BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanah liat. Fungsi perkerasan adalah untuk menahan atau memikul beban lalu. perkerasan jalan dibagi atas dua kategori yaitu:

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT DAN AIR HUJAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB III LANDASAN TEORI

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi untuk memberikan

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan suatu perkerasan yang tidak stabil.

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

BABII TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, ukuran dan gradasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. samudera yang memiliki kadar garam rata-rata 3,5%, artinya dalam 1 liter air laut

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

PENGARUH KOMBINASI SEKAM PADI DAN SEMEN SEBAGAI FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON

BAB II Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB I PENDAHULUAN. Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal.

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

PENGGUNAAN ABU BATU KAPUR DESA BUHUT JAYA KABUPATEN KAPUAS SEBAGAI TAMBAHAN FILLER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat.

PENGGUNAAN CTAM (Cement Treated Asphalt Mixture) JIKA DIBANDINGKAN DENGAN LATASTON SEBAGAI LAPIS PERKERASAN

BAB II KERANGKA TEORITIS. terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

LAPORAN LABORATORIUM PERKERASAN JALAN RAYA. Ditulis untuk Menyelesaikan. Mata Kuliah Laboratorium Perkerasan Semester V. Pendidikan Program Diploma IV

Djoko Sulistiono, Amalia FM, Yuyun Tajunnisa Laboratorium Uji Material Program Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2007

Pengaruh Plastik Polyethylene Perephtalate Pada HRS-WC

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

ANALISIS PENGGUNAAN BATU BARA MUDA SEBAGAI BAHAN PENGGANTI BATU GRANIT UNTUK PERKERASAN JALAN PADA CAMPURAN ASPAL AC-BC

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

NASKAH SEMINAR INTISARI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang terpilih. Menurut Sukirman (1992), berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas: konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), dan konstruksi perkerasan komposit (composite pavement). 2.1.1 Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) Menurut Sukirman (1992), Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Jenis lapis perkerasan jalan meliputi : lapis permukaan (surface course), lapis pondasi atas (base course), lapis pondasi bawah (subbase course), lapis tanah dasar (subgrade). 1. Lapisan permukaan (surface course) Lapisan permukaan berfungsi sebagai: a. Lapis perkerasan penahan beban roda, yaitu lapisan yang mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan. 6

7 b. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan yang ada dibawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut. c. Lapis aus (wearing course), yaitu lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus. d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek. Lapis permukaan yang umum digunakan di Indonesia antara lain: a. Lapisan bersifat nonstruktural, berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain: 1) Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm. 2) Burda (laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yan terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal padat maksimum 3,5 cm. 3) Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan dengan tebal padat 1-2 cm. 4) Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup daru lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inci. 5) Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan

8 tertentu yang dicampur secara dingin denan tebal padat maksimum 1 cm. 6) Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Rolled Sheet (HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padan antara 2,5 3 cm. b. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda antara lain: 1) Penetrasi makadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat bervariasi dari 4 10 cm. 2) Lasbutag (lapisan asbuton beragregat) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap lapisannya anta 3 5 cm. 3) Laston (lapis aspal beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu.

9 2. Lapisan fondasi atas (base course) Lapisan fondasi atas berfungsi sebagai: a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. b. Lapisan peresapan untuk lapisan fondasi bawah. c. Bantalan terhadap lapisan permukaan. 3. Lapisan fondasi bawah (subbase course) Lapisan fondasi bawah berfungsi sebagai: a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar. b. Efisiensi penggunaan material, dimana material fondasi bawah relatif lebih murah dibanding dengan perkerasan yang ada diatasnya. c. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal. d. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di fondasi. e. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis fondasi atas. 4. Lapisan tanah dasar (subgrade) Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipampatkan jika tanah aslinya sudah baik. Tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipampatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana.

10 2.1.2 Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) Menurut Sukirman (1992), konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) adalah perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh plat beton. Menurut Moesdarijono (1984), rigid pavement pada umumnya menggunakan semen sebagai pengikat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan perkerasan kaku antara lain: 1. Joint pada perkerasan kaku dan effect nya pada pelenturan. 2. Kekuatan dari pada beton itu sendiri tergantung daripada kualitas bahan dan tebal dari betonnya. 2.1.3 Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement) Menurut Sukirman (1992), konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. 2.2 Bahan Penyusun Aspal Beton 2.2.1 Agregat Menurut Sukirman (2003), Agregat didefiniskan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90 95 % agregat berdasarkan persentase

11 berat, atau 75 85 % agregat berdasarkan volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Menurut Departemen Pekerjaan Umum dalam Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk Jalan Raya SKBI-2.4.26.1987, ukuran butir agregat untuk perkerasan jalan dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Agregat kasar, yaitu agregat yang tertahan pada saringan No.8 (2,38 mm). 2. Agregat halus, yaitu agregat yang lolos saringan No.8 (2,38 mm). 3. Bahan pengisi/filler, yaitu bahan berbutir halus yang lolos saringan No.30, dimana persentase berat butir yang lolos ayakan No.200 minimum 65%. 2.2.2 Aspal Menurut Sukirman (2003), aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau cokelat tua, dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh dari alam ataupun merupakan residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum dalam Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk Jalan Raya SKBI-2.4.26.1987, lapis aspal beton harus terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak mengandung air, dan bila dipanaskan sampai suhu 175 o C tidak berbusa.

12 2.2.3 Filler Menurut Fannisa dan Wahyudi (2010), Bahan pengisi dapat terdiri atas debu batu kapur, debu dolomite, semen Portland, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Bahan pengisi yang merupakan mikro agregat ini harus lolos saringan No. 200 (0,075 mm). Fungsi bahan pengisi adalah untuk meningkatkan kekentalan bahan bitumen dan untuk mengurangi sifat rentan terhadap temperatur. Keuntungan lain dengan adanya bahan pengisi adalah karena banyak terserap dalam bahan bitumen maka akan menaikkan volumenya. Terlalu tinggi kandungan bahan pengisi akan menyebabkan campuran menjadi getas dan mudah retak bila terkena beban lalu lintas, namun dilain pihak bila terlalu sedikit bahan pengisi akan menghasilkan campuran yang lembek pada cuaca panas. 2.3 Bahan Pengganti Menurut Sholihah (2010), Suatu syarat bahan penambah atau bahan pengganti yaitu: dapat meningkatkan mutu aspal, mudah penggunaannya, mudah bercampur dengan aspal, mudah diperolehnya, murah harganya, dan tahan terhadap temperatur campuran. Sholihah juga menjelaskan bahwa penggunaan residu oli di Indonesia masih jarang ditemui, dan bila digunakan pun masih dalam skala penelitian untuk lebih memperdalam pengetahuan tentang bahan pengikat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan agar residu oli ini masih dapat dipakai dalam campuran lapis perkerasan jalan terutama pada campuran Hot Rolled Sheet-

13 Wearing Course (HRS-WC). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi campuran aspal + residu oli terhadap nilai karakteristik Marshall dan menentukan kadar optimum residu oli yang masih dapat digunakan untuk campuran HRS-WC. Hasil analisis didapatkan bahwa penggunaan campuran residu oli memberikan pengaruh terhadap karakteristik Marshall pada campuran perkerasan HRS-WC yaitu menurunnya nilai stabilitas dan QM. Berdasarkan spesifikasi dari DPU-2005 untuk jenis HRS-WC syarat minimum nilai stabilitas 800 kg, sedangkan QM 250 kg/mm. Hasil tes dengan kadar campuran 5% dan 10% diperoleh nilai stabilitas dan QM berada di atas syarat minimum yang telah ditetapkan. Kadar optimum residu oli yang boleh dicampur berdasarkan nilai stabilitas yaitu 13,8%, sedangkan untuk QM 11,5%. Maka kadar residu oli 11,5% merupakan campuran yang paling optimal pada HRS-WC. 2.4 Kerusakan Lapisan Perkerasan Jalan Menurut Sukirman (1992), kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan dapat disebabkan oleh: 1. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi beban. 2. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, naiknya air akibat kapilaritas. 3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan bahan yang tidak baik.

14 4. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan. 5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, kemungkinan disebabkan oleh sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasarnya yang memang jelek. 6. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik. Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan penyebab yang saling kait mengait. Menurut Semawi (1979), faktor yang mempengaruhi kondisi perkerasan jalan adalah faktor alam terutama cuaca dan faktor gaya-gaya yang disebabkan oleh kepadatan lalu lintas. Menurut Whiteoak (1991) dalam Rano (2005), pada dasarnya aspal dan air tidak bisa tercampur bila film (selimut) aspal masih berfungsi dengan baik. Film aspal akan rusak akibat terjadinya oksidasi. Peristiwa oksidasi terjadi akibat O 2 yang mengikat senyawa H 2 dari aspal menjadi H 2 O. Akibat oksidasi terbentuk lapisan tipis yang melindungi aspal, tetapi lapisan tipis ini mudah rusak terhadap pembebanan yang ada. Sehingga membuka kesempatan oksidasi bagi lapisan dibawahnya. Secara umum kehadiran air pada agregat memang tidak mempengaruhi agregat secara fisik, namun kehadiran air pada agregat tersebut akan mempengaruhi daya lekat antara aspal dengan agregat. Hal tersebut disebabkan afinitas (daya tarik/keterikatan) air terhadap agregat lebih besar dibandingkan aspal terhadap agregat.

15 2.5 Sifat-Sifat Marshall 2.5.1 Stabilitas Menurut Sukirman (2003) stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Semakin tinggi volume lalu lintas dan dominan dilalui kendaraan berat, maka dibutuhkan stabilitas yang tinggi. Sebaliknya, jika jalan hanya untuk lalu lintas ringan, tidak diperlukan stabilitas yang sangat tinggi. 2.5.2 Kelelehan (Flow) Menurut Roberts (1991) dalam Rechie (2010), flow dalam terminologi Marshall Test adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi saat mulai awal pembebanan sampai pada kondisi kestabilan mulai menurun. Nilai flow dipengaruhi banyak faktor antara lain kadar dan viskositas aspal, suhu, gradasi, dan jumlah pemadatan. Nilai flow yang terlalu tinggi menunjukkan campuran bersifat plastis dan lebih mampu mengikuti deformasi akibat beban, sedangkan flow yang terlalu rendah menunjukkan campuran tersebut memiliki rongga yang tidak terisi aspal lebih tinggi dari kondisi normal, atau kandungan aspal terlalu rendah sehingga berpotensi terjadi keretakan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum pada Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston) untuk jalan raya, SKBI-2.4.26.1987, Kelelehan adalah besarnya volume perubahan bentuk plastis suatu benda uji campuran beraspal

16 yang terjadi akibat suatu beban sampai batas keruntuhan, dinyatakan dalam satuan panjang. 2.5.3 Kepadatan (Density) Menurut Roberts (1991) dalam Rechie (2010), kadar aspal naik, density ikut naik mencapai puncaknya lalu turun. Puncak kepampatan biasanya bersamaan dengan kadar aspal optimum dan stabilitas puncak. Kepampatan yang tinggi akan menghasilkan kemampuan untuk menahan beban yang tinggi serta kekedapan terhadap air dan udara yang tinggi. 2.5.4 Void Filled With Asphalt (VFWA) Menurut Roberts (1991) dalam Rechie (2010), VFWA adalah persentase rongga dalam agregat padat yang terisi aspal. Nilai VFWA yang terlalu tinggi dapat menyebabkan naiknya aspal ke permukaan saat suhu perkerasan tinggi, jika terlalu rendah berarti campuran bersifat porous dan mudah teroksidasi. 2.5.5 Void In The Mix (VITM) Menurut Sukirman (2003) VITM adalah volume pori yang masih tersisa setelah campuran beton dipadatkan. VITM dibutuhkan untuk tempat bergesernya butir-butir agregat, akibat pemadatan tambahan yang terjadi oleh repetisi beban lalu lintas. VITM yang terlalu besar akan menyebabkan beton aspal berkurang kekedapan airnya, sehingga proses oksidasi menjadi meningkat dan mempercepat penuaan aspal dan akan menurunkan sifat durabilitas beton aspal. Jika VITM terlalu kecil akan mengakibatkan terjadinya bleeding jika temperatur meningkat.

17 2.5.6 Marshall Quotient (QM) Menurut Sholihah (2010), marshall quotient merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow) dan dinyatakan dalam kg/mm. Menurut Roberts (1991) dalam Linggo (2008), marshall quotient merupakan hasil bagi antara nilai stabilitas dengan nilai kelelehan/flow. Nilai marshall quotient akan memberikan fleksibilitas campuran. Semakin besar nilai marshall quotient bararti lapis keras semakin kaku, sebaliknya semakin kecil nilai marshall quotient maka semakin lentur campuran perkerasan tersebut.