BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN UANG MUKA. Secara bahasa, murābahah berasal dari kata ar-ribhu ( الر بح ) yang

dokumen-dokumen yang mirip
MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengawasan adalah : a. Menurut Sondang P. Siagian pengawasan adalah proses pengamatan

BAB II PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

HILMAN FAJRI ( )

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV. PENYELESAIAN MASALAH PERJANJIAN KERJA ANTARA PEMILIK APOTEK DAN APOTEKER DI APOTEK K-24 KEBONSARI SURABAYA DAlAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PERUBAHAN PENGHITUNGAN DARI SISTEM "FLAT" KE "EFEKTIF" PADA

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

Contoh Penghitungan Murabahah (Hipotesis)

BAB III TINJAUAN UMUM AQAD MURABAHAH DALAM FIQH MUAMALAH. Kata aqad dalam kamus bahasa arab berasal dari kata ع ق د - ی ع ق د - ع ق د ا yakni

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB II LANDASAN TEORI. skim pembiayaan syari ah. Dibawah ini akan dijelaskan pengertian tentang

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagaimana firman Allah Qs. An- Nisa ayat 29 :

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

mura>bahah terdapat berbagai formulasi definisi yang berbeda-beda

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB I PENDAHULUAN. syariah dianggap sangat penting khususnya dalam pengembangan sistem ekonomi

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

BAB II AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

BAB III PEMBAHASAN. adalah berasal dari kata "ribh" ( ر )yang artinya 'keuntungan'. 14. bersama tambahan keuntungan yang jelas'.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENENTUAN HAK ATAS DISKON PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ASY-SYIFA KENDAL

BAB III PEMBAHASAN. tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2): dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):27

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%: #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):278 45)& %*('! Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang b

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB II MURA>BAH}AH DALAM FATWA DSN-MUI. berasal dari kata ribhu (keuntungan). Sehingga mura>bah}ah berarti saling

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Musyarakah dalam Fiqh Muamalah. tanggung jawab yang sama. Musyarakah bisa berbentuk mufawadhah atau

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan dan kecukupan dalam keuangan, maka masyarakat dapat

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB III TRANSAKSI SERTIFIKAT INVESTASI MUD}A<RABAH ANTARBANK

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah [2]: 275: &$!%#*#$ 234 +#,-.,(/01 '() )5'(2%6.789:;<= & #AB7CDE3" Orang yang makan (mengambil) riba ti

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

BAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

Pembiayaan Multi Jasa

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang memiliki aturan-aturan untuk mengatur

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. yang menerapkan prinsi-prinsip ekonomi yang didasarkan pada nilai-nilai Islam

BAB II LANDASAN TEORI. bank syari ah diwujudkan dengan pemberian pembiayaaan. Menurut Undang-Undang Perbankan No. 21 Tahun 2008, pembiayaan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

DANA TALANGAN H A J I. خفظ اهلل Oleh: Ustadz Dr. Erwandi Tirmidzi, MA. Publication: 1433 H_2012 M DANA TALANGAN HAJI

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI ISTISHNA. atas dasar saling merelakan, atau jual beli merupakan pemilikan harta benda

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN UANG MUKA A. PEMBIAYAAN MURABAHAH 1. Pengertian Murābahah Secara bahasa, murābahah berasal dari kata ar-ribhu ( الر بح ) yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan. 1 Pengertian murābahah dalam literatur didefinisikan oleh para fuqoha sebagai penjualan barang seharga biaya atau harga pokok (Cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan yang disepakati. 2 Murābahah adalah perjanjian jual beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasoional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murābahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. 3 Sedangkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) nomor 59 tentang Perbankan Syariah paragraf 52 dijelaskan bahwa murābahah adalah akad jual beli barang 1 Dimyaudin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. Ke-1, 2008 ) hal. 103 2 Wiriso, Jual Beli Murabahah ( Yogyakarta, UII Press, 2005 ) hal.13 3 Dewan syariah nasional (DSN)-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI (Jakarta : Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Edisi Revisi, 2006) hal. 456 22

23 dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. 4 Dari berbagai pendapat di atas tentang definisi murābahah, maka pendapat digeneralisasikan bahwa dalam pembiayaan murābahah bank syariah bertindak sebagai pembeli dan sekaligus penjual barang halal tertentu yang dibutuhkan nasabah. Mula-mula bank syariah membeli barang sebagaimana di maksud kepada pihak ketiga dengan harga tertentu secara langsung atau melalui waktu yang ditunjuk, untuk selanjutnya barang tersebut dijual kepada nasabah dengan harga tertentu setelah ditambah keuntungan (mark-up) yang disepakati bersama. Sementara itu, nasabah akan mengambil keuntungannya dikemudian hari secara tunai maupun cicil. Murābahah pada awalnya merupakan konsep jual beli yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Namun demikian, bentuk jual beli ini kemudian digunakan oleh lembaga keuangan syariah dengan menambah beberapa konsep lain sehingga menjadi bentuk pembiayaan. 5 Dari keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa murābahah adalah jual beli barang antara pihak bank syariah dengan nasabah dengan menambahkan keuntungan dari harga perolehan barang tersebut. 4 Kerangka dasar penyusunan penyajian laporan keuangan bank syariah, PSAK 59 (jakarta : 141, Cet.ke-4, 2002)hal. 59 5 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari ah (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008) hal. 82-83

24 2. Landasan Hukum Murābahah Secara langsung Al-Qur an tidak pernah membicarakan tentang murābahah, hanyalah sejumlah acuan tentang jual beli, keuntungan, kerugian dan perdagangan. Begitu pula halnya dengan referensi hadits tidak ditemukannya ada hadits yang memiliki rujukan langsung kepada murābahah. Bahkan seorang ulama kontemporer Al-kahfi menyimpulkan bahwa murābahah adalah Salah satu penjualan yang tidak dikenal sepanjang Nabi SAW dan sahabatnya. Murābahah mulai dikomentari para ulama pada perempat pertama abad kedua hijriah atau lebih akhir lagi. Maka para ulama membenarkan murābahah berdasarkan landasan lain, Imam Malik mendukung validitasnya dengan acuan pada praktek orang-orang madinah. 6 Berikut di antara dalil-dalil yang digunakan untuk keabsahan jual beli murābahah : a. Al-Qur an 1) Firman Allah Qs. Al-Baqarah (2) : 275 Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba 7 2) Firman Allah Qs. Al-Maidah (5) : 1 Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu 8 6 Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004) hal. 137-138 7 Departemen Agama RI, Al-Qur;an dan Terjemahan Al-Jumanatul Ali (Bandung : CV. Penerbit J-Art, 2005) hal. 47

25 3). Firman Allah Qs. An-Nisa (4) : 29 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. 9 b. Hadist Nabi Riwayat Ibnu Majah : Dari Suhaib Ar-Roini R.A bahwa Rosulullah SAW bersabda : ث الث ف ي ه ن ا ل ب ر ك ة : ا ل ب ي ع ا لي ا ج ل. و ال ق ا ر ض ة. و خ ل ط ا ل ب ر ب ل ع ي ل ل ب ي ت ال ل ل ب ي ع Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan : Jual beli secara tangguh, Muqāradah (Mudārabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual. 10 c. Fatwa DSN Pembiayaan murābahah juga diatur dalam fatwa DSN no.04/dsn- MUI/IV/2000 pada tanggal 1 April yang intinya menyatakan bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas murābahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli serta pembayarannya dengan harga yang lebih sebagai laba. 8 Ibid, hal. 83 9 Ibid, hal. 83 10 M. Nasirudin Al-Bani, Shalih Sunah Ibnu Majjah (Riyadh : Al-Maktabah, Al-Ma arif li An-Nasyr wa Al-Tausi, Cet. Ke-1,1999) hal. 720

26 Dilihat dari ketentuannya, ada beberapa ketentuan umum dalam jual beli murābahah, antara lain yaitu: 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murābahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan dengan hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasbah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murābahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.

27 3. Rukun dan Syarat Murābahah a. Rukun Murābahah Rukun dari akad murābahah yang harus dipenuhi dalam transaksi yaitu : 11 1) Pelaku akad yaitu bāi (penjual) adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan musytarī (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan membeli barang. 2) Objek akad, yaitu mabi (barang dagangan) dan samān (harga). 3) Sigat, yaitu ijāb dan qabūl. d. Syarat Murābahah 12 1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah. 2) Kontrak pertama harus sah sesuai rukun yang ditetapkan. 3) Kontrak harus bebas dari riba 4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian. 5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Sedangkan menurut al-kasani sebagaimana dikutip Dimyaudin Djuawani, murābahah akan di katakan sah jika memenuhi beberapa syarat berikut ini : 13 11 Arcarya, Op.Cit, hal. 82 12 M. Syafi i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta : Gema Insani Press, 2001) hal. 102-103 13 Dimyaudin Djuawani, Op.Cit, hal. 108-109

28 1. Mengetahui harga pokok (harga beli), disyaratkan bahwa harga beli harus diketahui oleh pembeli kedua. 2. Adanya kejelasan harga (keuntungan) yang diinginkan penjual kedua. 3. Modal yang digunakan untuk membeli objek transaksi harus merupakan barang mislī, dalam arti terdapat padanannya di pasaran, alangkah baiknya jika menggunakan uang. 4. Objek transaksi dan alat pembayaran yang digunakan tidak boleh berupa ribawī. 5. Akad jual beli pertama harus sah adanya. Intinya transaksi yang dilakukan penjual pertama dan pembeli harus sah, jika tidak maka transaksi yang dilakukan penjual kedua (pembeli pertama) dengan pembeli kedua hukumnya fasid atau rusak dan akadnya batal. 6. Informasi yang wajib dan tidak diberitahukan dalam akad murābahah. 4. Manfaat dan Risiko Murābahah Sesuai dengan sifat bisnis (istijārah) transaksi murābahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi, murābahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah salah satunya yaitu adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. 14 Pembiayaan berdasarkan bagi-bagi risiko nampaknya bukan karakteristik dari operasi murābahah dalam bank-bank Islam. Menurut Abden dan shook, Bank mengambil risiko yang membenarkan keuntungan sampai klien memenuhi 14 M. Syafi i Antonio, Op. Cit, hal 108-109

29 janjinya semula untuk membeli komoditas. Risiko tersebut berkaitan dengan : (I) barang, (II) nasabah, (III) pembayaran. 15 a. Risiko yang Terkait dengan Barang Bank Islam membeli barang-barang yang diminta oleh nasabah murābahahnya dan secara teoritis menanggung risiko kehilangan akan kerusakan pada barang-barang tersebut dari saat pembelian sampai diserahkan kepada nasabah. Bank dengan kontrak murābahah diwajibkan untuk menyerahkan barang kepada nasabah dalam kondisi yang baik. Menurut fikih nasabah berhak menolak barang-barang yang rusak, yang kurang jumlahnya, atau tidak sesuai dengan spesifikasinya. Bank Islam dalam praktiknya menghindari risiko-risiko tersebut dengan asuransi dan klausul kontrak. b. Risiko yang Terkait dengan Nasabah Janji nasabah murābahah untuk membeli barang yang dipesan dalam suatu transaksi murābahah. Menurut mayoritas fuqaha madzab tidaklah mengikat. Oleh sebab itu, nasabah berhak menolak untuk membeli barang ketika bank islam menawari mereka untuk penjualan. Dalam mempertahankan murābahah, bank-bank Islam cenderung melakukan pembenaran terhadap laba yang diperoleh dari pelaksanaan murābahah mereka, terutama berdasarkan risiko bisnis yang ada dalam pelaksanaannya. 15 Muhammad, Teknik Perhitungan bagi Hasil dan Profit Margin pada bank Syari ah (Yogyakarta : 411 press, 2004) hal. 105-109

30 Risiko bank yang terhadap kemungkinan penolakan nasabah untuk membeli barang dapat dihindari dengan pembayaran uang muka, dengan jaminan, jaminan pihak ketiga dan dengan klausul kontrak. c. Risiko yang Terkait dengan Pembayaran Risiko tidak terbayar penuh atau sebagian dari uang muka seperti yang dijadwalkan dalam kontrak, ada dalam pembiayaan murābahah. Bank Islam menghindari ini dengan adanya janji tertulis, agunan, jaminan pihak ketiga, dan klausul kontrak yang menyatakan bahwa semua hasil dari barang-barang murābahah yang dijual kepada pihak ketiga dengan tunai maupun kredit harus disimpan di bank sampai apa yang menjadi hak bank dibayar kembali sepenuhnya. Tidak adanya pembayaran itu disebabkan oleh faktor-faktor di luar kemampuan nasabah untuk mengontrolnya, bank Islam secara moral berkewajiban menjadwal ulang utang. Di pihak lain, jika nasabah memiliki kemampuan untuk membayar tepat waktu tetapi ia tidak melakukannya, maka bank-bank Islam beserta Dewan Syariah Nasional telah mengadopsi konsep denda akan tergantung kepada suku laba yang wajar pada dana bank yang diinvestasikan, yang merupakan Opportrunity Cost (biaya untuk menutupi peluang yang hilang) dari modal. Dalam sebagian kasus, jika pelunasan dari uang muka tidak mungkin, bank Islam akan menyita jaminan untuk menutupi uang muka.

31 B. UANG MUKA 1. Pengertian Uang Muka Uang muka dalam literatur fikih klasik sering disebut dengan urbūn yaitu salah satu alternatif transaksi dalam jual beli. Gambaran bentuk jual beli ini yaitu sejumlah uang yang dibayarkan di muka oleh seorang pembeli barang kepada si penjual. Bila transaksi itu mereka lanjutkan, maka uang itu dimasukkan ke dalam harga pembayaran, kalau tidak jadi, maka uang yang dibayarkan di muka akan dikembalikan jika kerugian yang ditanggung kurang dari uang yang dibayarkan di muka. Uang muka merupakan pos yang pertama kali dicatat sebagai aktiva tetapi diharapkan menjadi beban di kemudian hari. 16 Dalam kamus BI, pengertian uang muka adalah pembayaran uang kepada pihak lain yang belum memberikan prestasi atau memenuhi kewajiban, misalnya kepada kontraktor pada saat kontrak ditandatangani atau kepada penjual yang belum menyerahkan barangnya, pembayarannya sebagian dari harga yang telah disepakati oleh pembeli kepada penjual yang merupakan tanda bahwa perjanjian jual beli yang diadakan telah mengikat. 17 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa uang muka sebagai pembayaran sebagian dari harga barang, apabila pembeli ingin melanjutkan akadnya, jika tidak maka kerugian ditanggung kedua belah pihak. Selain itu uang muka juga berfungsi sebagai bentuk keseriusan pembeli. 16 Wareen,dkk, Pengantar Akuntansi Edisi 21, 2005. Hlm.148 17 http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/kamus_bi_aspx

32 2. Landasan Hukum Uang Muka a. Al- Qur an Hai orang-orang yang beriman, jika kamu melakukan transaksi hutang-piutang untuk jangka waktu yang ditentukan, tuliskanlah b. Hadits riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf الص ل ح ج ائ ز ب ي ن ال م س ل م ين إ ال ص ل ح ا ح ر م ح ال ال أ و أ ح ل ح ر ام ا و ال م س ل م ون ع ل ى ش ر وط ه م إ ال ش ر ط ا ح ر م ح ال ال أ و أ ح ل ح ر ام ا. Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. 18 c. Kaidah Fiqih 1. Pada dasarnya segala bentuk mu ammalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. 2. Bahaya (Beban berat) harus dihilangkan. Para ulama sepakat bahwa meminta uang muka dalam akad jual beli adalah boleh (jaiz). 19 18 http://www.mui.or.id/ diakses pada tanggal 15 September 2011 pada pukul 13.00WIB. 19 Wiroso, Op.Cit, hal 102-103

33 3. Tujuan Uang Muka Tujuan dari uang muka adalah : 20 a. Untuk proteksi hak kepemilikan. Dengan membayar uang muka ( urbūn) diharapkan si penjual tidak akan menjual komoditinya tersebut kepada orang lain. b. Untuk memberikan keleluasaan atau tenggang waktu yang dijanjikan si pembeli untuk melunasi pembayaran kepada si penjual. c. Sebagai media untuk mengurangi risiko kerugian karena fluktuasi harga pasar. d. Untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan saham. Penerapan pembayaran uang muka di bank syari ah telah mendapat persetujuan atau keabsahan hukum oleh Dewan Syari ah Nasional. Hal ini dibuktikan dengan keluarnya fatwa Dewan Syari ah Nasional no.13/dsn- MUI/IX/2000. Dalam fatwa itu dinyatakan bahwa : 1. Dalam akad pembiayaan murābahah, Lembaga Keuangan Syari ah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat. 2. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan. 3. Jika nasabah membatalkan akad murābahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut. 20 www.mui.or.id

34 4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah. 5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebahannya kepada nasabah. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantar kedua belah pihak, maka penyelesainnya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. 21 21 http://www.mui.or.id/ diakses pada tanggal 15 September 2011 pada pukul 13.00WIB.