Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

Oleh : Rahayu Setyowati

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. di udara, permukaan kulit, jari tangan, rambut, dalam rongga mulut, usus, saluran

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kuratif, rehabilitatif, dan preventif kepada semua orang. Rumah sakit merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

ARTIKEL PENELITIAN. Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah Kholik³ ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. termasuk debu, sampah dan bau. Masalah kebersihan di Indonesia selalu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN UNIVERSAL PRECAUTION INTISARI. Devi Permatasari*

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

HUBUNGAN SUPERVISI KEPALA RUANG DENGAN PENERAPAN HAND HYGIENE DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain. infeksi nosokomial (Darmadi, 2008, hlm.2).

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengukur pencapaian keseluruhan negara. Pencapaian ini meliputi 3

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

KUESIONER PENELITIAN. Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian di dunia.salah satu jenis infeksi adalah infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN. dari spesimen-spesimen yang diperiksa. Petugas laboratorium merupakan orang

BAB I PENDAHULUAN. Penyedia pelayanan kesehatan dimasyarakat salah satunya adalah rumah sakit. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN : PERILAKU MENCUCI TANGAN PADA ANAK SD NEGERI 3 GAGAK SIPAT BOYOLALI. Nur Hikmah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perhatian terhadap infeksi daerah luka operasi di sejumlah rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kelelahan kerja adalah gejala yang berhubungan dengan penurunan efisiensi

Kata kunci : Rumah Sakit, Infeksi Nosokomial, Antiseptic Hand rub Kepustakaan : 55 (15 Jurnal+20 Buku+6 Skrispi & tesis+14 Website)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. dibahas dalam pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

Transkripsi:

PENELITIAN PELAKSANAAN CUCI TANGAN OLEH PERAWAT SEBELUM DAN SESUDAH MELAKUKAN TINDAKAN KEPERAWATAN Ratna Dewi*, Endang Purwaningsih** Menurut WHO angka infeksi nosokomial (INOS) tidak boleh lebih dari 9% pertahun, sedangkan Depkes RI,2007 menetapkan INOS tidak boleh melebihi 1,5% per bulan. Pada kenyataanya angka INOS RS Mardi Waluyo tahun 2009 mencapai 0,7%-7,3%, setelah dievaluasi hal ini ada kaitannya dengan prosedur mencuci tangan. Hasil penelitian Bulan November 2010 di Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro, masih banyak perwat yang tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan. Tujuan penelitian ini memberikan gambaran pelaksanaan mencuci tangan yang sesuai dengan prosedur sebelum dan sesudah mlakukan tindakan keperawatan. Subyek penelitian adalah perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro. Menggunakan total populasi sejumlah 79 perawat dan jumlah sampel 66 perawat menurut perhitungan dalam Nursalam, 2008. Desain penelitain deskriptif dan pengumpulan data menggunakan lembar observasi yang berisi tujuh langkah prosedur mencuci tangan yang benar. Hasil penelitian menunjukan dari 66 perawat, diperoleh perawat yang mencuci tangan sesuai dengan prosedur sebanyak 10 perawat (sekitar 15,15%) dan yang tidak sebanyak 56 perawat (sekitar 84,85%) sebelum melakukan tindakan keperawatan dan yang sebanyak 40 perawat (sekitar 60,01%) dan yang tidak sesuia prosedur sebanyak 26 perawat (sekitar 39,39%) di Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro. Saran bagi perawat hendaknya sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawaan dan untuk peneliti selanjutnya agar meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan/faktor motivasi yang mempengaruhi pelaksanan mencuci tangan oleh perawat sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawaan Kata Kunci : Mencuci Tangan, Perawat, Tindakan Keperawatan LATAR BELAKANG Mencuci tangan merupakan hal yang sederhana namun penting dilakukan dalam menjaga higiene tangan maupun kulit. Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir atau yang disiramkan. Mencuci tangan hampir sudah pernah dilakukan setiap orang. Kebiasaan mencuci tangan sebenarnya telah diajarkan oleh orang tua sejak usia dini misalnya, sebelum dan sesudah makan, sesudah buang air besar (BAB), sesudah bermain dengan temanteman dan sebagainya. Hal sederhana ini jika dilakukan secara terus menerus mempunyai banyak keuntungan. Keuntungan yang sederhana misalnya membuat seseorang terbebas dari kuman. Seperti kita ketahui tangan adalah bagian tubuh yang paling sering bersentuhan dengan benda-benda di sekitar kita yang belum tentu terjamin kebersihannya, dengan mudah kuman menempel di tangan dan jika tangan kita langsung kontak dengan makanan maka kuman akan terbawa masuk ke tubuh kita (www.female Kompas.com, 2009). Manfaat lain mencuci tangan yaitu dapat menghindarkan kita dari tertularnya beberapa penyakit seperti infeksi saluran pernapasan, penyakit kulit, penyakit gangguan usus dan saluran pencernaan (diare, muntah), infeksi cacing dan penyakit lain yang berpotensi kearah kematian (Klinik 69. blogspot.com, 2009). Dalam praktik keperawatan, mencuci tangan adalah salah satu upaya efektif dalam mencegah infeksi nosokomial (INOS). Infeksi nosokomial merupakan masalah global, penelitian World Health Organization (WHO) tahun 1986 [103]

memperoleh hasil angka infeksi nosokomial paling sedikit menjangkau 9% lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap diseluruh dunia (Sabarguna, 2007). INOS meningkatkan biaya perawatan kesehatan secara signifikan. Lamanya hari rawat, meningkatnya ketidakmampuan, peningkatan biaya antibody dan masa penyembuhan yang lama akan menambah pengeluaran klien dan juga biaya rumah sakit (Potter & Perry, 2005). Seringnya biaya untuk INOS tidak diganti, oleh karena itu pencegahan memiliki pengaruh financial yang menguntungkan dan merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan keperawatan. Sedangkan di Indonesia angka INOS belum dapat ditentukan, mengingat di Indonesia baru memulai melakukan perubahan-perubahan. Akan tetapi di beberapa rumah sakit telah melakukan pengendalian infeksi nosokomial. Sebagai contoh RSUD Dr. Sutomo-Surabaya dalam penelitiannya diperoleh hasil antara lain : dengan diketahuinya angka infeksi nosokomial dapat menghemat lama waktu perawatan pasien dan menurunkan biaya perawatan (Depkes RI, 2002). Depkes RI 2007 menetapkan standar INOS tidak boleh lebih dari 1,5% perbulan. Sebagai contoh infeksi luka operasi (ILO) dan infeksi nosokomial flebitis pemasangan infus. Dari hasil evaluasi, infeksi nosokomial flebitis pemasangan infus dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko seperti jenis, metode, dan lama pemasangan infus intravena, kerentanan pasien terhadap infeksi, dan faktor mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan (Sabarguna, 2007). Di Rumah Sakit Mardi Waluyo Lampung angka INOS flebitis masih cenderung tinggi, mencapai 1,9%-13,4% pada tahun 2008 sedangkan standar di rumah sakit tersebut adalah 3,0% perbulan. Pada tahun 2009 mencapai 0,7%-7,3% sedangkan standarnya adalah 1,5% perbulan (Buku Laporan Kejadian Infeksi Nosokomial Rumah Sakit Mardi Waluyo, 2009). Hasil evaluasi sementara menyebutkan faktor penyebabnya antara lain adalah faktor mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan. Selain meningkatkan angka INOS, kerugian lain tidak mencuci tangan adalah dapat menyebabkan perawat tertular beberapa peyakit seperti diare, hepatitis, infeksi pernapasan, infeksi cacing, penyakit kulit dan lain-lain. Apabila mencuci tangan tidak dilakukan dengan cara dan metode yang benar maka perawat dapat berisiko tertular penyakit-penyakit tersebut. Mencuci tangan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu cara steril, cara disinfeksi, dan cara biasa. Cara steril sering dilakukan di ruang operasi saat akan membantu dalam proses pembedahan, sedangkan cara biasa dan disinfeksi sering dilakukan dalam ruang perawatan. Di ruang perawatan mencuci tangan dengan cara biasa yaitu dengan air mengalir saja dipandang kurang efektif, karena tidak dapat membunuh kuman yang menempel di tangan. Mencuci tangan di ruang perawatan paling efektif dilakukan dengan menggunakan antiseptik (disinfektan) karena antiseptik mengandung triklosan sebagai zat anti bakteri yang dapat membunuh kuman. Mencuci tangan hendaknya dilakukan oleh semua perawat. Namun dalam praktiknya tidak semua perawat melakukannya. Dari hasil presurvei di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro tanggal 20 November 2010 yang dilakukan oleh peneliti selama shif pagi (antara pukul 07.00 wib sampai dengan pukul 14.00 wib), diperoleh hasil dari 6 perawat yang melakukan tindakan memberikan obat injeksi secara intravena ditemukan 2 perawat (sekitar 33%) tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan dan 4 perawat (sekitar 66%) tidak mencuci tangan sesudah melakukan tindakan tersebut. Fitria, Connie (2006) dalam penelitian gambaran pelaksanaan cuci tangan oleh perawat sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan pasien di Ruang Paru Rumah Sakit Abdul Moeloek, dari 14 responden diperoleh hasil rata-rata [104]

sejumlah 24,8% tidak melakukan cuci tangan sebelum melakukan tindakan dan 90% didapatkan mencuci tangan sesudah melakukan tindakan. Tentunya dalam pelaksanaannya mencuci tangan tidak hanya sekedar dilakukan saja, tetapi harus dilakukan dengan cara atau metode yang benar sesuai dengan standar prosedur operasional yang sudah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pelaksanaan mencuci tangan (yang sesuai dengan prosedur) oleh perawat sebelum dan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Mardi Waluyo. Tujuan Penelitian adalah diperoleh gambaran tentang pelaksanaan mencuci tangan oleh perawat sebelum dan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro. METODE Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan survei yaitu suatu penelitian yang hanya menggambarkan suatu objek tertentu (Suyanto, 2009). Populasi pada penelitian ini adalah total populasi yaitu semua perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro Tahun 2011 yang berjumah 79 perawat dengan jumlah sampel sebanyak 66 orang. Penelitian ini dilakukan di ruangruang rawat inap Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro, yang terdiri dari Ruang Flamboyan, Ruang Seroja, Ruang Anggrek, Ruang Bugenvil, dan Ruang Edelweise pada tanggal 1-12 Februari 2011. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan teknik pengamatan/observasi. Pengumpulan data dilakukan secara bergantian di masingmasing ruang rawat inap pada shiff pagi antara pukul 09.00 wib sampai dengan pukul 13.00 wib. Peneliti mengamati cara mencuci tangan perawat didekat washtafel yang sudah disediakan disetiap ruangan rawat inap dan pengamat tinggal memberikan tanda ( ) pada lembar observasi yang menunjukkan dilakukannya langkah-langkah mencuci tangan. Pengolahan data menggunakan : coding, scoring, tabulating, entering dan cleaning. Analisis data menggunakan analisis univariat distribusi frekuensi. HASIL Penelitian dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro pada tanggal 1-12 Februari 2011 dengan menggunakan lembar observasi untuk mengumpulkan data. Dari hasil pengumpulan data diperoleh 66 perawat yang dioservasi, masing-masing perawat diobservasi mencuci tangannya untuk tiga tindakan keperawatan. Analisa datanya dapat dibambarkan sebagia berikut : Tabel 1: Distribusi Frekuensi Perawat Yang Mencuci Tangan Sesuai Dengan Prosedur Sebelum Melakukan Tindakan Pelaksanaan Mencuci Tangan f % Dilakukan 10 15,15 Tidak Dilakukan 56 84,85 Total 66 100 Berdasarkan tabel diatas dari 66 perawat terdapat 10 perawat (sekitar 15,15%) mencuci tangan sesuai dengan prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan dan 56 perawat (sekitar (84,85%) tidak mencuci tangan sesuai dengan prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan. Tabel 2: Distribusi Frekuensi Perawat Yang Mencuci Tangan Sesuai Dengan Prosedur Sesudah Melakukan Tindakan Pelaksanaan Mencuci Tangan f % Dilakukan 40 60,61 Tidak Dilakukan 26 39,39 Total 66 100 [105]

Berdasarkan tabel diatas dari 66 perawat terdapat 40 perawat (sekitar 60,01%) mencuci tangan sesuai dengan prosedur sesudah melakukan tindakan keperawatan dan 26 perawat (sekitar (39,39%) tidak mencuci tangan sesuai dengan prosedur sesudah melakukan tindakan keperawatan. PEMBAHASAN Penelitian tentang gambaran pelaksanaan mencuci tangan oleh perawat sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro dilakukan pada tanggal 1-12 Februari 2011 dengan menggunakan lembar observasi yang berisi tujuh langkah cara mencuci tangan diperoleh hasil dari 66 perawat terdapat 10 perawat (sekitar 15,15%) mencuci tangan sesuai dengan prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan dan 56 perawat (sekitar 84,85%) tidak mencuci tangan sesuai dengan prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan. Sedangkan mencuci tangan oleh perawat yang sesudah melakukan tindakan keperawatan terdapat 40 perawat (sekitar 60,01%) mencuci tangan sesuai dengan prosedur sesudah melakukan tindakan keperawatan dan 26 perawat (sekitar 39,39%) tidak mencuci tangan sesuai dengan prosedur sesudah melakukan tindakan keperawatan. Dari 66 perawat terdapat 10 perawat (sekitar 15,15%) mencuci tangan sesuai dengan prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan dan 56 perawat (sekitar 84,85%) tidak mencuci tangan sesuai dengan prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan. Hal ini berarti bahwa jumlah perawat yang tidak mencuci tangan sesuai prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak. Menurut peneliti masih rendahnya perawat untuk mencuci tangan sesuai dengan prosedur dalam melakukan tindakan tersebut dikarenakan jumlah pasien yang banyak dan perlu dilakukan tindakan segera sehingga perawat mencuci tangan dengan terburu-buru akibatnya tidak sesuai dengan prosedur, kurang sadaranya perawat terhadap pentingnya cuci tangan untuk mencegah infeksi nosokomial, dalam pelaksanaannya kurang memperhatikan peraturan yang sesuai dengan standar prosedur operasional (SPO) dan bagi yang tidak melakukan cuci tangan sesuai dengan SPO tidak diberi teguran/fanesmen. Larson (1995) dalam Potter & Perry (2005) merekomendasikan bahwa perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien, dan sebelum melakukan prosedur invasif seperti pemasangan kateter menetap. Dalam praktik keperawatan dampak tidak mencuci tangan antara lain dapat mempermudah kita tertular beberapa penyakit seperti infeksi saluran pernapasan, penyakit kulit, penyakit gangguan usus dan saluran pencernaan (diare, muntah), infeksi cacing dan penyakit lain yang berpotensi kearah kematian (Klinik 69. blogspot.com, 2009) dan juga dapat meningkatkan kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit (Sabarguna, 2007). Berdasarkan penelitian dari 66 perawat terdapat 40 perawat (sekitar 60,01%) mencuci tangan sesuai dengan prosedur sesudah melakukan tindakan keperawatan dan 26 perawat (sekitar (39,39%) tidak mencuci tangan sesuai dengan prosedur sesudah melakukan tindakan keperawatan. Hal ini berarti bahwa jumlah perawat yang mencuci tangan sesuai dengan prosedur sesudah melakukan tindakan keperawatan lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak. Hal ini yang semestinya dilakukan oleh perawat sebagai wujud profesinalisme dalam bekerja. Dengan ditempelnya gambar prosedur tujuh langkah mencuci tangan didekat washtafel memudahkan perawat membiasakan untuk melakukan cuci tangan dengan cara-cara yang benar sesuai dengan standar prosedur operasional. [106]

Berdasarkan hasil analisa peneliti hal ini dikarenakan sesudah melakukan tindakan keperawatan perawat berfikir untuk membersihkan tangan agar tidak tertular kuman atau penyakit setelah kontak dengan pasien. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit setelah pasien dirawat minimal 3x24 jam (Darmadi, 2008). Di Rumah Sakit Mardi Waluyo Lampung angka INOS flebitis masih cenderung tinggi, mencapai 1,9%- 13,4% pada tahun 2008 sedangkan standar di rumah sakit tersebut adalah 3,0% perbulan. Pada tahun 2009 mencapai 0,7%-7,3% sedangkan standarnya adalah 1,5% perbulan (Buku Laporan Kejadian Infeksi Nosokomial Rumah Sakit Mardi Waluyo, 2009). Salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi infeksi nosokomial antara lain meliputi petugas (dokter, perawat dan lain-lain). Jika perawat yang mencuci tangan sebelum melakukan tindakan lebih sedikit dibandingkan sesudah maka perawat dapat menjadi mediator terjadinya infeksi nosokomial pada pasien. Keterbatasan pada penelitian ini adalah bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat pemula dari suatu penelitian pada salah satu prosedur tindakan keperawatan. Selain itu penelitian ini juga dilakukan dengan cara observasi langsung yang membutuhkan waktu lebih lama dan ketelitian, sehingga pada penelitian ini didapatkan hasil yang masih cenderung subjektif. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah saat pengambilan data kadang berbenturan dengan shift dinas peneliti sehingga peneliti menjadi kurang fokus dalam melakukan observasi. KESIMPULAN di ruang rawat inap Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro. Penelitian terhadap 66 perawat terdapat 40 perawat (sekitar 60,01%) dan 26 perawat (sekitar 39,39%) tidak di ruang rawat inap Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro. Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menyarankan agar petugas kesehatan khususnya perawat dapat melakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur sebagai suatu keharusan dalam melakukan tindakan keperawatan baik sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan. Selanjutnya perlu diberikan punishment yang jelas bagi perawat yang tidak melakukan tindakan mencuci tangan, karena tidak mencuci tangan dapat meningkatkan angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit. Alat-alat cuci tangan seperti washtafel, larutan disinfektan, dan tissue diletakkan di kamar-kamar pasien atau di ruang tunggu sehingga memudahkan pasien untuk mencuci tangan karena bagi pasien juga perlu mencuci tangan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Untuk penelitan selanjutnya agar peneliti meneliti tentang faktor-faktor yang behubungan motivasi perawat untuk mencuci tangan. * Dosen pada Prodi Keperawatan Tanjungkarang Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang. ** Perawat Pelaksana pada Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro Penelitian terhadap 66 perawat terdapat 10 perawat (sekitar 15,15%) sebelum melakukan tindakan keperawatan dan 56 perawat (sekitar (84,85%) tidak sebelum melakukan tindakan keperawatan [107]

DAFTAR PUSTAKA Darmadi, 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Penanganannya. Penerbit Salemba Medika : Jakarta Depkes RI, 2002. Prosedur Perawatan Dasar. Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik : Jakarta Depkes RI. 2007. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik : Jakarta http://www.female/kompas.com. Manfaat Dahsyat Mencuci Tangan. Diakses 12 November 2010 http://www.klinik 69.blogspot.com. Manfaat Sederhana Mencuci Tangan. Diakses 12 November 2010 Rumah Sakit Mardi Waluyo, 2009. Buku Laporan Infeksi Nosokomial. Kota Metro : Lampung Sabarguna, S. 2007. Sistem Bantu Keputusan Untuk Pengendalian Infeksi Nosokomial. Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY Suyanto, 2009.Riset Kebidanan dan Metodelogi Aplikasi. Poltekkes Tanjung Karang : Bandar Lampung [108]