EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA M. Wahid Syaifuddin* Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TAI memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. (2) Apakah kemampuan awal siswa berpengaruh memberikan prestasi belajar matematika (3) Manakah diantara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model pembelajaran konvensional yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik pada siswa dengan kemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 2x3. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa Madrasah Tsanawiyah kelas VIII yang berada di Kabupaten Klaten. Sedangkan pemilihan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling. Dalam pengambilan sampel dengan cara ini, kluster-kluster yang ada dianggap homogen. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) pemberian tes kemampuan awal siswa; (2) memberikan tes untuk pengambilan data prestasi belajar. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan analisis bahwa F obs = 17,477 > 3,84 = F tab dengan rata-rata 18,28 pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan 16,14 rerata pada siswa yang dikenai pembelajaran konvensional; (2) kemampuan awal tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, dengan hasil analisis F obs = 0,106 < 3,00 = F tab ; (3) diantara pembelajaran model kooperatif tipe TAI tidak menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan model konvensional baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi, sedang, maupun rendah, dengan hasil analisis F obs = 0,114 < 3,00 = F tab. Kata kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Assisted Individualization, Kemampuan Awal Siswa, Prestasi. PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan pendidikan yang berkualitas pula. Pendidikan yang berkualitas disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mencakup peningkatan ilmu terapan dan ilmu pengetahuan dasar. Salah satu upaya meningkatkan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dasar adalah dengan meningkatkan kemampuan dalam bidang matematika. Menurut Herman Hudoyo (1990: 4) materi matematika sangat berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalaran yang deduktif. Sehingga materi atau * Pendidikan Matematika UNWIDHA Klaten 11
ide-ide/konsep-konsep matematika pada tingkatan/ jenjang sebelumnya sangat berkaitan dengan pemahaman konsep matematika pada jenjang/ tingkatan selanjutnya. Sehingga mempelajari matematika membawa konsekuensi pada proses belajar dan pembelajaran yang membutuhkan pemikiran yang lebih serius dan mendalam dalam mempelajari matematika. Pada umumnya kemampuan matematika siswa SMP/MTs berdasarkan nilai matematika masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai bidang studi yang lain. Untuk itu pengajar matematika harus mengetahui seberapa besar tingkat kemampuan setiap siswanya yang diajar. Hal ini perlu dilakukan karena guru dalam mengajar menyampaikan materi pelajaran matematika sering terhambat karena kurangnya kemampuan penguasaan materi oleh siswa meskipun konsep matematika yang sedang diajarkan sudah pernah diajarkan sebelumnya oleh guru. Hal ini menimbulkan dilemma bagi guru apakah harus mengulangi pengajaran tentang topik yang belum dikuasai oleh siswa meskipun kurangnya waktu untuk menjelaskan kembali atau dibiarkan saja dengan menyuruh siswa belajar sendiri dan guru melanjutkan pengajaran tentang topik baru. Disisi lain sebagaian besar siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sangat sulit dan rumit, sehingga siswa malas untuk mempelajarinya. Sikap siswa tersebut disebabkan oleh pengalaman siswa sebelumnya. Pengalaman siswa tersebut diantaranya persepsi siswa terhadap pelajaran matematika maupun guru matematikanya. Mereka beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, bahkan guru yang mengajar pelit jika memberikan nilai, pemarah, selera humor rendah. Adanya persepsi siswa yang negatif baik terhadap pelajarannya maupun gurunya membawa dampak pada prestasi belajar matematika siswa. Selain itu banyak siswa yang merasa bosan, sama sekali tidak tertarik dan bahkan merasa benci terhadap matematika karena diajarkan secara salah. Matematika hanya diajarkan sebagai kumpulan angkaangka, rumus-rumus, atau langkah-langkah yang harus dihafalkan dan siap pakai untuk menyelesaikan soal. Hal tersebut berdasarkan pembelajaran matematika yang cenderung menekankan aspek hafalan dan sangat kurang pada perkembangan nilai. Pembelajaran matematika cenderung pada pencapaian target kurikulum dan buku pegangan, bukan pada pemahaman bahan yang dipelajari. Peserta didik cenderung menghafalkan konsep-konsep matematika yang diberikan pendidik dan yang sesuai dalam buku, tanpa memahami maksud dan isinya. Oleh karena itu sebagai guru matematika perlu memahami dan mengembangkan berbagai metode keterampilan dalam pengajaran matematika. Dalam hal ini hendaknya guru harus kreatif dan inovatif dalam memilih metode pembelajaran, sehingga dapat membuat proses belajar mengajar matematika menjadi menarik dan dapat membangkitkan semangat (motivasi) siswa serta membuat siswa ikut berperan secara aktif dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian pemahaman terhadap konsep-konsep matematika akan lebih mantap dan akan mengubah anggapan siswa bahwa matematika bukanlah pelajaran yang sulit dan membosankan. Pada kenyataannya banyak dijumpai guru dalam mengajar matematika masih menggunakan cara konvensional (tradisional). Dalam pembelajaran matematika dengan cara konvensional kegiatan belajar mengajar banyak didominasi oleh guru, sehingga yang aktif adalah guru. Dengan demikian peserta didik cenderung pasif, hanya mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat apa yang telah diterangkan oleh guru. Hal ini menyebabkan peserta 12
didik cenderung malas berfikir untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dan tidak sedikit peserta didik yang merasa jenuh dalam mengikuti pelajaran matematika. Seharusnya semua guru mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang menyenangkan. Untuk dapat berprestasi dengan baik, maka kegiatan pembelajaran harus dilakukan secara menarik dan dapat dinikmati oleh peserta didik dan guru. Pengembangan iklim belajar yang menggairahkan bagi peserta didik, hubungan guru dan murid yang lebih informal dengan penuh kerjasama, saling membantu, dan saling menghormati, serta pendidikan yang lebih berorientasi pada kehidupan bukan buku dan mata pelajaran yang mungkin akan banyak menolong memecahkan masalah dasar pendidikan itu. Untuk menarik keaktifan dan minat belajar siswa maka guru harus menggunakan model pembelajaran selain model pembelajaran konvensional, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI). Model pembelajaran kooperatif tipe TAI dirasa sangat dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran karena dengan adanya kerjasama antar peserta didik dan juga ada monitoring dari guru terhadap individu dapat membuat pembelajaran yang dilakukan lebih menarik dan dapat mempercepat hubungan antara peserta didik dengan peserta didik dan peserta didik dengan guru. Karena dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, peserta didik tidak hanya dituntut pertanggungjawaban secara kelompok tetapi juga pertanggungjawaban secara individu, sehingga diharapkan peserta didik dapat memanfaatkan kelompok belajarnya untuk memperdalam materi yang sedang dipelajari agar dapat memperoleh prestasi belajar yang maksimal. Untuk mengatasi kenyataan tersebut di atas penulis mencoba bereksperimentasi tentang pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan harapan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain model pembelajaran, dalam pembelajaran matematika juga harus memperhatikan salah satu faktor internal dari siswa yaitu kemampuan awal. Pembelajaran akan berhasil dengan baik bila dimulai dari apa yang telah diketahui oleh siswa, baik pengetahuan dan tingkah laku dalam arti luas prasyarat bagi bahan pembelajaran berikutnya. Apabila siswa mempunyai kemampuan awal mengenai materi yang disampaikan, maka ia akan lebih cepat memahami konsep-konsepnya dibanding dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan awal tentang materi tersebut, karena didalam pelajaran terutama matematika terdapat prasyarat tertentu yang harus dimiliki siswa untuk dapat mengikuti materi tertentu dengan mudah. Dengan demikian, dalam model pembelajaran kooperatif tipe TAI siswa yang memiliki kemampuan awalnya tinggi akan lebih mudah memahami matematika sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal. METODE PENELITIAN Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah ( MTs ) Kabupaten dengan Populasi seluruh siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri di Kabupaten Klaten kelas VIII, sedangkan sampelnya dipilih secara acak 3 MTs yang akan dijadikan tempat penelitian. Selanjutnya pada tiap-tiap MTs yang terpilih, secara acak melalui pengundian dipilih dua kelas untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kontrol, yaitu siswa kelas VIII A pada MTs Negeri 13
Pedan, siswa kelas VIII A pada MTs Negeri Gantiwarno, dan kelas VIII B pada MTs Negeri Mlinjon Filial Trucuk sebagai kelompok eksperimen, serta siswa kelas VIII B pada MTs Negeri Pedan, siswa kelas VIII C pada MTs Negeri Gantiwarno, dan siswa kelas VIII C MTs Negeri Mlinjon Filial Trucuk sebagai kelompok kontrol. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan untuk mengetahui kemampuan awal yaitu tes kemampuan awal sebagai prasyarat sebelum mempelajari materi relasi dan fungsi sedangkan untuk menguji keseimbangan sebelum penelitian dilakukan yaitu nilai Hasil Ujian Akhir Semester genap kelas VII, data tersebut diambil dari lembar dokumen di sekolah, sedangkan tes prestasi belajar beberapa pertanyaan yang berisi materi-materi pokok bahasan relasi dan fungsi, diberikan setelah selesai pokok bahasan relasi dan fungsi sebagai tes prestasi belajar siswa. Tes-tes tersebut berupa tes objektif/ pilihan ganda, setiap soal objektif tersedia empat alternatif jawaban. Sebelumnya tes diuji cobakan di MTs Muhammadiyah Trucuk. TEKNIK ANALISIS DATA Uji Keseimbangan Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam keadaan seimbang atau tidak sebelum dikenai perlakuan. Untuk menguji keseimbangan antara kelompok kontrol dengan eksperimen digunakan data kemampuan awal siswa yang berupa hasil Nilai Ujian Semester Genap Kelas VII mata pelajaran matematika. Untuk mengetahuai uji keseimbangan dengan menggunakan uji-t. Sedangkan prasyarat ujit adalah sub-sub populasi yang berdistribusi normal dan sub-sub populasi tersebut mempunyai variansi yang sama (homogen). Uji Prasyarat Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari distribusi normal atau tidak. Karena data tidak dalam frekuensi data bergolong maka digunakan metode Lilliefors. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan 2 x 3 dengan sel tak sama. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Coba Instrumen Berikut ini akan disajikan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di MTs N Pedan, MTs N Gantiwarno dan MTs N Mlinjon filial Trucuk kelas VIII. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar matematika pokok bahasan relasi dan fungsi. Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu dilakukan penelaahan instrumen dengan menguji cobakan terlebih dahulu kemudian dilakukan analisis. Adapun hasil penelaahan dan analisis instrumen adalah sebagai berikut: 1. Instrumen Tes Kemampuan Awal a. Validitas isi Berdasarkan uji validasi isi yang dilakukan oleh validator diperoleh hasil bahwa semua item soal pada instrumen tes kemampuan awal adalah valid. 14
b. Reliabilitas Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap soal tes kemampuan awal yang terdiri dari 40 butir soal yang diujicobakan menunjukkan bahwa soal tes tersebut memiliki indeks reliabilitas r 11 = 0,72 yang berarti instrumen tes kemampuan awal reliabel. c. Daya Pembeda Daya pembeda masing-masing butir soal dilihat dari korelasi antara skor butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-i kurang dari 0,30 maka butir soal tersebut tidak dipakai. Dari 40 butir soal tes kemampuan awal yang mempunyai indeks daya pembeda kurang dari 0,30 ada 10 butir soal yaitu nomor 2,4,5,15,17,19,27,33,36, dan 38. Sehingga ada 30 butir soal yang dipakai. d. Tingkat Kesukaran Berdasarkan hasil perhitungan dari jumlah soal 40 butir diperoleh sebanyak 5 soal dengan tingkat kesukaran tinggi, 30 soal dengan tingkat kesukaran sedang, dan 5 soal dengan tingkat kesukaran rendah. Berdasarkan hasil uji coba di atas, dari 40 butir soal yang diujicobakan ada 10 butir soal yang tidak dapat dipakai karena indeks p e 0,30 (tingkat kesukarannya tinggi) yaitu nomor 15,17,33,36,38 dan p > 0,70 (tingkat kesukarannya terlalu mudah) yaitu nomor 2,4,5,19,27. Jadi butir soal nomor : 2,4,5,15,17,19,27,33,36, dan 38 tidak dipakai untuk tes kemampuan awal. Sehingga instrumen tes kemampuan awal siswa terdiri dari 30 butir soal. 2. Instrumen Tes Prestasi Belajar a. Validitas isi Berdasarkan uji validasi isi yang dilakukan oleh validator diperoleh hasil bahwa semua item soal pada instrumen tes prestasi belajar adalah valid. b. Reliabilitas Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan terhadap soal tes prestasi yang terdiri dari 30 butir soal yang diujicobakan menunjukkan bahwa soal tes tersebut memiliki indeks reliabilitas r 11 = 0,78 yang berarti instrumen tes prestasi belajar matematika reliabel. c. Daya Pembeda Daya pembeda masing-masing butir soal dilihat dari korelasi antara skor butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-i kurang dari 0,30 maka butir soal tersebut tidak dipakai. Dari 30 butir soal tes prestasi belajar yang mempunyai indeks daya pembeda kurang dari 0,30 ada 5 butir soal yaitu nomor 1, 6, 12, 23, dan 28. Sehingga ada 25 butir soal yang dipakai. d. Tingkat Kesukaran Uji tingkat kesukaran digunakan rumus dari Suharsimi Arikunto. Berdasarkan hasil perhitungan dari jumlah soal 30 butir diperoleh sebanyak 4 soal dengan tingkat kesukaran tinggi, 25 soal dengan tingkat kesukaran sedang, dan 1 soal dengan tingkat kesukaran rendah. 15
Berdasarkan hasil uji coba di atas, dari 30 butir soal yang diujicobakan ada 5 butir soal yang tidak dapat dipakai karena indeks daya beda < 0,3 (harus dibuang) yaitu nomor 1, 6, 12, 23 dan 28, p e 0,30 (tingkat kesukarannya tinggi) yaitu nomor 1, 12, 23, 28, dan p > 0,70 (tingkat kesukarannya terlalu mudah) yaitu nomor 6. Jadi butir soal nomor : 1, 6, 12, 23 dan 25 tidak dipakai untuk tes prestasi belajar matematika. Sehingga instrumen prestasi belajar siswa terdiri dari 25 butir soal. Deskripsi Data Data dalam penelitian ini meliputi data skor kemampuan awal siswa dan tes prestasi belajar siswa. Berikut ini akan diberikan uraian tentang data-data yang diperoleh. 1. Data Skor Kemampuan Awal Siswa Data tentang kemampuan awal siswa diperoleh dari hasil tes kemampuan awal dikelompokkan dalam tiga kategori berdasarkan rata-rata dan standar deviasi gabungan antara kelompok eksperimen dan kontrol. Hasil perhitungan rata-rata sama dengan 19,39 ; standar deviasi sama dengan 5, 76 dan ½ s sama dengan 2,88. Untuk skor yang dikategorikan tinggi adalah skor yang lebih dari 22,27 serta skor yang dikategorikan sedang adalah skor dari 16,51 sampai 22,27 serta skor yang dikategorikan rendah adalah skor yang kurang dari 16,51. Untuk kelompok eksperimen terdapat 41 siswa termasuk kategori tinggi, 42 siswa termasuk kategori sedang, dan 32 siswa termasuk kategori rendah; sedang untuk keompok kontrol terdapat 34 siswa termasuk kategori tinggi, 35 siswa termasuk kategori sedang dan 43 siswa termasuk kategori rendah. 2. Data Skor Tes Prestasi Belajar Berdasarkan hasil penelitian diperoleh deskripsi data sebagai berikut: a) Pada kelompok eksperimen diperoleh skor tes prestasi belajar tertinggi sama dengan 25; terendah sama dengan 8; rata-rata sama dengan18,29 dan standar deviasi sama dengan 3,52 b) Pada kelompok kontrol diperoleh skor tes prestasi belajar tertinggi sama dengan 29; terendah sama dengan 10; rata-rata sama dengan 16,13 dan standar deviasi sama dengan 4,07. Hasil Analisis Uji Keseimbangan Uji keseimbangan kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji t dengan á = 0,05. Adapun hasil perhitungannya dapat dilihat bahwa t obs = 0,068 sedangkan untuk t tabel = 1,960. Hal ini menyatakan bahwa sampel pada kelas kontrol mempunyai kemampuan awal yang seimbang dengan kelas eksperimen, karena t obs < t tabel. 16
Hasil Analisis Uji Prasyarat 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Lilliefors dengan taraf signifikansi 0,05. Rangkuman hasil uji normalitas tersebut disajikan pada Tabel 4.1 berikut: Tabel.1 Hasil Uji Normalitas No Kelompok L maks L 0,05;n Keputusan Uji 1 Eksperimen 0,055 0,083 H 0 2 Kontrol 0,074 0,084 H 0 3 Kemampuan Awal Tinggi 0,053 0,102 H 0 4 Kemampuan Awal Sedang 0,080 0,101 H 0 5 Kemampuan Awal Rendah 0,079 0,102 H 0 Dari hasil uji normalitas yang terangkum dalam Tabel.1 diatas, tampak L maks untuk setiap kelompok kurang dari L 0,05;n berarti pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol untuk setiap kelompok. Dengan demikian disimpulkan bahwa data pada setiap kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan metode Bartlett dengan taraf signifikansi 0,05. Uji homogenitas variansi dilakukan antara dua kelompok data yaitu: (1) kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, (2) kelompok kemampuan awal tinggi, kelompok kemampuan awal sedang dengan kelompok kemampuan awal rendah. Rangkuman hasil uji homogenitas tersebut disajikan pada Tabel.2 berikut: Tabel.2 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data No Kelompok X 2 obs X 2 0,05;(k-1) Keputusan Uji 1 Eksperimen vs Kontrol 0,265 3,841 H 0 2 Kemampuan Awal Tinggi vs 4,928 5,991 H 0 Kemampuan Awal sedang vs Kemampuan Awal Rendah Dari hasil uji homogenitas variansi data tes prestasi belajar siswa yang terangkum dalam Tabel.2 diatas, tampak X 2 untuk setiap kelompok kurang dari abs X2 berarti pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol untuk 0,05;(k-1) setiap pasangan kelompok. Dengan demikian disimpulkan bahwa variansi data pada setiap pasangan kelompok berasal dari populasi yang variansinya sama (homogen). 17
E. Hasil Analisis Uji Hipotesis Penelitian Prosedur uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dengan taraf signifikansi 0,05. Tampilan hasil pengolahan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21. Rangkuman hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama tersebut disajikan pada Tabel.3 dan Tabel.4 berikut: Tabel. 3 Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi KA Rendah KA Sedang KA Tinggi Model Pembelajaran TAI Model Pembelajaran Konvensional 2 X Dimana C dan SS X 2 C n Sumber Model Pembelajaran (A) Kemampuan Awal (B) Interaksi (AB) Galat Total N Σ X X Σ X 2 C SS N Σ X X Σ X 2 C SS 32 583 18,22 11043 10621,53 421,47 43 686 15,95 11862 10944,09 917,91 Tabel.4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan JK 256,51 3,12 3,361 3243,54 3506,52 dk 1 2 2 221 226 RK 256,51 1,56 1,68 14,68-42 771 18,36 14679 14153,36 525,64 35 560 16,00 9554 8960,00 594,00 F obs 17,477 0,106 0,114 - - 41 749 18,27 14151 13682,95 468,05 34 560 16,47 9540 9223,53 316,47 F tabel 3.840 3.000 3.000 - - Berdasarkan hasil analisis variansi pada tabel rangkuman analisis variansi diatas tampak bahwa: a. Pada efek utama A (model pembelajaran), harga statistik uji Fa = 17,477 > F (0,05;1;221) = 3,840, maka H 0A ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara penerapan model pembelajaran TAI dan model konvensional terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa kelas VIII MTs kabupaten Klaten b. Pada efek B (kemampuan awal siswa), harga statistik uji Fb = 0,106 < F (0,05;2;221) = 3,000, maka H 0B. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara tingkat siswa yang 18
memiliki kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa kelas VIII MTs kabupaten Klaten. c. Pada efek AB (Model pembelajaran dan tingkat kemampuan awal siswa), harga statistik uji F ab = 0,114 < F (0,05;2;221) = 3,000, maka H 0AB. Hal ini berarti tidak terdapat interaksi yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa kelas VIII MTs kabupaten Klaten. F. Hasil Uji lanjut Hipotesis Uji pasca anava antar baris tidak perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan variabel pada model pembelajaran hanya ada dua nilai yaitu model pembelajaran TAI dan Model Pembelajaran Konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran TAI memiliki prestasi yang lebih baik jika dari pada siswasiswa yang diberi model konvensional. Hal ini dapat dilihat dari tabel sebagai berikut: Tabel.5 Rataan dan Rataan Marginal Model Kemampuan Awal Rataan Pembelajaran Tinggi Sedang Rendah Marginal TAI 18,27 18,36 18,22 18,29 Konvensional 16,47 16,00 15,95 16,13 Rataan Marginal 17,37 17,18 17,09 G. Pembahasan Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Pertama Berdasarkan uji anava dua jalan sel tak sama yang telah dilakukan diperoleh bahwa F a = 14,477 > 3,840 = F tab. sehingga F a terletak pada Daerah Kritik atau dengan kata lain F a merupakan anggota dari Daerah Kritik. Karena F a merupakan anggota Daerah Kritik maka H 0A ditolak, hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran TAI dan siswa yang menggunakan Model Pembelajaran konvensional. Berdasarkan rataan marginal pada siswa yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran TAI adalah 18,29 sedangkan pada siswa yang diberi perlakuan model konvensional adalah 16,13 sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswasiswa yang menggunakan model pembelajaran TAI memiliki prestasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswasiswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. 2. Hipotesis Kedua Berdasarkan analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan á =0,05 diperoleh F b = 0,106 < F tabel = 3,000 sehingga F b bukan anggota daerah kritik. Akibatnya H 0B yang berarti kemampuan awal siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah memberikan efek yang sama terhadap prestasi belajar siswa pada pokok bahasan relasi dan fungsi. 19
Diterimanya H 0B mengandung pengertian bahwa siswa dengan kategori kemampuan awal tinggi akan memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa yang memiliki kemampuan awal sedang maupun rendah. Hal tersebut dimungkinkan karena ketidakseriusan siswa pada saat mengerjakan tes kemampuan awal atau bahkan siswa sudah lupa dengan pelajaran kelas sebelumnya. Atau mungkin faktor guru yang kurang menguasai materi. Selain itu juga mungkin sarana prasarana yang kurang mendukung. 3. Hipotesis Ketiga Berdasarkan analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan á =0,05 diperoleh F ab = 0,114 < F tabel = 3,000 sehingga F ab bukan merupakan anggota Daerah Kritik. Akibatnya H 0AB yang berarti tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar. Hal ini berarti model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan model konvensional baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi, sedang, maupun rendah. Hal ini dikarenakan siswa kurang disiplin dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, siswa tidak bersungguhsungguh bahkan kurang serius dalam mengerjakan tes kemampuan awal maupun tes prestasi. Atau mungkin faktor guru yang kurang menguasai materi. Selain itu juga mungkin sarana prasarana yang kurang mendukung. KESIMPULAN 1. Pembelajaran melalui Model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik jika dibandingkan dengan model pembelajaran Konvensional pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa Kelas VIII MTs Kabupaten Klaten. 2. Prestasi belajar siswa berkemampuan awal tinggi tidak lebih baik dari siswa berkemampuan awal sedang, maupun siswa yang berkemampuan awal rendah pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa Kelas VIII MTs Kabupaten Klaten. 3. Pembelajaran model kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan model konvensional baik untuk siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi, siswa yang berkemampuan awal sedang, maupun siswa yang berkemampuan awal rendah pada pokok bahasan relasi dan fungsi siswa Kelas VIII MTs Kabupaten Klaten. DAFTAR PUSTAKA Anita Lie. 2008. Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruangruang Kelas. Jakarta: Grasindo Bell, Frederick. H. 1981. Teaching and Learning Mathematics ( In Secondary School) Second Edition Duboque. Lowa : Wn. C Brown Company Publioners Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.. 2004. Statistika Dasar untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. 20
Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Erman Suherman. 27 Mei 2009. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa. EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya. Diunduh dari http://educare.e-fkipunla.net tanggal 25 Mei 2009. Herman Hudoyo. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud LPTK. Isjoni. 2009. Cooperative Learning: Mengembangkan Kemempuan Belajar Berkelompok. Bandung: Alfabeta. Joesmani. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Nana Sudjana. 1996. CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Nasution. 1989. Didaklik Asas-Asas Mengajar. Bandung: Jermaas. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Oemar Purwanto. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Purwoto. 1997. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Surakarta. UNS Press. Rusefendi. 1998. Pengantar Kepada Guru Membantu Mengembangkan Kompetensinya untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Slavin, R. 2008. Cooperative Learning, Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Soehardjo. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Surakarta UNS Press. Makalah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Bidang Pendidikan III IPA FKIP Universitas Sebelas Maret. Suharsimi Arikunto. 2005. Prosedur Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sumardi Suryabrata. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Toeti Sukamto dan Udin Sarifudin Winata Putra. 1997. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka. Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. 21