 dilakukan Mohsen et al. (2011) bahwa pemberian kolin klorida pada sapi perah laktasi yang sebanyak 30 g/ekor/hari dapat meningkatkan kecernaan nutrisi, produksi dan komposisi susu, serta konversi pakan. 2.3. Produksi Susu Sapi Perah Tampilan produksi susu sapi perah merupakan salah satu sifat ekonomis yang dikendalikan oleh banyak gen (kuantitatif), sehingga ekspresi dari produksi susu merupakan akumulasi dari pengaruh genetik, lingkungan dan interaksi antara keduanya (Utomo dan Miranti, 2010). Rata-rata produksi susu sapi perah yang ada di dalam negeri yaitu dapat menghasilkan susu sekitar 10 liter/ekor/hari (Utomo dan Miranti, 2010). Kemampuan seekor sapi betina laktasi dalam memproduksi susu pada dasarnya dipengaruhi oleh hasil resultan dari faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya (Anggraeni, 2003). Produksi susu yang dihasilkan sapi perah dipengaruhi oleh konsumsi konsentrat karena berpengaruh terhadap produksi asam propionat (C3) yang mengandung karbohidrat mudah terfermentasi di dalam rumen. Asam propionat ini dapat diubah menjadi glukosa. Glukosa yang dihasilkan ini diedarkan dalam darah melalui saluran pembuluh darah dan merupakan bahan pembentuk prekursor laktosa susu. Sekitar 80% laktosa susu disintesis dari glukosa, sementara itu 12% berasal dari proses glukoneogenesis asam amino (Parrakasi, 1999). Glukoneogenesis merupakan cara pembentukan gula (glukosa) yang terjadi di dalam hati dari senyawa bukan karbohidrat, misalnya asam laktat dan beberapa

10 asam amino (Poedjiadi dan Supriyanti, 2005). Oleh karena itu, apabila terjadi peningkatan kadar laktosa susu yang dihasilkan sapi perah maka produksi susu juga akan meningkat, karena laktosa bersifat menyerap air (Utomo dan Miranti, 2010). 2.4. Persistensi Produksi Susu Persistensi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan ukuran tingkat penurunan produksi susu yang terjadi pada ternak laktasi dan dalam bulan laktasi yang berbeda (Maynard dan Loosli, 1956). Anggorodi (1994) memperkuat bahwa penurunan rata-rata produksi susu sapi laktasi pada setiap bulannya digunakan untuk menyatakan persistensi laktasi. Tyler dan Ensminger (2006) menjelaskan lebih lanjut bahwa persistensi adalah tingkat acuan dimana produksi susu dapat dipertahankan pada masa laktasi. Dijelaskan lebih lanjut, setelah puncak laktasi produksi susu mengalami penurunan, sehingga produksi susu dapat mencapai 90-95% dari produksi susu bulan sebelumnya. Produksi susu sapi perah pada awal laktasi masih rendah, akan tetapi setelah itu akan meningkat dan mencapai pucak antar 4-8 minggu setelah beranak dan produksi susu berangsur-angsur menurun sampai akhir laktasi (Tillman et al., 1991). Produksi susu biasanya masih cukup tinggi sampai 6 minggu setelah awal laktasi sehingga tercapainya produksi susu maksimum. Tahap selanjutnya produksi susu menurun secara bertahap hingga akhir atau ujung laktasi. Penurunan produksi susu setelah mencapai puncaknya tersebut diperkirakan besarnya 6% tiap bulannya (Blakely dan Bade, 1994).

11 Produksi susu sapi perah akan terus menurun hingga kering kandang, tetapi kualitas susu cenderung naik (Siregar, 1995). Penurunan produksi susu sapi perah setelah mencapai pucak laktasinya berhubungan erat dengan peristensi, sehingga dalam mempertahankan persistensi produksi susu selama laktasi agar tidak menurun secara drastis, maka kondisi tubuh ternak maupun pakan yang diberikan harus mendapat perhatian terutama dari segi kualitasnya (Utomo, 2003). Penurunan produksi susu ditampilkan pada Ilustrasi 1. Ilustrasi 1. Kurva Produksi Susu Sapi Perah (Blakely dan Bade, 1994) 2.5. Total solid Total solid (TS) atau total padatan (bahan kering) adalah komponen susu meliputi lemak, protein, laktosa, abu, sedangkan air tidak termasuk didalam komponen TS (Zurriyati et al., 2011). Kandungan TS dalam susu yaitu memiliki persentase berkisar antara 12,10%, solid non fat (SNF) atau bahan kering tanpa lemak minimal berkisar 3,20%, dan kandungan lemak (fat) berkisar antara 3,45% (Laryska dan Nurhajati, 2013).

12 Kandungan TS yang terdapat di dalam susu dipengaruhi dari nutrisi pakan yang dikonsumsi oleh ternak, dimana nutrisi tersebut digunakan sebagai prekursor pembentukan bahan kering atau TS. Kandungan TS dalam susu sangat tergantung dari kedua komponen yaitu kadar lemak (fat) dan SNF. Kadar lemak susu yang meningkat semakin meningkat pula kadar TS dalam susu (Wibowo et al., 2013), Sintesis asam lemak dapat diperoleh dari hijauan sebagai sumber asam asetat, karena asam asetat adalah prekursor untuk sintesis asam lemak susu. Jenis pakan yang dikonsusmsi ternak sangat mempengaruhi komposisi susu yang dihasilkan (Susilowati et al., 2013).