SAGU UNTUK KEMAJUAN INDONESIA Prof. Dr. Ir. H. Mochamad Hasjim Bintoro, MAgr
IMPOR BERAS NASIONAL 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : BPS 2014 Impor (ton) 1
IMPOR GULA NASIONAL 4,000,000 3,500,000 3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 Sumber : BPS 2015 2-1994199519961997199819992000200120022003200420052006200720082009201020112012201320142015 Produksi (ton) Impor (ton)
KONSUMSI DAN PRODUKSI MINYAK BUMI NASIONAL 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : BP Petroleum 2015 Produksi (ribu barrel/hari) Konsumsi (ribu barrel/hari) 3
IMPOR Beras Gula Minyak Bumi TINGGI SOLUSI SAGU 4
SEBARAN SAGU DI PROVINSI PAPUA No Distrik Luas Sagu ha % 1 Asmat 949.959 20,0 2 Biak Numfor 0 0 3 Boven Digoel 42.673 0,9 4 Dogiyai 20.992 0 5 Intan Jaya 109.725 2,3 6 Jayapura 74.908 1,6 7 Jayawijaya 0 0 8 Keerom 0 0 9 Kepulauan Yapen 0 0 10 Lanny Jaya 0 0 11 Mappi 818.178 17,2 12 Mamberamo Raya 371.504 7,8 13 Merauke 1.232.151 25,9 14 Mimika 382.189 8,0 15 Nabire 219.362 4,6 16 Nduga 576 0,01 17 Paniai 0 0 18 Pegunungan Bintang 0 0 19 Puncak 59.809 1,3 20 Puncak Jaya 93.827 2,0 21 Sarmi 144.321 3,0 22 Supiori 0 0 23 Tolikara 25.611 0,5 24 Waropen 152.509 3,2 25 Yahukimo 51.031 1,1 26 Yalimo 0 0 27 Kota Jayapura 0 0 Total 4.749.325 100 5
SEBARAN SAGU DI PROVINSI PAPUA BARAT No Distrik Luas Sagu ha % 1 Fakfak 34.485 6,8 2 Kaimana 70.765 13,9 3 Manokwari 5.868 1,2 4 Maybrat 0 0 5 Raja Ampat 3.052 0,6 6 Sorong 30.014 5,9 7 Sorong Selatan 148.004 29 8 Tambrauw 0 0 9 Teluk Bintuni 212.353 41,6 10 Teluk Wondama 5.672 1,1 11 Kota Sorong 0 0 Total 510.213 100 6
POTENSI MENGATASI IMPOR 5,2 juta ha IMPOR Beras Gula Minyak Bumi 7
PEMANFAATAN SAGU Industri Makanan Industri Kertas Protein Sel Tunggal Beras Analog Industri Makanan Bahan Bakar Bubur Kayu Pati Sagu Bahan Baku Industri Pupuk SAGU Industri Kayu Biogas Industri Makanan Ternak Ampas Glukosa Dextrin Industri Kosmetik Industri Farmasi Industri Pestisida Ethanol Fruktosa Asam Organik Industri Makanan Industri Minuman Industri Kimia & Farmasi Energi 8
ANDAI SAGU DIMANFAATKAN PEMANFAATAN SAGU Perusahaan Perekonomian Masyarakat Kemajuan Daerah Tertinggal Daya Saing Produk Masyarakat 9
KENDALA DI LAPANG 10
PERBEDAAN PRODUKSI Produksi pati kering Rendemen 7%-8% METEMANI MERANTI Produksi pati kering Rendemen ±16% IDENTIFIKASI BERDASARKAN KEY INFORMAN 11
SISTEM HPH SAGU Area Konsesi : bayar Panen : bayar Produksi Pati Tinggi Produksi Pati Rendah? 12
PERHITUNGAN PSDH Profisi Sumber Daya Hutan Pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara Rumus PSDH = Harga Patokan x Tarif x Volume Bukan berdasarkan pati yang dihasilkan Industri sagu Industri kayu Perlu semacam BULOG untuk menampung 13
PERBAIKAN INFRASTRUKTUR Contoh: Ongkos kirim pati dari Selatpanjang-Cirebon Rp 150-200 per kg Saga-Surabaya Rp 2000 per kg pati HARGA TIDAK DAPAT BERSAING 14
REKOMENDASI 15
REKOMENDASI FGD KEBAKARAN HUTAN Jangka Pendek Pencegahan dan penanggulangan hendaknya berdasarkan 3O (omong, otak, otot) yaitu didiskusikan, direncanakan/dipikirkan dan dilaksanakan. Pemerintah hendaknya memiliki alat untuk mendeteksi titik api. Data dari negara lain akan sangat terlambat sehingga api sudah meluas. Untuk menghadapi kebakaran hutan/kebun hendaknya harus terjadi perubahan paradigma yaitu dari lebih mengutamakan penanggulangan menjadi lebih mengutamakan pencegahan kebakaran. Kebakaran hutan/kebun bersifat spesifik, penanggulangannya setiap Kabupaten berbeda. Perlu adanya komunikasi dan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten. Perlu adanya kebijakan anggaran untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Peralatan kebakaran haruslah tersedia di setiap desa. Perusahaan-perusahaan perkebunan di kawasan gambut hendaknya diajak bekerjasama untuk pencegahan dan penanggulanagan kebakaran. Tindakan pencegahan dan pengendalian kebakaran hendaknya melibatkan masyarakat. Perlu kejelasan tata guna lahan di kawasan yang peka terhadap kebakaran. 16
REKOMENDASI FGD KEBAKARAN HUTAN Jangka Menengah Perlu adanya data iklim yang akurat karena kawasan di Indonesia dipengaruhi oleh iklim tropis dan iklim munsoon. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran di kawasan tersebut akan berbeda. Lahan gambut harus selalu basah, pembuangan air dari lahan gambut ke laut harus seminimal mungkin. Terjadinya titik api selain disebabkan oleh panas, bahan bakar dan oksigen juga dipengaruhi oleh sosial ekonomi masyarakat. Perlu peralatan yang memadai untuk pengukuran lingkungan (kedalaman gambut, air, cuaca). 17
REKOMENDASI FGD KEBAKARAN HUTAN Jangka Panjang Kebakaran akan dihambat bila kawasan tersebut basah. Lingkungan hutan/kebun sagu selalu lembab/basah. Oleh karena alih fungsi lahan dari hutan/kebun sagu untuk penggunaan lain harus dicegah. Agar hutan/kebun sagu dapat dipertahankan, perlu digalakkan diversifikasi pangan pokok. Berbagai pengaturan untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran sudah banyak dibuat, namun perlu disosialisasikan. Perlu dilakukan uji coba racun api yang mudah terurai (biodegradable). Perlu dilakukan prototype penggunaan radar berbasis pulau untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran (space baru). 18
REKOMENDASI FGD PENGEMBANGAN SAGU DI INDONESIA Pengembangan kawasan sagu hendaknya secara terpadu dari hulu-hilir dengan melibatkan tanaman palawija/hortikultura, perikanan dan peternakan serta industri. Kegiatan individu berbasis sagu yang dapat dilaksanakan berupa industri pangan dan non pangan. Industri pangan yang dapat dilakukan antara lain papeda, sampolit, aneka kueh, kerupuk, empek-empek, mi, cendol. Industri non pangan yang dapat dikembangkan antara lain bioethanol, gula cair, plastik ramah lingkungan dan penyedap. Dengan adanya tumpangsari sagu dengan ikan akan mendorong industri pakan ikan dan ternak serta pembibitan ikan dan ternak. Pati sagu dapat digunakan dalam substitusi pati gandum dalam industri roti dan mi. Pati sagu merupakan bahan pangan yang sehat karena tidak mengundang gluten (gluten penyebab gangguan pencernaan), kadar glikemiknya rendah sehingga baik untuk penderita diabetes. Karena pati sagu diserap dalam jangka waktu yang lama, maka akan lama kenyang. Perlu perbaikan prosesing pati sagu, agar tidak terjadi fermentasi sehingga berakibat buruk terhadap kesehatan perut. Pemanfaatan sagu baik skala rumah tangga maupun industri perlu adanya ketersediaan pohon/tual sagu setiap saat secara berkesinambungan. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan dan perluasan hutan/kebun sagu. 19
REKOMENDASI FGD PENGEMBANGAN SAGU DI INDONESIA Limbah sagu dapat dimanfaatkan untuk energi (briket, metan), kompos, media pembibitan, media jamur, ulat sagu, pakan ternak, pakan ikan, particle board dan atap rumah. Pengembangan sagu perlu melibatkan ABG+C (Akademisi, Bisnis, Government dan Community). Perlu pembuatan buku, poster atau leaflet tentang pemanenan sagu tidak akan menggunduli hutan sagu (panen sagu penggundulan hutan sagu). Sosialisasi sagu dilakukan melalui media cetak atau audio visual, pendidikan, penyuluhan ataupun pameran. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB akan menyediakan dana penelitian untuk penelitian sagu. Dewan Riset Nasional menyediakan dana untuk Hilirisasi Hasil Riset dan Komersialisasi Hasil Riset. Untuk memperlancar pengembangan sagu perlu adanya kebijakan pemerintah antara lain v Mempermudah perijinan bagi investor v Tidak terjadi tumpang tindih antara hak ulayat, peraturan daerah dan peraturan pemerintah pusat. v Penghapusan sistem ijon bagi petani sagu. v Perbaikan infrastruktur. v Perlu adanya penetapan harga tual/pati sagu secara berkeadilan. v Perlu adanya insentif bagi investor. v Perlu adanya tata ruang yang jelas. v Moratorium pemanfaatan gambut tidak diberlakukan untuk sagu. v Menjadikan sagu sebagai komoditas andalan. 20
REKOMENDASI FGD PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PINGGIRAN MELALUI SAGU Komoditas sagu dapat menjadi salah satu dari 16 komoditas unggulan nasional. Sagu dapat masuk dalam prioritas Badan Perencanaan Nasional pada tahun 2016/2017. Dengan demikian, pendekatan dari sisi akademisi, pemerintah, sosial, dan pengusaha perlu dilakukan untuk mempercepat pengembangan industri sagu nasional. Gelar tikar adat yang menjadi ciri khas masyarakat Papua merupakan salah satu metode untuk mencari penyelesaian masalah dalam pengembangan sagu. Sagu dijadikan komoditas unggulan Nasional dan merupakan tanaman yang termasuk kedalam pengecualan moratorium gambut (saat ini hanya padi dan tebu). Adanya dukungan kebijakan Nasional dalam : a. Memperkuat downstream produk sagu b. Mendorong Meranti, Sorong Selatan, Lingga sebagai kawasan cluster sagu Nasional c. Pembentukan Bulog dalam menangani sagu Melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia mewujudkan Nawacita ke tiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dan melalui komoditas sagu. Dalam mewujudkan Nawacita ke enam tentang peningkatan produktivitas rakyat dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan sagu secara optimal. Untuk mewujudkan Nawacita ke tujuh dengan mengusahakan sagu untuk memenuhi pasar ekspor sehingga meningkatkan daya saing nasional. 21
Kampung Mioko, Mimika Dok. MI Nurulhaq, F Ahmad dan AJ Pratama TERIMA KASIH