BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. serasi, selaras dan seimbang. Pembinaan dan perlindungan anak ini tak

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Esa, dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Presiden, DPR, dan BPK.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar)

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

Vol. XVI/No. /Oktober-Desember/2008 ISSN : TINJAUAN HUKUM PENGADILAN ANAK MENURUT UU NOMOR 3 TAHUN Oleh: Hans C.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

I. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

I. PENDAHULUAN. demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi atas hak

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan hidup manusia dimasyarakat yang diwujudkan sebagai proses interaksi dan interrelasi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya di dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam pergaulan hidup pada hakekatnya setiap manusia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan materil maupun immaterial, maka di dalam upaya mencapai tujuan tersebut, tidak sedikit kemungkinan timbul kebersamaan bahkan mungkin sebaliknya tidak sedikit yang saling bertentangan satu sama yang lainnya. Pertentangan yang timbul akan mengakibatkan adanya suatu kekacauan atau kerusuhan bahkan kemungkinan dapat menimbulkan tindakan anarkis, sedangkan kondisi yang demikian bukanlah merupakan hal yang dicitacitakan dalam pergaulan hidup bermasyarakat, karena hal yang dicita-citakan oleh masyarakat dalam pergaulan hidupnya adalah terciptanya kehidupan yang tertib, damai dan tenteram. Demi terciptanya kehidupan yang aman, tertib, damai dan tenteram tersebut maka Penguasa dalam hal ini adalah Negara telah membuat ketentuan-ketentuan berupa norma-norma atau kaidah-kaidah yang menentukan bagaimana seharusnya bertingkah laku dalam masyarakat, sehingga dengan demikian pelanggaran terhadap norma-norma atau kaidah-kaidah tersebut akan dikenakan sanksi atau hukuman baik berupa penderitaan atau nestapa. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Berbicara mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan generasi penerus manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup bangsa pada masa mendatang. Masalah kenakalan anak, dewasa ini tetap merupakan persoalan yang aktual, hampir di semua negara di dunia termasuk Indonesia. Perhatian terhadap masalah ini telah banyak dicurahkan pemikiran, baik dalam bentuk diskusi maupun dalam seminar yang telah diadakan oleh organisasi atau instansi pemerintah yang erat hubungannya dengan masalah ini. Dalam masalah kenakalan anak dan kepentingan anak, pada peradilan acara anak meliputi acara pemeriksaan dan pemutusan perkara. Keterlibatan pengadilan dalam kehidupan anak dan keluarganya senantiasa ditujukan kepada upaya penanggulangan keadaan yang buruk dari anak tersebut. Sejak tahun 1954 di Indonesia terutama di Jakarta, sebagai Ibukota Negara, sudah terbentuk Hakim khusus yang mengadili anak dengan dibantu oleh pegawai prayuwana, tetapi penahanan pada umumnya masih disatukan dengan orang-orang dewasa. Perlindungan terhadap anak melibatkan lembaga dan perangkat hukum yang lebih memadai. Untuk itu, pada tanggal 3 Januari 1997 pemerintah telah mensahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, sebagai perangkat hukum yang lebih memadai dalam melaksanakan pembinaan dan memberikan

perlindungan terhadap anak. B. Identifikasi Masalah Adapun yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pertimbangan Hakim khusus anak dalam memutus perkara tindak pidana anak? 2) Kendala apakah yang dihadapi oleh Hakim khusus anak dalam memutus perkara tersebut? C. Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi maksud dan tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk dapat mengetahui bagaimana pertimbangan Hakim khusus anak dalam memutus perkara anak pada proses persidangan di Pengadilan Negeri Sumber. 2) Untuk dapat mengetahui kendala yang dihadapi Hakim dalam memutus perkara anak di Pengadilan Negeri Sumber. D. Kegunaan Penelitian Secara umum kegunaan dari penelitian ini adalah: 1) Dari sudut teoritis, yaitu untuk menambah pengetahuan serta wawasan penulis mengenai hal-hal yang berkaitan dengan putusan sidang Hakim khusus anak dalam hukum pidana anak. 2) Dari sudut praktis a) Diharapkan dapat memberikan masukan atau sumbangan bagi Hakim khusus anak dalam pengambilan putusan atau membuat keputusan dalam permasalahan peradilan anak. b) Diharapkan bermanfaat bagi masyarakat yang ingin mengetahui dan mempelajari tentang putusan hakim khusus anak dalam peradilan anak. c) Bermanfaat bagi masyarakat atau para calon-calon praktisi hukum yang ingin menjadi seorang Hakim pidana anak. E. Kerangka Pemikiran Pasal 1 Undang undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan bahwa anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun. Belum pernah kawin, maksudnya tidak terikat dalam perkawinan atau pernah kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak terikat dalam suatu perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian maka si anak dianggap sudah dewasa. Walaupun umurnya belum 18 (delapan belas ) tahun1. Sedangkan menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana dalam pasal 45 adalah anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu,apabila ia tersangkut perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si bersalah itu dikembalikan kepada orang tua, wali atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan pidana, atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenai sanksi pidana2. Terhadap anak nakal yang belum berumur 12 tahun dan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a Undang undang No 3

Tahun 1997, yang diancam dengan pidana penjara sementara waktu, tidak diancam dengan pidana mati / seumur hidup dijatuhkan sanksi akan tetapi dikenakan sanksi berupa tindakan, untuk dapat diajukan kesidang Pengadilan Anak, maka anak yang minimum telah berumur 8 tahun dan maksimum 18 tahun melakukan tindak pidana, sanksi terhadap anak tersebut diatur dalam pasal 1 angka 2 huruf b Undang undang No 3 Tahun 1997 yaitu dapat diberikan tindakan disertai dengan teguran dan syarat syarat tambahan yang ditetapkan oleh hukum. Syarat tambahan 1 tahun misalnya kewajiban untuk melapor secara periodik kepada Pembimbing Pemasyarakatan. Untuk menentukan apakah si anak dapat dikenakan sanksi pidana (Pasal 23 UU No 3 Tahun 1997) atau tindakan (Pasal 24 UU No 3 Tahun 1997) haruslah dengan memperhatikan berat ringannya kejahatan atau kenakalan yang dilakukan. Selain itu juga wajib memperhatikan keadaan anak, keadaan rumah tangga orang tua / wali / orang tua asuh, hubungan antar keluarga, keadaan rumah huniannya dan memperhatikan laporan pembimbing pemasyarakatan. Pemisahan sidang anak dan sidang yang mengadili perkara tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa memang mutlak adanya, karena dengan dicampurnya sidang yang dilakukan oleh anak dan oleh orang dewasa tidak akan!"# menjamin terwujudnya kesejahteraan anak. Dengan kata lain, pemisahan ini penting dalam hal mengadakan perkembangan pidana dan perlakuannya3. Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian secara fisik, mental maupun sosial sering berperilaku dan bertindak asosial dan bahkan anti sosial yang merugikan dirinya, keluarga, dan masyarakat. Untuk itu salah satu pertimbangan dalam konsideran Undang undang No 3 Tahun 1997 menyatakan : bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri, sifat khusus,memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi selaras dan seimbang. Jadi penjatuhan pidana sebagai upaya pembinaan dan perlindungan anak merupakan faktor penting. Salah satu upaya Pemerintah bersama DPR adalah terbitnya Undang undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang undang itu diundangkan tanggal 3 Januari 1997 ( Lembaran Negara 1997 No 3 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3668) dan mulai diberlakukan satu tahun kemudian yaitu 3 Januari 19984. Melalui Undang undang No. 3 Tahun 1997 diatur perlakuan khusus terhadap anak anak nakal, yang berbeda dengan pelaku tindak pidana orang dewasa. Misalnya ancaman pidana ½ (satu perdua) dari ancaman maksimum pidana orang dewasa, tidak dikenal pidana penjara seumur hidup atau pun pidana mati dan $%&'& &()&*&++,+ "&-. (/*+

sebagainya. Hal itu bukan berarti menyimpang dari prinsip equality before the law, ketentuan demikian dalam rangka menjamin pertumbuhan fisik dan mental secara utuh bagi anak. Undang undang Peradilan Anak yang tertuang dalam Undang undang No 3 Tahun 1997 mengatur banyak hal kekhususan, selain itu juga melibatkan beberapa lembaga / institusi diluar Pengadilan, seperti pembimbing pemasyarakatan dari Departemen Kehakiman, pekerja sosial dari Departemen Sosial, dan pekerja sukarela dari organisasi kemasyarakatan. Bagi Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Penasihat Hukum merupakan hal biasa dalam proses persidangan perkara pidana pada umumnya, namun dengan banyaknya kekhususan dalam Undang undang nomor 3 tahun 1997, sebaiknya aparat penegak hukum berupaya mendalami dan memahami kandungan dan filosofi dari Undang undang tersebut. Di samping itu, kerja sama dan koordinasi dalam pelaksanaan Undang undang tersebut merupakan hal yang penting. Adapun tindakan yang dapat dikenakan kepada anak anak sesuai bunyi Pasal 24 UU No 3 Tahun 1997 adalah sebagai berikut: 1) Dikembalikan kepada orang tua / wali / orang tua asuh, anak nakal yang dijatuhi tindakan dikembalikan kepada orang tua / wali / orang tua asuhnya, apabila menurut penilaian hakim si anak masih dapat di bina di lingkungan orang tua/ wali /orang tua asuhnya (Pasal 24 ayat (1) huruf a UU No 3 Tahun1997). Namun demikian si anak tersebut tetap dibawah pengawasan dan bimbingan pembimbing kemasyarakatan antara lain untuk mengikuti kegiatan ke pramukaan, dan lain lain. 2) Diserahkan Kepada Negara Dalam hal menurut penilaian hakim pendidikan dan pembinaan terhadap anak nakal tidak lagi dilakukan di lingkungan keluarga, maka anak itu diserahkan kepada Negara dan disebut sebagai anak Negara (Pasal 24 UU No 3 Tahun 1997). Untuk itu si anak ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak dan wajib mengikuti pendidikan, pembinaan,dan latihan kerja. Tujuannya untuk memberi bekal keterampilan keterampilan kepada anak dengan memberikan keterampilan mengenai pertukangan, perbengkelan, tata rias, dan sebagainya selesai menjalani tindakan itu si anak diharapkan mampu mandiri. 3) Diserahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan. Tindakan lain yang mungkin dijatuhkan oleh hakim kepada anak nakal adalah menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan latihan kerja untuk dididik dan di bina. Akan tetapi dalam hal kepentingan si anak menghendaki bahwa hakim dapat menetapkan anak tersebut diserahkan kepada organisasi sosial kemasyarakatan seperti pesantren, panti sosial dan lembaga lainnya (Pasal 24 ayat (1) huruf c UU No 3 Tahun 1997)5. Dalam kenyataan hidup sehari hari ternyata ada kalanya seorang anak yang melakukan tindak pidana harus diadili di Pengadilan Anak untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukan. Tata cara mengadili anak tersebut ada pada UU No 3 Tahun 1997. #$%&'01+ F. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan ialah sebagai berikut:

1. Metode pendekatan Penelitian ini di fokuskan kepada masalah pokok yaitu Pertimbangan Hakim dalam proses perkara khusus anak yang di arahkan pada sumbangan pemikiran terhadap Putusan Hakim khusus anak yang seharusnya putusan tersebut berdasarkan undang-undang hukum acara pidana anak dengan demikian pendekatan penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan disamping itu penelitian hukum ini juga menggunakan pendekatan hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis. 2. Jenis dan Sumber Data Sehubungan penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif sekaligus penelitian hukum empiris, maka data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder, data sekunder yang dipergunakan meliputi bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang relevan dengan topik penelitian serta karya ilmiah para sarjana dalam bentuk buku ataupun artikel, data primer bersumber dari hasil wawancara. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan melalui study kepustakaan terhadap data sekunder, baik yang berasal dari bahan hukum primer maupun hukum sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara dengan pihak-pihak terkait yaitu Hakim khusus anak 4. Analisis Data Data yang telah diperoleh, baik data primer maupun sekunder akan diproses dengan menggunakan analisis normatif untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana putusan Hakim khusus anak di Pengadilan Negeri Sumber. G. Lokasi Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada Pengadilan Negeri Sumber Kabupaten Cirebon. H. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman dan penguraian permasalahannya, penulis menyusun sistimatika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN yang memuat: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, Lokasi Penelitian serta Sistematika Penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, yang di dalamnya menguraikan tentang Ruang Lingkup Hukum Pidana Anak, Penegakan Hukum Terhadap Anak dan Dasar Pertimbangan Pelaksanaan Putusan Hakim Pidana anak. BAB III : Kedudukan dan Peranan Hakim dalam Proses Penegakan Hukum, yang di dalamnya menguraikan tentang Tugas Hakim dalam Proses Penegakan Hukum, Tanggung Jawab Hakim, Prosedur Penemuan Hukum yang Di Lakukan Hakim dalam Proses Penegakan Hukum dan Peranan Hakim dalam Implikasi Kemandirian Kekuasaan Kehakiman Terhadap Penegakan Hukum. BAB IV : HASIL PEMBAHASAN, yang di dalamnya menguraikan tentang pertimbangan Hakim dalam memutus perkara khusus anak serta kendala yang dihadapi oleh Hakim dalam memutus perkara khusus anak. BAB V : Merupakan bagian akhir, berisi kesimpulan dari semua pembahasan bab-bab sebelumnya serta saran sebagai tanggapan konstruktif atas

permasalahan yang penulis bahas.