PERTUMBUHAN NON-LINIER, PENDUGAAN HERITABILITAS DAN NILAI PEMULIAAN DOMBA KOMPOSIT SUMATERA

dokumen-dokumen yang mirip
INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

ANALISIS KURVA PERTUMBUHAN DOMBA PRIANGAN DAN PERSILANGANNYA DENGAN ST. CROIX DAN MOUTON CHAROLLAIS

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

SKRIPSI OLEH : RINALDI

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

Karakteristik Pertumbuhan Domba Garut dan Persilangannya

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KORELASI SIFAT BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN LITTER SIZE PADA KELINCI NEW ZEALAND WHITE, LOKAL DAN PERSILANGAN

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

ANALISIS KURVA PERTUMBUHAN DOMBA PRIANGAN DAN PERSILANGANNYA DENGAN ST. CROIX DAN MOUTON CHAROLLAIS

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

ANALISIS PERTUMBUHAN NON-LINIER DOMBA LOKAL SUMATERA DAN PERSILANGANNYA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

PENGARUH EFEK TETAP TERHADAP BOBOT BADAN PRASAPIH DOMBA PRIANGAN

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

Produktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS)

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

LAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

STRATEGI PERBIBITAN KAMBING/DOMBA DI INDONESIA

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

PERFORMA PRODUKSI SUSU DAN REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN DI BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI YUNI FITRIYANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

KARAKTERISASI MORFOLOGI DOMBA ADU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO

ASPEK GENETIS BEBERAPA SlFAT PRODUKSI PUYUH

Transkripsi:

PERTUMBUHAN NON-LINIER, PENDUGAAN HERITABILITAS DAN NILAI PEMULIAAN DOMBA KOMPOSIT SUMATERA ( 50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly) DIAN SUSILAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Non-linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2010 Dian Susilawati NRP. D151070061

ABSTRACT Composite Sumatera sheep was developed using crossbreeding technique with blood composition 50% local Sumatera sheep, 25% St. Croix and 25% Barbados blackbelly. The non-linier growth and genetic parameters of some economically traits are important to increase sheep productivity however, such information is rarely available in Indonesia. The aims of this study were to determinate the best model for non-linier curve using Gompertz and Logistic methods, as well as to estimate the heritability value of male sheep. The data were collected from Center for Research Institute of Animal Production, including the 665 data of Sumatera composit sheep born in 1999-2005. The data analyses were done by using PROC NLIN and PROX MIX REML of SAS 9.0 version in order to estimate the heritability and breeding values. The result showed that the model of Gompertz demonstrates more accurate for estimation the mature weight and the weight at puberty than Logistic model. The heritability values of post weaning weight estimated was low and moderate. The breeding value of Barbados blackbelly cross (BC) estimated were higher than Composite (K). The composit Sumatera has more consistent breeding values of birth weight, pre weaning weight than those of genotipe BC. Keywords: non-linier growth, heritability and breeding values.

RINGKASAN DIAN SUSILAWATI. Pertumbuhan Non-linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados Blackbelly). Dibimbing oleh Ronny R NOOR dan SUBANDRIYO. Domba Komposit Sumatera merupakan domba hasil persilangan antara domba lokal Sumatera x domba St. Croix cross x domba Barbados blackbelly cross. Sifat-sifat pertumbuhan non-linier maupun parameter genetik domba ini belum banyak dilaporkan, padahal informasi ini dibutuhkan dalam meningkatkan produktifitas dari domba tersebut. Tujuan penelitian adalah mencari model kurva pertumbuhan non-linier yang terbaik dari dua model yang digunakan (Gompertz dan Logistic) serta menduga heritabilitas berdasarkan model Gompertz dan nilai pemuliaan pada pejantan. Penelitian dilakukan oleh stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak di Cilebut-Bogor, Jawa Barat. Domba yang dianalisis adalah domba kelahiran tahun 1999-2005 dengan data sebanyak 665 ekor. Sifat yang diamati untuk analisis pertumbuhan adalah bobot badan dewasa (A) dan titik infleksi (Ti). Analisis kurva pertumbuhan non-linier dengan dua model, yaitu Gompertz dan Logistic dan menggunakan Statistic Analysis System (SAS) versi 9.0 program PROC NLIN (Non-Linier). Menggunakan persamaan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic (Gille 2004) yaitu berturut-turut Y = A*exp(-exp b-kt ) serta Y = A/(1+b*exp -kt ). Pendugaan heritabilitas dan nilai pemuliaan dilakukan dengan menggunakan Statistic Analysis System (SAS) versi 9.0 dengan PROC MIX REML (Restricted Maximum Likelihood). Heritabilitas diestimasi dengan menggunakan rumus Van Vlek (1982) yaitu : h 2 = (4σ 2 S) / (σ 2 s + σ 2 w) dan nilai pemuliaan dihitung berdasarkan Harjosubroto (1994): NP = h 2 (P i P p ). Hasil analisis pada bobot dewasa dan bobot pubertas pada jenis genotip domba genotip BC maupun K berdasarkan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Model Gompertz maupun Logistic pada jenis kelamin jantan berbeda nyata lebih tinggi dari pada betina. Jantan pada model Gompert dan Logistic berturut-turut yaitu 28.53 kg dan 24.04 kg sedangkan betina pada model Gompert dan Logistic berturut-turut yaitu 24.84 kg dan 20.66 kg. Bobot pubertas pada jenis kelamin antara jantan dan betina pada domba genotip BC dan K dari kedua model kurva pertumbuhan non-linier ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Bobot dewasa anak pada tipe kelahiran tunggal dan kembar pada model Gompertz maupun Logistic pada tipe kelahiran menunjukkan hasil analisa yang tidak berbeda nyata. Bobot pubertas anak yang di lahirkan oleh induk dengan tipe kelahiran tunggal maupun kembar berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Bobot pubertas pada tipe kelahiran tunggal lebih rendah dari pada kelahiran kembar, yaitu pada model Gopertz 11.87 kg pada 2.5 bulan untuk kelahiran tunggal dan 15.35 kg pada umur 2.4 bulan untuk kelahiran kembar sedangkan pada model Logistic 15.90 kg pada umur 2.9 bulan untuk kelahiran tunggal dan 18.81 kg pada umur 2.7 bulan untuk kelahiran kembar. Bobot dewasa anak yang dilahirkan dari induk pada umur beranak yang berbeda meningkat pada induk umur beranak setelah dua tahun dan menurun kembali ketika induk umur beranak lima tahun. Hal yang serupa pada bobot pubertas, berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Bobot pubertas domba genotip BC maupun K pada model Gompertz berada pada kisaran 11.26-16.09 kg dicapai pada umur 2.2-2.7 bulan sedangkan model Logistic berada pada kisaran 15.30-20.26 kg pada umur 2.7-3.1 bulan. Bobot dewasa jantan genotip BC pada jenis kelamin yang berbeda pada model Gompertz dan Logistic berturut-turut adalah 30.41 kg dan 24.90 kg sedangkan jantan genotip K pada model Gompertz dan Logistic berturut-turut adalah 28.01 kg dan 23.80

kg. Bobot dewasa betina genotip BC pada model Gompertz dan Logistic berturut-turut adalah 21.35 kg dan 19.40 kg sedangkan betina genotip K pada model Gompertz dan Logistic berturut-turut adalah 25.95 kg dan 21.07 kg. Hal yang sama pada bobot pubertas anak yang dilahirkan dengan jenis kelamin yang berbeda antara genotip BC dan K berdasarkan hasil analisis menunjukkan perbedaan yang nyata. Bobot pubertas pada jantan lebih tinggi dari pada betina. Bobot dewasa anak pada tipe kelahiran tunggal dan kembar dari genotip yang berbeda menunjukkan hasil analisa yang tidak berbeda nyata. Hal yang sama juga terdapat pada bobot pubertas anak pada tipe kelahiran tunggal dan kembar dari genotip yang berbeda berdasarkan hasil analisis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Perbandingan antara kedua model yaitu berdasarkan nilai selang kepercayaan (SK). Model Gompert lebih baik dari pada model Logistic, hal ini didasari oleh nilai selang kepercayaan tertinggi yang didapat. Heritabilitas bobot dewasa dan laju pertumbuhan berdasarkan hasil analisis adalah 0.28 dan 0.30 termasuk dalam kategori sedang. Pendugaan nilai heritabilitas pada titik infleksi, bobot lahir, bobot sapih dan bobot setelah sapih berturut-turut adalah 0.19, 0.05, 0.12 dan 0.0 termasuk dalam kategori rendah. Nilai pemuliaan bobot lahir-sapih-setelah sapih tertinggi terdapat pada domba genotip BC. Nilai pemuliaan bobot sapih pada peringkat pertama dimiliki pejantan dengan identitas 50001, sedangkan nilai pemuliaan bobot setelah sapih yaitu dengan nomor identitas 50001 dan 50031. Pejantan tertinggi lahir-sapih-setelah sapih domba genotip K ada pada pejantan dengan identitas berturut-turut 20227, 90184 dan10105. Kata kunci: pertumbuhan non-linier, heritabilitas, nilai pemuliaan.

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERTUMBUHAN NON-LINIER, PENDUGAAN HERITABILITAS DAN NILAI PEMULIAAN DOMBA KOMPOSIT SUMATERA ( 50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly) DIAN SUSILAWATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Pertumbuhan Non-linier, Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Domba Komposit Sumatera (50% Lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly) Nama : Dian Susilawati NRP : D151070061 Program Studi : Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc. Ketua Prof. Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc.,APU. Anggota Mengetahui Koordinator Mayor IPTP Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro. M.S. Tanggal Ujian: 29 Juli 2010 Tanggal Lulus: PRAKATA

Alhamdullilah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penulis mengambil tema penelitian dengan judul yaitu pertumbuhan non-linier, pendugaan heritabilitas dan nilai pemuliaan domba Komposit Sumatera (50% lokal Sumatera, 25% St. Croix, 25% Barbados blackbelly). Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc serta Prof. Dr. Ir. Subandriyo, M.Sc.,APU sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing, yang telah banyak membantu penulis baik berupa saran, arahan maupun bimbingannya dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Jakaria, S.Pt.,M.Si sebagai dosen penguji pada ujian tesis. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada ibu dan ayah atas biaya yang telah dikeluarkan dalam penulis menyelesaikan sekolah, limpahan doa dan kasih sayangnya selama ini. Terima kasih juga penulisan ucapkan kepada Zweetly Daryono, S.Kom atas bantuan komputerisasi, informasi, tenaga, nasehat dan semangat yang selalu diberikan untuk menyelesaikan karya tulis ini. Tak lupa juga untuk rekanrekan Pascasarjana IPB angkatan 2007, Wieda Nurwidada, S.Pt.,M.Si, Iis Yuanita, S.Pt.,M.Si, Paskah Partogi Agung, S.Pt.,M.Si, Rohmat Diono, S.Pt.,MSi, Said Soltief, S.Pt.,M.Si, Rajab, S.Pt.,M.Si, M. Hatta, S.Pt.,M.Si dan Agus B. Rahman, S.Pt.,M.Si yang banyak memberikan semangat dan bantuan baik selama perkuliahan berlangsung maupun diluar perkuliahan. Penuh harapan tesis ini dapat bermanfaat baik untuk dunia pendidikan maupun khalayak umum. Bogor, Juli 2010 Penulis RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 7 Maret 1981 dari ayah H. Ir. Dardjupri, M.Si dan ibu Hj. Ernawati. Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Manado dan melanjutkan pendidikan sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas Sam Ratulangi, Manado. Tahun 2001 penulis pindah ke kota Bogor dan masuk pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada Program Pascasarjana IPB. DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian. 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera 3 Pertumbuhan Domba... 6 Bobot Lahir.. 7 Bobot Sapih.... 8 Pertumbuhan Non-Linier..... 9 Model Gompertz.... 12 Model Logistic.... 12 Heritabilitas.. 13 Nilai Pemuliaan... 14 MATERI DAN METODE Lokasi Penelitian. 16 Analisis Data 16 Pertumbuhan Non-Linier.... 16 Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan.... 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Non-linier.. 19 Jenis Genotip.. 19 Jenis Kelamin. 21 Tipe Kelahiran.... 22 Umur Beranak 24 Jenis Kelamin antar Genotip.. 27

Tipe Kelahiran antar Genotip.... 30 Perbandingan Kedua Model... 32 Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan..... 33 Heritabilitas.... 33 Nilai Pemuliaan.. 34 Nilai Pemuliaan Bobot Lahir. 34 Nilai Pemuliaan Bobot Sapih.... 36 Nilai Pemuliaan Bobot Setelah Sapih 37 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.. 40 Saran.... 40 APLIKASI HASIL PENELITIAN.. 41 DAFTAR PUSTAKA.. 42 LAMPIRAN 46 DAFTAR TABEL

Halaman 1. Model persamaan analisis kurva pertumbuhan non-linier.... 17 2. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada jenis genotip domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic.... 19 3. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada jenis kelamin domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic. 21 4. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada tipe kelahiran tunggal dan kembar domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic.. 23 5. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) pada umur beranak yang berbeda dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic.. 25 6. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada jenis kelamin yang berbeda antara genotip domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic.. 28 7. Bobot dewasa (A), konstanta integral (b), laju pertumbuhan (k), bobot pubertas (Ti) dan waktu pubertas pada tipe kelahiran tunggal dan kembar antara genotip domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic.. 30 8. Nilai selang kepercayaan (SK) pada parameter bobot dewasa (A) dan bobot pubertas (Ti) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistic..... 32 9. Heritabilitas pejantan domba komposit kelahiran tahun 1999-2005 menggunakan model Gompertz dengan berbagai parameter 33

10. Nilai pemuliaan bobot lahir dari tertinggi hingga terendah pada domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) kelahiran tahun 1999 2005... 35 11. Nilai pemuliaan bobot sapih dari tertinggi hingga terendah pada domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) kelahiran tahun 1999 2005.. 36 12. Nilai pemuliaan bobot setelah sapih dari tertinggi hingga terendah pada domba Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) kelahiran tahun 1999 2005. 38

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Domba lokal Sumatera. 3 2. Domba Barbados blackbelly.. 4 3. Domba St. Croix... 4 4. Domba Komposit Sumatera.. 5 5. Pola perkawinan tiga genotip domba pembentuk St. Croix cross, Barbados blackbelly cross dan Komposit Sumatera. 5 6. Kurva pertumbuhan pada ternak... 10

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter bobot dewasa (A). 47 2. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K). 48 3. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter jenis kelamin. 48 4. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter tingkat kelahiran... 49 5. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada parameter umur beranak... 49 6. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada interaksi antara genotip anak dan jenis kelamin..... 50 7. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic bobot dewasa (A) pada interaksi antara genotip anak dan tingkat kelahiran 50 8. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter nilai konstanta integrasi (b)... 51 9. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K)... 52 10. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter jenis kelamin.. 52 11. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter tingkat kelahiran.... 53 12. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada parameter umur beranak. 53

13. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin. 54 14. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic konstanta integrasi (b) pada interaksi genotip anak dan tingkat kelahiran 54 15. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter laju pertumbuhan (k).... 55 16. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K) 56 17. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter jenis kelamin... 56 18. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter tipe kelahiran 57 19. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada parameter umur beranak... 57 20. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin. 58 21. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic laju pertumbuhan (k) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran. 58 22. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter titik infleksi (Ti) 59 23. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K). 60 24. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter jenis kelamin.. 60 25. LS mean dan standard error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter tipe kelahiran.. 61

26. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada parameter umur beranak.. 61 27. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin. 62 28. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic titik infleksi (Ti) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran 62 29. Analisis non-linier model Gompertz dan Logistic pada parameter waktu infleksi (Wi).. 63 30. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter genotip anak Barbados cross (BC) dan Komposit Sumatera (K).. 64 31. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter jenis kelamin.. 64 32. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter tipe kelahiran..... 65 33. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada parameter umur beranak..... 65 34. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada interaksi genotip anak dan jenis kelamin.... 66 35. LS mean dan standar error analisis non-linier model Gompertz dan Logistic waktu infleksi (Wi) pada interaksi genotip anak dan tipe kelahiran.... 66

PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan produksi ternak dapat dilakukan melalui perbaikan genetik, nutrisi dan manajemen. Upaya yang ditempuh oleh bidang pemuliaan ternak yaitu melalui peningkatan mutu genetik ternaknya. Peningkatan mutu genetik dapat dilakukan melalui dua cara yaitu seleksi dan persilangan (Martojo 1992). Kedua hal ini dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu genetik dari suatu ternak. Peningkatan mutu genetik melalui seleksi akan lebih mudah dilakukan jika ternak yang diseleksi tersebut memiliki nilai pemuliaan yang tinggi, agar menghasilkan keturunan dengan performa yang tinggi pula. Persilangan antar bangsa sering dilakukan oleh negara yang beriklim tropis, untuk membentuk bangsa baru yang diinginkan. Salah satu dari sekian banyak persilangan antar bangsa yang telah dihasilkan adalah domba Komposit Sumatera. Domba ini dibentuk oleh Balai Penelitian Ternak untuk mendapatkan bangsa baru yang unggul, agar dapat dijadikan ternak lokal yang berkualitas tinggi. Domba Komposit Sumatera merupakan domba hasil persilangan antara domba lokal Sumatera x domba St. Croix cross x domba Barbados Blackbelly cross. Domba ini dibentuk untuk memperbaiki mutu genetik khususnya untuk menghasilkan domba tipe pedaging yang unggul serta dapat beradaptasi pada lingkungan dengan kondisi yang lembab panas sesuai dengan iklim di Indonesia. Keunggulan sifat-sifat produktivitas dari domba Komposit Sumatra telah banyak dilaporkan, namun informasi tentang sifat pertumbuhan non-linier secara individu maupun parameter genetik domba ini belum banyak dilaporkan. Informasi ini dibutuhkan untuk lebih memudahkan para pemulia dalam meningkatkan produktifitas yang diinginkan dari domba Komposit tersebut. Berdasarkan latar belakang itulah maka dilakukan penelitian berdasarkan perbandingan kurva pertumbuhan non-linier serta parameter genetik dari domba Komposit Sumatera tersebut.

Tujuan Penelitian 1. Mencari model kurva pertumbuhan non-linier yang terbaik dari dua model yang digunakan (Gompertz dan Logistic) 2. Menduga heritabilitas berdasarkan model Gompertz dan nilai pemuliaan pejantan dalam populasi. Manfaat penelitian Diharapkan hasil dari penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Mendapatkan model yang terbaik dari perbandingan dua model kurva pertumbuhan non-linier 2. Memberikan informasi tentang kemajuan genetik pada domba Komposit Sumatera sehingga berguna bagi pertimbangan kebijakan seleksi yang tepat sesuai dengan tujuannya. Hipotesis Penelitian 1. Model kurva pertumbuhan yang berbeda akan memberikan tingkat keakuratan yang berbeda pula dalam menggambarkan data lapang pada domba Komposit Sumatera. 2. Pendugaan heritabilitas serta nilai pemuliaan yang akurat akan memberikan kecenderungan genetik yang meningkat pada domba Komposit Sumatera. 2

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera Domba Sumatera merupakan domba asli yang terdapat di daerah Sumetera Utara. Domba ini termasuk jenis domba ekor tipis dan merupakan jenis penghasil daging walaupun tidak sebaik domba pedaging dari luar negeri. Pada umumnya domba ini memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi, dengan frekuensi beranak mencapai 1.82 kali dan bobot badan saat sapih mencapai 21 kg (Iniguez et al. 1991). Pola warna domba ini biasanya putih dengan kombinasi warna bercak hitam dibagian kepala, badan dan kaki. Bercak hitam ini juga sering ditemukan di sekeliling mata serta hidung (Mason 1980). Domba Barbados blackbelly berasal dari Pulau Barbados yang beriklim tropis dan merupakan domba jenis wool. Domba ini merupakan persilangan antara domba lokal Afrika dengan domba lokal yang berasal dari daratan Eropa. Domba ini beranak pertama kali pada umur 12-13 bulan dengan frekuensi kelahiran anak kembar sebesar 56-71%, tergantung pada kondisi pakan dan lingkungan. Pola warna domba ini bervariasi dari coklat muda sampai coklat tua. Perut bagian bawahnya didominasi warna hitam serta bagian rahang bawah, dagu, kerongkongan. Bagian lain yang berwarna hitam yaitu dada, kaki bagian belakang, bagian dalam dari telinga serta bagian mata (Rastogi 1996). Domba St. Croix berasal dari kepulauan Virgin yang beriklim tropis. Domba ini juga memiliki genotip sebagai domba jenis wool. Merupakan domba persilangan antara domba Creolo dengan Wiltshire horn (Thomas dan Bradford 1990). St. Croix merupakan domba aktif dan memiliki bentuk badan yang kompak, jinak serta tidak menampakkan sorot mata yang liar. Pola warnanya dari putih polos hingga bercak hitam atau coklat sampai dengan pola tiga warna. Dengan rambut wool tumbuh sebagian kecil atau seperempat pada bagian belakang tubuh (Mason 1980). Ketiga domba ini disilangkan oleh Balai Penelitian Ternak untuk mendapatkan bangsa baru yang lebih unggul dari tetuanya. Balai ini menyilangkan antara domba lokal Sumatera dengan domba St. Croix dan Barbados blackbelly, yang lebih dikenal dengan domba Sungei Putih. Kemudian melakukan kembali persilangan antara domba lokal 3

Sumatera dengan St. Croix cross (lokal Sumatera x St. Croix) dan Barbados blackbelly cross (lokal Sumatera x Barbados blackbelly), hasil persilangan antar bangsa ini dikenal dengan domba Komposit Sumatera. Bagan pola perkawinan antar tiga bangsa domba ini dapat dilihat pada Gambar 1. St. Croix (H) (100%) Sumatera (S) (100%) Barbados blackbelly (B) (100%) Sumatera (S) (100%) St. Croix cross (HS) (50% H 50% S) St. Croix cross (HS) (50% H 50% S) Barbados cross (BC) (50% B 50% S) Barbados cross (BC) (50% B 50% S) interse mating St. Croix cross (HS) (50% H 50% S) Barbados cross (BC) (50% B 50% S) Komposit (K) (25% H 50% S 25% B) interse mating Komposit (K) (25% H 50% S 25% B) Komposit (K) (25% H 50% S 25% B) Gambar 1. Pola Perkawinan Tiga Bangsa Domba Pembentuk St. Croix Cross, Barbados Blackbelly Cross dan Komposit Sumatera (Subandriyo 1996). Domba Komposit Sumatera generasi ke-3 (K 3 ) memiliki komponen karkas yang lebih baik dibandingkan dengan domba Komposit Sumatera generasi ke-1(k 1 ), generasi ke-2 (K2) maupun Barbados blackbelly cross (BC) (Triyantini et al. 2005). Selain itu juga memiliki produktivitas yang lebih unggul dari domba ekor tipis pada kondisi lapang (Setiadi dan Subandriyo 2007). Tipe kelahiran kembar triplet dan kuarduplet hanya ditemukan pada perkawinan komposit (MxM) (Darmana 2000). 4

Pertumbuhan Domba Pertumbuhan merupakan kombinasi dari peningkatan berat total sel-sel tubuh dan diferensiasi dari sel-sel tersebut. Proses diferensiasi menyebabkan terjadinya jaringan organ ataupun bagian tubuh lainnya. Perbedaan kecepatan tumbuh dari tiap-tiap bagian tubuh berakibat pada perubahan bentuk, ukuran tubuh serta pencapaian waktu kedewasaan tubuh yang berbeda pada setiap pertumbuhan bagian-bagian tersebut (Warris 2000). Suparno (2005) menjelaskan perbedaan tentang pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan didefinisikan secara sederhana sebagai perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh sedangkan perkembangan merupakan kemajuan gradual kompleksitas yang rendah menjadi lebih tinggi dan ekspansi dari ukuran tubuh. Proses perubahan dimensi tubuh pada fase pertumbuhan relatif tidak dapat berubah seiring bertambahnya umur, namun ukuran serta bobot secara fluktuatif dapat mengalami perubahan yang ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan serta interaksi keduanya (Lawrence dan Fowler 2002). Menurut Soeparno (2005) pertumbuhan seekor ternak dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis kelamin, hormon dan kastrasi, genotip dan komposisi kimia pakan yang dikonsumsi. Pertumbuhan paling cepat diperoleh pada saat domba berumur tiga bulan pertama, bobot tubuh dapat mencapai 50% dari bobot ketika berumur satu tahun, serta 25% lagi masing-masing pada tiga bulan selanjutnya dan saat enam bulan terakhir (Herman 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa proses pertumbuhan pada ternak 75% terjadi hingga mencapai umur satu tahun dan 25% lagi pada saat ternak mencapai dewasa. Pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu periode sebelum lahir (prenatal) dan periode setelah lahir (postnatal). Pertumbuhan post natal ini dibagi lagi menjadi periode pertumbuhan sebelum penyapihan dan periode setelah penyapihan (Lawrence dan Fowler 2002). Pertumbuhan setelah periode sapih pada domba memiliki hubungan kuat dengan bobot sapih dan efisiensi pakan (Martojo 1992). Dalam menduga laju pertumbuhan, biasanya lebih sering dilakukan pengukuran pada bobot badan untuk dilihat pertambahannya sebab dirasakan lebih praktis dan mudah dalam pelaksanaannya. 5

Bobot Lahir Bobot lahir adalah bobot badan pada saat ternak tersebut dilahirkan. Dalam pelaksanaanya di lapangan penimbangan bobot anak setelah dilahirkan sangat sulit dilakukan, oleh sebab itu bobot lahir sering didefinisikan sebagai hasil penimbangan bobot anak dalam kurun waktu 24 jam setelah dilahirkan (Harjosubroto 1994). Bobot lahir merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak. Bobot lahir yang tinggi di atas rataan umumnya memiliki kemampuan hidup lebih tinggi dalam melewati masa krisis, pertumbuhannya cepat serta akan memiliki bobot sapih yang lebih tinggi pula (Devendra dan Burn 1994). Bobot lahir pada domba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pakan induk selama kebuntingan, tipe kelahiran anak, jenis kelamin anak dan umur induk. Rataan bobot lahir akan menurun dengan meningkatnya jumlah anak lahir per induk melahirkan (Elieser 2006). Induk yang mendapatkan protein konsentrat yang lebih tinggi pada sepertiga akhir kebuntingan dapat menghasilkan anak dengan bobot lebih besar dan daya hidup yang lebih tinggi pula (Inounu et al. 1993). Secara umum bobot lahir jantan lebih besar daripada betina, baik pada kelahiran tunggal maupun kelahiran kembar. Umur induk juga mempengaruhi bobot lahir pada anak, induk domba muda menghasilkan bobot lahir anak yang lebih ringan dibandingkan dengan induk yang lebih tua. Domba dara juga akan menghasilkan bobot lahir anak yang lebih rendah jika dibandingkan pada induk yang telah melahirkan beberapa kali (Black 1983). Bobot induk juga mempengaruhi bobot lahir anak. Induk yang memiliki bobot tinggi akan mendapatkan anak dengan bobot lahir tinggi pula, begitupun sebaliknya dengan induk berbobot rendah (Tiesnamurti 2000). Anak domba yang lahir harus memiliki bobot lahir lebih tinggi dari 1,5 kg untuk mendapatkan daya hidup yang tinggi (Inounu et al. 1993). Bobot lahir rataan anak domba Komposit (F 1 dan F 2 ) adalah 2,46±0,69 dan 2,19±0,71 kg, sedangkan Barbados cross dan St. Croix cross masing-masing sebesar 2,14±0,62 dan 2,74±0,71 kg (Subandriyo 1996). Domba jantan St. Croix memiliki rataan bobot lahir, bobot umur 30, 60 dan 90 hari berturut-turut adalah 2,72±0,48; 6,51±1,47; 9,69±2,33 dan 11,87±2,67 kg. Bobot badan yang dicapai anak domba jantan St. Croix menurun seiring dengan meningkatnya tipe kelahiran (Asmarasari 2006). Rataan bobot lahir tertinggi untuk kelahiran tunggal dan 6

kembar dua pada perkawinan domba Komposit (MxM) yaitu 3,19±0,52 dan 2,35±0,50 kg. Rataan bobot lahir keseluruhan pada perkawinan ini yaitu sebesar 2,63±0,64 kg (Darmana 2000). Bobot Sapih Penyapihan adalah waktu dimana ketika anak sudah berhenti menyusu pada induknya. Penyapihan dapat dilakukan bila anak tersebut telah memakan pakan padat. Bobot sapih menurut Harjosubroto (1994) adalah bobot anak saat mulai dipisahkan dari induknya. Bobot sapih biasanya disesuaikan dengan nilai rerata bobot sapih pada umur tertentu, pada sapi dan kerbau biasanya umur sapih disesuikan pada 105 hari sedangkan pada domba dan kambing yaitu pada umur 90 hari. Bobot sapih dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh paritas induk, jenis kelamin anak dan tipe lahir-sapih anak (Tiesnamurti 2002). Hal yang berbeda dilaporkan oleh Elieser et al. (2006) dimana tidak didapati perbedaan antara bobot sapih kambing persilangan (Boerka) antara jantan dengan yang betina. Anak tunggal mempunyai peluang hidup lebih tinggi dibandingkan dengan anak kembar, hal ini disebabkan karena tidak adanya persaingan dalam hal menyusu pada induk (Tiesnamurti 2002). Bobot sapih anak jantan pada domba Priangan lebih tinggi dari pada anak betina, yaitu sebesar 11,52 vs 9,29 kg, dengan bobot rataan individu sebesar 10,62 kg (Tiesnamurti 2002). Domba jantan St. Croix memiliki rataan bobot sapih (90 hari), bobot umur 180 dan 365 hari berturut-turut adalah 11,87±2,67; 15,28±2,95; 24,61±3,52 kg dengan pertambahan bobot badan 72,67±8,20 g/ekor/hari (Asmarasari 2006). Bobot sapih domba Komposit (F 1 dan F 2 ) yaitu sebesar 12,45±3,26 kg dan 11,40±2,83 kg (Subandriyo 1998). Domba hasil persilangan (Moulton x Priangan dan Charollais x Priangan) memiliki rataan bobot sapih anak individual berkisar antara 12,14-13,17 kg sangat nyata (p<0,01) lebih tinggi dari domba periangan yaitu 11,39 kg (Nafiu 2003). Pertumbuhan Non-Linier 7

Bobot badan aktual dari suatu ternak selama hidupnya apabila dimasukkan kedalam suatu fungsi, maka akan diperoleh suatu bentuk kurva pertumbuhan. Bentuk kurva pertumbuhan ternak pada periode postnatal untuk spesies ternak adalah serupa, yaitu mengikuti pola kurva pertumbuhan sigmoidal (Lawrance dan Fowler 2002). Metode non-linier (sigmoid) digunakan untuk mamahami performa biologis dari ternak, dimana model regresi linier tidak dapat menjelaskan adanya perubahan pertumbuhan yang terjadi pada ternak lepas penyapihan. Model linier akan memberikan informasi seolah-olah pertumbuhan tersebut akan meningkat terus tanpa mengenal kapan pertumbuhan tersebut akan menurun. Berdasarkan penelitian Gunawan et al. (1992) merekomendasikan bahwa menganalisis laju pertumbuhan anak domba lepas sapih yaitu dengan menggunakan model eksponensial. Fase pertumbuhan suatu individu dapat dibagi menjadi dua, yaitu fase pertumbuhan yang dipercepat dan fase pertumbuhan yang diperlambat. Penyebab perbedaan kedua fase pertumbuhan tersebut merupakan suatu hal yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor (Lawrance dan Fowler 2002). Titik yang merupakan batas antara kurva pertumbuhan yang dipercepat dengan kurva pertumbuhan yang diperlambat disebut dengan titik infleksi (inflection point). Titik ini diperoleh dari grafik antara bobot badan dengan umur. Titik infleksi merupakan saat dimana ternak tersebut mengalami pubertas (Brody 1945). Berikut adalah kurva pertumbuhan mahluk hidup yang dapat dilihat pada Gambar 2. 8

Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Pada Ternak (Brody 1945) Kurva ini diperoleh dengan menggambarkan perbandingan antara pertambahan bobot badan harian dengan waktu. Pada saat lahir sampai pubertas terjadi peningkatan pertambahan bobot badan yang semakin meningkat. Pertambahan harian akan menurun mencapai titik nol setelah dicapainya pubertas. Setelah kedewasaan maka laju pertumbuhannya menjadi negatif. Ketika titik infleksi tercapai merupakan saat yang paling ekonomis dari ternak karena pada waktu tersebut tingkat mortalitasnya sedang berada pada titik paling rendah serta mengalami pertumbuhan yang paling cepat. Model pertumbuhan non-linier yang paling sering digunakan untuk ternak diantaranya model Gompertz dan Logistic. Kedua model ini memiliki keakuratan yang lebih besar dalam menjelaskan data dilapangan serta dapat menjelaskan waktu yang penting (titik infleksi) yang lebih baik dibandingkan model sebelumnya. Model Logistic dan Gompertz merupakan model yang memiliki tiga parameter yaitu A, b/m, dan k (Brown et al. 1976). Analisis kurva pertumbuhan Gompertz dan Logistic pada domba St. Croix, Sumatera, St. Croix x Sumatera, Barbados Blackbelly x Sumatera dan Komposit yang dilakukan oleh Suparyanto (1999) terhadap pendugaan umur dan bobot sapih saat domba komposit mengalami pubertas pertama, model Logistic memiliki hasil dugaaan yang lebih tinggi. Bobot pubertas dicapai dengan berat 10.93 kg pada umur di atas 4 bulan (124 hari), angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan model Gompertz yaitu 10,75 kg dengan umur diatas 3 bulan (101 hari). Kedua model ini juga digunakan oleh Inounu (2007) terhadap domba Garut dan persilangannya dimana dihasilkan bahwa model Logistic merupakan model yang paling mudah dalam menjelaskan hubungan antara bobot badan dengan waktu. Model Gompertz Model Gompertz umumnya cenderung digunakan dalam berbagai pertumbuhan mahluk hidup. Model ini telah banyak digunakan untuk ternak-ternak besar terutama sapi yaitu untuk menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dan waktu (Aranggo dan VanVleck 2002). Pertumbuhan non-linier model Gompertz ini sangat bermanfaat dalam studi pertumbuhan pada ternak yang memiliki titik infleksi tidak simetris (Ismail et al. 9

2003). Kelebihan dari model Gompertz adalah dalam pendugaaan dari nilai asimtot (bobot dewasa) dengan bias yang rendah (Aranggo dan VanVleck 2002). Vera (1991) menggunakan model Gompertz untuk menganalisis pertumbuhan sapi Brahman (heifer) mendapati bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada rataan bobot asimtot ternak pada berbagai kondisi pakan yang dicobakan. Kurva pertumbuhan non-linier Gompertz pada perbandingan empat generasi dari domba Komposit Sumatera kelahiran tahun 2002-2003 sudah dilakukan dengan menggunakan persamaan BW = A*exp(-exp(b kt)). Generasi pertama (K-F 1 ), kedua (K- F 2 ), ketiga (K-F 3 ) dan keempat (K-F 4 ) berturut-turut adalah BWKF 1 = 21,57*exp(- exp(0,637-0,054t)), BWKF 2 = 28,96*exp(-exp(0,803-0,035t)), BWKF 3 = 31,36*exp(- exp(0,749-0,033t)) dan BWKF 4 = 28,75*exp(-exp(0,623-0,034t)). Hasil pengujian ini tidak menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05), hal ini berarti pola pertumbuhan dari empat generasi tersebut adalah serupa (Subandriyo 2009). Model Logistic Model ini menggunakan tiga parameter yaitu A,b dan k. Parameter A adalah bobot dewasa (asimtot), b adalah konstanta integral sedangkan parameter k adalah laju pertumbuhan menuju dewasa. Melalui ketiga parameter inilah maka fungsi Logistic baru dapat diinterprestasikan, sehingga ploting data antara Y dan X akan membentuk kurva sigmoid (Myers 1990). Ptak et al. (1994) melaporkan bahwa keakuratan model Logistic berada dibawah Gompertz pada kurva pertumbuhan kelinci galur murni dan persilangannya. Inounu (2007) menyatakan bahwa model Logistic merupakan model yang paling mudah dalam proses perhitung terhadap domba Garut dan persilangannya. Heritabilitas Heritabilitas secara sederhana yaitu berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen. Proporsi ini dapat diwariskan pada generasi selanjutnya (Noor 2008). Warwick (1990) menjelaskan bahwa heritabilitas adalah istilah 10

yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman total suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai heritabilitas bukanlah suatu konstanta, dan dapat berubah menurut jenis ternak, sifat yang diamati, populasi, bangsa ternak, tempat serta waktu pengamatan. Prinsip perhitungan heritabilitas yaitu bahwa ternak yang masih memiliki hubungan keluarga akan memiliki performa yang lebih mirip jika dibandingkan dengan ternak yang tidak memiliki hubungan keluarga. Ada empat cara untuk mengestimasi nilai heritabilitas yaitu data kelahiran kembar, heritabilitas nyata, metode regresi dan korelasi serta yang diperoleh dari repitabilitas. Perhitungan heritabilitas memerlukan perbandingan antara performa anak dari kelompok ternak terseleksi dengan performa tetuanya, dalam arti lain yaitu membandingkan rataan keunggulan anak dengan keunggulan tetuanya (Noor 2008). Warwick (1990) menjelaskan bahwa cara yang paling akurat untuk menentukan heritabilitas suatu sifat spesies adalah melalui pencatatan selama beberapa generasi dan menentukan kemajuan yang diperolehnya untuk kemudian dibandingkan dengan sejumlah keunggulan dari tetua terpilih pada semua generasi. Manfaat penaksiran heritabilitas dalam membuat rencana pemuliaan adalah untuk menaksir nilai pemuliaan dari suatu individu. Nilai heritabilitas (h 2 ) berkisar 0-1. Suatu sifat dengan heritabilitas nol yaitu sifat dimana semua keragaman disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Sebaliknya heritabilitas dengan nilai satu akan menunjukkan suatu sifat kuantitatif dimana semua keragaman disebabkan oleh genetik (Warwick et al. 1990). Umumnya nilai heritabilitas digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Nilai heritabilitas suatu sifat rendah jika berada pada kisaran 0-0,20, kategori sedang pada kisaran0,2-0,4 dan tinggi untuk nilai lebih dari 0,4 (Noor 2008). Suatu sifat dengan nilai heritabilitas tinggi sering dipakai sebagai kriteria seleksi, ini berarti menerapkan seleksi individu. Jika nilai heritabilitas rendah maka seleksi fenotipik menjadi kurang efektif sehingga seleksi dilakukan dengan cara memanfaatkan informasi kerabat. Semakin besar nilai heritabilitas akan semakin besar pula diperolehnya respon seleksi dari generasi ke generasi, sehingga program seleksi yang dilaksanakan sesuai dengan tujuannya dapat memberikan hasil yang efektif. Heritabilitas bobot sapih untuk domba Priangan dengan menggunakan model direct additive genetic effect adalah sebesar 0,49±0,15. Sedangkan nilai heritabilitas (h 2 ) 11

bobot sapih dengan memperhitungkan maternal genetic effect (m 2 ) yaitu sebesar 0,13±0,08 dan 0,24±0,09. Dugaan nilai heritabilitas menurun dengan memasukkan komponen m 2, hal ini berarti bahwa nilai h 2 akan bias apabila tidak memperhitungkan maternal genetic effect dalam pendugaannya (Dudi 2003). Heritabilitas bobot lahir pada domba Priangan yaitu 0,36±0,08 lebih besar dari pada domba komposit (Moulton x Priangan (MP), St. Croix x Priangan (HP), Moulton x St. Croix x Priangan (MHP), St.Croix x Moulton x Priangan (HMP) dan gabungan domba komposit) yaitu berturutturut sebesar 0,60±0,13, 0,55±0,09, 0,55±0,09, 0,34±0,14, 0,66±0,07. Sementara itu heritabilitas bobot sapih domba Priangan yaitu sebesar 0,22±0,07 dengan nilai komposit yang beragam yaitu 0,04±0,12 untuk MP, 0,24±0,10 untuk HP, 0,58±0,12 untuk MHP, 0,74±0,13 untuk HMP, dan 0,75±0,08 untuk gabungan domba komposit (Nafiu 2003). Nilai Pemuliaan Nilai pemuliaan adalah nilai yang diturunkan, yaitu nilai individu yang dipengaruhi gen dan berpengaruh terhadap generasi selanjutnya. Menurut Harjosubroto (1994) nilai pemuliaan adalah penilaian mutu genetik ternak untuk sifat tertentu, yang diberikan secara relatif atas dasar kedudukannya didalam populasi. Kecermatan dalam pendugaan nilai pemuliaan menunjukkan keakuratan dari pendugaan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kecermatan pendugaan tersebut yaitu jumlah catatan, heritabilitas, ripitabilitas dan hubungan silsilah atau kekerabatan. Semakin tinggi nilai heritabilitas maka tingkat kecermatan pendugaan juga akan semakin meningkat, karena heritabilitas mengukur kekuatan hubungan antara nilai pemuliaan dan fenotipnya. Kecermatan pendugaan yang paling tinggi yaitu diperoleh dari penggunaan catatan individu, selanjutnya catatan progeny, dan kemudian cataan half sib (Bourdon 1997). Menurut Harjosubroto (1994) rumus dari nilai pemuliaan adalah sebagai berikut: NP = h 2 (P i P p ) + P p NP = Nilai pemuliaan dugaan h 2 = Heritabilitas P i = Rataan performans individu P p = Rataan performans populasi 12

Nilai pemuliaan merupakan salah satu parameter penting dalam melakukan suatu seleksi. Nilai pemuliaan dari tetua sangat menentukan nilai pemuliaan dan performans anak-anaknya kelak. Seleksi pada umumnya dilakukan dengan memilih ternak-ternak dengan nilai pemuliaan yang tinggi untuk dijadikan tetua. Jika nilai pemuliaan dari masing-masing ternak tersebut diketahui, maka penentuan peringkat berdasarkan nilai pemuliaan sesungguhnya dalam suatu populasi dapat dilakukan, sehingga program seleksipun dapat dilakukan dengan mudah (Bourdon 1997). Domba komposit (Moulton Charollais, St. Croix dan Garut) pada kelahiran tahun 1995-2002 yang di pelihara Balai Penelitian Ternak Bogor, memiliki nilai pemuliaan yang cenderung lebih tinggi dari domba Garut, meskipun terlihat adanya fluktuasi yang cukup besar. Nilai pemuliaan berada dibawah rataan populasi (0,00) pada tahun 1995 tetapi kemudian meningkat terus, kecuali pada tahun 1997 pada domba Komposit dan tahun 1999 pada domba Garut (Inounu 2007). Nilai pemuliaan pejantan sapi Peranakan Ongole (PO) kelahiran tahun 2003-2007 di daerah Pasuruan, berdasarkan berat lahir tertinggi sebesar 25,33±1,53 dan terendah 22,48±1,00. Sedangkan berdasarkan berat sapih (205 hari) tertinggi sebesar 101,02±13,85 dan terendah 73,77±4,94. Nilai pemuliaan pejantan berdasarkan berat satu tahun (365 hari) tertinggi sebesar 135,00±21,72 dan terendah 106,53±8,61 (Wahyu 2009). 13

MATERI DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian jangka panjang ini telah dilakukan oleh stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Dengan lokasi penelitian berada di Cilebut-Bogor, Jawa Barat. Lamanya pengumpulan data adalah selama enam tahun, yaitu dari tahun 1999 sampai dengan 2005. Analisis Data Data yang digunakan merupakan data yang bersumber dari Balai Penelitian Ternak, Bogor. Domba yang dianalisis adalah domba kelahiran dari tahun 1999-2005 dengan jumlah data sebanyak 665 ekor. Pengukuran bobot badan dilakukan selang 2 minggu hingga ternak berumur 90 hari, setelah itu pengukuran dilakukan selang 4 minggu hingga ternak berumur 12 bulan. Data yang telah dikoleksi tersebut kemudian diseleksi yaitu dimana domba yang memiliki data terlengkap hingga mencapai umur dewasa kelamin (±12 bulan). Jumlah data yang dianalisis antara betina maupun jantan dapat berbeda. Kemudian data tersebut dicari nilai dari parameter A (bobot dewasa), b (konstanta integral) dan k (rataan laju pertumbuhan menuju bobot dewasa) melalui persamaan Gompertz dan Logistic. Persamaan Gompertz yang digunakan adalah Y = A*exp (-exp (b-kt)) sedangkan persamaan Logistic yang digunakan adalah Y = A / (1+b*exp (-kt)) dengan menggunakan software Statistic Analysis System versi 9.0 (SAS) dengan PROC NLIN (Non-Linier). Setelah diketahui ketiga parameter tersebut kemudian akan dicari nilai dari titik infleksi (Ti) dan waktu infleksi (Wi). Persamaan yang digunakan adalah Ti = b/k dan Wi = A/e untuk Gompertz sedangkan untuk Logistic adalah Ti = lnb/k dan Wi = A/2 dimana nilai adalah 2,718282 (Gille 2004). Pertumbuhan Non-linier Sifat yang diamati untuk analisis pertumbuhan adalah bobot badan dewasa (A) dan titik infleksi (Ti) pada domba genotip BC dan K. Analisis ini menggunakan kurva pertumbuhan non-linier dengan dua model, yaitu Gompertz dan Logistic. Dimana dari kedua model ini kemudian dilakukan perbandingan untuk melihat model terbaik dalam menjelaskan hubungan antara pertumbuhan dengan waktu. Persamaan Kurva 14

Pertumbuhan Non-linier Model Gompertz dan Logistic (Gille 2004) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Model Persamaan Analisis Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Persamaan Ti Wi Gompertz Y = A*exp (-exp (b-kt)) Ti = b/k Wi = A/e Logistic Y = A / (1+b*exp (-kt)) Ti = lnb/k Wi = A/2 Keterangan : A = Bobot badan dewasa (asimtot) Exp = Exponensial b = Parameter skala (nilai konstanta Integrasi) k = Rataan laju pertumbuhan sampai dewasa tubuh t = Umur ternak (minggu) Ti = Titik infleksi Wi = Waktu infleksi e = Bilangan natural (2,718282) Parameter A menurut Fitzhugh (1976) adalah rataan bobot badan pada saat ternak mencapai dewasa terlepas dari fluktuasi karena faktor lingkungan. Parameter B berfungsi sebagai konstanta yang menunjukkan proporsi bobot dewasa (asimtot) yang didasarkan atas pertumbuhan setelah lahir, fungsi k adalah rasio rataan pertumbuhan yang maksimal, yaitu rataan pertumbuhan anak setelah lahir sampai dewasa. Nilai parameter k yang besar cenderung memiliki bobot dewasa yang cepat pula. Pendugaan Heritabilitas dan Nilai Pemuliaan Pendugaan heritabilitas dan nilai pemuliaan dilakukan dengan menggunakan software Statistic Analysis System versi 9.0 (SAS) dengan PROC MIX REML (Restricted Maximum Likelihood). Heritabilitas yang dicari adalah yaitu heritabilitas dengan sifat bobot dewasa (A), nilai konstanta (b), laju pertumbuhan (k), titik infleksi (Ti), waktu infleksi (Wi), bobot lahir (BL), bobot sapih (BS) dan bobot setelah sapih (BSS). Pendugaan heritabilitas ini dengan menggunakan model non-linier Gompertz. Setelah didapat nilai individual dan residual kemudian dicari heritabilitasnya dengan menggunakan program EXEL karena sedikitnya data pejantan, dengan menggunakan rumus berdasarkan Van Vlek (1982) yaitu : h 2 = 4 Var S Var S + Var W 15

h 2 = Heritabilitas Var S = Komponen ragam pejantan Var W = Komponen ragam induk Nilai heritabilitas yang didapat kemudian digunakan kembali untuk mencari nilai pemuliaannya ternak, tetap menggunakan program EXEL. Rumus nilai pemuliaan yang digunakan yaitu berdasarkan Harjosubroto (1994) sebagai berikut: NP = h 2 (P i P p ) + P p NP = Nilai pemuliaan dugaan h 2 = Heritabilitas P i = Rataan performans individu = Rataan performans populasi P p Nilai pemuliaan yang didapat dari tiap-tiap pejantan kemudian dirangking berdasarkan nilai yang tertinggi hingga terendah. Banyaknya jumlah pejantan yang dirangking adalah 5% dari total populasi pejantan yang dianalisis yaitu 310 ekor atau 16 ekor pejantan dengan nilai pemuliaan yang terbaik dalam kelompoknya. 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Non-Linier Genotip Hasil analisis genotip pada domba Blackbelly cross (BC) dan Komposit (K) dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz dan Logistik dengan jumlah pengamatan sebanyak 665 ekor pada kelahiran tahun 1999-2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Genotip Parameter A, b dan k pada Domba Blackbelly Cross (BC) dan Komposit (K) dengan Menggunakan Kurva Pertumbuhan Non-Linier Model Gompertz dan Logistic. Model Genotip N A ± s.e. b k Ti Wi Gompertz BC 153 25,316 ± 1,156 0,560 0,072 12,068 9,313 K 512 26,929 ± 0,626 0,606 0,070 14,329 9,906 Logistic BC 153 21,810 ± 0,601 3,957 0,146 15,313 a 10,905 K 512 22,365 ± 0,330 4,483 0,107 18,185 b 11,183 A = Bobot dewasa s.e. = Standard error b = Parameter skala (nilai konstanta Integrasi) k = Rataan laju pertumbuhan sampai dewasa tubuh Ti = Titik infleksi/titik saat terjadi pubertas Wi = Waktu infleksi a dan b = Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada parameter Genotip domba BC dan K kelahiran tahun 1999-2005 dengan menggunakan kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz berturut-turut adalah G BC = 25.316*exp (-exp (0.560-0.072t)) dan G K = 26.929*exp (-exp (0.606-0.070t)). Sedangkan dengan menggunakan model Logistic adalah G BC = 21.810 / (1+3.957*exp (-0.146t)) dan G K = 22.365 / (1+4.483*exp (-0.107t)). Rataan genotip BC maupun K pada kurva pertumbuhan non-linier model Gompertz memperlihatkan hasil yang lebih baik dari pada model Logistic. Pada model 17