Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam Perspektif Due Process Of Law 1. Eddy O.S Hiariej 2

dokumen-dokumen yang mirip
RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG PENYADAPAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERADILAN KASUS KORUPSI

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

Presiden, DPR, dan BPK.

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA HASNAWATI / D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mendamaikan Pengaturan Hukum Penyadapan di Indonesia

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENGANTAR. Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan melawan hukum. secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan dan dilansir media massa di seluruh dunia saat ini. Definisi terorisme

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

II. TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

JUSTICE COLLABORATORS DALAM SEMA RI NOMOR 4 TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Transkripsi:

Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Perspektif Due Process Of Law 1 Eddy O.S Hiariej 2 Sejak bergulirnya reformasi, isu pemberantasan korupsi selalu menjadi tema sentral dalam penegakan hukum di Indonesia. Korupsi dalam sudut pandang hukum pidana merupakan kejahatan internasional yang memiliki sifat dan karakter sebagai extra ordinary crime. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Dalam konteks hukum pidana internasional, dapat serta merta diimplemntasikan sebagai instrumen pemberantasan korupsi. Paling tidak ada tujuh argumentasi sebagai analisis teoretis untuk memperkuat pendapat tersebut : Pertama, berdasarkan UNCAC, korupsi adalah kejahatan internasional. Artinya, berlaku asas universal dalam hukum pidana bahwa setiap negara wajib melakukan penuntutan dan penghukuman terhadap pelaku kejahatan internasional. Kedua, ratifikasi UNCAC oleh Pemerintah Indonesia tentunya sudah didasarkan pada pertimbangan yang matang bahwa isi konvensi tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi negara yang sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi. Ketiga, ratifikasi yang dilakukan terhadap UNCAC berlaku sebagai self executing treaty. Artinya, dapat serta merta diberlakukan sebagai hukum positif. Keempat, ratifikasi suatu konvensi internasional tunduk pada prinsip umum hukum internasional yakni pacta sunt servanda yang berarti perjanjian yang dibuat oleh para pihak mengikat ibarat undang-undang. Menurut Oppenheim, sebagaimana yang dikutip oleh Anthony Aust, di dalam asas pacta sunt servanda tercakup asas keadilan dan itikat baik untuk melaksanakan isi suatu perjanjian atau konvensi yang telah dirativikasi. Kelima, dalam konteks hubungan antara hukum pindana internasional dengan hukum pidana nasional, hukum pidana internasional berfungsi sebagai pelengkap terhadap hukum pidana nasional, bilamana aturan- 1 Disampaikan dalam Diskusi Kelompok Terfokus Tentang Kinerja Dan Pengawasan Internal Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 13 Oktober 2015. 2 Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 1

aturan yang berada dalam konvensi internasional yang telah diratifikasi belum diatur dalam undang-undang nasional. Keenam, berdasarkan asas hukum pidana internasional yakni asas civitas maxima secara tegas menyatakan bahwa hanya ada satusistem hukum universal yang dianut oleh semua bangsa di dunia dan harus dihormati serta dilaksanakan. Ketujuh, korupsi sebagai kejahatan internasional yang merupakan substansi dari hukum pidana internasional dalam hubungan dengan paham monisme dan paham dualisme, hukum pidana internasional lebih menitikberatkan pada paham monisme bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan satu kesatuan sistem hukum berupa kaidah-kaidah yang mengikat individu, negara maupun kesatuan lainnya yang bukan negara. Salah satu asas yang dianut dalam UNCAC adalahdue process of law sebagai prinsip yang berlaku universal. Due process lahir dari amandemen ke-5 dan ke-14 konstitusi Amerika untuk mencegah penghilangan atas kehidupan, kebebasan dan hak milik oleh negara tanpa suatu proses hukum. Due process menghasilkan prosedur dan substansi perlindungan terhadap individu 3. Setiap prosedur dalam due process menguji dua hal. Pertama, apakah penegak hukum telah menghilangkan kehidupan, kebebasan dan hak milik tersangka tanpa prosedur. Kedua, jika menggunakan prosedur, apakah prosedur yang ditempuh sudah sesuai dengan due process 4. Hebert L. Packer dalam The Limits of The Criminal Sanction memperkenalkan dua model dalam sistem peradilan pidana yaitu crime control model dan due process model. Crime control model memiliki karakteristik efisiensi, mengutamakan kecepatan dan presumption of guilt sehingga tingkah laku kriminal harus segera ditindak dan si tersangka dibiarkan sampai ia sendiri yang melakukan perlawanan. Model ini diibaratkan seperti sebuah bola yang sedang digelinding dan tanpa penghalang. Sedangkan due process model memiliki karakteristik menolak efisiensi, mengutamakan kualitas dan presumption of innocent sehingga peranan penasehat hukum amat penting sekali dengan tujuan jangan sampai menghukum 3 Rhonda Wasserman, 2004, Procedural Due Process : A Refernce Guide to the United States Constitution,Greenwood Publishing Group, hlm. 1. 4 Ibid., hlm. 31. 2

orang yang tidak bersalah. Model ini diibaratkan seperti orang yang sedang melakukan lari gawang. Berdasarkan karakteristik dalam due process of law dan dihubungkan dengan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada beberapa catatan : PERTAMA, KPK dalam kurun waktu 5 tahun lebih menitikberatkan pada penindakan bila dibandingkan dengan pencegahan dan menejemen internal. Penindakan oleh KPK lebih pada segi kuantitatif dan kecepatan dalam memproses perkara. Hal ini bukanlah karakteristik due process of law melainkan crime control model yang tidak dianut dalam UNCAC. KEDUA, terkait penyadapan. Dalam konteks hukum pidana, pada dasarnya, penyadapan perbuatan pidana. Hal ini dapatlah dipahami mengingat ketentuan dalam konstitusi yang menyatakan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Lihat Pasal 28F UUD 1945). Demikian pula dalam Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Oleh karena itu dalam mengungkapkan suatu tindak pidana pada dasarnya tidak dibenarkan melakukan penyadapan. Hal ini berkaitan dengan bewijsvoering dalam hukum pembuktian. Secara harafiah bewijsvoering berarti penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan. Bagi negaranegara yang cenderung menggunakan due process of lawl dalam sistem peradilan pidananya, perihal bewijsvoering ini cukup mendapatkan perhatian. Dalam due process of law, negara begitu menjunjung tinggi hak asasi manusia (hak-hak tersangka), sehingga acap kali seorang tersangka dibebaskan oleh pengadilan dalam pemeriksaan pra peradilan, lantaran alat bukti diperoleh dengan cara yang tidak sah atau yang disebut dengan istilah unlawful legal evidence. Bewijsvoering ini semata-mata menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat formalistis. Konsekuensi selanjutnya, seirngkali mengkesampingkan kebenaran dan fakta yang ada. 3

Dalam perkembangannya terhadap bijzondere delicten (delik-delik khusus) yang diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, penyadapan boleh dilakukan dalam rangka mengungkapkan suatu kejahatan. Pertimbangannya adalah bahwa kejahatan-kejahatan tersebut biasanya dilakukan secara terorganisasi dan sulit pembuktiannya. Dari sudut konstitiusi penyadapan dalam mengungkapkan suatu kejahatan sebagai suatu pengecualian dapatlah dibenarkan. Hal ini karena kebebasan untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 F dan Pasal 28 G Ayat (1) UUD 1945 bukanlah pasal-pasal yang tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun. Artinya, penyadapan boleh dilakukan dalam rangka pengungkapan suatu kejahatan atas dasar ketentuan undang-undang yang khusus sifatnya (lex specialis derigat legi generali). Dewasa ini dalam sejumlah undang-undang di Indonesia, penyidik diberi kewenangan khusus untuk melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan termasuk penyidikan dengan cara under cover. Paling tidak ada empat undang-undang yang memberikan kewenangan khusus tersebut, masing-masing adalah undang-undang psikotorpika, undang-undang narkotika, undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme dan undang-undang KPK. Bila dicermati ketentuan perihal penyadapan dan perakaman pembicaraan terdapat perbedaan prinsip antara satu undang-undang dengan undang-undang lainnya. Undang-undang Pasikotropika dan undang-undang narkotika membolehkan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan harus atas izin Kapolri dan hanya dalam jangka waktu 30 hari. Artinya, ada pengawasan vertikal terhadap penyidik dalam melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan. Berbeda dengan kedua undang-undang tersebut adalah undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme yang membolehkan penyidik melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan hanya atas izin Ketua Pengadilan Negeri dan dibatasi dalam jangka waktu satu tahun. Di sini ada pengawasan horisontal terhadap penyidik dalam melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan. Bandingkan dengan undang-undang KPK yang boleh melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan dalam mengungkapkan dugaan kuat suatu kasus korupsi tanpa pengawasan dari siapa pun dan tanpa dibatasi jangka waktu tertentu. Hal ini bersifat dilematis karena kewenangan penyadapan telepon dan 4

perekaman pembicaraan oleh KPK yang bersifat absolut dan cenderung melanggar hak asasi manusia di satu sisi dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu di KPK, sedangkan di sisi lain, instrumen yang bersifat khusus ini dibutuhkan dalam mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang sudah sangat akut di Indonesia. Ke depan, kiranya prosedur untuk melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan oleh KPK harus diatur secara tegas paling tidak untuk dua hal. Pertama, penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan tidak memerlukan izin dari siapapun tetapi harus memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dengan catatan pemberitahuan tersebut bersifat rahasia. Kedua, harus ada jangka waktu berapa lama KPK boleh melakukan penyadapan telepon dan perekaman pembicaraan dalam mengungkapkan suatu kasus korupsi. KETIGA, penetapan tersangka berikut penangkapan dan penahanan. Pola kerja KPK saat ini kecuali dalam operasi tangkap tangan jedah waktu penetapan seseorang sebagai tersangka dan penahanannya, relatif memakan waktu yang lama. Pola kerja yang demikian tidaklah bertentangan dengan KUHAP, namun cenderung melanggar HAM sebagaimana yang dijunjung tinggi dalam due process of law. Stigma tersangka pada diri seseorang membuatnya tersandera untuk melakukan tindakan apapun termasuk diangkat dalam jabatan publik, padahal belum tentu putusan pengadilan akan menyatakan dia bersalah. Alasan klasik yang selalu diutarakan adalah KPK kekurangan penyidik dan KPK baru melakukan penahanan terhadap tersangka setelah berkas perkara mencapai lebih dari 60% untuk dilimpahkan ke pengadilan. Jika KPK segera melakukan penahanan, maka perkara harus segera disidangkan karena jika tidak, tersangka atau terdakwa dapat bebas demi huku. Seyogyanya pola kerja yang demikian dibalik. Ketika seseorang diduga korupsi, KPK dapat melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi terlebih dulu termasuk calon tersangka untuk memverifikasi bukti dokumen yang ada. Sembari melakukan penyidikan, KPK dapat meminta cekal kepada orang yang diduga korupsi tanpa menetapkan status tersangka. Setelah berkas perkara matang mencapai lebih dari 60 % baru kemudian status tersangka ditetapkan dan diikuti dengan penahanan. Bukankah berdasarkan Pasal 21 ayat (4) KUHAP terkait syarat objektif penahanan, KPK dapat melakukan penahanan sesegera mungkin karena korupsi adalah kejahatan yang diancam lebih dari 5 tahun penjara.pola kerja yang demikian lebih elegan, sebab setiap orang yang 5

diberi status tersangka tentunya mengharapkan sesegera mungkin dihadapkan di persidangan sehingga memperoleh kepastian hukum mengenai benar salahnya orang tersebut dan tidak tersandera dengan status tersebut. KEEMPAT, terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan bahwa telah terjadi penyimpangan dan pembayaran pajak tertunggak di sektor hulu migas. Dalam konteks tindak pidana pajak, tunggakan pajak pada dasarnya merupakan bukti permulaan adanya tindak pidana pajak. Masih menurut undang-undang ketentuanketentuan pokok perpajakan, terhadap pajak tertunggak, sanksi administrasi diterapkan terlebih dulu, sedangkan sarana hukum pidana merupakan senjata pamungkas yang akan ditegakkan apabila instrumen penegakan hukum lainnya tidak mempan. Akan tetapi satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa sanksi pidana dan sanksi adaministrasi dalam konteks penegakan hukum pidana pajak dapat diterapkan secara berbarengan. 6