Pedoman Panitia Teknik Survei dan Pemetaan (Pedoman Pantek 211S) oleh: Tim Penyusun Pedoman Pantek 211S

dokumen-dokumen yang mirip
KAJI ULANG STANDAR NASIONAL INDONESIA

PSN Pedoman Standardisasi Nasional

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG DEWAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN KAJI ULANG STANDAR NASIONAL INDONESIA

PSN Pedoman Standardisasi Nasional

Pengembangan Standar Nasional Indonesia

BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA

Pengelolaan panitia teknis perumusan Standar Nasional Indonesia

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN)

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

Standard Operating Procedures Penyelenggaraan Rapat Konsensus

PENGGUNAAN STANDAR, PEDOMAN DAN MANUAL DALAM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KONSTRUKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KHUSUS BIDANG GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN

BERITA NEGARA. No.364, 2012 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Standar. Kompetensi. Kerja. Nasional. Indonesia. Pencabutan.

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TATA NASKAH DINAS DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

2016, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Nega

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

2016, No dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Keduduka

PERATURAN NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN,

Standard Operating Procedures Penyelenggaraan Rapat Teknis

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lemba

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB III PENATAAN SURAT JABATAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PSN PSN. Pedoman Standardisasi Nasional. Tenaga Ahli Standardisasi untuk Pengendali Mutu Perumusan SNI. Badan Standardisasi Nasional

2017, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pem

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 83 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PANDUAN PENULISAN LAPORAN MAGANG

ADOPSI STANDAR AMERICAN SOCIETY FOR TESTING AND MATERIAL MENJADI STANDAR NASIONAL INDONESIA

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

Standard Operating Procedures

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PETUNJUK PELAKSANAAN KOMPETENSI LABORATORIUM LINGKUNGAN

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-19/PJ/2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN MENTERI PADA KEMENTERIAN AGAMA.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

BAB III PENATAAN NASKAH DINAS

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

- 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan L

STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP (No HP ) data\:standardisasi_gun 1

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2006 TENTANG TIM NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sistem manajemen mutu Persyaratan

PRINSIP, JENIS SOP AP, FORMAT DOKUMEN, KETENTUAN PENULISAN, DAN PENETAPAN SOP AP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

TENTANG TATA KELOLA KEPENGURUSAN PERHIMPUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA DI INDIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LEMBAGA SANDI NEGARA

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN RAPAT PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

PETUNJUK TEKNIS PENULISAN PROPOSAL DISERTASI DOKTOR (untuk Naskah Proposal Disertasi)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peratu

Pemanfaat tenaga listrik untuk keperluan rumah tangga dan sejenisnya Label tanda hemat energi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jurusan Sistem Informasi

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri.

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/K/X-XIII.2/2/2009 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

2 (2) Sekretariat Kabinet dipimpin oleh Sekretaris Kabinet. Pasal 2 Sekretariat Kabinet mempunyai tugas memberikan dukungan pengelolaan manajemen kabi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK TEKNIS PENULISAN TESIS MAGISTER (untuk Naskah Tesis yang Dicetak Tidak Bolak Balik)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI PULANG PISAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KUDUS

Transkripsi:

Pedoman Panitia Teknik Survei dan Pemetaan (Pedoman Pantek 211S) oleh: Tim Penyusun Pedoman Pantek 211S BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL (BAKOSURTANAL) 2003

Prakata Pedoman Panitia Teknik Survei dan Pemetaan (Pedoman Pantek 211S) dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi instansi penyelenggara data spasial nasional dalam penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) bidang survei dan pemetaan (surta). Pedoman ini telah dibahas dalam berbagai pertemuan bersama wakil-wakil instansi yang terdiri dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Kehutanan, Departemen Perhubungan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Pertanian, BAKOSURTANAL, BSN, Badan Pusat Statistik, Dittop TNI AD, Dissurpotrud TNI AU, Dishidros TNI AL, BPN, LAPAN, UGM, ITB, Badan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, Asosiasi Perusahaan Survei dan Pemetaan Indonesia, dan Pusat Bahasa (Departemen Pendidikan Nasional). Isi pedoman ini pada dasarnya merupakan adopsi dari pedoman-pedoman yang dipublikasikan BSN, yaitu Pedoman 8 BSN tahun 2000 tentang Penulisan Standar Nasional Indonesia, Pedoman 9 BSN tahun 2000 tentang Perumusan Standar Nasional Indonesia, dan Pedoman 11 BSN tahun 2000 tentang Pembentukan Panitia Teknik Perumusan Standar Nasional Indonesia, sehingga ketentuan-ketentuan, aturan-aturan, dan persyaratan tentang penulisan RSNI, prosedur perumusan RSNI, pembentukan Panitia Teknik, Subpanitia Teknik, dan Gugus Kerja perumusan RSNI disesuaikan dengan bidang surta. i

Daftar Isi Prakata...i Daftar Isi... ii 1 Ruang Lingkup...1 2 Istilah dan Definisi...1 3 Panitia Perumusan RSNI...3 3.1 Pantek 211S...3 3.1.1 Tugas Pantek 211S...4 3.1.2 Kewenangan Pantek 211S...4 3.2 Subpantek Surta...5 3.2.1 Tugas Subpantek Surta...5 3.2.2 Kewenangan Subpantek Surta...5 3.3 GK Surta...5 3.3.1 Tugas GK Surta...6 3.3.2 Kewenangan GK Surta...6 3.4 Kesekretariatan...6 3.5 Pembubaran Pantek 211S...6 3.6 Pembubaran Subpantek Surta...6 3.7 Pembubaran GK Surta...7 3.8 Pembiayaan Kesekretariatan...7 4 Prosedur Perumusan RSNI...7 4.1 Penyusunan Konsep Awal...7 4.2 Rapat Teknis...7 4.3 Rapat Prakonsensus...7 4.4 Rapat Konsensus...7 4.5 Rapat Penyelarasan...8 4.6 Pengusulan RSNI4...8 4.7 Pengesahan SNI Surta...8 5 Peninjauan Kembali SNI Surta...8 6 Program Kerja dan Pembiayaan Perumusan RSNI...9 6.1 Program Kerja Perumusan RSNI...9 6.2 Pembiayaan Perumusan RSNI...9 7 Persyaratan dan Mekanisme Pengusulan RSNI...10 7.1 Persyaratan RSNI...10 7.1.1 Syarat RSNI1...10 ii

7.1.2 Syarat RSNI2...10 7.1.3 Syarat RSNI3...10 7.1.4 Syarat RSNI4...10 7.2 Mekanisme Pengusulan RSNI...10 8 Penulisan RSNI/SNI...11 8.1 Ketentuan...11 8.2 Bahasa...11 8.3 Persyaratan Penampilan...11 8.4 Ukuran kertas...12 8.5 Warna...12 Lampiran A (Informatif) Hubungan Pantek 211S, Subpantek Surta, GK Surta, BAKOSURTANAL, BSN, dan Instansi Teknis dalam Standardisasi Surta...13 Lampiran B (Informatif) Contoh Formulir Berita Acara Rapat Konsensus Rancangan Standar Nasional Indonesia 3 (RSNI3)...14 Lampiran C (Normatif) Tata alir Kerja dan Penetapan SNI...17 Lampiran D (Normatif) Contoh Sampul Depan RSNI...18 Lampiran E (Normatif) Font dan Style Paragraf yang Digunakan dalam RSNI/SNI...19 Lampiran F (Normatif) Contoh Ukuran Batas Penulisan Naskah...22 Lampiran G (Normatif) Contoh Tata Letak untuk Teks yang Dicetak...23 Bibliografi...24 iii

Pedoman Panitia Teknik Survei dan Pemetaan (Pedoman Pantek 211S) 1 Ruang Lingkup Pedoman Pantek 211S menguraikan aturan-aturan, ketentuan-ketentuan, dan persyaratanpersyaratan yang berlaku dalam organisasi Pantek 211S yaitu istilah dan definisi, panitia perumusan RSNI bidang surta, prosedur perumusan RSNI surta, peninjauan kembali Standar Nasional Indonesia (SNI) surta, program kerja dan pembiayaan RSNI surta, persyaratan dan mekanisme pengusulan RSNI surta, serta penulisan RSNI dan SNI bidang surta. 2 Istilah dan Definisi Istilah yang digunakan dalam pedoman ini adalah sebagai berikut. 2.1 Instansi Teknis adalah departemen atau lembaga pemerintah yang melakukan perumusan RSNI surta. 2.2 Pemimpin Instansi Teknis adalah pejabat di Instansi Teknis yang karena jabatannya (secara ex officio) berwenang memutuskan kebijakan surta di institusinya. 2.3 Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus (kesepakatan atas pengetahuan bersama) semua pihak terkait yang pada dasarnya hanya mengatur hal-hal yang bersifat dan berlaku secara umum dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. 2.3.1 SNI adalah standar yang ditetapkan oleh BSN dan berlaku secara nasional di Indonesia. 2.3.2 RSNI adalah Rancangan Standar Nasional Indonesia surta yang selanjutnya disebut RSNI yang dirumuskan dan diusulkan oleh Pantek 211S melalui Instansi Teknis penanggung jawab untuk ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) menjadi SNI. 2.3.2.1 RSNI1 adalah konsep awal RSNI yang dibahas dalam rapat teknis. 2.3.2.2 RSNI2 adalah RSNI hasil rapat teknis yang telah disempurnakan, dibahas dalam rapat prakonsensus. 2.3.2.3 RSNI3 adalah RSNI hasil rapat prakonsensus yang telah disempurnakan, dibahas dalam rapat konsensus. 2.3.2.4 RSNI4 adalah RSNI hasil konsensus yang telah disempurnakan, diajukan menjadi 1 dari 24

SNI. 2.4 Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan, dan merevisi standar, dilaksanakan secara tertib dan kerja sama semua pihak. 2.5 Perumusan standar adalah kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun rancangan standar sampai ditetapkan sebagai standar setelah tercapainya kesepakatan (konsensus) dari semua pihak yang berkepentingan. 2.6 Spesifikasi adalah uraian yang berisi ketentuan teknis dalam mencapai tujuan khusus atau menciptakan sesuatu yang khusus dan dijelaskan secara rinci serta bersifat sesuai dengan kekhususan tujuannya. 2.7 Spesifikasi teknis adalah RSNI3 yang telah dibahas dalam rapat konsensus, dan karena sesuatu hal belum dapat disepakati atau tidak diterima secara konsensus untuk menjadi SNI yang kelak dapat diajukan lagi untuk dibahas dalam rapat konsensus setelah dilakukan perbaikan. 2.8 Informasi teknis adalah RSNI3 yang telah dibahas dalam rapat konsensus, dan karena sesuatu hal belum dapat disepakati atau tidak diterima secara konsensus untuk menjadi SNI yang berarti tidak cukup layak untuk diangkat menjadi standar. 2.9 Revisi adalah kegiatan menyempurnakan standar sesuai dengan kebutuhan. 2.10 Pantek 211S adalah panitia teknik yang bertugas melakukan pekerjaan teknis dalam rangka pembuatan RSNI atau merevisi SNI bidang surta. 2.11 Subpanitia Teknik (Subpantek) Surta adalah organisasi yang dibentuk atas usul Pantek 211S kepada Instansi Teknis sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam bidang surta dengan tugas merumuskan standar yang menjadi tanggung jawabnya. 2.12 Gugus Kerja (GK) Surta adalah organisasi yang dibentuk oleh Pantek 211S atau Subpantek Surta dengan tugas membantu Pantek 211S dan Subpantek Surta dalam menyiapkan RSNI. 2.13 Penetapan standar adalah kegiatan menetapkan RSNI menjadi SNI, dengan surat keputusan Kepala BSN. 2.14 Laporan teknis adalah materi standar yang bukan merupakan standar yang bersifat nasional, tetapi yang bersifat informatif. 2.15 Pedoman adalah dokumen yang berisi materi acuan yang berkaitan dengan standardisasi. 2.16 Prosedur adalah kumpulan tahapan dan/atau mekanisme yang harus dilalui dan/atau diikuti untuk mencapai tujuan/arah secara umum. 2.17 Unsur normatif adalah unsur yang menjadi persyaratan atau ketentuan yang diperlukan sesuai dengan standar. 2.18 Unsur informatif adalah unsur yang memberikan informasi untuk membantu pemahaman atau penggunaan standar. 2 dari 24

2.19 Unsur yang disyaratkan adalah unsur standar yang pencantumannya bersifat wajib. 2.20 Unsur opsional adalah unsur standar yang pencantumannya tidak wajib. 2.21 Standar internasional adalah standar yang dirumuskan dan dipublikasikan oleh ISO/IEC atau lembaga internasional lain yang mempunyai ruang lingkup standardisasi. 2.22 Konsensus adalah kesepakatan bersama dari semua pihak terkait. 2.23 survei adalah kegiatan pengumpulan data, baik data spasial maupun data nonspasial untuk pembuatan peta. 2.24 Pemetaan adalah suatu kegiatan atau proses pembuatan peta. 2.25 Surta adalah segala kegiatan yang meliputi pengumpulan data dan pengolahannya serta penggambaran mengenai gejala dan keadaan permukaan bumi maupun kerak bumi di bawahnya dan keadaan angkasa. 2.26 Survei dasar adalah kegiatan pengumpulan data yang bertujuan untuk mendukung kegiatan pemetaan dasar. 2.27 Pemetaan dasar adalah kegiatan pemrosesan data citra, foto udara, batimetri, geodesi, dan lain-lain untuk memproduksi peta dasar. 2.28 Peta adalah representasi grafis dan nongrafis dalam bidang datar dengan skala tertentu dari kenampakan-kenampakan alam maupun kenampakan-kenampakan buatan manusia di atas atau di bawah permukaan bumi yang diukur secara akurat dan posisinya relatif terhadap sistem koordinat referensi tertentu. 2.29 Peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai acuan dalam pemetaan tematik. 2.30 Pemetaan sintesis adalah pembuatan peta berdasarkan hasil analisis berbagai peta tematik. 2.31 Peta tematik adalah peta yang menggambarkan/menyajikan tema-tema tertentu. 2.32 Pemetaan tematik adalah kegiatan pembuatan peta tematik. 3 Panitia Perumusan RSNI 3.1 Pantek 211S Hubungan Pantek 211S, Subpantek Surta, GK Surta, BAKOSURTANAL, BSN, dan Instansi Teknis dalam standardisasi surta disajikan dalam Lampiran A. Pantek 211S dibentuk untuk menangani permasalahan standardisasi surta di Indonesia. Ruang lingkup yang ditangani oleh Pantek 211S adalah prosedur, metode/cara, spesifikasi untuk semua kegiatan yang terkait dengan surta, dan kegiatan lain yang terkait dengan ISO TC 211 Pantek 211S ditetapkan oleh Kepala BSN atas usulan Deputi Bidang Infrastruktur Data Spasial, BAKOSURTANAL. Anggota Pantek 211S terdiri dari unsur-unsur produsen, konsumen, pakar dari lembaga 3 dari 24

penelitian/perguruan tinggi, organisasi profesi/asosiasi dan pemerintah yang memiliki keahlian di bidang surta maupun kompetensi kemampuan yang terkait. Struktur organisasi Pantek 211S terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota Keanggotaan Pantek 211S ditetapkan oleh Kepala BAKOSURTANAL. Dalam melaksanakan tugasnya Pantek 211S dibantu oleh beberapa Subpantek Surta (lihat juga 3.2.3). Dalam rangka menjalankan tugasnya Pantek 211S mengadakan rapat sekurang-kurangnya tiga kali dalam satu tahun di luar rapat-rapat prakonsenus dan konsensus. Hasil kerja Pantek 211S dievaluasi dan dipantau oleh BSN setelah berkoordinasi dengan BAKOSURTANAL dan Instansi Teknis. Dalam melaksanakan tugasnya Pantek 211S secara taat azas harus memenuhi jadwal kegiatan yang telah dibuat, berpegang teguh kepada rencana tanggal berakhirnya penyelesaian tugas. Dalam melaksanakan tugasnya Pantek 211S bertanggung jawab kepada Kepala BAKOSURTANAL. 3.1.1 Tugas Pantek 211S a) Meneliti kebutuhan standar yang berkaitan dengan masalah surta; b) Mengevaluasi dan menanggapi standar nasional/internasional yang berkaitan dengan surta (mengikuti perkembangan ISO TC 211), serta bertanggung jawab atas perumusan/penulisan RSNI atau merevisi SNI dengan mengacu pada pedoman penulisan standar yang berlaku. c) Merumuskan rancangan standardisasi surta nasional. d) Menyelenggarakan rapat prakonsensus RSNI2 dan rapat konsensus RSNI3 di bawah pengawasan pejabat yang berwenang di instansi terkait yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan untuk menghasilkan RSNI yang selanjutnya ditetapkan sebagai SNI oleh BSN. e) Mengusulkan RSNI4 kepada Kepala BSN untuk disahkan menjadi SNI. 3.1.2 Kewenangan Pantek 211S a) Mengusulkan dibentuknya Subpantek Surta dan/atau GK Surta kepada Instansi Teknis untuk membantu kelancaran tugas-tugas Pantek 211S. b) Menentukan keanggotaan Subpantek Surta dan/atau GK Surta yang menangani surta. c) Mendelegasikan sebagian tugas-tugas standardisasi surta kepada Subpantek Surta. d) Memverifikasi status RSNI. e) Berkoordinasi dengan Instansi Teknis memantau dan mengevaluasi tugas-tugas Subpantek dan/atau GK yang menjadi tanggung jawabnya. 4 dari 24

3.2 Subpantek Surta Subpantek Surta dibentuk untuk membantu tugas-tugas Pantek 211S apabila bidang yang ditangani dinilai cukup luas yang terdiri dari beberapa bidang/macam kegiatan tetapi masih merupakan satu kesatuan dan menjadi tanggung jawab Pantek 211S secara keseluruhan. Subpantek Surta dibentuk atas usulan Pantek 211S kepada Pemimpin Instansi Teknis. Anggota Subpantek Surta diangkat oleh Pemimpin Instansi Teknis dan bertanggung jawab kepada Pemimpin Instansi Teknis yang bersangkutan. Organisasi Subpantek Surta terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang jumlahnya minimal lima orang yang menguasai bidang yang ditanganinya. Setiap Ketua Subpantek Surta secara otomatis menjadi anggota Pantek 211S. Anggota Subpantek Surta dapat berasal dari satu Instansi Teknis atau lebih dengan memperhatikan kompetensi antarinstansi sektoral. 3.2.1 Tugas Subpantek Surta a) Membantu Pantek 211S dalam merumuskan RSNI. b) Menyelenggarakan rapat teknis RSNI2. c) Melaporkan setiap kegiatan standardisasi surta di instansinya kepada Pantek 211S sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun. d) Mengusulkan rumusan standar sesuai dengan bidang tugasnya kepada Pantek 211S. 3.2.2 Kewenangan Subpantek Surta a) Mengusulkan dibentuknya GK Surta kepada Pantek 211S dalam rangka membantu perumusan rancangan standar nasional surta. b) Menentukan personel anggota GK Surta yang menjadi tanggung jawabnya. c) Mendelegasikan sebagian tugasnya kepada GK Surta. d) Memantau dan mengevaluasi tugas-tugas GK yang menjadi tanggung jawabnya. 3.3 GK Surta GK Surta dibentuk untuk membantu Subpantek Surta dalam rangka perumusan standardisasi nasional surta. GK Surta dibentuk atas usulan Subpantek Surta Kepada Pemimpin Instansi Teknis. Organisasi GK Surta terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang secara teknis menguasai bidang tugasnya. Jumlah anggota GK sekurang-kurangnya lima orang, dengan memperhatikan keahlian di bidangnya. Anggota GK diangkat oleh Pemimpin Instansi Teknis dan bertanggung jawab kepada Pemimpin Instansi Teknis yang bersangkutan. 5 dari 24

3.3.1 Tugas GK Surta a) Membantu Subpantek Surta yang membidanginya dalam rangka merumuskan standardisasi nasional surta. b) Menyiapkan konsep awal dan perbaikan-perbaikan RSNI1. c) Menyelenggarakan rapat teknis RSNI1. 3.3.2 Kewenangan GK Surta a) Mengubah redaksional dokumen RSNI tanpa mengubah substansi dokumen dengan memperhatikan Pedoman Penulisan SNI yang berlaku. b) Memberikan pertimbangan teknis kepada Subpantek Surta atau Pantek 211S dalam rangka perumusan standardisasi surta nasional. 3.4 Kesekretariatan Panitia Teknik yang tersebar di berbagai Instansi Teknis dikoordinasi, dievaluasi, dan dipantau oleh BSN melalui Sekretariat Tetap yang berkedudukan di BSN. Sekretariat Pantek 211S berkedudukan di BAKOSURTANAL, dalam hal ini Pusat Sistem Jaringan dan Standardisasi Data Spasial. 3.5 Pembubaran Pantek 211S Organisasi Pantek 211S dinyatakan bubar karena masa tugasnya sudah berakhir, atau apabila hasil kerjanya oleh BSN dinilai tidak efektif dan tidak efisien, maka Pantek 211S dapat dibubarkan oleh Kepala BAKOSURTANAL. Apabila Pantek 211S tidak dapat menyelesaikan tugas dalam waktu yang telah ditetapkan, dapat diperpanjang atau dibubarkan langsung oleh Kepala BAKOSURTANAL setelah memperhatikan saran dari Kepala BSN. Tugas dan fungsi yang menjadi tanggung jawab Pantek 211S selanjutnya dialihkan kepada Panitia Teknik yang akan ditunjuk oleh BSN. BSN akan menyatakan bahwa Pantek 211S dapat dihapus atau dinyatakan bubar/tidak ada lagi apabila tugas dari Panitia Teknik tersebut telah selesai dan tidak diperlukan lagi, setelah mendapat rekomendasi dari Komisi Perumusan Standar dan Informasi Standardisasi atau atas usul dari Kepala BAKOSURTANAL. 3.6 Pembubaran Subpantek Surta Subpantek Surta dinyatakan bubar karena masa tugasnya sudah berakhir, atau apabila hasil kerjanya oleh Pantek 211S dinilai tidak efektif dan tidak efisien, maka Subpantek Surta dapat dibubarkan oleh Pemimpin Instansi Teknis. Apabila Subpantek Surta tidak dapat menyelesaikan tugas dalam waktu yang telah ditetapkan, dapat diperpanjang atau dibubarkan langsung oleh Pemimpin Instansi Teknis setelah memperhatikan saran dari Pantek 211S. Tugas dan fungsi yang menjadi tanggung jawab Subpantek Surta selanjutnya dialihkan kepada Subpantek yang akan ditunjuk oleh Pantek 211S. 6 dari 24

Pemimpin Instansi Teknis akan menyatakan bahwa Subpantek Surta dapat dihapus atau dinyatakan bubar/tidak ada lagi apabila tugas dari Subpantek tersebut telah selesai dan tidak diperlukan lagi, setelah mendapat rekomendasi dari Pantek 211S. 3.7 Pembubaran GK Surta GK Surta dinyatakan bubar karena masa tugasnya sudah berakhir, atau apabila hasil kerjanya oleh Pantek 211S dinilai tidak efektif dan tidak efisien, maka GK Surta dapat dibubarkan oleh Pemimpin Instansi Teknis. Apabila GK Surta tidak dapat menyelesaikan tugas dalam waktu yang telah ditetapkan, dapat diperpanjang atau dibubarkan langsung oleh Pemimpin Instansi Teknis setelah memperhatikan saran dari Pantek 211S. Tugas dan fungsi yang menjadi tanggung jawab GK Surta selanjutnya dialihkan kepada GK yang akan ditunjuk oleh Pantek 211S. Pemimpin Instansi Teknis akan menyatakan bahwa GK Surta dapat dihapus atau dinyatakan bubar/tidak ada lagi apabila tugas dari GK Surta tersebut telah selesai dan tidak diperlukan lagi, setelah mendapat rekomendasi dari Pantek 211S. 3.8 Pembiayaan Kesekretariatan Pembiayaan yang berkaitan dengan kegiatan Kesekretariatan Pantek 211S dibebankan kepada BAKOSURTANAL. Sedangkan pembiayaan yang berkaitan dengan kegiatan Kesekretariatan Subpantek Surta dibebankan kepada Instansi Teknis tempat Subpantek berada. 4 Prosedur Perumusan RSNI 4.1 Penyusunan Konsep Awal Instansi Teknis menugaskan kepada Subpantek Surta atau GK Surta untuk menyusun konsep awal RSNI, disebut RSNI1. 4.2 Rapat Teknis RSNI1 merupakan rancangan yang dibahas dalam rapat teknis. Peserta rapat teknis setidaktidaknya terdiri dari GK Surta dan Subpantek Surta terkait ditambah dengan narasumber teknis. RSNI hasil kesepakatan rapat teknis disebut RSNI2; 4.3 Rapat Prakonsensus RSNI2 merupakan rancangan yang dibahas dalam rapat prakonsensus. Penyelenggaraan rapat prakonsensus setidak-tidaknya dilakukan oleh Subpantek Surta. Peserta dalam rapat prakonsensus harus lebih luas dari peserta dalam rapat teknis, dan diusahakan mewakili seluruh stake holder. 4.4 Rapat Konsensus RSNI3 selanjutnya dibahas dalam rapat konsensus yang dilaksanakan oleh Instansi Teknis atau BAKOSURTANAL, hasilnya disebut RSNI4; 7 dari 24

RSNI3 yang telah dibahas dalam rapat konsensus, dan karena sesuatu hal belum dapat disepakati atau tidak diterima secara konsensus untuk menjadi SNI surta, dinyatakan sebagai spesifikasi teknis surta, yang kelak dapat diajukan lagi untuk dibahas dalam rapat konsensus setelah dilakukan perbaikan; atau menjadi informasi teknis surta yang berarti tidak cukup layak untuk diangkat menjadi standar; Peserta dalam rapat konsensus harus mewakili unsur-unsur stake holder atau pihak yang berkepentingan atas RSNI dan/atau revisi SNI yang bersangkutan, dan harus bersifat nasional. Rapat konsensus dipimpin oleh seorang ketua sidang dan didampingi oleh seorang sekeretaris sidang yang ditunjuk oleh Instansi Teknis. RSNI yang dibahas dibawakan oleh penyaji yang merupakan/mewakili konseptor rancangan standar terkait. Berita acara rapat konsensus disajikan dalam Lampiran B. 4.5 Rapat Penyelarasan Rapat penyelarasan dilakukan untuk memverifikasi hasil rapat konsensus antarpihak-pihak terkait (unsur stake holder) dalam rangka penyempurnaan RSNI4 dan kelengkapan pengusulan RSNI4 ke BSN. Rapat ini diselenggarakan oleh instansi penyelenggara rapat konsensus. 4.6 Pengusulan RSNI4 RSNI4 sebagai hasil konsensus diusulkan oleh Ketua Pantek 211S kepada Kepala BSN. Pengusulan RSNI4 harus dilengkapi: a) Berita Acara rapat konsensus (lihat juga Lampiran B). b) Dokumen RSNI3 yang dikoreksi oleh ketua/sekretaris sidang dalam rapat konsensus. c) Tanda tangan dan nama jelas dari pihak-pihak yang mewakili unsur-unsur stake holder pada sampul depan RSNI3 yang dibahas dalam rapat konsensus. d) Daftar undangan rapat konsensus. e) Daftar hadir peserta dalam rapat konsensus. 4.7 Pengesahan SNI Surta Pengesahan SNI surta dilakukan oleh Kepala BSN. Lihat juga Lampiran C. 5 Peninjauan Kembali SNI Surta SNI surta dievaluasi secara berkala untuk lebih menjamin bahwa SNI tersebut masih sesuai dengan keadaan/kebutuhan pada saat standar tersebut disusun. Peninjauan kembali SNI surta dilaksanakan oleh Pantek 211S sekurang-kurangnya setiap lima tahun sekali. Dalam rangka peninjauan kembali SNI surta, Pantek 211S membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memberikan masukan-masukan dan tanggapan-tanggapan. Untuk keadaan khusus atau yang bersifat mendesak, peninjauan kembali SNI surta dapat 8 dari 24

dilakukan dalam kurun waktu yang lebih pendek. Mekanisme peninjauan dan perumusan kembali SNI surta secara prinsip adalah sama dengan mekanisme perumusan RSNI. Hasil peninjauan kembali SNI surta dapat berupa abolisi, suplemen, amandemen, revisi terhadap SNI surta lama, atau tetap tanpa perubahan. 6 Program Kerja dan Pembiayaan Perumusan RSNI 6.1 Program Kerja Perumusan RSNI BAKOSURTANAL sebagai penanggung jawab Pantek 211S diwajibkan mengusulkan ke BSN program tahunan tentang perumusan standardisasi surta yang akan dilaksanakan Pantek 211S. Waktu pengusulan program tahunan standardisasi surta oleh BAKOSURTANAL ke BSN diupayakan paling lambat akhir bulan September sebelum pelaksanaan perumusan RSNI tahun berikutnya, sedangkan persetujuan BSN paling lambat akhir bulan November sebelum pelaksanaan perumusan tahun berikutnya. Instansi Teknis sebagai penanggung jawab Subpantek Surta dan/atau GK Surta atau Instansi Teknis yang berkehendak untuk melakukan standardisasi surta diwajibkan mengusulkan ke Sekretariat Pantek 211S program tahunan perumusan RSNI yang akan dilaksanakan oleh Pantek 211S. Waktu pengusulan program standardisasi surta dari Instansi Teknis ke Sekretariat Pantek 211S diupayakan paling lambat akhir bulan Juli sebelum pelaksanaan perumusan RSNI tahun berikutnya, agar Pantek 211S mempunyai cukup waktu untuk melakukan evaluasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka perumusan RSNI. 6.2 Pembiayaan Perumusan RSNI Segala biaya yang berkaitan dengan perumusan RSNI1 dan RSNI2 dibebankan kepada Instansi Teknis tempat dokumen RSNI1 dan RSNI2 tersebut dibuat. Sedangkan segala biaya yang berkaitan dengan perumusan RSNI3 dan RSNI4 dibebankan kepada: a) BAKOSURTANAL, dalam hal ini Pusat Sistem Jaringan dan Standardisasi Data Spasial, jika RSNI1 dan RSNI2 dibuat di BAKOSURTANAL; atau b) Instansi Teknis, jika RSNI1 dan RSNI2 dibuat di Instansi Teknis; atau c) BAKOSURTANAL dan Instansi Teknis atau pihak-pihak terkait lainnya. BSN bertanggung jawab atas program nasional standardisasi dan pendanaan kebutuhan standar yang bersifat mendesak serta mengupayakan ketersediaan alokasi anggaran secara nasional. BAKOSURTANAL bertanggung jawab atas program nasional standardisasi dan pendanaan kebutuhan standar yang bersifat mendesak serta mengupayakan ketersediaan alokasi anggaran secara nasional di bidang surta. 9 dari 24

7 Persyaratan dan Mekanisme Pengusulan RSNI 7.1 Persyaratan RSNI 7.1.1 Syarat RSNI1 Konsep awal yang setidak-tidaknya dibuat oleh GK Surta dalam suatu Instansi Teknis dan dibahas oleh GK yang bersangkutan, sekurang-kurangnya terdiri dari lima orang, berasal dari kalangan instansi bersangkutan ditambah para pejabat eselon III yang berkompeten dan satu orang narasumber teknis dari Instansi Teknis bersangkutan. Penetapan RSNI1 dilakukan oleh pejabat eselon II terkait dalam suatu Instansi Teknis. 7.1.2 Syarat RSNI2 RSNI hasil rapat teknis yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 10 orang pembahas dan dua orang narasumber teknis yang mewakili sekurang-kurangnya dua Instansi Teknis yang menghasilkan dokumen yang sama. Penetapan RSNI2 dilakukan oleh pejabat eselon I terkait dalam suatu instansi. 7.1.3 Syarat RSNI3 RSNI hasil rapat prakonsensus, dan penyajiannya sesuai dengan format SNI. Penetapan RSNI3 dilakukan oleh pejabat eselon I terkait dalam suatu Instansi Teknis setelah memperhatikan hasil rapat prakonsensus/rapat teknis yang sekaligus dianggap sebagai rapat prakonsensus. 7.1.4 Syarat RSNI4 RSNI hasil rapat konsensus dan penyajiannya sesuai dengan format SNI. Penetapan RSNI4 dilakukan oleh Pemimpin Instansi Teknis penyelenggara rapat konsensus setelah memperhatikan hasil rapat konsensus. 7.2 Mekanisme Pengusulan RSNI Pengusulan RSNI dimaksudkan untuk meningkatkan status RSNI yang bersangkutan. Pengusulan tersebut harus memperhatikan persyaratan RSNI (lihat juga 6.1) dengan ketentuan sebagai berikut. a) Pengusulan RSNI1 menjadi RSNI2 dilakukan oleh pejabat eselon II terkait kepada pejabat eselon I terkait dalam Instansi Teknis bersangkutan dengan melampirkan buktibukti rapat teknis yang terdiri dari daftar hadir pembahas, narasumber teknis, waktu dan tempat pembahasan, serta konsep awal yang dibahas. b) Pengusulan RSNI2 menjadi RSNI3 dari Instansi Teknis kepada Ketua Pantek 211S dilakukan oleh Pemimpin Instansi Teknis dengan melampirkan bukti-bukti rapat teknis/prakonsensus yang terdiri dari daftar hadir rapat teknis/prakonsensus, narasumber teknis, waktu dan tempat pembahasan, serta RSNI2 yang dibahas. Pengusulan RSNI2 kepada Ketua Pantek 211S sebaiknya memperhatikan program kerja perumusan RSNI (lihat juga 5.1). 10 dari 24

c) Pengusulan RSNI3 menjadi RSNI4 dilakukan oleh Ketua Pantek 211S kepada Kepala BAKOSURTANAL atau Pemimpin Instansi Teknis setelah memperhatikan hasil rapat konsensus dengan dilampirkan bukti-bukti penyelenggraan rapat konsensus. d) Pengusulan RSNI4 menjadi SNI kepada Kepala BSN dilakukan oleh Pemimpin Instansi Teknis penyelenggara rapat konsensus dengan dilengkapi RSNI3 yang dibahas dibuktikan dengan koreksi sekretaris sidang, paraf atau tanda tangan dan nama jelas pihak-pihak yang mewakili unsur-unsur stake holder pada sampul depan RSNI3, berita acara konsensus (lihat juga Lampiran B), daftar undangan rapat konsensus, daftar hadir peserta rapat konsensus, dan narasumber ahli. 8 Penulisan RSNI/SNI 8.1 Ketentuan Penulisan RSNI/SNI mengacu pada Pedoman Penulisan Standar Nasional Indonesia yang berlaku. Hal-hal yang belum diatur dalam Pedoman tersebut seharusnya mengacu pedoman ini. 8.2 Bahasa Penulisan RSNI/SNI harus menggunakan kaidah penulisan bahasa Indonesia yang baku. 8.3 Persyaratan Penampilan Huruf yang digunakan dalam dokumen RSNI/SNI adalah Arial dengan ketentuan seperti dalam Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan Ukuran Huruf yang Digunakan dalam Dokumen RSNI/SNI Jenis unsur Jenis huruf Style huruf Ukuran huruf (pt) Paragraf Judul sampul RSNI/SNI a Arial bold 16 atau 18 center Judul dalam naskah RSNI/SNI Arial bold 14 center Pasal Arial bold 12 justify Subpasal Arial bold 11 justify Uraian judul Arial regular 11 justify Contoh Arial regular 10 justify Catatan Arial regular 10 justify a Judul sampul depan RSNI/SNI 18 pt jika dapat disajikan dalam satu baris, atau 16 pt jika lebih dari satu baris. Selengkapnya lihat juga Lampiran D dan Lampiran E. Uraian selengkapnya huruf dan paragraf yang digunakan dalam RSNI disajikan dalam Lampiran E. Jenis, ukuran, dan style huruf yang berkaitan dengan isi standar yang merupakan bagian 11 dari 24

unsur normatif harus mengacu pada standar yang berlaku dan/atau sesuai dengan hasil konsensus. Penampilan yang berkaitan dengan isi standar yang merupakan bagian dari unsur normatif harus mengacu pada standar yang berlaku dan/atau hasil konsensus. 8.4 Ukuran kertas Ukuran kertas untuk dokumen RSNI/SNI adalah A4 (210 mm x 297 mm). Contoh ukuran batas penulisan naskah disajikan dalam Lampiran F dan contoh tata letak untuk teks yang dicetak disajikan dalam Lampiran G. Ukuran dan jenis kertas yang berkaitan dengan isi standar yang merupakan bagian unsur normatif harus mengacu pada standar yang berlaku dan/atau hasil konsensus. Ukuran kertas selain A4 diizinkan hanya apabila merupakan bagian dari unsur normatif dari standar. Penggunaan ukuran kertas selain A4 harus sesuai dengan standar yang berlaku atau hasil konsensus. Jika pada dokumen RSNI/SNI ada bagian yang ukuran kertasnya tidak A4, sebaiknya disajikan pada bagian unsur Lampiran normatif. 8.5 Warna Warna sampul depan dokumen RSNI adalah putih. Warna kertas untuk sampul depan SNI mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh BSN. Warna yang berkaitan dengan isi standar yang merupakan bagian dari unsur normatif harus mengacu pada standar yang berlaku dan/atau hasil konsensus. 12 dari 24

Lampiran A (Informatif) Hubungan Pantek 211S, Subpantek Surta, GK Surta, BAKOSURTANAL, BSN, dan Instansi Teknis dalam Standardisasi Surta BSN BAKOSURTANAL Instansi Teknis 13 dari 24 Pantek 211S Subpantek Surta GK Surta

Lampiran B (Informatif) Contoh Formulir Berita Acara Rapat Konsensus Rancangan Standar Nasional Indonesia 3 (RSNI3) BERITA ACARA RAPAT KONSENSUS RANCANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA 3 (RSNI3) 1. Judul Rancangan : 2. Judul Hasil Rapat Konsensus : 3. Status Standar : 4. Kode Sidang : 5. Hari/Tanggal : 6 Pemimpin Sidang 6.1 Ketua Sidang : Instansi : 6.2 Penyaji : Instansi : 6.3 Notulis : Instansi : 7. Kesimpulan rancangan ini disetujui/tidak disetujui menjadi SNI 8. Peserta 8.1 Produsen : orang 8.2 Konsumen : orang 8.3 Lembaga iptek : orang 3.4 Instansi pemerintah : orang 9. Lampiran: a) Pokok-pokok Hasil Pembahasan b) Risalah Rapat c) Daftar Undangan Rapat d) Rumusan RSNI Hasil Rapat Konsensus (RSNI4).,.,. Ketua, Penyaji, Notulis,.. 14 dari 24

Risalah Rapat Kode Sidang : Judul Rancangan : (Catat semua perubahan penting yang terjadi selama persidangan) lembar ke. dari lembar 15 dari 24

Kode Sidang : Judul Rancangan : Pokok-pokok Hasil Pembahasan lembar ke dari.. lembar (Diisi butir per butir, sesuai dengan konsep atau terdapat perubahan. Apabila terdapat perubahan agar ditulis secara lengkap) 16 dari 24

Lampiran C (Normatif) Tata alir Kerja dan Penetapan SNI DPSN BSN KOMISI PERUMUSAN STANDAR DAN INFORMASI STANDARDISASI INSTANSI TEKNIS PANITIA TEKNIK PIHAK TERKAIT LAINNYA Kebijakan Pengembangan Jangka Panjang Standardisasi dari DPSN Penetapan Kebijaksanaan Nasional Standardisasi Informasi Masukan Kebijaksanaan Standardisasi Informasi Informasi Masukan Kebijaksanaan Standardisasi Informasi Penetapan Program Nasional Perumusan SNI Konsep Program Perumusan SNI Informasi Masukan Program Perumusan SNI Informasi Program Sektoral Perumusan RSNI Masukan Program Perumusan SNI Informasi Penyusunan RSNI2/3 Masukan Program Perumusan SNI Informasi Konsensus RSNI2/3 menjadi RSNI4 Finalisasi RSNI4 Pemeriksaan Akhir RSNI4 Penomoran dan Penetapan SNI Informasi Pemeriksaan RSNI4 Usulan RSNI4 Informasi Informasi Informasi Sumber: Pedoman BSN 9/2000 17 dari 24

Lampiran D (Normatif) Contoh Sampul Depan RSNI RSNI (Arial 14 pt, Tegak, Bold) RSNI Standar Nasional Indonesia (Arial 12 pt, Tegak, Bold) Judul standar (Arial 18 pt, Bold, Center) ICS (Arial 12 pt, Tegak, Bold, Left) Badan Standardisasi Nasional (Arial 12 pt, Tegak, Bold, Right) 2,65 cm 1,31 cm 18 dari 24

Lampiran E (Normatif) Font dan Style Paragraf yang Digunakan dalam RSNI/SNI Nomor SNI pada sampul depan dokumen (font: Arial, 14 pt, bold) Daftar Isi (font: Arial, 12 pt, bold, center) tiga baris (font: Arial 12 pt, biasa; paragraf before 0 pt, after 0 pt) Xxxxxxxxxx (font: Arial 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 0 pt, after 6 pt) Prakata (font: Arial, 12 pt, bold, paragraf: alignment center, line spacing exactly at 16 pt, before 0 pt, after 0 pt) tiga baris (font: Arial 12 pt, biasa; paragraf before 0 pt, after 0 pt) Xxxxxxxx (Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) Judul RSNI/SNI dalam dokumen (Arial 14 pt, bold, center) tiga baris (font: Arial 12 pt, biasa; paragraf before 0 pt, after 0 pt) 1 Xxxxxxx (font: Arial, 12 pt, bold; paragraf: alingment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 18 pt, after 6 pt) Xxxxxxxxxxxx (Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) 2 Xxxxxx (font: Arial, 12 pt, bold; paragraf alingment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 18 pt, after 6 pt) 2.1 Xxxx (font: Arial 11 pt, bold; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 12 pt, after 6 pt) Xxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) Xxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) 2.2 Xxxx (font: Arial 11 pt, bold; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 12 pt, after 6 pt) 19 dari 24

2.2.1 Xxxxx (font: Arial 11 pt, bold; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 6 pt, after 6 pt) Xxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) Xxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) 3 Xxxx (font: Arial, 12 pt, bold; paragraf alingment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 18 pt, after 6 pt) Xxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) 3.1 Xxxxxx (font: Arial 11 pt, bold; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 12 pt, after 6 pt) 3.2 Xxxxxx (font: Arial 11 pt, bold; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 12 pt, after 6 pt) 2.2.1 Xxxxx (font: Arial 11 pt, bold; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 6 pt, after 6 pt) 3.2.1.1 Xxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) Xxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) 3.2.1.2 Xxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 0 pt, after 6 pt) 3.2.2 Xxxxx (font: Arial, 11 pt, bold; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 6 pt, after 6 pt) 3.3 Xxxx (font: Arial 11 pt, bold; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 12 pt, after 6 pt) Xxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) 4 Xxxxxxxxx (font: Arial, 12 pt, bold; paragraf alingment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 18 pt, after 6 pt) Xxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) 5 Xxxxxxxxx (font: Arial, 12 pt, bold; paragraf alingment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 18 pt, after 6 pt) 20 dari 24

Xxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) 6 Xxxxxxxxx (font: Arial, 12 pt, bold; paragraf alingment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 18 pt, after 6 pt) Xxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) Bibliografi (Arial, 12 pt, bold; paragraf: alignment center, line spacing exactly at 16 pt, before 0 pt, after 0 pt) tiga baris (font: Arial 12 pt, biasa; paragraf before 0 pt, after 0 pt) Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx (font: Arial, 11 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before: 0 pt, after 6 pt) Nomor SNI pada bagian header dalam dokumen (Arial, 11 pt, bold) Nomor halaman pada bagian footer dalam dokumen (Arial, 10 pt, bold; paragraf: center) Catatan : Xxxxxxxxxxxxxxx (font: Arial, 10 pt, biasa; paragraf: alignment justify, line spacing exactly at 16 pt, before 12 pt, after 12 pt) 21 dari 24

Lampiran F (Normatif) Contoh Ukuran Batas Penulisan Naskah pias atas 30 mm pias kiri 30 mm tinggi bagian dalam 246,9 mm pias kanan 20 mm Sumber: Pedoman BSN 8/2000 pias bawah 20 mm 22 dari 24

1 Ruang Lingkup 2 Acuan Normatif 3 Judul 3.1 Judul 3.1.1 Lampiran G (Normatif) Contoh Tata Letak untuk Teks yang Dicetak 3.1.2 3.1.3 3.2 Judul a) b) 3.3 Judul Catatan 4 Judul 4.1 Judul 4.1.1 Judul 4.1.2 Judul Catatan 1 Catatan 2 4.2 Judul Catatan 1 Catatan 2 Sumber: Pedoman BSN 8/2000 23 dari 24

Bibliografi Badan Standardisasi Nasional, 2000, Pedoman 8 BSN/2000, Penulisan Standar Nasional Indonesia, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta Badan Standardisasi Nasional, Pedoman 11 BSN/2000, Pembentukan Panitia Teknik Perumusan Standar Nasional Indonesia, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta Badan Standardisasi Nasional, Pedoman 9 BSN/2000, Perumusan Standar Nasional Indonesia, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta BAKOSURTANAL, 1996, Kamus Peristilahan Survey dan Pemetaan, Edisi III 24 dari 24