Karakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Telaga Warna ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU. A. Nola 1, Titrawani 2, Yusfiati 2

METODE CEPAT PENENTUAN KERAGAMAN, KEPADATAN DAN KELIMPAHAN JENIS KODOK

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram. Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Tengah tepatnya di kabupaten Karanganyar. Secara geografis terletak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INVENTARISASI ANURA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG SUKABUMI

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI (ORDO ANURA) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SURANADI - LOMBOK BARAT*

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

LAMPIRAN. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. sumber: ( Keterangan: Lokasi 1: Sungai di Hutan Masyarakat

BAB III KERAGAMAN SPECIES SEMUT PADA EKOSISTEM TERGANGGU DI KAWASAN CAGAR ALAM TELAGA WARNA JAWA BARAT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

DISTRIBUSI VERTIKAL ANURA DI GUNUNG SEBLAT KABUPATEN LEBONG, BENGKULU VERTICAL DISTRIBUTION OF ANURA IN SEBLAT MOUNT LEBONG REGENCY, BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

Keywords : Diversity in Cikaweni PPKAB Bodogol, Dominance, Inventory, Herpetofauna, VES with Time Search methods

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian

KEPADATAN POPULASI KATAK SAWAH (Rana cancrivora Gravenhorst) YANG DITEMUKAN DI BUNGO PASANG KECAMATAN IV JURAI KABUPATEN PESISIR SELATAN

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI DI KAWASAN HUTAN LARANGAN ADAT KENEGERIAN RUMBIO KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN HERPETOFAUNA DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) PESISIR BARAT LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2014,

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

JENIS-JENIS KATAK (AMPHIBI: ANURA) DI DESA KEPENUHAN HULU KECAMATAN KEPENUHAN HULU KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

SURVEI AWAL KEANEKARAGAMAN ORDO ANURA DI DESA KETENGER, BATU RADEN, JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

ESTIMASI POPULASI KATAK PANGGUL (Limnonectes blythii) DI SUNGAI BATANG TINGGAM KENAGARIAN KAJAI KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT

I. PENDAHULUAN. memiliki keanekaragaman spesies tertinggi di dunia, jumlahnya lebih dari

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

Kepadatan Populasi dan Distribusi Kadal (Mabuya multifasciata. Kuhl) Di Pulau-pulau Kecil Kota Padang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

II. TINJAUAN PUSTAKA

SPECIES AMPHIBIA PADA ZONA PEMANFAATAN TNKS JORONG PINCURAN TUJUH KECAMATAN SANGIR KABUPATEN SOLOK SELATAN. Mita Ria Azalia, Jasmi, Meliya Wati.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Bio Ekologi Herpetofauna 2.1. Taksonomi Taksonomi Reptil Taksonomi Amfibi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

SPESIES AMPHIBIA YANG DITEMUKAN DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT KENAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Individu adalah satu makhluk hidup, misalnya seekor semut, seekor burung dan sebuah pohon.

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

SPESIES ANURA YANG DITEMUKAN DI KEBUN KARET MASYARAKAT KENAGARIAN SIMPANG TONANG KECAMATAN DUA KOTO KABUPATEN PASAMAN

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

Inventarisasi Jenis-jenis Amfibi (Ordo Anura) di Areal Lahan Basah Sekitar Danau Sebedang Kecamatan Sebawi Kabupaten Sambas

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB V PEMBAHASAN. paku-pakuan (Pterydophyta) dan divisio tumbuhan berbiji (Spermatophyta).

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

PENDAHULUAN Latar Belakang

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

BAB III BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota, berupa kawasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) tiap ekosistem memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber bagi kehidupan manusia. Salah satu sumber air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

EKOSISTEM. Yuni wibowo

Transkripsi:

Karakterisik dan Kepadatan Populasi Genus Microhyla Di Wilayah Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Miftah Hadi Sopyan 1), Moerfiah 2), Rouland Ibnu Darda 3) 1,2,3) Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Email: MiftahHadiSopyan@gmail.com ABSTRAK Amfibi tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia terutama kelompok Anura. Pulau Jawa terdapat kurang lebih 30 jenis amfibi salah satunya adalah Microhyla achatina. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik serta kepadatan populasi dari katak Microhyla achatina dengan menggunakan metode Visual Encounter Survey (VES) pada 3 titik pengamatan dengan luas area jelajah 100 m 2. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi jenis yang diperoleh yaitu sebesar 12,3 % termasuk ke dalam kategori aksidental (± 0-25%). Kepadatan populasi katak M.achatina pada lokasi titik ke-1 diperoleh nilai 0,3 indv/m 2, lokasi titik ke-2 diperoleh nilai 0,04 indv/m 2 dan lokasi titik ke-3 diperoleh nilai 0,03 indv/m 2.Total kepadatan semua lokasi pengambilan sampel katak M.achatina yaitu 0,37 indv/m2. Perbedaan nilai kepadatan dari tiap lokasi pengambilan sampel dipengaruhi oleh karakteristik habitatnya serta faktor ketersediaan makanan dari setiap lokasi pengambilan sampel. Kata kunci : Amfibi, Microhyla achatina, Kepadatan populasi, Karakteristik habitat PENDAHULUAN Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Inilah yang membuat Indonesia sebagai salah satu hotspot keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai Mega Biodiversity (Prasetyo dkk, 2015). Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki peranan sangat penting. Secara ekologis, amfibi berperan sebagai pemangsa konsumen primer seperti serangga atau hewan invertebrata lainnya (Iskandar 1998) serta merupakan kelompok binatang yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan seperti pencemaran air, pengrusakan habitat asli, introduksi spesies eksotik, penyakit, dan parasit (Stebbins & Cohen, 1997) serta perubahan iklim. Di Indonesia ditemukan sekitar 450 jenis yang mewakili sekitar 11 % dari seluruh dunia dengan 28 jenis Anura diantaranya ditemukan di Jawa Barat yang terdiri dari 6 suku, yaitu Bufonidae, Dicroglossidae, Microhylidae, Megophyridae, Ranidae, dan Rhacophoridae (Kusrini, 2013). Menurut Kusrini (2013), di pulau Jawa terdapat kurang lebih 30 1

jenis Amfibi. Dari jumlah tersebut, 15 jenis di antaranya bersifat endemik, salah satunya adalah Microhyla achatina. Microhyla achatina merupakan katak endemik Jawa yang penyebarannya di Jawa Barat meliputi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Cagar Alam dan Taman Wisata Alam (CA-TWA) Telaga Warna merupakan salah satu kawasan konservasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata. Daerah ini memiliki kemiringan lereng yang umumnya curam, kecuali bagian selatan yang berbatasan langsung dengan perkebunan teh. Ketinggian berkisar 1.400-1.600 mdpl (Sari, 2008) Indonesia memiliki keanekaragaman jenis amfibi yang cukup beragam namun penelitian mengenai amfibi khususnya katak masih sangat minim dan terbatas. Penelitian mengenai katak Microhyla ini dirasa perlu dilakukan mengingat belum adanya data yang lebih rinci mengenai katak tersebut khususnya di daerah Jawa Barat, sehingga diharapkan dari penelitian yang dilakukan dapat diperoleh informasi ilmiah yang dapat bermanfaat di kemudian hari. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret-Mei 2016 di wilayah Taman Wisata Alam Telaga Warna. Pengumpulan data penelitian ini meliputi data satwa amfibi dan data habitatnya. Data satwa amfibi, meliputi jenis, jumlah individu tiap jenis, ukuran snout-vent length, waktu saat ditemukan, perilaku dan posisi satwa di lingkungan habitatnya, sedangkan data habitat meliputi tanggal dan waktu pengambilan data, kondisi cuaca, substrat tempat ditemukan, suhu lingkungan dan kelembaban udara. Pengambilan sampel katak dilakukan dengan metode Visual Encounter Survey (VES) terestrial amfibi dengan luas wilayah 100 m 2 sebanyak tiga titik lokasi. Analisis data yang digunakan yaitu dengan menggunakan rumus : 1. Frekuensi Kehadiran (Putra, 2012) Frekuensi Kehadiran = Jumlah ditemukan jenis/ Jumlah total plot pengamatan 2. Kepadatan Populasi (Yeni, 2014) K jenis A = Jumlah individu jenis A pada suatu transek/luas transek HASIL DAN PEMBAHASAN A B C Gambar 1. Morfologi Microhyla achatina Keterangan : A : Individu Microhyla achatina B : Corak Punggung Microhyla achatina C : Jari kaki Microhyla achatina 2

Berdasarkan hasil sampling di lapangan, Microhyla achatina yang ditemukan beberapa ada yang memiliki warna lebih dominan coklat yang menutupi warna kuningnya, jarinya tidak tertutupi oleh selaput renang sepenuhnya (Gambar 1). Hal ini sesuai dengan pernyataan kusrini (2013) Katak M.achatina memiliki ukuran tubuh kecil, berwarna coklat kekuningan dengan garis punggung berwarna kehitaman dan bagian sisi tubuh berwarna gelap. Memiliki jari kaki berselaput tapi tidak penuh. Tabel 1. Jumlah katak M.achatina dan M.palmipes di tiga titik lokasi pengambilan sampel Lokasi Pengambilan Sampel M.achatina Microhyla achatina Microhyla palmipes Area 30 - MES Pengunjung Telaga Warna 4 - Arah Puncak dari Telaga 3 - Total Individu 37 - Berdasarkan hasil sampling yang dilakukan di kawasan CA-TWA (Tabel 1) diperoleh 1 jenis spesies katak dari genus Microhyla yaitu Microhyla achatina. Dari 3 titik yang dijadikan titik pengambilan sampel, titik pertama (dekat dengan telaga warna) ditemukan jenis Microhyla achatina sebanyak 10 individu pada hari pertama dan 20 individu pada hari kedua. Pengambilan sampel di titik kedua (dekat MES Pengunjung) pada hari pertama dan kedua katak M.achatina hanya diperoleh masingmasing 2 individu saja. Untuk jenis Microhyla palmipes tidak ditemukan dari 3 titik sampel yang telah ditentukan, sehingga dapat diasumsikan bahwa keberadaan Microhyla palmipes sudah jarang ditemukan atau populasinya sudah semakin sedikit. Hal ini berkaitan dengan adanya kegiatan wisata di daerah sendiri sehingga keberadaan aktivitas manusia mempengaruhi mikrohabitat dari katak tersebut. Katak M.achatina yang ditemukan di titik ke-3 berjumlah 3 individu saja, berdasarkan pengamatan karakteristik habitat dari lokasi titik ke-3 tersebut sebenarnya sesuai karena sebagian besar lantai hutan tertutupi oleh serasah daun dan tanahnya lembab namun karena jauh dari sumber air maka jumlah individu yang diperoleh tidak terlalu banyak selain itu juga pada habitat tersebut banyak ditemukan sampah-sampah dari aktifitas manusia. 3

Tabel 2. Jumlah individu katak Microhyla achatina berdasarkan perbedaan suhu lingkungan dan kelembaban Lokasi Hari ke-/titik Suhu ( 0 C) Kelembaban (%) Jumlah Individu 1/1 20 80 10 2/1 20 80 20 MES Pengunjung 1/2 20 70 2 MES Pengunjung 2/2 20 70 2 Arah Puncak 3/3 18 90 3 Total 37 Berdasarkan Tabel 2 mengenai jumlah individu berkaitan dengan perbedaan suhu lingkungan dan kelembaban terjadi fluktuasi kelembaban pada lokasi pengambilan sampel dimana lokasi pengambilan sampel ke-1 yaitu sebesar 80 %, lokasi pengambilan sampel ke-2 yaitu 70 % dan lokasi pengambilan sampel ke-3 yaitu 90 % sehingga jumlah individu M.achatina yang didapat dari ketiga lokasi pengambilan sampel tersebut berbeda yaitu 30 individu pada lokasi pengambilan sampel ke-1, 4 individu pada lokasi pengambilan sampel ke-2 dan 3 individu pada lokasi pengambilan sampel ke-3. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dhany Ardiansyah dkk (2014) yang menyatakan bahwa Anura membutuhkan kelembaban lebih tinggi dibandingkan reptil dan hewan terestrial lainnya, alasannya karena amfibi memiliki kulit permeabel yang harus selalu terjaga kelembabannya, sehingga beberapa jenis anura sangat bergantung dengan habitat akuatik untuk dapat bertahan hidup. Perbedaan jumlah individu yang diperoleh dari tiap titik lokasi pengambilan sampel dipengaruhi oleh karakteristik habitatnya. titik ke-1 kondisi habitatnya berupa tumpukantumpukan serasah dedaunan sehingga menjadi tempat yang cocok bagi katak M.achatina untuk bersembunyi dan menyamarkan warna tubuhnya sesuai dengan warna dedaunan tersebut. Selain itu juga lokasi yang tertutupi pepohonan yang cukup rindang menjadikan titik pengambilan sampel ke-1 memiliki kelembaban yang tinggi yaitu 80 % dan cukup dekat dengan perairan (). Hal ini sesuai dengan pernyataan Anton (2010) yang menyatakan bahwa katak membutuhkan kelembaban yang tinggi agar kulitnya terhindar dari kekeringan serta membutuhkan 4

perairan untuk kelangsungan hidupnya. Titik pengambilan sampel ke- 2 lebih terbuka dan terkena cahaya matahari langsung sehingga kelembabannya tidak terlalu tinggi, selain itu area ini sering dijadikan sebagai tempat penginapan sehingga interaksi aktivitas manusia dengan mikrohabitat katak sangat sering terjadi. Faktor lain juga karena tidak adanya serasah- serasah daun yang menutupi tanah menjadikan katak ini tidak dapat berlindung dan menyamarkan warna tubuhnya sehingga lebih mudah terlihat oleh predator. Titik ke-3 sebenarnya sesuai karena sebagian besar lantai hutan tertutupi oleh serasah daun dan tanahnya lembab namun karena jauh dari sumber air maka jumlah individu yang diperoleh tidak terlalu banyak selain itu juga pada habitat tersebut banyak ditemukan sampah-sampah dari aktifitas manusia. Perhitungan Populasi Microhyla achatina Frekuensi Jenis = Jumlah Plot ditemukan Jenis A Jumlah Total Plot Pengamatan = 37 3 = 12,3 % Tabel 3. Perhitungan Kepadatan Populasi Microhyla achatina Nama Spesies Microhyla achatina Lokasi Luas Area (m 2 ) Jumlah Individu Prosentase Kepadatan Populasi (indv) 30 0.3 MES Pengunjung 100 4 0.04 Arah Puncak 3 0.03 Berdasarkan perhitungan populasi katak M.achatina untuk frekuensi kehadiran yang diperoleh yaitu sebesar 12,3 % dan termasuk ke dalam kategori aksidental (Putra, 2012). Untuk kepadatan populasi katak M.achatina pada lokasi pengambilan sampel ke-1 diperoleh nilai tertinggi yaitu 0,3 indv/m 2, lokasi pengambilan sampel ke-2 diperoleh nilai 0,04 indv/m 2 dan lokasi pengambilan sampel ke-3 diperoleh nilai 0,03 indv/m 2. Total kepadatan semua lokasi pengambilan sampel katak M.achatina yaitu 0,37 indv/m2. Adanya perbedaan jumlah kepadatan dari 3 titik lokasi pengambilan sampel ini dipengaruhi oleh karakteristik habitatnya, selain itu juga faktor makanan dapat mempengaruhi kepadatan suatu jenis dimana makanan utama katak adalah serangga dan invertebrata kecil (Putra, 2012). Faktor Fisik Pengamatan hari pertama hujan turun cukup lebat dan pada hari kedua cuaca cenderung cerah namun angin tetap berhembus cukup kuat. Temperatur udara yang diperoleh dari 5

lokasi penelitian baik di titik ke-1 maupun titik ke-2 yaitu 20 0 C namun di titik ke-3 suhunya turun menjadi 18 0 C sedangkan kelembaban di lokasi penelitian untuk titik ke-1 yaitu sebesar 80 %, untuk titik ke-2 yaitu sebesar 70 % dan untuk titik ke-3 yaitu 90 %. Perbedaan besaran kelembaban dari 3 titik pengamatan ini karna di titik pengamatan ke-2 areanya lebih terbuka dibanding titik pengamatan ke-1 dan ke-3. Sebaran Ekologis Sebaran ekologis digambarkan dengan posisi amfibi pada saat ditemukan. Menurut Boby Darmawan (2010) posisi ini dibedakan menjadi posisi vertikal dan posisi horizontal. Posisi vertikal di habitat terestrial digambarkan sebagai referensi terhadap posisi subpermukaan pada permukaan tanah yang terbuka, permukaan tanah yang ternaungi dan di bawah tanah atau air. Posisi horizontal menggambarkan referensi terhadap badan air, disertai sifat naungan. M.achatina yang ditemukan di 3 titik lokasi pengambilan sampel semuanya berada pada posisi vertikal karena semua individu yang diperoleh didapatkan di atas permukaan tanah yang lembab, di antara serasah daun, diantara semak-semak tumbuhan serta di sekitar batang tumbuhan yang tumbang. Habitat seperti ini sangat cocok untuk katak M.achatina karena dengan adanya naungan dapat menghindarkan katak ini dari predator serta membantu dalam kamuflase tubuh katak tersebut. Aktivitas yang sering ditemui saat pengamatan adalah aktivitas duduk. Sebagian besar amfibi mencari makan dengan strategi diam dan menunggu (Boby Darmawan, 2010). Katak M.achatina sensitif terhadap gerakan tiba-tiba sehingga katak ini akan segera melompat namun karena kaki yang relatif pendek katak ini hanya akan bersembunyi dan menyamarkan tubuhnya di antara serasah daun jika keadaanya terancam (Iskandar 1998). Gangguan Terhadap Amfibi Pada lokasi penelitian, gangguan yang disebabkan oleh aktifitas manusia sangat sering terjadi. Hal ini dikarenakan kawasan merupakan kawasan obyek wisata yang setiap harinya selalu dikunjungi oleh pengunjung. Adanya aktifitas manusia tersebut tentu dapat mempengaruhi keberadaan dari jenis-jenis amfibi khususnya katak berkaitan dengan mikrohabitatnya. Katak sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, hal ini sesuai dengan pernyataan Stebins dan Cohen (1997) yang menyatakan katak merupakan kelompok binatang yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan seperti pencemaran air, pengrusakan habitat asli, introduksi spesies eksotik, penyakit, dan parasit. Karakteristik Habitat Pengambilan Sampel Microhyla achatina Gambar 2. Titik Pengambilan Sampel () 6

Lokasi pengambilan sampel katak Microhyla achatina di titik pertama ini berada pada ketinggian 1120 mdpl. Karakteristik habitatnya berupa tanah lembab dengan bagian permukan tanah yang tertutupi oleh serasah-serasah daun. Selain itu lokasi titik pertama pengambilan sampel ini tidak jauh dari air telaga warna dan habitat dinaungi oleh daundaun dari pepohonan yang cukup rindang. Gambar 3. Titik Pengambilan Sampel (MES Pengunjung) Lokasi pengambilan sampel katak Microhyla achatina di titik kedua ini berada pada ketinggian 950 mdpl. Karakteristik habitat di lokasi ini sebagian besar adalah rerumputan yang cukup lembab dan areanya cukup terbuka sehingga cahaya matahari dapat langsung menembus permukaan tanah, selain itu pada titik kedua ini juga tidak jauh dari perairan. Gambar 4. Titik Pengambilan Sampel (Arah Puncak dari Telaga Warna) Pada lokasi pengambilan sampel katak Microhyla achatina di titik ketiga ini berada pada ketinggian 1486 mdpl. Karakteristik habitat di lokasi ini berupa tanah lembab dan beberapa titik dpermukaan tanahnya tertutupi serasah-serasah daun, namun di titik ini juga banyak ditemukan sampah-sampah dari aktifitas manusia. SIMPULAN DAN SARAN Total jumlah individu Microhyla achatina yang diperoleh dari tiga titik lokasi pengambilan sampel katak tersebut yaitu 37 individu dengan nilai kepadatan populasi untuk ketiga titik pengambilan sampel katak yang bervariasi. Titik pengambilan sampel pertama diperoleh nilai kepadatan populasi yang paling tinggi yaitu sebesar 0,3 indv/m 2 untuk titik pengambilan sampel kedua dan ketiga masing-masing nilai kepadatan populasi yang diperoleh yaitu 0,04 indv/m 2 dan 0,03 indv/m 2. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu perlu dilakukannya survei menyeluruh di area Telaga Warna guna mendapatkan gambaran jumlah populasi dari katak Microhyla achatina serta pola distribusinya. Selain itu diharapkan waktu pengambilan data lebih diperhatikan terutama untuk musim-musim tertentu mengingat pola perilaku amfibi dipengaruhi oleh perubahan iklim serta perlu dilakukannya upaya pengkoleksian spesimen guna untuk mengetahui ciri-ciri antara jantan dan betina dari katak M.achatina baik secara morfologi maupun anatomi. 7

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Moerfiah, M.Si dan Bapak Rouland Ibnu Darda, M.Si atas segala bantuan, kritikan, masukan yang membangun dan bimbingannya selama ini, Ibu Dra. Tri Saptari Haryani, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan, Kepala Balai Besar konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat atas perizinan lokasi penelitian. DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, D, A. Karunia, T. Auliandina, D.A Putri, M.I Noer. 2014. Kelimpahan Kodok Jam Pasir Leptophryne borbonica di Sepanjang Aliran Sungai Cisuren, Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jurnal Bioma. Vol. X, No. 2. Ario, A. 2010. Panduan Lapang Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Conservation International (CI) Indonesia. Hal 126-127. Brower, J.E. and J.H Zar. 1997. Field and Laboratory Methods for General Ecology. IOWA. Brown. Iskandar, D. T. 1998. Amfibi Jawa dan Bali Seri Panduan Lapangan. Bogor : Puslitbang LIPI. Kusrini, M. D. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi Amfibi Jawa Barat.Pustaka Media Konservasi. Hal 94-98. Bogor. Prasetyo, C.Y, I. Yustian, D. Setiawan. 2015. The Diversity of Amphibians in Campus Area of Sriwijaya University Indralaya, Ogan Ilir, South Sumatra. BIOVALENTIA: Biological Research Journal. Vol 1, No 1 : 23-33 Putra, K, Rizaldi, D.H Tjong. 2012. Komunitas Anura (Amphibia) pada Tiga Tipe Habitat Perairan di Kawasan Hutan Harapan Jambi. Jurnal Biologi Universitas Andalas. Vol 1(2) : 156-165. Sari, D. 2008. Keragaman Kupu- Kupu Di Kawasan Telaga Warna Cisarua Bogor. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Stebbins R.C, Nathan W.C. 1997. A Natural History of Amphibians. Princeton Univ. Pr: New Jersey. Yeni, Y.A, M. Wati, A. Lusi Z. 2014. Kepadatan Populasi Katak Sawah (Rana cancrivora Gravenhorst) Yang Ditemukan di Bungo Pasang Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan. Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatra Barat 8