I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. diarahkan untuk dapat sekaligus memecahkan masalah-masalah ekonomi

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

JIIA, VOLUME 4 No. 1, JANUARI 2016

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

I. PENDAHULUAN. jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. akan menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial dan politik yang dapat

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Eksistensi pertanian pun perlu dijaga untuk dapat menjawab tantangan di masa

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

I. PENDAHULUAN. Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KOMISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM. NOMOR : 430/Kpts/KPU/TAHUN 2009 TENTANG

1. PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

I. PENDAHULUAN. akan tetapi juga berperan bagi pembangunan sektor agrowisata di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas)

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

BPS PROVINSI LAMPUNG

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016.

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia berhasil meningkatkan produksi padi secara terus-menerus. Selama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang

2

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Tanggamus Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada tahun 2010-2013 terhadap PDB Nasional (BPS, 2013). Sub- sektor pertanian terdiri dari perkebunan, peternakan, perikanan, hortikultura, dan tanaman pangan (Deptan, 2012). Sebagian besar pendapatan masyarakat Indonesia berasal dari sektor pertanian, sehingga sektor pertanian di Indonesia harus terus dikembangkan demi keberlangsungan hidup masyarakat. Pembangunan pertanian juga dihadapkan pada perubahan lingkungan strategis baik domestik maupun internasional, yang dinamis sehingga menuntut produk pertanian yang mampu berdaya saing di pasar global. Dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian Indonesia, dibutuhkan efisiensi dalam sistem produksi, pengolahan dan pengendalian mutu serta kesinambungan produk yang didukung oleh upaya promosi dan pemasaran untuk peningkatan daya saing tersebut. Tanaman hortikultura memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Tanaman hortikultura berperan sebagai sumber bahan

2 makanan dan hiasan rumah tangga, seperti sayuran, buah-buahan, tanaman hias, tanaman obat, dan lain-lain. Salah satu contoh tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi adalah bawang merah. Bawang merah merupakan komoditi yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari, yaitu sebagai bahan bumbu masakan. Hal tersebut menyebabkan permintaan akan bawang merah terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk khususnya di Indonesia (Suparman, 2007), seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Proyeksi kebutuhan dan konsumsi bawang merah nasional Indonesia 2012-2015 No. Komponen Tahun 2012 2013 2014 2015 1. Total permintaan (1000 ton) 904,0 922,5 942,2 963,4 2. Total produksi (1000 ton) 960,1 997,5 1037,4 1080,1 3. Marketing surplus (1000 ton) 56,1 74,9 95,2 116,7 Sumber : Bappenas, 2014 Tabel 1 menunjukkan bahwa kebutuhan dan konsumsi bawang merah di Indonesia tiap tahun selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2012 permintaan bawang merah mencapai 904 ribu ton, dan produksi mencapai sebesar 960,1 ribu ton, sehingga surplus mencapai 56,1 ribu ton. Kemudian pada tahun 2013 permintaan bawang merah mencapai 922,5 ribu ton, dan produksinya mencapai 997,5 ribu ton, sehingga surplus mencapai 74,9 ribu ton. Tabel 1 menyatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak terlepas akan kebutuhan bawang merah setiap harinya, karena bawang merah merupakan penyedap pokok bagi pangan

3 di Indonesia. Hal tersebut yang membuat komoditi bawang merah memiliki peranan yang cukup penting bagi kebutuhan masyarakat. Asosiasi Perbenihan Bawang Merah Indonesia (APBMI) memprediksi produksi bawang merah di Indonesia pada bulan Januari tahun 2014 akan melimpah. Oleh karena itu pemerintah diminta tidak ceroboh dalam membuka keran impor bawang merah. Wakil Ketua Asosiasi Perbenihan Bawang Merah Indonesia (APBMI) menyatakan bahwa puncak panen bawang merah berlangsung pada bulan Januari - Februari mendatang. Bahkan sebagian petani di Nganjuk dan Probolinggo sudah mulai memanen komoditas pertanian tersebut. Jika pemerintah terus mengandalkan kebijakan impor, dia khawatir semangat petani menanam bawang terus surut. APBMI mengusulkan tahun depan Indonesia tak perlu mengimpor bawang merah dari Cina. Meski ongkos produksi bertambah dari Rp 70 juta menjadi Rp 80 juta per hektar, luas lahan terus bertambah dan harga benih semakin murah, namun harga bawang merah di tingkat petani menurun menjadi Rp 10.000 - Rp 14.000 per kilogram. Harga ini lebih rendah dari ongkos produksi per kilogram yang mencapai Rp 15.000. Harga bawang menurun karena sejumlah perusahaan makanan mengimpor bawang merah. Perkembangan produksi bawang merah dalam negeri (Indonesia) selama periode 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.

4 Tabel 2. Produksi bawang merah menurut Provinsi (ton), tahun 2009-2013 Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013 Aceh 2,868 3,615 2,600 4,385 3,710 Sumatera Utara 12,655 9,413 12,440 14,156 8,305 Sumatera Barat 21,985 25,085 32,442 35,838 42,791 Riau - - - - 12 Jambi 1,813 1,402 7,994 6,850 1,010 Sumatera Selatan 17 74 37 18 19 Bengkulu 938 602 506 606 345 Lampung 300 360 705 416 218 Bangka Belitung - - - 21 - Kepulauan Riau - - 1 - - DKI Jakarta - - - - - Jawa Barat 123,587 116,396 101,273 115,896 115,585 Jawa Tengah 406,725 506,357 372,256 381,813 419,472 DI. Yogyakarta 19,763 19,950 14,407 11,855 9,541 Jawa Timur 181,490 203,739 198,388 222,862 243,087 Banten 668 351 421 1,228 1,836 Bali 11,554 10,981 9,319 8,666 7,977 Nusa Tenggara 133,945 104,324 78,300 100,989 101,682 Barat Nusa Tenggara 16,602 3,879 2,436 2,061 3,100 Timur Kalimantan Barat - - - - - Kalimantan Tengah - - - 1 56 Kalimantan Selatan 17-7 - 53 Kalimantan Timur 122 35 15 75 46 Sulawesi Utara 6,918 5,963 5,005 5,301 1,354 Sulawesi Tengah 6,490 10,301 10,824 7,272 4,400 Sulawesi Selatan 13,246 23,276 41,710 41,238 44,034 Sulawesi Tenggara 657 646 121 200 46 Gorontalo 405 240 172 200 229 Sulawesi Barat 881 348 280 406 134 Maluku 167 398 484 432 470 Maluku Utara 237 151 185 190 121 Papua Barat 327 477 107 109 16 Papua 787 199 680 943 620 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014 Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi bawang merah di Provinsi Lampung cukup fluktuatif. Pada tahun 2009 produksi bawang merah sebesar 300 ton, kemudian mengalami peningkatan jumlah produksi yang cukup besar pada

5 tahun 2011, yaitu sebesar 705 ton. Kemudian pada tahun 2012 dan 2013 produksi bawang merah mengalami penurunan yaitu sebesar 416 ton dan 218 ton. Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa produksi bawang merah di Provinsi Lampung menunjukkan kenaikan dan penurunan yang signifikan, karena permintaan akan bawang merah cenderung lebih tinggi dibandingkan produksinya. Hal ini menyebabkan Provinsi Lampung masih melakukan impor bawang merah dari Pulau Jawa untuk memenuhi kebutuhannya (Lampost, 2013). Selanjutnya, sentra produksi bawang merah di Provinsi Lampung juga masih terbatas, seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi, luas lahan bawang merah, dan produktivitas bawang merah menurut kabupaten/ kota di Provinsi Lampung (ton), 2012 No Kabupaten/ kota Produksi Luas panen Produktivitas (ton) (Ha) (ton/ha) 1 Lampung Barat 169 12 14.1 2 Tanggamus 183 21 8.7 3 Lampung Selatan - - - 4 Lampung Timur - - - 5 Lampung Tengah - - - 6 Lampung Utara - - - 7 Way Kanan - - - 8 Tulang Bawang - - - 9 Pesawaran 62 5 12.4 10 Pringsewu 2 1 2 11 Mesuji - - - 12 Tulang Bawang Barat - - - 13 Bandar Lampung - - - 14 Metro - - - Jumlah 416 39 10.6 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013 Tabel 3 menunjukkan bahwa produksi bawang merah tertinggi berada di Kabupaten Tanggamus. Hal ini menyatakan bahwa Kabupaten Tanggamus

6 merupakan wilayah yang dapat dikembangkan lagi dalam memproduksi bawang merah demi memenuhi kebutuhan akan bawang merah khususnya di Provinsi Lampung. Berdasarkan Tabel 3 juga diketahui bahwa di Provinsi Lampung memiliki wilayah yang memproduksi bawang merah hanya terdapat di beberapa kabupaten saja, sedangkan di kabupaten lain tidak memproduksi bawang merah sama sekali. Kebanyakan petani yang sebelumnya melakukan usahatani bawang merah pindah untuk melakukan usahatani komoditi yang lain, karena usahatani bawang merah memerlukan biaya produksi yang cukup besar dan lebih beresiko gagal panen, sehingga petani tidak mau mengambil resiko yang terlalu besar. Akan tetapi, sampai saat ini masih ada beberapa petani yang masih melakukan usahatani bawang merah, khususnya di Kabupaten Tanggamus. Oleh karena itu perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah mengenai masih kurangnya minat petani dalam melakukan kegiatan usahatani bawang merah, karena pada kenyataannya Provinsi Lampung masih melakukan impor dari Pulau Jawa untuk memenuhi kebutuhan bawang merah. Produksi, luas panen, dan produktivitas bawang merah per kecamatan di Kabupaten Tanggamus tahun 2013 dapat disajikan pada Tabel 4.

7 Tabel 4. Produksi, luas panen dan produktivitas bawang merah per kecamatan di Kabupaten Tanggamus, 2013 No Kecamatan Luas panen Produksi Produktivitas (Ha) (ton) (Ha) 1 Kota Agung - - - 2 Talang Padang - - - 3 Wonosobo - - - 4 Pulau Panggung - - - 5 Cukuh Balak - - - 6 Pugung - - - 7 Pematang Sawa - - - 8 Sumberejo - - - 9 Semaka - - - 10 Ulu Belu - - - 11 Kelumbayan - - - 12 Gisting 5 16 3. 2 13 Kota Agung Timur 9 47 5. 22 14 Kota Agung Barat - - - 15 Gunung Alip 11 57 5. 18 16 Limau - - - 17 Air Naningan - - - 18 Bulok - - - 19 Bandar Negeri - - - Semuong 20 Kelubayan Barat - - - Jumlah 25 120 13.6 Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanggamus, 2013 Tabel 4 menunjukkan bahwa produksi bawang merah tersebar di 3 kecamatan di Kabupaten Tanggamus, yaitu Kecamatan Gisting, Kecamatan Kota Agung Timur, dan Kecamatan Gunung Alip. Data pada Tabel 4 juga menjelaskan bahwa ketiga kecamatan tersebut, (Kecamatan Gisting, Kecamatan Gunung Alip, dan Kecamatan Kota Agung Timur) merupakan wilayah yang masih memiliki potensi yang cukup baik dalam usahatani bawang merah. Dengan adanya wilayah yang keadaan topografinya cukup mendukung tersebut, maka ketiga kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus seharusnya bisa lebih

8 memanfaatkan dan mengembangkan wilayahnya dalam melakukan usahatani bawang merah, sehingga bisa menghasilkan produksi yang diinginkan, sehingga dapat menjadi solusi atas masalah pemenuhan kebutuhan bawang merah di Provinsi Lampung. Selanjutnya, minat petani untuk produksi bawang merah di provinsi Lampung dipengaruhi juga oleh perkembangan harga jualnya. Tabel 5 menunjukkan perkembangan harga bawang merah di Provinsi Lampung pada tahun 2013. Tabel 5. Perkembangan harga bawang merah di tingkat petani, pedagang besar, dan pengecer di Kabupaten Tanggamus, bulan Juli-Desember tahun 2013 Harga Bawang Merah Bulan Minggu Pedagang Pedagang Petani Besar pengecer M1 M2 M3 Juli 1 12,000 13,000 14,400 1,000 1,400 2,400 2 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 3 10,500 11,500 12,400 1,000 900 1,900 4 8,000 8,500 9,600 500 1,100 1,600 Agustus 1 6,500 7,000 8,000 500 1,000 1,500 2 7,000 8,000 9,000 1,000 1,000 2,000 3 7,000 8,000 9,000 1,000 1,000 2,000 4 6,000 7,000 8,000 1,000 1,000 2,000 September 1 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000 2 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000 3 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000 4 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000 Oktober 1 6,000 7,000 8,000 1,000 1,000 2,000 2 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000 3 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 4 8,000 9,000 10,000 1,000 1,000 2,000 November 1 5,500 6,000 6,800 500 800 1,300 2 7,000 8,000 9,000 1,000 1,000 2,000 3 9,000 10,000 11,000 1,000 1,000 2,000 4 9,000 10,000 11,000 1,000 1,000 2,000 Desember 1 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 2 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 3 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 4 10,000 11,000 12,000 1,000 1,000 2,000 CV 0.1986 0.1866 0.1731 0.1801 0.0966 0.1071 Sumber : Data sekunder, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus tahun 2013 (diolah)

9 Keterangan : M1 = margin harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang besar M2 = margin harga di tingkat pedagang besar dengan harga di tingkat pengecer M3 = margin harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang pengecer CV = coefisien variasi Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 3 pelaku pasar bawang merah di Provinsi Lampung, yaitu petani, pedagang besar, dan pengecer. Harga bawang merah di Kabupaten Tanggamus yang diterima oleh 3 pelaku pasar pada bulan Juli sampai bulan Desember tahun 2013 cukup variatif dan fluktuatif. Contohnya, harga yang diterima petani pada bulan Juli tahun 2013 di minggu pertama adalah sebesar Rp. 12.000, kemudian harga yang diterima oleh pedagang besar sebesar Rp. 13.000, dan harga yang diterima oleh pedagang pengecer pada waktu yang sama adalah Rp. 14.400. Pada pernyataan tersebut menunjukkan bahwa margin harga yang diterima petani dengan harga yang diterima pedagang pengecer adalah sebesar Rp. 2.400, dan marjin pemasaran tersebut fluktuatif seperti disajikan pada Gambar 1.

10 15,000 12,500 Rp/kg 10,000 7,500 5,000 Juli Agustus September Oktober November Desember Petani Pedagang Besar Pengecer Bulan Gambar 1. Harga bawang merah di tingkat petani, pedagang besar, dan pengecer di Kabupaten Tanggamus tahun 2013. Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus, 2013 (data diolah) Gambar 1 menunjukkan bahwa harga bawang merah di Kabupaten Tanggamus tiap bulannya tidak stabil, karena harga tertinggi di tingkat petani terjadi pada bulan Juli, dan harga terendah terjadi pada bulan November, kemudian harga naik kembali pada minggu kedua bulan November. Hal tersebut yang tentunya akan merugikan pelaku pasar, khususnya petani. Harga bawang merah yang tidak stabil tersebut menyebabkan pemasaran menjadi tidak efisien. B. Perumusan Masalah Produksi bawang merah di Provinsi Lampung dalam 5 tahun terakhir terjadi secara fluktuatif (lihat Tabel 2). Pada tahun 2009 produksi bawang merah sebesar 300 ton, sedangkan pada pada tahun 2010 produksi bawang merah sebesar 360 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2010 produksi bawang merah meningkat dari tahun sebelumnya produksi tertinggi terjadi pada tahun 2011. Akan tetapi, pada tahun berikutnya, produksi bawang merah

11 mengalami penurunan kembali secara signifikan (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014). Penurunan produksi bawang merah di Provinsi Lampung disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : kebanyakan dari petani tidak lagi berusahatani bawang merah dan pindah mengusahakan komoditi yang lain, dengan alasan biaya produksi usahatani bawang merah cukup tinggi, dan harga jual yang diterima petani yang tidak sesuai dengan biaya produksi sehingga petani mengalami kerugian. Selain itu, terdapat perbedaan harga bawang merah yang cukup besar antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pengecer (lihat Tabel 5), serta terjadi fluktuasi harga, baik di tingkat petani maupun di tingkat pedagang pengecer. Dari masalah tersebut dapat dinyatakan bahwa sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus tidak efisien. Petani melakukan kegiatan usahatani dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Besarnya keuntungan yang diterima petani ditentukan oleh harga hasil produksi dan harga faktor produksinya. Apabila harga jual semakin tinggi, maka diharapkan semakin tinggi pula keuntungannya. Selain itu, harga output yang diterima oeh petani juga dipengaruhi tersebut sangat dipengaruhi oleh efisiensi pemasaran. Bila pemasaran efisien, maka diharapkan petani juga memperoleh harga yang menarik untuk tetap menjadi motivasinya untuk berproduksi. Oleh karena itu, penelitian tentang analisis usahatani dan pemasaran bawang merah sangat penting untuk dilakukan. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian, yaitu :

12 1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani bawang merah di Kabupaten Tanggamus? 2. Apakah sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus sudah efisien? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani bawang merah di Kabupaten Tanggamus. 2. Menganalisis efisiensi sistem pemasaran bawang merah di Kabupaten Tanggamus. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Sebagai bahan pertimbangan untuk petani dalam mengelola usahatani dan memasarkan bawang merah secara efesien. 2. Sebagai bahan informasi bagi Dinas dan Instansi untuk pengambilan keputusan kebijakan pertanian yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran bawang merah. 3. Sebagai bahan pembanding dan referensi bagi peneliti lain untuk penelitian sejenis.