BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren berasal dari kata santri yang di awali dengan kata pe- dan diakhiri

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. Population and Development atau ICPD kairo, 1994). Mendefinisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

Kata kunci : Pengetahuan, remaja puteri, kebersihan, genetalia eksterna PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar. Dalam kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, 21/11 (2016), 69-78

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia tahun. Remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. terutama kesehatan reproduksi (Wulandari, 2012). 2003). Remaja dalam menghadapi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN. Saya bernama Hilda Rahayu Pratiwi / , sedang menjalani

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Obstretika Scientia ISSN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SEKSUAL PRANIKAH DENGAN PERILAKU SEKSUAL

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selaput dinding perut atau peritonitis ( Manuaba, 2009). salah satunya adalah Keputihan Leukorea (Manuaba, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah negara kepulauan yang didiami oleh 222,6 juta jiwa, yang menjadikan

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

.BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. banyak disampaikan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang remaja. Menstruasi merupakan indikator kematangan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi pada seorang

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH MEDIA BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI PESANTREN DARUL HIKMAH TAHUN 2010

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU REMAJA TERHADAP PERSONAL HYGIENE (GENETALIA) SAAT MENSTRUASI DI SMAN 2 CIKARANG UTARA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

SURVEI PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA SMA NEGERI PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI KABUPATEN JEMBER

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial secara utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 2

BAB I PENDAHULUAN. harapan bangsa yang akan bisa melanjutkan cita-cita bangsa menuju Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa. Perkembangan fisik pada remaja biasanya ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PRILAKU REMAJA PUTRI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI KELAS XII SMA NEGERI I SEUNUDDON KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2012

Universitas Muhammadiyah Semarang, 30 September 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Foundation for Woman s Cancer (2013) kanker serviks adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG ABORSI DI SMPN 1 MULAWARMAN BANJARMASIN ABSTRAK

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pesantren berasal dari kata santri yang di awali dengan kata pe- dan diakhiri dengan kata santri. Pengertian ini memberikan gambaran bahwa pesantren adalah suatu lembaga sarana belajar mengajar yang memberikan pengajaran dan pendidikan agama islam (Arifin, 2010 : 14). Lembaga pendidikan tradisional islam, tempat para santri belajar agama islam dengan moralitas islam sebagai pedoman, disebut pesantren. Pesantren bertujuan untuk menanamkan pemahaman ilmu dan penghayatan serta pengalaman ajaran islam. Umumnya pesantren berbentuk asrama di bawah pimpinan kiyai yang di bantu ulama. (Wahjoetomo, 1997 : 65). Keberadaan pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi system pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama beruratakar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa (Haedari, 2007). Kesederhanaan dan kesahajaan serta kurangnya fasilitas dan sarana di pondok pesantren menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan santri di pondok pesantren (Alim ikhwanudin, 2013). (Santrock 2007), mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. 1

2 Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. (Maryatun, 2013) Bagi remaja pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting, menjaga agar ia tidak dianggap asing dan menghindari agar tidak dikucilkan oleh kelompok. Teman sebaya juga merupakan salah satu sumber informasi tentang seks yang cukup signifikan dalam membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku seksual remaja. Namun, informasi teman sebaya dapat menimbulkan dampak yang negatif. Hasil wawancara dari pengurus asrama Muzamzamah Chosyi ah pondok pesantren Darul Ulum yang memiliki santri 785 santri baik dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT) yang tinggal di pondok pesantren atau asrama yang dibawah pimpinan pengasuh asrama yang rentan berperilaku tidak sehat yang berhubunagan dengan kesehatan reproduksi. Banyakan santri khususnya remaja putri kurang mendapat informasi mengenai kesehatan reprodusi baik dari media masa (internet) maupun dari teman sebaya yang kurang memahami tentang masalah kesehatan reproduksi tersebut. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh mahasiswa Akademi Kebidanan Zulaikah (2007) mengenai angka kejadian keputihan pada remaja putri di SMU DU 3 Jombang dari 40 responden diperoleh data sebagian besar (72,5%)

3 29 orang mengalami keputihan, Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Inayati (2010) dengan 31 responden pada usia 16-17 th, dengan tingkat pengetahuan remaja kelas XI tentang penyakit menular seksual (gonorea & sifilis) di Man Rejaso didapatkan 80,64% mempunyai pengetahuan cukup, sedangkan 9,68% berpengetahuan baik dan kurang. Menurut penelitian yang dilakukan Putri (2011) dengan penelitian gambaran pengetahuan remaja putri tentang IMS pada siswi kelas XI Di SMA 1 darul ulum dengan 37 responden didapatkan hampir seluruhnya 64,86% (24 responden) mempunyai pengetahuan kurang. Penelitian yang dilakukan dari Pratiwi (2011) Pengetahuan remaja tentang personal hygine di asrama IV al-choliliyah PPDU rejoso didapatkan 61,66% (37 responden) berpengetahuan cukup dan 51,66% (31 responden) berada dalam kategori tidak baik. Sedangkan menurut penelitian Permatasari (2011) pengetahuan remaja putri tentang kesehatan reproduksi adalah baik 22,9%, cukup 28,6%, dan kurang 48,6%. Kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan social secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistim reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Bila remaja dibekali pengetahuan kesehatan reproduksi yang komprehensif, maka remaja dapat lebih bertanggung jawab dalam berbuat dan mengambil keputusan sehubungan dengan kesehatan reproduksinya. Peran keluarga, sekolah, Lingkungan maupun dinas terkait sangat penting agar tercipta generasi remaja yang berkualitas (Aisyaroh, 2010).

4 Menurut Chaplin (2001) yang dikutip dalam Robert (2006) Kuatnya pengaruh teman sebaya tidak terlepas dari adanya ikatan yang terjalin kuat dalam kelompok teman sebayanya tersebut (peer group), sedemikian kuatnya sehingga mengarah kefanatisme. Sehingga tiap-tiap anggota kelompok menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan yang terkait dan saling mendukung. Di mana kelompok teman sebaya (peer group) merupakan kelompok yang terdiri dari teman seusianya dan mereka dapat mengasosiasikan dirinya. Disamping itu terdapat pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku kesehatan santri di pondok pesantren antara lain, kurangnya promosi kesehatan. Menurut The Ottawa Charter dalam WHO (2013) Promosi kesehatan merupakan proses meningkatkan kemampuan orang dalam mengendalikan dan meningkatkan keadaan sehat, seseorang atau kelompok dan harus mampu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, serta mampu memenuhi kebutuhan dan perubahan atau mengendalikan lingkungan. Di dalam promosi kesehatan berperan penting dalam edukasi kepada santri terhadap hidup sehat, menjaga dirinya agar tetap sehat, meningkatkan kualitas kesehatan, peka dan tanggap terhadap datangnya penyakit, mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan perubahan-perubahan yang terjadi. Dikarenakan interaksi mereka lebih banyak dilakukan dengan teman sebaya tersebut. Beberapa santri mendapatkan informasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi dari teman sebaya, atau dari sumber-sumber informasi yang belum tentu juga memberikan informasi yang benar, para santri dengan teman sebayanya lebih nyaman dan terbuka tentang membicarakan permasalahan

5 seksualitas dan kesehatan reproduksi. Dengan informasi akan kesehatan reproduksi yang terbatas pada santri di hadapkan pada kebiasaan yang tidak sehat. Jenis resiko kesehatan reproduksi yang harus di hadapi antara lain seperti keputihan, ISK, peradangan vagina (vaginitis), herpes kelamin, HPV, PMS, kanker serviks dan lain-lain (Rizal, 2011). Berdasarkan dari penjelasan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penyuluhan Kelompok Sebaya (Peer-Group Education) terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di Asrama Muzamzamah Chosyi ah guna mengetahui permasalahan yang terjadi, sehingga dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan reproduksi pada remaja yang tinggal di pondok. 1.2 RumusanMasalah Apakah ada Pengaruh Penyuluhan Kelompok Sebaya (Peer-Group Education) terhadap Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi Di Asrama Muzamzamah Chosyi ah? 1.3 TujuanPenelitian 1.3.1 TujuanUmum Untuk mengetahui Pengaruh Penyuluhan Kelompok Sebaya (Peer-Group Education) terhadap Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di Asrama Muzamzamah Chosyi ah

6 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan santri sebelum diberi penyuluhan kesehatan oleh kelompok sebaya (Peer-Group Education) 2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan santri sesudah diberi penyuluhan kesehatan oleh kelompok sebaya (Peer-Group Education) 3. Menganalisis pengaruh Peer-Group Education terhadap pengaruh kesehatan reproduksi 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Teoritis 1. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi peer group bagaimana metode yang baik dalam masalah kesehatan reproduksi. 2. Menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang pengaruh Peer-Group terhadap tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Masyarakat 1) Sebagai informasi untuk, melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan masalah Peer Group terhadap remaja pada kasus kesehatan reproduksi. 2) Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan para remaja betapa pentingnya menjaga kesehatan reproduksi sehingga mengurangi bahaya penyakit yang ditimbulkan dari organ reproduksi itu sendiri.