KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN OTENTISITAS UCAPAN TERIMA KASIH KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR DIAGRAM DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Komitmen Pada Perkawinan Ditinjau dari Kepuasan dalam Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang saat ini sedang dalam tahap tinggal landas dari negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika seseorang memasuki tahapan dewasa muda, menurut Erickson

Bab 5 PENUTUP. 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebencian Hd. a. Ayah Hd melakukan poligami. contoh yang baik bagi anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

PEDOMAN WAWANCARA. 1. Menggali Latar Belakang Keluarga Subjek. perolehan identitas subjek? dengan orang tua kamu? (ayah dan ibu)

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. hal

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dijalaninya. Dalam memenuhi kodratnya untuk menikah, manusia

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam setiap perusahaan. Dimana dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear family

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

Transkripsi:

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Eneng Nurlaili Wangi 1, Yunikeu Gusnendar 2 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung 1,2 Email nengyunar@yahoo.com, yunikeugusnendar@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang komitmen pernikahan pada suami dan istri yang suaminya mengalami PHK. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pertanyaan yang diajukan adalah bagaimana gambaran komitmen pernikahan pada suami dan istri dengan suami yang mengalami PHK?. Subjek penelitian adalah 6 pasang suami istri yang suaminya mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK. Pengambilan sampel secara non probabilitas dengan teknik sampel insidentental. Alat ukur yang digunakan adalah The Tripartite Nature of Marital Commitment dari Michael P.Johnson. Pengumpulan data menggunakan wawancara. Hasil penelitian menggambarkan bahwa dari 12 subyek yang diteliti, seluruhnya memiliki komitmen pernikahan kuat dengan aspek komitmen personal, moral, struktural kuat. Terdapat satu subjek yang memiliki aspek komitmen struktural yang lemah. Dari 12 subjek, keseluruhannya memiliki komitmen personal dan komitmen moral yang kuat sehingga membuat hubungan yang terjalin tetap harmonis dan hangat. Kata Kunci: PT. Dirgantara Indonesia, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Komitmen Pernikahan PENDAHULUAN PT. Dirgantara Indonesia (DI) adalah industri pesawat terbang yang pertama dan satu-satunya di Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara. Perusahaan ini dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. DI didirikan pada 26 April 1976 dengan nama PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan BJ. Habibie sebagai Presiden Direktur. Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (DI) pada 11 Oktober 1985. Setelah direstrukturisasi, DI kemudian berubah nama menjadi Dirgantara Indonesia pada 24 Agustus 2000. Pada tahun 2004 PT DI mengalami kebangkrutan karena pemerintah tidak lagi memberikan dana kepada PT. DI sehingga PT. DI tidak dapat membayar pegawai dan biaya operasional, maka dari itu terjadi pemberhentian karyawan secara besar-besaran. Jumlah karyawan yang mengalami PHK sebanyak 7000 pekerja. Sampai saat ini nasib para pekerja PT. DI yang di PHK belum jelas. Masih banyak mantan pekerja PT. DI yang belum mendapatkan pekerjaan tetap. Efek yang dirasakan dari berhenti beroperasinya PT. DI ini secara umum adalah menjadi bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia. Sementara efek pada masing-masing mantan karyawan adalah adanya perubahan yang terjadi dalam pola kehidupan sehari-harinya, misalnya perubahan peran, perubahan kondisi ekonomi keluarga bahkan pola relasi yang terjalin dalam kehidupan berkeluarga pun ikut mengalami perubahan. 52

Ketika suami mengalami PHK maka ada konflik- konflik yang ditimbulkan dan bisa berakibat perceraian. Dari sejumlah pernikahan yang bertahan, kualitasnya pun tidak begitu baik. Banyak orang yang bertahan sekedar bertanggung jawab dengan kehidupan pasangan kelak jika ditinggalkan. Adapula yang merasa harus setia dengan janji perkawinan yang telah diucapkan. Alasan-alasan lain yang sifatnya stuktural misalkan menjaga nama baik dan memikirkan dampak negatif perceraian bagi anak. Dalam sebuah pernikahan komitmen adalah hal yang paling utama. Karena ketika ada konflik dalam sebuah pernikahan maka sejauh mana individu berusaha menjaga keutuhan rumah tangganya agar tidak berujung pada perceraian. Dalam hal ini komitmenlah yang sangat berperan. Hal ini juga yang terjadi pada beberapa pasangan keluarga, dimana pasangan keluarga tersebut mengalami berbagai masalah yang diakibatkan oleh keadaan suami yang tidak lagi bekerja, namun pasangan tersebut dapat tetap mempertahankan pernikahannya walaupun mengalami berbagai konflik. Menurut Jonshon (1991) komitmen perkawinan adalah keinginan personal untuk bertahan dalam suatu perkawinannya. Johnshon (1991) menyatakan dalam komitmen perkawinan terdapat tiga komponen yang pertama adalah komitmen personal yang mengacu pada perasaan ingin tetap melanjutkan suatu hubungan; kedua adalah komitmen moral yang pada perasaan secara moral wajib tetap bertahan dalam suatu hubungan; ketiga adalah komitmen struktural berbicara mengenai komitmen untuk bertahan karena alasan struktural seperti memikirkan dampak negatif dari perceraian terhadap anak dan tidak ingin menyandang predikat janda yang masih negatif di masyarakat. Meskipun Johnshon menganggap ketiga komitmen ini dapat berdiri sendiri, namun ketiganya memiliki kaitannya satu sama lain. Di saat suami menginjak usia produktif, mereka memiliki peran yang sangat penting di dalam keluarganya. Pada saat-saat seperti inilah mereka berperan sebagai sumber pencari nafkah utama untuk menghidupi keluarganya. Begitu pula dengan istri yang sedang pada usia produktif dan bekerja. Mereka berada pada posisi yang aman karena tidak bergantung pada siapapun secara materi. Maka jika dalam kenyataannya banyak sekali wanita yang menggugat cerai suaminya di masa-masa ini, itu bukan lagi menjadi hal yang aneh terdengar. Apalagi jika situasinya sang suami berada dalam kondisi tidak lagi bekerja, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga dan istri harus bekerja menggatikan tugas suami dan menjadi tulang punggung keluarga. Berikut ini merupakan hasil wawancara pada pasangan suami istri yang suaminya mengalami PHK: (1) Pada awalnya mereka berdua banyak mengalami konflik yang ditimbulkan akibat suami di PHK, yakni S sering bertengkar dengan suaminya karena banyak hal yang berubah dalam kehidupan rumah tangganya, namun hingga saat ini istri tidak meminta bercerai kepada suaminya meskipun suaminya sudah tidak bekerja lagi karena istri mengaku masih mencintai suaminya. (2) Semenjak suami mengalami PHK mereka merasa terhimpit secara ekonomi, namun pada kenyataannya mereka tetap bertahan pada pernikahan yang mereka bangun. Istri mengemukakan bahwa rasa cintanya pada suami membuat ia tetap bersemangat menjalani kehidupannya dan menggantikan tugas suami sebagai tulang punggung keluarga. Selain itu, ia merasa sangat tidak pantas untuk meninggalkan suami dalam keadaan seperti itu. Sewaktu suaminya masih bekerja, suaminya adalah sosok kepala 53

rumah tangga yang bertanggung jawab dan penyayang pada keluarga. Oleh karena itu, meskipun suaminya mengalami kejadian seperti ini, sang istri tetap menghormati dan menghargai suaminya. (3) Pada awalnya sang istri pun merasa kebingungan dan putus asa saat menghadapi permasalahan yang dihadapi. Namun tidak lama setelahnya ia mulai bisa bangkit dan berusaha untuk mengembalikan kepercayaan dirinya dan suaminya. Ia mulai membina komunikasi yang lebih baik dengan suaminya, lebih sering mengajaknya berbicara, menceritakan hal-hal sederhana mengenai kejadian yang terjadi hari itu, dan lebih sering mengungkapkan perasaan cintanya pada suami. Karena itulah pernikahan mereka dapat bertahan hingga saat ini. Bahkan istrinya mengaku lebih mencintai suaminya setelah terjadi musibah tersebut. Dalam hal ini cara penyelesaian masalah merekalah yang mencolok dalam menghadapi permasalahannya. Mereka memilih bertahan dan menjaga suaminya meskipun kondisi suami sudah tidak lagi bekerja dan istri harus menjadi tulang punggung keluarga. Pilihan mereka untuk bertahan cukuplah menarik untuk diteliti mengingat yang menjadi subyek dalam penelitian ini merupakan yang tidak bergantung sepenuhnya pada suami. Mereka pun mengalaminya di usia yang tergolong produktif. Diantara banyak pilihan yang tersedia, mereka pada akhirnya memilih untuk tetap bertahan di dalam pernikahannya tersebut. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan studi mengenai komitmen pernikahan pada suami istri dengan suami yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sampel dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang suaminya merupakan mantan pegawai PT. DI yang mengalami PHK dan istri dari mantan pegawai PT. DI yang bekerja menjadi tulang punggung keluarga menggantikan tugas suami. Jumlah sampel keseluruhan pada penelitian ini adalah 6 pasang suami istri dengan karakteristik: (1) memiliki minimal 1 orang anak, (2) suami tidak lagi bekerja setelah mengalami PHK, (3) istri bekerja menggantikan suami dan menjadi tulang punggung keluarga, 4) usia pernikahan 15-20 tahun. Berdasarkan kriteria tersebut, sampel penelitiannya adalah 6 orang suami, 6 orang istri dengan usia pernikahan 15-20 tahun, lamanya mengalami pemutusan kerja (PHK) 5 10 tahun, suaminya tidak bekerja, istrinya yang bekerja menjadi tulang punggung keluarga. Alat ukur komitmen dalam keluarga menggunakan alat ukur yang sudah ada dalam The Tripartite Nature of Marital Commitment dari Michael P.Johnson. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat komitmen pernikahan berdasarkan hasil pengukuran menggunakan alat ukur Komitmen Pernikahan. 100% atau 12 orang suami istri yang suaminya mengalami PHK dan istri bekerja menjadi tulang punggung keluarga memiliki tingkat komitmen pernikahan yang digolongkan dalam kategori tinggi. 0% pasangan pernikahan yang suaminya mengalami PHK dan istri bekerja menjadi tulang punggung keluarga memiliki tingkat komitmen pernikahan yang rendah, seperti dalam tabel berikut. 54

Tabel 1. Hasil Katagorisasi Komitmen Pernikahan Subjek Kategori Skor Jumlah Persentasi Kuat 147-245 12 100% Lemah 49-146 0 0% 1. Hasil pengolahan data dari kuisioner serta kategori dari setiap aspek komitmen pernikahan pada masing-masing pasangan, sebagai berikut. Tabel 2. Kategorisasi Setiap Aspek Komitmen Pernikahan Komitmen Komitmen Moral Komitmen Kategori Personal Struktural Skor Skor Skor Kuat 42-70 39-65 66-110 Lemah 14-41 13-38 22-65 2. Hasil perhitungan terdapat 6 pasangan atau 12 subjek (100%) yang memiliki komitmen personal dan moral yang kuat. Terdapat satu (8%) subjek yang memiliki komitmen struktural yang lemah seperti tabel berikut: Tabel 3. Hasil Kategorisasi Setiap Aspek Komitmen Pernikahan Pasangan Subjek Skor Komitmen Komitmen Komitmen Skor Skor Personal Moral Struktural 1 A 61 KUAT 64 KUAT 87 KUAT B 43 KUAT 51 KUAT 61 LEMAH 2 C 61 KUAT 61 KUAT 76 KUAT D 64 KUAT 57 KUAT 73 KUAT 3 E 61 KUAT 61 KUAT 75 KUAT F 63 KUAT 63 KUAT 72 KUAT 4 G 62 KUAT 62 KUAT 80 KUAT H 46 KUAT 58 KUAT 70 KUAT 5 I 63 KUAT 61 KUAT 86 KUAT J 50 KUAT 56 KUAT 84 KUAT 6 K 62 KUAT 61 KUAT 81 KUAT L 51 KUAT 58 KUAT 86 KUAT Jumlah KUAT 100% 100% 92% LEMAH 0% 0% 8% Gambaran Komitmen Pernikahan Pasangan 1 S yang merupakan istri dari mantan pegawai PT.DI yang sudah menikah 15 tahun dan sudah memiliki 2 orang anak. Setelah 2 tahun pernikahannya, suami S mengalami PHK. Padahal usia keduanya saat itu tergolong muda dan produktif. Pasangan pertama didominasi oleh suami yang memiliki komitmen personal, moral dan struktrural yang tinggi. Sedangkan istri memiliki komitmen personal dan moral yang kuat namun komitmen struktural yang lemah. Berdasarkan hasil wawancara, istri mengungkapkan bahwa suaminya adalah sosok bertanggung jawab dan penyayang terhadap keluarga. Setelah suami mengalami PHK istri harus bekerja menjadi tulang punggung keluarga, semenjak perubahan-perubahan tersebut dirasakan oleh istri, istri tetap merasa cinta (Love) terhadap suaminya dan tetap ada perasaan membutuhkan sosok suami meskipun suami sudah tidak lagi bekerja, walaupun istri mengaku masih belum terbiasa hingga saat dengan perubahan yang ada, istri tetap merasa puas dengan pernikahannya. Suami dan istri mengaku adanya komitmen yang kuat untuk tetap menjaga dan menjalankan janji pernikahan yang telah diucapkan pada saat ijab qabul membuat mereka berusaha menjalankannya tanpa ada perasaan ingin mengingkari janji pernikahan yang telah diucapkan. Adanya sikap negatif suami terhadap sebuah perceraian (Divorce 55

Atittude) dan konsistensi yang dilakukan oleh istri terhadap janji pernikahan (Consistency Values) membuat pasangan ini bisa melewati masa-masa sulit yang ditimbulkan akibat suami mengalami PHK. Istri mengaku alasan ia tidak meminta bercerai dari suaminya hingga saat ini adalah adanya pandangan negatif mengenai perceraian di lingkungannya (Social Pressure) serta adanya keengganan dari istri untuk mengikuti prosedur perceraian yang dianggap menyulitkan oleh istri (Termination Procedure). Gambaran Komitmen Pernikahan Pasangan 2 S yang merupakan istri dari mantan pegawai PT.DI yang sudah menikah 16 tahun dan memiliki 2 orang anak. Di saat usia pernikahannya menginjak 4 tahun, suaminya mengalami PHK, padahal usia suaminya pada saat itu tergolong masih usia produktif. Pada saat itu istrinya tidak memiliki sumber penghasilan karena istri hanya sebagai ibu rumah tangga saja dan harus bekerja menggatikan suami menjadi tulang punggung keluarga. Pasangan ini didominasi oleh suami yang memiliki komitmen personal, moral dan struktrural yang tinggi. Sedangkan istri memiliki komitmen personal dan moral kuat namun komitmen yang struktural lemah. Berdasarkan hasil wawancara, istri mengemukakan bahwa alasan istri tidak meminta bercerai terhadap suaminya adalah karena rasa cintanya (Love) pada suami membuat ia tetap bersemangat menjalani kehidupannya dan menggantikan tugas suami sebagai tulang punggung keluarga. Suami dan istri mengaku bahwa mereka memiliki sikap negatif terhadap sebuah perceraian (Divorce Attitude), maka dari itu mereka selalu berusaha menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam rumah tangganya agar tidak berujung pada perceraian. Istri mengaku alasan ia tidak meminta bercerai dari suaminya hingga saat ini adalah adanya pandangan negatif mengenai perceraian di lingkungannya (Social Pressure) serta adanya keengganan dari istri untuk mengikuti prosedur perceraian yang dianggap menyulitkan oleh istri (Termination Procedure). Gambaran Komitmen Pernikahan Pasangan 3 S yang merupakan istri dari mantan pegawai PT.DI yang berprofesi sebagai pemilik tempat jahit, telah menikah selama 16 tahun dan dikaruniai 2 orang anak. Pada pasangan ini didominasi oleh komitmen personal, moral dan struktural yang kuat pada suami dan istri. Pasangan ini mengaku bahwa mereka sangat tidak menyukai dengan sebuah perceraian (Divorce Attitude). Maka mereka selalu berusaha untuk menyelesaikan konflik yang ada agar tidak berujung pada perceraian. Ketika pasangan ini mengahadapi sebuah konflik, mereka mengaku selalu berusaha segera menyelesaikan konflik yang ada agar tidak berlarut-larut. Alasan lain istri tetap bertahan dalam pernikahannya adalah karena alasan anak (Alternative). Istri merasa merugi jika anak menjadi korban akibat keegoisan dirinya. istri mengaku bahwa anaknya masih membutuhkan figur seorang suami dalam mengasuh dan mendidik anak agar anak mendapatkan figur seorang ayah dalam proses tumbuh kembangnya. Dengan masih adanya rasa cinta satu sama lain serta saling membutuhkan satu sama lain (Love) dan adanya anak (Alternative) sebagai pengikat hubungan mereka membuat istri tetap bertahan dalam pernikahannya serta mereka mengaku hubungan yang terjalin tetap harmonis dan hangat. Gambaran Komitmen Pernikahan Pasangan 4 S yang merupakan istri dari mantan pegawai PT.DI yang sudah menikah 17 tahun dan sudah memiliki 1 orang anak. Setelah 4 tahun pernikahannya, suami S mengalami PHK. Padahal usia keduanya saat itu tergolong muda dan produktif. Pasangan ini didominasi oleh suami dan istri yang memiliki komitmen personal, moral dan struktrural yang kuat. Berdasarkan hasil wawancara, istri mengungkapkan bahwa suaminya adalah sosok perhatian dan penyayang terhadap keluarga. Setelah suami mengalami PHK, iistri merasa 56

ketertarikan terhadap suami mulai berkurang, ada perasaan tidak membutuhkan terhadap sosok seorang suami, dan sudah jarang berkomunikasi dengan suami. Pada pasangan ini suami memiliki sikap negatif terhadap sebuah perceraian (Divorce Attitude), maka suami selalu berusaha mengkomunikasikan segala permasalahan yang ada agar tidak berkepanjangan dan dapat mengakibatkan sebuah perceraian meskipun istri jarang mengkomunikasikan permasalahan yang dialaminya. Alasan lain istri tidak meminta bercerai terhadap suaminya hingga saat ini adalah adanya keenggaan dari istri untuk mengikuti prosedur percerai yang menyulitkan (Termination Procedure). Saat ini istri merasa hubungannya dengan suami tetap harmonis dan tidak sehangat dulu. Gambaran Komitmen Pernikahan Pasangan 5 S yang merupakan istri dari mantan pegawai PT.DI yang sudah menikah 16 tahun dan sudah memiliki 1 orang anak. Setelah 6 tahun pernikahannya, suami S mengalami PHK. Pasangan ini didominasi oleh suami dan istri yang memiliki komitmen personal, moral dan struktrural yang tinggi. Adanya sikap negatif terhadap perceraian (Divorce Attitude) membuat pasangan ini tidak berniat untuk melakukan sebuah perceraian, mereka mengatakan bahwa di dalam ajaran agamanya tidak diperbolehkan bercerai. Oleh karena itu mereka selalu berusaha menyelesaikan setiap konflik yang terjadi dalam rumah tangganya. Alasan lain yang membuat istri tetap bertahan dalam pernikahannya dengan segala perubahan dan permasalah yang ada adalah karena adanya anak (Alternative) yang membuat istri tetap bertahan dengan kondisi pernikahannya saat ini, ia merasa sangat tidak pantas jika anak menjadi korban akibat keegoisan ibunya, istri mengaku bahwa anaknya masih membutuhkan figur seorang suami dalam mengasuh dan mendidik anak agar anak mendapatkan figur seorang ayah dalam proses tumbuh kembangnya. Gambaran Komitmen Pernikahan Pasangan 6 S yang merupakan istri dari mantan pegawai PT.DI yang sudah menikah 15 tahun dan sudah memiliki 3 orang anak. Setelah 5 tahun pernikahannya, suami S mengalami PHK. Istri merupakan ibu rumah tangga, namun ketika suami mengalami PHK maka istrti mencari pekerjaan untuk menggantikan tugas suaminya. Pasangan ini didominasi oleh suami dan istri yang memiliki komitmen personal, moral dan struktrural yang kuat. Adanya sikap negatif istri terhadap sebuah perceraian (Divorce Attitude) membuat istri enggan untuk meminta cerai dari suaminya. Selain itu alasan istri tidak meminta bercerai terhadap suaminya adalah karena adanya anak (Alternative) yang membuat istri tetap bertahan dengan kondisi pernikahannya saat ini, ia merasa sangat tidak pantas jika anak menjadi korban akibat keegoisan ibunya dan adanya keengganan dari istri untuk mengikuti prosedur perceraian yang dianggap menyulitkan. Istri mengaku bahwa anaknya masih membutuhkan figur seorang suami dalam mengasuh dan mendidik anak agar anak mendapatkan figur seorang ayah dalam proses tumbuh kembangnya. Kuatnya perasaan tersebut sangat mendorong istri untuk mempertahankan pernikahannya. Istri mengatakan saat ini hubungan yang dijalin dengan suaminya sudah tetap hangat meskipun istri harus membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Berdasarkan hasil pengukuran, dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh subjek memiliki komitmen pernikahan yang kuat. Secara keseluruhan, subjek memiliki komitmen personal, moral dan struktural yang kuat. Namun ada subjek yang memiliki komitmen struktural yang lemah, yakni adanya kesiapan dari istri untuk mendapatkan predikat sebagai seorang janda. 57

SARAN 1. Untuk para istri yang suaminya mengalami PHK dan memiliki komitmen struktural yang lemah, disarankan untuk mempunyai waktu luang dengan suami agar bisa saling berinteraksi, berdiskusi dan menunjukkan afeksi dengan mengurangi jam kerjanya. Juga berusaha membagi waktu antara keluarga dengan pekerjaan agar hubungan yang terjalin menjadi hangat. 2. Untuk para istri yang suaminya mengalami PHK dan komitmen pernikahannya kuat, disarankan untuk memperbanyak kebersamaan dengan pasangan, kedekatan dengan pasangan, dukungan emosional kepada pasangan, sehingga tidak lebih melihat alternatifalternatif diluar hubungan pernikahannya serta dapat mempertinggi tingkat komitmen pernikahannya. DAFTAR PUSTAKA Jonshon, M.P. (1991). The Tripartite Nature of Marital Commitment: Personal, Moral, and Structural Reasons to Stay Married. Journal of Marriage and the Family (61) 160-177. Suharsimi, A. (2009). Manajemen penelitian. Cetakan kesembilan. Jakarta: Rineka Cipta Admin. (2011). PT. Dirgantara indonesia (PERSERO). Diunduh tanggal 16 Januari 2012 dari www.indonesian-aerospace.com. Admin. (2011). Dirgantara indonesia. Diunduh tanggal 16 Januari 2012 dari id.wikipedia.org/wiki/dirgantara_indonesia Admin. (2011). Seputar pernikahan. Diunduh tanggal 20 Januari 2012 dari www.seputarpernikahan.com Linawati, E. (2007). Memahami komitmen perkawinan: Bersama hingga ujung. Diunduh tanggal 20 Januari 2012 dari http://esterlianawati.wordpress.com 58