BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Disusun Oleh : DARU ENDAH WIJAYANTI K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user

Muhammad Noor Kholid, M. Pd, Kurniawan Budi Santoso, Ummi Khasanah

BAB II PEMBELAJARAN PASSING ATAS DALAM PERMAINAN BOLA VOLI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran karena dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Model Pembelajaran Langsung

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

ENDANG SARINI

BAB II KAJIAN TEORI. ilmu baru ataupun untuk memperoleh pengalaman baru. Menurut Slameto,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. proses interaksi antara guru dan siswa atau pembelajar beserta unsur-unsur yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal maupun pendidikan informal. jawab seperti pendidikan keluarga dan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. sarana untuk berkomunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas tertentu

BAB I PENDAHULUAN. yang tangguh, mandiri, berkarakter dan berdaya saing. Sebagai fondasi,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses pengembangan individu dan kepribadian seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional memerlukan sumber daya manusia yang unggul dan

Penelitian tindakan kelas ini diawali dengan wawancara dan observasi. awal, yaitu pembelajaran yang berlangsung secara alamiah, kemudian dilakukan

YANIK SULISTYANI SDN Ngletih Kec.Kandat Kab.Kediri

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan. semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat, dan

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN. A. Proses Pengembangan Perangkat Pembelajaran

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu Sosial. Supardi (2011: 183)

BAB I PENDAHULUAN. belajar, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. usaha peningkatan mutu pendidikan. Mutu pendidikan dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB I PENDAHULUAN. sekolah. Dalam kegiatan ini, seorang penulis harus terampil memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan

KOLABORASI MEDIA GAMBAR DAN MODEL PEMBELAJARAN BOTLE DANCE PADA MATERI PENINGGALAN SEJARAH

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Langsung dengan Pembelajaran Kooperatif

BAB I PENDAHULUAN. pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. membangkitkan imajinasi berpikir siswa dalam berkarya. Pelajaran menggambar

Hasil belajar biologi siswa ditinjau dari penggunaan berbagai metode mengajar dengan pendekatan discovery

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Keempat keterampilan tersebut saling berhubungan, tidak boleh dipisahpisahkan

YUNICA ANGGRAENI A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran Bahasa Indonesia di dunia pendidikan bertujuan agar

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Satu sisi pendidikan dilaksanakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

STUDI KOMPARASI PRESTASI BELAJAR ANTARA SFE DAN MODEL KONVENSIONAL PADA KUBUS DAN BALOK SMP N 39 PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

jumlah siswa sebanyak 423, maka jumlah kelas terbagi menjadi 12 kelas.

BAB I PENDAHULUAN. cara kerja yang inovatif, keterampilan memanfaatkan fasilitas yang tersedia,

BAB I PENDAHULUAN. sosial kultural secara individu maupun secara berkelompok.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. diberikan di sekolah-sekolah. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan

BAB II KAJIAN TEORETIS. 1. Model pembelajaran Reciprocal Teaching. Menurut Palincsar dan Sullivan model reciprocal teaching memiliki 4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORETIS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN HIDROKARBON KELAS X SMA PGRI PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas agar kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan masyarakat dan cenderung pada pendidikan afektif. Sedangkan

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPSI MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL. Oleh: Samino Sangadji, Sularmi, Yulianti

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN STRATEGI RECIPROCAL TEACHING PADA MATERI LINGKARAN DI KELAS VIII

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan kemampuan yang sangat penting untuk

DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

BAB I PENDAHULUAN. wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna. diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam belajar matematika. Kesulitan siswa tersebut antara lain: kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan proses kegiatan transfer ilmu pengetahuan

belaka (Widja, 1989). Seorang pakar pendidikan, Suprijono secara rinci menjelaskan tentang masalah pembelajaran sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X-1 SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Pendidikan berperan dalam menghasilkan sumber daya manusia yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. depan. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan peserta

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUBAH KALIMAT LANGSUNG MENJADI KALIMAT TIDAK LANGSUNG DENGAN MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION (DI) PADA SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah

Economic Education Analysis Journal

BAB I PENDAHULUAN. memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan, mengembangkan kemampuan profesional dalam dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, memengaruhi atau dipengaruhi orang lain. Melalui bahasa, orang dapat

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan baik, dan melihat model pembelajaran yang tepat.

2015 PENGGUNAAN METODE SHOW AND TELL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia dikenal empat aspek keterampilan

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. mengidentifikasi masalah pembelajaran matematika yang terdapat di kelas

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktivitas berupa pekerjaan yang harus diselesaiakan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan peserta didik yang berkualitas, baik dilihat dari prestasi bidang

BAB I PENDAHULUAN. terstruktur dan sistematis dalam lingkungan sekolah. Disekolah terjadi. sebagai pendidik dalam suatu proses pendidikan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IMPLEMENTASI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISASI MISKONSEPSI BIOTEKNOLOGI DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu merupakan salah satu modal bangsa dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia. Menurut Sukardjo dan Kamarudin (2009: 83) bahwa, Pendidikan yang bermutu pada dasarnya menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu pula. Sumber daya manusia yang bermutu itu dipupuk sesuai perkembangan potensi peserta didik semenjak pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan Pemerintah terus berupaya melakukan berbagai cara dalam bidang pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan memperbaiki kurikulum pendidikan yang ada, memperbaharui proses belajar mengajar, menganalisis dari hasil belajar siswa serta mengatasi permasalahan permasalahan yang ada dalam pendidikan. Salah satu permasalahan yang ada dalam pendidikan yang berpengaruh pada kurang maksimalnya hasil belajar siswa adalah penggunaan metode mengajar yang monoton. Metode mengajar yang monoton tersebut misalnya dengan penggunaan metode konvensional. Padahal dengan penggunaan metode yang monoton akan menjadikan siswa cenderung ramai dan lebih cepat bosan sehingga berakibat kurang baik pada penerimaan pelajaran. Salah satu mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan yang diberikan di SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres, Surakarta adalah Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) adalah mata pelajaran yang terdiri dari Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari dan Keterampilan. Berdasarkan observasi awal pada bulan September 2012 di SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres, Surakarta didapat bahwa proses pembelajaran seni rupa mengalami masalah yaitu rendahnya kemampuan menggambar siswa. Rendahnya kemampuan siswa dalam menggambar tersebut terdapat pada standar kompetensi mengekspresikan diri melalui karya seni rupa, kompetensi dasar mengekspresikan diri melalui gambar ilustrasi dengan to tema user benda alam yaitu pada materi 1

2 pembelajaran menggambar ilustrasi tema buah-buahan. Hal tersebut disebabkan karena metode mengajar yang digunakan guru masih menggunakan metode konvensional (tradisional). Metode konvensional yang digunakan guru yaitu dengan ceramah dan penugasan, guru hanya memberikan sedikit materi dengan ceramah kemudian memberi tugas kepada siswa untuk menggambar dengan menunjukkan contoh gambar yang ada di buku paket. Guru hanya menyuruh siswa untuk menggambar dengan meniru gambar yang ada di buku tanpa menjelaskan prosedur, langkah-langkah dan teknik yang benar dalam menggambar. Dalam mengajar guru hanya memberikan sedikit materi dan tidak memberikan contoh-contoh gambar ilustrasi. Sehingga sebagian besar siswa masih kesulitan dalam menggambar dan kegiatan belajar mengajar di kelas pun kurang efektif, mengakibatkan siswa cenderung ramai sendiri dan cepat bosan. Hal ini menyebabkan pemahaman siswa terhadap materi kurang dan rendahnya pemahaman siswa tentang prosedural, langkah-langkah dan teknik yang benar dalam menggambar. Rendahnya kemampuan menggambar siswa juga terlihat dari daftar nilai hasil karya siswa yang masih banyak mendapatkan nilai kurang dari standar KKM yaitu 75. Siswa yang memenuhi standar KKM yaitu 17 siswa (32,69%) dari 52 siswa dan 32 siswa (67,31%) belum memenuhi standar KKM. Berikut ini contoh karya siswa yang belum dan yang sudah memenuhi standar KKM: Gambar 1.1 Contoh karya siswa saat observasi awal (dok. Nova Ermawati:2012) Hasil pengamatan pada karya siswa disimpulkan bahwa siswa masih kesulitan dalam menggambar ilustrasi. Hal to ini user dikarenakan siswa belum mengerti

3 mengenai pengetahuan tentang apa itu gambar ilustrasi dan bagaimana cara menggambar ilustrasi sesuai prosedur, langkah-langkah dan teknik yang benar serta dengan memperhatikan kaidah unsur dan prinsip seni rupa. Kurangnya pengetahuan siswa tersebut menyebabkan terbatasnya kemampuan siswa dalam menuangkan ide atau gagasannya ke dalam wujud pemvisualisasian gambar, sehingga siswa hanya cenderung mengembangkan gambar yang ada di buku. Pada hasil karya siswa yang belum optimal seperti pada obyeknya tidak jelas bentuk buah apa yang ingin digambar sehingga hanya berbentuk bulat, kurang lancarnya dalam menggoreskan garis sehingga masih terlihat ragu-ragu, penguasaan media gambarnya juga kurang diperhatikan sehingga tata letak gambar antara obyekobyeknya kurang sesuai, ukuran obyek yang digambar masih terlalu kecil secara keseluruhan tidak sesuai dengan bidang gambar, pewarnaannya kurang maksimal terlalu tipis dan tidak rapi bahkan ada yang tidak diwarnai dan karya siswa terlihat kotor. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan metode atau cara mengajar yang sesuai. Metode mengajar yang digunakan guru dapat berupa model pembelajaran yang sesuai untuk memperbaiki proses pengajaran di kelas. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menguasai materi baik dari segi teori dan praktik secara prosedural selangkah demi selangkah, juga untuk mengembangkan keterampilan dasar siswa dalam menggambar agar kemampuannya meningkat. Maka untuk meningkatkan kemampuan menggambar ilustrasi salah satunya yaitu dengan menerapkan model pembelajaran langsung Direct Instruction. Model pembelajaran langsung biasa disebut dengan istilah Direct Instruction. Menurut Kardi dalam Trianto (2007:30) bahwa, Pengajaran langsung dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok. Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Sementara Arends dalam Trianto (2007: 29) bahwa, Model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Menurut Amri to user dan Ahmadi (2010: 39) menyatakan

4 bahwa, Model Direct Instruction atau pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang untuk mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran guna membangun minat, menimbulkan rasa ingin tahu dan merangsang untuk berfikir. Sedangkan menurut Silbernam dalam Amri dan Ahmadi (2010: 39) bahwa, pengajaran langsung melalui berbagai pengetahuan secara aktif merupakan cara untuk mengenalkan siswa kepada materi pelajaran yang akan diajarkan. Guru dapat menilai tingkat pengetahuan tentang penguasaan materi secara deklaratif (dapat diungkapkan dengan kata-kata) dan prosedural (pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu) melalui model pembelajaran Direct Instruction. Selain itu, guru juga dapat mengetahui tingkat kemampuan siswa dengan memberikan feed back, demonstrasi menggunakan pemodelan baik dengan media langsung ataupun dengan contoh gambar juga siswa mendapatkan arahan dan latihan secara terbimbing yang diajarkan dengan pola kegiatan yang secara bertahap. Model pembelajaran langsung berbeda dengan metode pembelajaran konvensional yang digunakan oleh guru, dimana guru hanya memberi contoh yang ada dibuku paket kemudian memberikan tugas menggambar pada siswa dengan menyuruh meniru gambar yang ada di buku tanpa memperhatikan pengetahuan deklaratif dan prosedural pada siswa. Guru dengan metode konvensional juga tidak memberikan feed back sehingga hanya mengetahui tingkat keberhasilan siswa dari nilai akhir saja tanpa memperhatikan proses belajar siswa. Model pembelajaran Direct Instruction ini memiliki fase pembelajaran dimana fase-fase pembelajaran tersebut berbeda antara satu model pembelajaran dengan model pembelajaran yang lain. Model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang penting, yaitu guru mengawali pembelajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Selanjutnya diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pembelajaran tersebut termasuk juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan to user siswa.

5 Suprijono (2009: 50) mengemukakan bahwa sintak kelima fase dalam Direct Instruction atau model pembelajaran langsung yaitu: 1) Establishing Set atau menyampaikan tujuan dan menyiapkan siswa; 2) demonstrating atau mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan; 3) guided practice atau membimbing latihan; 4) feed back atau mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik; 5) extended practice atau memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan dan penerapan. Sedangkan menurut Daniel Muijs dan David Reynold dalam Suprijono (2009: 51-52) kelima fase pembelajaran langsung dapat dikembangkan menjadi delapan fase sebagai berikut: 1) Directing. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada seluruh kelas dan memastikan bahwa semua peserta didik mengetahui apa yang harus dikerjakan dan menarik perhatian peserta didik pada poin-poin yang membutuhkan perhatian khusus; 2) Instructing. Guru memberikan informasi dan menginstruksikannya dengan baik; 3) Demonstrating. Guru menunjukkan, mendeskripsikan dan membuat model dengan menggunakan sumber serta display visual yang tepat; 4) Explaining and illustrating. Guru memberikan penjelasan-penjelasan akurat dengan tingkat kecepatan yang pas dan merujuk pada metode sebelumnya; 5) Questioning and discussing. Guru bertanya dan memastikan seluruh peserta didik ikut ambil bagian. Guru mendengarkan dengan seksama jawaban peserta didik dan merespon secara konstruktif untuk mengembangkan belajar peserta didik. Guru menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan tertutup. Guru memastikan bahwa peserta didik dengan semua kemampuan yang dimilikinya terlibat dan memberikan kontribusi didalam diskusi. Guru memberikan waktu kepada peserta didik untuk memikirkan jawabannya sebelum peserta didik menjawab; 6) Consolidating. Guru memaksimalkan kesempatan menguatkan dan mengembangkan apa yang sudah diajarkan melalui kegiatan di kelas. Guru dapat pula memberi tugas-tugas yang difokuskan dengan baik untuk dapat dikerjakan dirumah. Guru meminta peserta didik dengan pasangan atau kelompoknya melakukan refleksi atau membahas sebuah proses. Guru memberi kesempatan kepada peserta didik memperluas ide-ide dan penalarannya, membandingkannya dan kemudian menyempurnakan metode to dan user cara yang mereka gunakan. Guru

6 meminta peserta didik memikirkan berbagai macam cara untuk mendekati sebuah masalah. Guru meminta mereka menggeneralisasikan atau memberi contohcontoh yang cocok untuk dijadikan pernyataan umum; 7) Evaluating pupil s responses. Guru mengevaluasi presentasi hasil kerja peserta didik; 8) Summarizing. Guru merangkum apa yang telah diajarkan dan apa yang sudah dipelajari peserta didik selama dan menjelang akhir pelajaran. Guru mengidentifikasi dan mengoreksi kesalahpahaman. Guru mengundang peserta didik mempresentasikan hasil pekerjaan mereka dan menarik poin-poin serta ideide kunci. Menurut pendapat dari para ahli demikian model pembelajaran Direct Instruction yang telah dijabarkan di atas, sedangkan berdasarkan dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Daru Endah Wijayanti juga dengan menerapkan model pembelajaran langsung (Direct Instruction) didapat bahwa Direct Instruction dapat meningkatkan kualitas pembelajaran membuat karya kerajinan kertas pada siswa kelas IV SD Negeri Wonosaren I Surakarta tahun ajaran 2011/ 2012 dengan adanya peningkatan yaitu pada minat, keaktifan dan kemampuan siswa dalam membuat karya kerajinan kertas. Hasil penelitian yang serupa juga pernah dilakukan oleh Anik Hikmah Wanti dengan judul Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Sablon (Cetak Saring) melalui Model Pembelajaran Direct Instruction (DI) Pada Siswa Kelas X Program Keahlian DKV SMK Negeri 9 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011 yang didapat bahwa dengan Model Pembelajaran Direct Instruction (DI) dapat meningkatkan prestasi belajar sablon dengan peningkatan pada aspek kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, pada aspek afektif meliputi ketelitian, kemandirian dan kemampuan bertanya dan pada aspek psikomotorik yang meliputi kemampuan dalam pembuatan klise, mampu melaksanakan proses afdruk dan mencetak dua warna. Persamaan antara penelitian ini dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daru Endah Wijayanti dan Anik Hikmah Wanti adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran Direct Instruction. Sedangkan perbedaannya yaitu: 1) Karakteristik siswa, yang dapat dilihat dari jumlah siswa dan prestasi belajar seni rupa yang diamati dari nilai kelas. Karakteristik siswa yang dijadikan to user subyek dalam penelitian ini yaitu

7 siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta; 2) Materi pembelajaran yang akan diimplentasikan dalam penelitian ini berbeda, yaitu pada materi menggambar ilustrasi tema buah-buahan; 3) Tujuan hasil akhir dalam penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan menggambar siswa, sehingga lebih dilihat dari proses dan produk. Misalkan dari kemampuan menggambar siswa yang semula dalam membuat garis masih ragu-ragu dan tersendat menjadi dapat membuat garis dengan lancar; 4) Pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini lebih menekankan pada keaktifan siswa, guru hanya menjadi fasilitator ketika siswa mengalami kesulitan; 5) Tempat dan waktu dalam penelitian ini di lakukan di SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. Alur kegiatan model pembelajaran Direct Instruction dalam menggambar ilustrasi pada materi menggambar ilustrasi tema buah-buahan ini dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1) Pada langkah Directing, guru menciptakan pembelajaran yang kondusif kemudian menjelaskan tujuan dalam menggambar ilustrasi dan memberikan materi yang akan dibahas didahului dengan apersepsi seputar materi serta dengan menunjukkan contoh gambar ilustrasi tema buahbuahan untuk menarik perhatian siswa; 2) Dalam Instructing, guru menginformasikan mengenai bahan, alat yang perlu disiapkan dan menginstruksikan langkah-langkah menggambar ilustrasi tema buah-buahan secara mendalam dengan lisan; 3) Demonstrating, langkah ini dilakukan oleh guru dengan menunjukkan contoh gambar ilustrasi tema buah-buahan atau dengan demonstrasi menggunakan buah asli dan guru mendemonstrasikan cara pembuatan gambar ilustrasi tema buah-buahan. Sehingga diharapkan siswa dapat mengamati serta mampu memahami langkah dalam proses pembuatan gambar ilustrasi yang telah disampaikan oleh guru; 4) Pada langkah Explaining and illustrating, guru memberikan penjelasan dan membimbing siswa dalam proses pembuatan gambar ilustrasi secara detail dengan berkeliling untuk melihat cara kerja siswa dalam berkarya kemudian memberikan latihan terbimbing kepada siswa yang belum paham; 5) Langkah Questioning and discussing, guru menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi to user siswa dan diharapkan seluruh

8 siswa ikut ambil bagian serta terlibat dalam pembelajaran sehingga terjadi interaksi antara guru dan siswa. Tanya jawab dilakukan untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan siswa tentang materi dalam menggambar ilustrasi yang telah disampaikan guru dan untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran. Sehingga guru dapat memberikan masukan kepada siswa untuk memperbaiki karya yang kurang maksimal; 6) Dalam Consolidating, guru menguatkan tentang materi mengenai gambar ilustrasi yang diberikan di kelas; 7) Evaluating pupils responses, dilakukan guru dengan mengevaluasi hasil karya siswa dan membicarakan kesalahan-kesalahan serta memberikan umpan balik secara lisan; 8) Pada langkah Summarizing, guru merangkum apa yang sudah dipelajari siswa saat proses pembelajaran di kelas. Maka dengan kedelapan langkah dalam kegiatan model pembelajaran Direct Instruction ini diharapkan cocok diterapkan pada mata pelajaran seni rupa dalam menggambar ilustrasi. Hal ini dikarenakan dengan model pembelajaran Direct Instruction siswa dapat memiliki pengetahuan deklaratif dan prosedural yang dapat dilatih setahap demi setahap dengan melatih keterampilan dasar yang berupa aspek kognitif maupun psikomotorik, serta informasi lain yang merupakan landasan dalam menggambar. Sehingga dengan model pembelajaran Direct Instruction akan dapat meningkatkan kemampuan menggambar ilustrasi. Hasil dari uraian di atas, maka untuk meningkatkan kemampuan menggambar ilustrasi pada siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta, perlu dilakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran Direct Instruction. Adapun fokus permasalahan pada penelitian ini dibatasi dengan judul: Upaya Peningkatan Kemampuan Menggambar Ilustrasi melalui Model Pembelajaran Direct Instruction pada Siswa Kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres, Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasikan bahwa kurangnya kemampuan menggambar ilustrasi pada siswa karena metode yang digunakan guru masih dengan metode konvensional to user yaitu dengan ceramah dan

9 pemberian tugas menggambar pada siswa dengan meniru gambar yang ada di buku paket sehingga siswa merasa kesulitan, cenderung ramai sendiri dan cepat bosan, pemahaman siswa terhadap materi masih rendah dan siswa juga kurang dapat menuangkan ide atau gagasannya ke dalam wujud gambar, hal ini menyebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam menggambar ilustrasi. Salah satu cara untuk memecahkan permasalahan tersebut yaitu untuk meningkatkan kemampuan menggambar siswa melalui penerapan model pembelajaran Direct Instruction. Oleh karena itu, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana meningkatkan kemampuan menggambar ilustrasi melalui model pembelajaran Direct Instruction pada siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres, Surakarta tahun ajaran 2012/2013? Definisi operasional rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Model pembelajaran Direct Instruction yaitu salah satu pendekatan mengajar yang dirancang untuk menunjang proses belajar siswa dan membantu siswa memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural serta berbagai keterampilan yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah. 2. Gambar ilustrasi yaitu suatu gambar yang memberikan informasi untuk menjelaskan suatu benda, hal atau peristiwa juga untuk menerangkan suatu cerita atau tulisan. Gambar ilustrasi tersebut dapat merupakan suatu rangkaian cerita atau berupa suatu peristiwa agar cerita atau tulisan tersebut mudah dipahami. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah di jabarkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menggambar ilustrasi pada siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres, Surakarta tahun ajaran to user 2012/2013 melalui model pembelajaran Direct Instruction.

10 D. Manfaat Hasil Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Teoritis, sebagai berikut: a. Memperkaya khasanah pengetahuan khususnya tentang model pembelajaran Direct Instruction untuk meningkatkan kemampuan menggambar ilustrasi pada siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta. b. Sebagai bahan referensi bagi penelitian lain yang sejenis atau bagi peneliti lain yang akan meneliti tentang model pembelajaran Direct Instruction maupun tentang peningkatan kemampuan menggambar. 2. Praktis a. Bagi siswa dapat meningkatkan kemampuan menggambar ilustrasi pada siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta. b. Bagi guru dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki proses pembelajaran pada guru dengan menggunakan model pembelajaran Direct Instruction sebagai metode alternatif untuk meningkatkan kemampuan menggambar ilustrasi pada siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta. c. Bagi peneliti dapat memberi masukan pada peneliti tentang pemanfaatan penerapan model pembelajaran Direct Instruction dalam meningkatkan kemampuan menggambar ilustrasi pada siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta. d. Bagi sekolah dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran seni melalui penerapan model pembelajaran Direct Instruction terhadap proses dan hasil belajar siswa dalam menggambar ilustrasi pada siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta. to user