BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

BAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim ini dapat mempercepat proses suatu reaksi tanpa mempengaruhi

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bersifat sebagai katalisator yaitu zat-zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB I PANDAHULUAN. Adanya cahaya, akan mempengaruhi suhu di bumi. Suhu banyak diaplikasikan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Inokulum Terhadap Kadar Serat Kasar dan Protein Kasar Onggok

1. Pengertian Enzim. Makalah Baru Amilase I. PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.3 TUJUAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ervi Afifah, 2014 Produksi Gula Hidrolisat Dari Serbuk Jerami Padi Oleh Beberapa Fungi Selulolitik

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola pertumbuhan Bacillus mycoides yang ditumbuhkan dalam medium Nutrien Broth

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Variasi Kadar Urea terhadap ph Setelah Fermentasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang

Ulangan I II III K1W1 1,13 1,2 1 3,33 1,11 K1W2 1,54 1,54 1,47 4,55 1,52 K1W3 1,4 1,54 1,4 4,34 1,45 K1W4 1,27 1,27 1,2 3,74 1,25

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LOGO. Dosen Pembimbing: Nengah Dwianita Kuswytasari, S.Si, M.Si Dr.rer.nat.Ir. Maya Shovitri, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

BAB I PENGANTAR. Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, mikroorganisme berperan dalam industri

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus tanpa diikuti upaya pemulihan kesuburannya. Menurut Bekti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

Media Faktor Jumlah Volvmie Total Plate Kode pengenceran koloni sampel Count Isolat. Nutrien agar 10' 26 0,1 26xlO'CFU/ml S Selektif 10' 4 0,1 - S-p

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

I. PENDAHULUAN. Pada masa sekarang konsumsi bahan bakar minyak sangat tinggi,

I. PENDAHULUAN. Lampung adalah produsen tapioka utama di Indonesia. Keberadaan industri

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. senyawa atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan pada tiap tahunnya dari ekor pada tahun

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

SMA Negeri 1 Nunukan Selatan METABOLISME. Pertemuan 2. Oleh. SUPARMUJI, S.Pd

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tanpa ikut berubah di akhir reaksi (Agustrina dan Handayani, 2006). Molekul

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

Transkripsi:

Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang dapat dilihat pada gambar 4.1 yang menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim selulase dari kultur campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang dengan nilai aktivitas enzim selulase tertinggi pada perlakuan suhu 50 o C dengan nilai aktivitas enzim sebesar 27.25 U/ml. 30 25 20 15 10 5 0 27.25 20.43 21.2 0 10 20 30 40 50 60 70 Suhu(o C) Gambar 4.1 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari kultur campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang. Kurva diatas menunjukkan bahwa pada suhu 40 o C aktivitas enzim selulase dari kultur campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Botrytis sp. yang 45

46 ditumbuhkan pada media kulit pisang adalah sebesar 20.43 U/ml sedangkan pada suhu 50 o C aktivitas enzim mengalami peningkatan sebesar 27.25 U/ml, namun pada suhu 60 o C aktivitas enzim mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar 21.2 U/ml. Hal ini menunjukkan bahwa suhu berperan sangat penting dalam reaksi enzimatik, karena enzim juga merupakan suatu protein yang sangat rentan terhadap kondisi lingkungan. Adanya perubahan suhu lingkungan akan mengakibatkan aktivitas enzim ikut mengalami perubahan. Enzim mempunyai suhu tertentu yang menyebabkan aktivitasnya mencapai keadaan optimum (Budiman, 2010). Ketika suhu bertambah sampai suhu optimum, kecepatan reaksi enzim naik karena energi kinetik bertambah. Bertambahnya energi kinetik akan mempercepat gerak vibrasi, translasi, dan rotasi baik enzim maupun substrat. Hal ini akan memperbesar peluang enzim dan substrat bereaksi (Meryandini, 2009). Selain meningkatkan energi kinetik, bertambahnya suhu juga akan meningkatkan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim menjadi aktif (Yazid, 2006). Namun menurut Iswari, (2006) bertambahnya suhu yang melebihi batas optimum dapat menyebabkan enzim terdenaturasi dan mematikan aktivitas katalisnya. Meryandini, (2009) juga menambahkan jika suhu melebihi batas optimum akan menyebabkan substrat berubah konformasinya, sehingga substrat tidak dapat masuk ke dalam sisi aktif enzim. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas enzim turun karena tidak terbentuk komplek enzim substrat, sehingga konsentrasi produk rendah.

47 Enzim bekerja dalam rentang suhu tertentu pada tiap jenis mikroorganisme. Sebagian besar enzim memiliki aktivitas optimum pada suhu 20 50 C yang masuk dalam golongan mesozim (Volk dan wheeler, 1984). Sedangkan menurut meryandini, (2009) enzim yang memiliki aktivitas optimum diatas suhu 50 C sampai dengan 80 C masuk dalam golongan termozim (tahan panas) dan enzim yang memiliki aktivitas optimum di atas 80 C disebut hipertermozim. Oleh karena itu pada penelitian ini enzim selulase yang dihasilkan oleh campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang masuk dalam golongan mesozim atau disebut juga enzim yang stabil pada suhu sedang karena dapat bekerja optimum pada suhu 50 C. Aplikasi enzim pada beberapa industri menghendaki enzim-enzim yang dalam beraktivitas tahan terhadap panas (termostabil). Hal ini berkaitan dengan keuntungan yang akan diperoleh bila proses produksi dilakukan pada suhu tinggi dapat menurunkan resiko kontaminasi, meningkatkan kecepatan reaksi sehingga menghemat waktu, tenaga dan biaya, serta menurunkan viskositas larutan fermentasi sehingga memudahkan proses produksi (Soeka et al, 2011). Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa aktivitas optimum selulase berkisar antara suhu 35-50 o C. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masfufatun (2012) menunjukkan bahwa ekstrak kasar enzim selulase yang diisolasi dari hetopankreas bekicot (Achatina fulica) dengan diberi perlakuan suhu 30 o C, 40 o C, 50 o C, dan 60 o C menunjukkan aktifitas tertinggi pada suhu 50 o C dengan aktifitas sebesar 0.053 U/ml. Rumiris (2010) melaporkan bahwa enzim selulase yang diisolasi

Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) 48 dari sungai siak dengan perlakuan suhu 25 o C, 35 o C, dan 50 o C menunjukkan aktifitas tertinggi pada suhu 50 o C dengan aktifitas sebesar 3.435 x 10-1 U/ml. Alfiah, (2012) juga melaporkan bahwa enzim selulase yang diproduksi dari tongkol jagung memiliki aktifitas tertinggi pada suhu 35 o C dengan aktifitas sebesar 0,595 U/ml. 4.2 Pengaruh ph terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh ph terhadap aktivitas enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang dapat dilihat pada gambar 4.2 yang menunjukkan bahwa ph berpengaruh terhadap aktivitas enzim selulase dari kultur campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang dengan nilai aktivitas enzim selulase tertinggi pada perlakuan ph 6 dengan nilai aktivitas enzim sebesar 24.51 U/ml. 25 24.5 24 23.5 23 22.5 22 21.5 24.51 22.49 21.88 0 1 2 3 4 5 6 7 ph Gambar 4.2 Pengaruh ph terhadap aktivitas enzim selulase dari kultur campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang.

49 Kurva diatas menunjukkan bahwa aktivitas selulase dari kultur campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang terus meningkat seiring dengan bertambahnya ph yang dapat dilihat dari nilai absorbansinya. Pada ph 4 nilai aktifitas enzim selulase sebesar 21.88 U/ml dan terus meningkat seiring bertambahnya ph sampai pada ph 6 dengan nilai aktivitas enzim selulase sebesar 24.51 U/ml. Aktivitas tertinggi suatu enzim akan terjadi dilingkungan dengan nilai ph tertentu, sehingga nilai ph setiap enzim sangat spesifik. Nilai ph tertentu yang memungkinkan enzim dapat bekerja secara maksimum disebut dengan ph optimum. (Sadikin, 2002). Masing-masing enzim memiliki ph optimum yang berbeda. Enzim tidak dapat bekerja pada ph yang terlalu rendah (asam) atau ph yang terlalu tinggi (basa). Pada ph yang terlalu asam atau basa enzim akan terdenaturasi sehingga sisi aktif enzim akan terganggu (Safaria, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa reaksi enzimatik sangat dipengaruhi oleh derajat keasaman (ph). Terjadinya perubahan nilai ph sangat mempengaruhi kerja enzim karena perubahan ph menyebabkan terjadinya perubahan pada daerah katalitik dan konformasi dari enzim, dimana sifat ionik dari gugus karboksil dan gugus amino enzim tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh ph (Pelczar dan Chan, 1986). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ph merupakan salah satu faktor yang memiliki potensi untuk mempengaruhi aktivitas enzim, serta sangat erat kaitannya dengan fungsi aktif enzim, kelarutan substrat, dan ikatan enzimsubstrat. (Pelczar dan Chan, 1986). Hal ini pula yang menyebabkan terjadinya

50 perubahan kerja enzim selulase yang dihasilkan oleh campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang. 4.3 Pengaruh Interaksi Suhu dan ph terhadap Aktivitas Selulase Untuk mengetahui adanya pengaruh interaksi suhu dan ph terhadap aktivitas enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan ANOVA yang sebagaimana disajikan pada tabel 4.1 sebagai berikut: Tabel 4.1 Ringkasan hasil ANOVA pengaruh suhu, ph dan interaksi keduanya terhadap aktivitas enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang. Sumber Keragaman db JK KT Fhit Ftabel 5% Perlakuan 8 442.6881 55.33601 6.540301 2.5101 Suhu 2 244.7232 122.3616 14.46222 3.5545 PH 2 135.2747 67.63735 7.994227 3.5545 Suhu*PH 4 162.6902 40.67255 4.80719 2.9277 Galat 18 152.2939 8.460774 Total 26 594.982 22.88392 Hasil analisis statistik menggunakan ANOVA pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara suhu dan ph terhadap aktivitas enzim selulase dari kultur campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang, yang diketahui dari nilai F hitung > F tabel pada variabel yang diamati. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik dari masingmasing perlakuan dilakukan uji lanjut dengan DMRT yang hasilnya disajikan pada tabel 4.2 dan gambar 4.3:

Aktivitas Enzim Selulase U/ml 51 Tabel 4.2 Ringkasan uji DMRT Pengaruh interaksi suhu dan ph terhadap aktivitas enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang. No Suhu ph Aktivitas Enzim (U/ml) Notasi 1 4 22.84 ± 1.060 ab 2 40 5 19.07 ± 1.150 a 3 6 19.32 ± 0.245 a 4 4 21.89 ± 2.520 ab 5 50 5 27.03 ± 3.279 b 6 6 32.56 ± 4.690 c 7 4 20.92 ± 2.069 a 8 60 5 21.01 ± 4.794 a 9 6 21.59 ± 2.693 a Hasil uji Duncan pada tabel 4.1 dan gambar 4.3 menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang ditunjukkan pada perlakuan interaksi suhu 50 C dan ph 6 dengan aktivitas enzim sebesar 32.56 U/ml. 40 35 30 25 20 15 10 5 0 ab Suhu 40 ph 4 a Suhu 40 ph 5 a Suhu 40 ph 6 ab Suhu 50 ph 4 b Suhu 50 ph 5 c Suhu 50 ph 6 a Suhu 60 ph 4 a a Suhu 60 Suhu 60 ph 5 ph 6 Rata-rata Gambar 4.3 Pengaruh interaksi suhu dan ph terhadap aktivitas enzim selulase dari kultur campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis sp. yang ditumbuhkan pada media kulit pisang.

52 Pada tabel 4.2 dan gambar 4.3 hasil aktivitas enzim selulase yang terendah diperoleh pada perlakuan suhu 40 C ph 5 yang hasilnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu 40 C ph 6, suhu 40 C ph 4, suhu 50 C ph 4, suhu 60 C ph 4, suhu 60 C ph 5 dan suhu 60 C ph 6, dengan rentang nilai aktivitas enzim selulasenya sebesar 19.07 U/ml 22.84 U/ml. Sedangkan nilai aktivitas enzim selulase yang tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu 50 C ph 6 dengan nilai aktivitas enzim selulasenya sebesar 32.56 U/ml. Tingginya aktivitas enzim selulase dikarenakan seiring bertambahnya suhu menyebabkan terus meningkatnya aktivitas enzim, sampai seluruh tapak enzim berikatan dengan substrat dan membentuk kompleks enzim substrat, hal ini terjadi hingga sampai batas suhu optimum (Girindra, 1993). yaitu seperti pada perlakuan suhu 50 C ph 6 dengan nilai aktivitas enzimnya sebesar 32.56 U/ml. Selain suhu, ph juga berpengaruh terhadap aktivitas enzim karena enzim tidak dapat bekerja pada ph yang terlalu rendah (asam) atau ph yang terlalu tinggi (basa). Pada ph yang terlalu asam atau basa enzim akan terdenaturasi sehingga sisi aktif enzim akan terganggu (Safaria, 2013). Masing-masing enzim juga memiliki ph optimum yang berbeda. ph 6 ini sangat mendukung tingginya aktivitas enzim karena salah satu komponen enzim selulase yaitu CMCase (Endo-β-1,4-glukanase) cenderung optimum pada ph asam yaitu pada rentang ph 4-6,5 (Meryandini et al, 2009). Hal ini menyebabkan pada suhu dan ph yang sesuai ini tumbukan antara enzim dan substrat terjadi sangat

53 efektif sehingga pembentukan kompleks enzim substrat semakin mudah dan produk yang terbentuk meningkat, sehingga menghasilkan nilai aktivitas enzim yang tinggi. Aktivitas enzim selulase yang terendah terjadi pada perlakuan suhu 40 C ph 5 dengan nilai aktivitas enzimnya sebesar 19.07 U/ml. Hal ini dikarenakan aktivitas enzim yang terjadi dibawah batas suhu optimum akan menyebabkan aktivitas enzim kecil karena kurangnya energi termodinamik, sehingga memungkinkan tumbukan antara molekul enzim dan substrat kecil dan menyebabkan aktivitas enzimnya juga kecil (Soendoro,1997). Akan tetapi reaksi enzimatis diatas batas suhu optimum akan menyebabkan nilai aktivitas enzimnya rendah, seperti pada perlakuan suhu 60 C ph 6 dengan nilai aktivitasnya sebesar 20.92 U/ml, hal ini dikarenakan reaksi enzimatis diatas suhu optimum akan menyebabkan meningkatnya energi termodinamik, sehingga tumbukan antara enzim dan substrat meningkat, akan tetapi tidak mencapai kondisi optimum karena dengan meningkatnya suhu struktur bangun tiga dimensi enzim akan berubah secara bertahap dan akan merusak struktur protein (denaturasi). Denaturasi ini akan menyebabkan menurunnya fungsi katalik enzim karena struktur enzim tidak sesuai lagi dengan molekul substrat. Namun aktivitas enzim yang terjadi dibawah batas suhu optimum akan menyebabkan aktivitas enzim kecil karena kurangnya energi termodinamik, sehingga memungkinkan tumbukan antara molekul enzim dan substrat kecil (Soendoro,1997). Penelitian terdahulu tentang aktivitas enzim selulase oleh Penicillium sp. yang diisolasi dari tanah Wonorejo Surabaya menghsilkan aktivitas enzim sebesar 17,66 U/ml, dan Aspergilus niger menghasilkan aktivitas enzim selulase sebesar 2,361

54 (Astuti, 2011). Penelitian Kusnadi (2010) juga menyebutkan bahwa aktivitas enzim selulase oleh Trichoderma harzianum yang diisolasi dari serbuk gergaji menghasilkan aktivitas enzim selulase sebesar 5,73 U/ml. Pada penelitian ini aktivitas enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis sp. menghasilkan aktivitas enzim selulase yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa penelitian yang telah disebutkan yang hanya menggunakan kapang tunggal. Menurut Anwar (2010), hal ini dikarenakan campuran enzim dari beberapa kapang mampu memperbaiki komposisi endoglukanase, eksoglukanase, dan glukosidase menjadi lebih seimbang untuk menghidrolisis selulosa, seperti halnya Trichoderma reesei yang hanya menghasilkan endoglukanase dan eksoglukanase tetapi glukosidasenya rendah (Martin, 2008). dan sebaliknya contoh lain yaitu Aspergilus niger yang menghasilkan glukosidase yang kuat akan tetapi endoglukanase dan eksoglukanase rendah (Anwar, 2010). Hal tersebut membuktikan bahwa kapang memiliki spesifitas bagian tertentu dari substrat selulosa, dan untuk mendapatkan hasil yang optimal kapang-kapang tersebut bekerja bersama-sama dan secara bertahap menguraikan selulosa menjadi unit glukosa. Hal ini sebagaimana Alloh Subhanallahu Wa ta ala berfirman dalam Al-Quran surat Al-Mulk [67]: 3-4 yaitu: Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka

55 lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang? kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam Keadaan payah. (QS. Al-Mulk [67]: 3-4). Ayat diatas menjelaskan tentang keserasian alam semesta. Keserasian itulah yang menciptakan ekosistem atau hubungan timbal-balik sehingga alam raya dapat berjalan sesuai dengan tujuan penciptaanya. Keserasian tersebut dapat dilihat pada hubungan timbal-balik antara jenis kapang satu dengan jenis kapang lain yang saling bekerja bersama-sama sehingga diperoleh suatu kinerja yang simultan dan optimal. Sumarsih (2003) juga menyatakan bahwa jika terdapat dua atau lebih jasad yang berbeda ditumbuhkan bersama-sama dalam suatu medium, maka aktvitas metabolismenya secara kualitatif maupun kuantitatif akan berbeda jika dibandingkan dengan jumlah aktivitas masing-masing jasad yang ditumbuhkan dalam medium yang sama tetapi terpisah. Fenomena ini merupakan hasil interaksi metabolisme atau interaksi dalam penggunaan nutrisi yang dikenal sebagai sinergitik. Penggunaan substrat yang tepat juga merupakan salah satu faktor tingginya nilai aktivitas enzim. Menurut Suprihatin (2010), dalam industri fermentasi dibutuhkan substrat yang murah, mudah didapat serta penggunaannya efisien dan juga tersedia sepanjang tahun. Selain itu yang terpenting substrat yang digunakan harus dapat memenuhi kebutuhan senyawa karbon bagi kelangsungan hidup mikroorganisme. Salah satu substrat yang potensi digunakan adalah kulit pisang. Penelitian yang dilakukan Rizkiyah (2014), menyebutkan bahwa aktivitas enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

56 sp. yang ditumbuhkan pada media bagas tebu dengan perlakuan yang sama menghasilkan aktivitas enzim tertinggi pada interaksi suhu 50 o C dan ph 6 dengan nilai aktivitas enzim yang lebih rendah dari yang menggunakan kulit pisang yang digunakan pada penelitian ini, yaitu sebesar 31.57 U/ml dan dengan kulit pisang sebesar 32.56 U/ml. Hal ini dikarenakan selain memiliki kandungan selulosa seperti halnya bagas tebu, kulit pisang juga mengandung karbohidrat yang cukup tinggi. Menurut Yusraini (2007), karbohidrat dan selulosa tersebut akan diubah menjadi glukosa yang nantinya berperan sebagai sumber karbon sekaligus senyawa penginduksi bagi sintesis enzim selulase. Nilai aktivitas enzim selulase dari tiap isolat kapang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa kapang merupakan mikroorganisme yang sangat bervariasi dalam potensinya memanfaatkan nutrien dari substratnya maupun kemampuan metabolismenya. Hal ini sesuai dengan firman Alloh Subhanallahu Wa ta ala dalam Al-Quran surat Al-Furqan [25]: 2 yaitu: Yang kepunyaan-nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (QS. Al-Furqan [25]: 2). Ayat diatas menjelaskan khususnya pada lafad, bahwasanya Alloh Subhanallahu Wa ta ala menciptakan segala sesuatu dengan menetapkan

57 ukuran dan kadarnya masing-masing dengan serapi-rapinya tanpa ada cela atau kesalahan didalamnya, tidak perlu ada penembahan atau pengurangan walaupun dengan alasan untuk suatu hikmah atau maslahat. Seperti halnya enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh setiap kapang. Setiap kapang selulolitik memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menghasilkan enzim dan kemampuannya mendegradasi selulosa sesuai dengan jenis dan karakteristik kapang tersebut.