BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Setelah meilhat beberapa penjelasan mengenai yang terjadi di wilayah Desa Jagoi Babang, ada beberapa

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN 82

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

KETETAPAN SENAT MAHASISWA FISIP UNDIP Nomor : 002/TAP/SMFISIP/UNDIP/II/2017. Tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga SMFISIP UNDIP 2017

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perencanaan dalam pengelolaan Kawasan Wisata Senggigi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA MENTERI DALAM NEGERI,

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 16/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG KERJASAMA DESA

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. modal sosial menempati posisi penting dalam upaya-upaya. pemberdayaan dan modal sosial, namun bagaimanapun unsur-unsur

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN WILAYAH KECAMATAN TULAKAN KANTOR DESA NGUMBUL Jln. : Raya Desa Ngumbul Kec.Tulakan Kab. Pacitan Kode Pos : 63571

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA ANTAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

1 Informasi tersebut diambil dari sebuah artikel yang dimuat di website:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

TENTANG TATA PEMERINTAHAN DESA BUPATI DOMPU,

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN AKSI PARTISIPATIF. Participatory Action Research (PAR). Metodologi tersebut dilakukan dengan

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN PRA FOCUS GROUP DISCUSSION (PRA FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 2) RPKPP KABUPATEN JOMBANG

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KERJA SAMA DESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT KECAMATAN... DESA...

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki keistimewaan dan

ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) KELUARGA MAHASISWA MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH MADA PEMBUKAAN

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

ANGGARAN DASAR BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA PERIODE FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN/PENDIRIAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 05 Tahun : 2010 Seri : E

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 25 TAHUN 2006 T E N T A N G PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KERJASAMA DESA BUPATI TANAH BUMBU,

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

METODE KAJIAN. Tipe Kajian

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

BAB V MEMBONGKAR YANG MEMBELENGGU. A. Pembentukan Kelembagaan Perempuan Buruh Tani

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

PEMERINTAH KOTA BATU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2007 SERI D ================================================================

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KABUPATEN SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG

SOSIALISASI KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KAB.BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN T A S I K M A L A Y A PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PROCEEDING KEGIATAN PENYELENGGARAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD 3) RPKPP KABUPATEN JOMBANG

BAB V PENUTUP. ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA

ANGGARAN DASAR IKATAN SENAT MAHASISWA PETERNAKAN INDONESIA (ISMAPETI) HASIL MUNAS XIII Universitas Muhammadiyah Malang Januari 2015 MUKADDIMAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Pusdiklat SPIMNAS Bidang Kepemimpinan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT SISTEM HUTAN KERAKYATAN LESTARI MUARA TIGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BAB IV PENUTUP. terhadap protokol Notaris, pemeriksaan terhadap akta-akta yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

PEDOMAN WAWANCARA. Pertanyaan untuk tokoh masyarakat dan birokrasi

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

DESA DADAPMULYO KABUPATEN REMBANG PERATURAN DESA DADAPMULYO NOMOR TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 11 SERI E

KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA PEMERINTAHAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG

Oleh : STENLY UANG BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. telah menganut nilai-nilai demokrasi dalam pelaksanaan pemerintahannya.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Setelah meilhat beberapa penjelasan mengenai yang terjadi di wilayah Desa Jagoi Babang, ada beberapa indikasi yang menunjukkan sebuah permasalahan mekanisme komunikasi yang mengakibatkan ada banyak program-program berjalan tidak maksimal. Mulai dari program yang terbengkalai, maupun berjalan seadanya. Selain itu, ada indikasi mengenai individualitas instansi dalam mengelola kawasan perbatasan. Instansi-instansi mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sampai instansi turunan dari Kementrian yang merasa memiliki kawasan perbatasan. Akibat dari adanya individualitas instansi tersebut mempengaruhi kualitas hasil kebijakan. Tidak adanya sinergi antar instansi yang memiliki fungsi membuat kebijakan dan program, menjadikan tidak maksimalnya programprogram pembangunan yang diimplementasikan di kawasan perbatasan. Masyarakat sebagai salah satu aktor dalam implementasi kebijakan belum dilibatkan secara penuh oleh pelaksana kebijakan. Belum maksimalnya pelibatan masyarakat dapat diketahui dari adanya konflik-konflik antara masyarakat dengan pelaksana kebijakan. Selain konflik, hal-hal seperti ketidaktahuan dan resistensi dari masyarakat menjadi salah satu indikasi ketidakterlibatan masyarakat dalam proses implementasi. Dari beberapa penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada kaitan yang erat antara komunikasi, kepercayaan, dan lokalitas masyarakat dalam implementasi kebijakan. Dari ketiga hal yang telah disebutkan, hal yang paling berpengaruh adalah pelibatan lokalitas masyarakat. Pengabaian lokalitas masyarakat akan menimbulkan banyak kendala dimasyarakat. Informasi mengenai kondisi masyarakat, adat istiadat, dan wilayah implementasi dapat tersendat saat masyarakat tidak dilibatkan secara maksimal oleh pelaksana kebijakan. Model kepercayaan dan komunikasi yang dibangun antar aktor dilapangan akan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Dengan beberapa penjelasan tersebut dapat kesimpulan yang muncul adalah : 1. Belum maksimalnya fungsi Badan Pengelola Perbatasan di kawasan perbatasan. Badan pengelola perbatasan sebagai turunan dari Kemendagri masih belum berfungsi secara maksimal dalam mengelola perbatasan. Hal tersebut ditunjukkan dari belum adanya alur komunikasi dari BPP ke instansi lainnya yang turut serta dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Alur komunikasi yang dibuat masih sekedar pemberian informasi mengenai program yang akan dijalankan dikawasan perbatasan tanpa ada detail kebijakan lebih lanjut. Selain itu, dari BPP masih dibingungkan

mengenai persoalan alur pertanggungjawaban program. Selain harus memberikan laporan terhadap Pemerintah Kabupaten, BPP juga melaporkan hasil program kepada BPP provinsi yang diteruskan kepada BNPP. Kendala lain yang dirasakan BPP adalah terlalu jauhnya akses untuk eksekusi program. Koordinasi internal dalam hal kebijakan atau program dilakukan di kantor yang terletak di areal kantor Kabupaten yang berjarak 2jam perjalanan darat. Dengan jarak yang tergolong jauh menjadikan eksekusi implementasi kebijakan membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak langsung berada di kawasan perbatasan. Koordinasi di kawasan perbatasan memiliki kelebihan mengenai informasi yang didapat pelaksana kebijakan karena berada langsung di kawasan perbatasan. 2. Kurangnya komunikasi antar aktor implementasi kebijakan. Komunikasi antar aktor menjadi salah satu kekurangan dalam impelementasi kebijakan kawasan perbatasan. Dalam beberapa kasus yang terjadi, komunikasi antar aktor baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah lokal, BPP, dan masyarakat tidak terjalin dengan baik sehingga menjadikan sebuah kebijakan tidak berjalan secara maksimal. Minimnya komunikasi antar aktor menjadi salah satu pemicu konflik saat dilapangan. Selain itu, minimnya komunikasi juga dapat menyebabkan ketidakjelasan informasi mengenai detail kebijakan atau program pembangunan kawasan perbatasan dan informasi mengenai wilayah implementasi kebijakan. 3. Kurangnya kepercayaan yang dibangun antar pelaksana kebijakan. Kepercayaan antar aktor pelaksana kebijakan di kawasan perbatasan menjadi salah satu kurang maskimalnya impelementasi kebijakan dikawasan perbatasan. Dari beberapa kasus yang telah dijelaskan, ada banyak indikasi ketidakpercayaan antar aktor pelaksana kebijakan. Pelanggaran kesepakatan, adanya pengharapan berlebihan yang berujung kekecewaan, dan ketidakjujuran antar aktor pelaksana kebijakan menimbulkan ketidakpercayaan antar aktor pelaksana. Implementasi kebijakan yang para pelaksananya masih mengalami krisis kepercayaan, tidak akan bisa berjalan maksimal dalam melaksanakan implementasi. Ketidakpercayaan antar aktor yang masih kental tersebut hanya akan menghalangi komunikasi dan menimbulkan gesekangesekan kepentingan yang bisa berdampak pada munculnya konflik. 4. Kurangnya pelibatan lokalitas masyarakat (tokoh dan pemimpin adat) dalam pelaksanaan implementasi kebijakan di tingkat lokal. Wilayah perbatasan Jagoi Babang memiliki masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat lokal. Adanya sistem adat istiadat dari nenek moyang tersebut menjadikan

adanya dualisme kepemimpinan dalam masyarakat. Di wilayah Desa Jagoi Babang, ada satu Kepala Desa, tiga Kepala Dusun, satu Kepala Binua, dan tiga Ketua Adat. Selain jabatan tersebut, di setiap dusun masih ada beberapa tokoh yang berpengaruh dalam mobilisasi masyarakat, bisa dari okoh adat atau tokoh yang dihormati. Sistem pemerintahan lokal dan adat lokal tersebut yang seharusnya dilibatkan oleh pelaksana kebijakan untuk memaksimalkan hasil implementasi. Dari beberapa penjelasan kasus, masih belum ada pelibatan lokalitas masyarakat secara penuh. Dengan belum maksimalnya pelibatan dengan lokalitas masyarakat menyebabkan beberapa program timbul konflik dengan amsyarakat. Selain berakibat penundaan proses implementasi, masyarakat yang tidak dilibatkan bisa menimbulkan resistensi yang berakibat kegagalan implementasi kebijakan. 6.2. Saran Setelah membaca beberapa penjelasan terkait implementasi kebijakan pembangungan kawasan perbatasan, ada beberapa hal yang belum dimaksimalkan oleh implementor. Hal-hal tersebut adalah kualitas komunikasi, kepercayaan, dan lokalitas masyarakat kawasan perbatasan. Komunikasi menjadi kunci dari penyampaian informasi mengenai kebijakan tersebut secara utuh dan keseluruhan kepada pelaksana kebijakan. Selain menjadi penyaluran informasi mengenai kebijakan, komunikasi dapat digunakan untuk mencari informasi lain mengenai kondisi masyarakat dan wilayah implementasi tersebut dilaksanakan. Adanya kepercayaan antar aktor implementasi dapat meningkatkan kualitas komunikasi dalam implementasi. Upaya tersebut harus dilakukan untuk menjaga kualitas komunikasi antar aktor implementasi dan mencegah munculnya konflik antar aktor implementasi. Hal lain adalah pelibatan lokalitas masyarakat dalam implementasi. Pelibatan yang dimaksud bisa dalam hal pencarian informasi mengenai kondisi wilayah, masyarakat, dan kebutuhan masyarakat. Kurangnya pemanfaatan ketiga hal tersebut menyebabkan kurang berjalannya kebijakan pembangunan dikawasan perbatasan. Dampak panjang dari kurang maksimalnya implemetasi kebijakan tersebut adalah pembangunan kawasan perbatasan yang cenderung tertinggal dengan kawasan lainnya. Setelah melihat kenyataan yang ada dilapangan, maka upaya yang sebaiknya dilakukan adalah: 1. Adanya perbaikan kualitas komunikasi antar aktor implementasi kebijakan. Perbaikan kualitas yang dimaksud adalah adanya keterbukaan informasi mengenai sebuah kebijakan pembangunan antar pelaksana kebijakan dan masyarakat. Dalam hal kebijakan pembangunan kawasan perbatasan, keterbukaan informasi kebijakan bisa

dalam hal interaksi antar aktor pelaksana kebijakan. Bentuk komunikasi yang lebih kongkret adalah dibentuknya wadah yang bisa menaungi penyaluran kejelasan informasi seperti Focus Group Discussion (FGD), atau pertemuan rutin antara pemerintah lokal dan masyarakat. Pemanfaatan mekanisme yang sudah ada seperti rapat adat juga merupakan salah satu hal yang bisa dilakukan dengan masyarakat. Wadah tersebut nantinya menjadi tempat pelaksana kebijakan dan masyarakat melakukan sharing informasi bahkan berkoordinasi. Di forum itulah informasi kebijakan yang harus diterima oleh pemerintah lokal harus disampaikan secara penuh oleh pelaksana kebijakan. Kelebihan, kekurangan, atau dampak hasil dari kebijakan harus dikomunikasikan dengan pemerintah lokal. Apabila ada imbas kepada masyarakat, harus ada sosialisasi mengenai kebijakan pembangunan tersebut. Informasi yang disampaikan harus secara utuh dan tidak ditutup-tutupi. Hal itu dapat mencegah timbulnya konflik apabila dalam pelaksanaan implementasi muncul kesalahankesalahan yang dilakukan oleh pelaksana implementasi kebijakan. 2. Adanya bentuk trust dari setiap aktor implementasi kebijakan. Bentuk trust yang coba dibangun adalah adanya penegakan nilai-nilai yang disepakati bersama antar aktor pelaksana kebijakan. Bentuk kongkret dari penegakan nilai tersebut adalah adanya sebuah kesepakatan ataupun bentuk kerjasama antar aktor implementasi kebijakan. Bentuk kesepakatan atau kerjasama bisa bersifat profesional (ada hitam diatas putih) atau bersifat informal (hasil dari musyawarah). Kesepakatan itulh yang nantinya dapat digunakan untuk membangun trust antar pelaksana kebijakan dan masyarakat. Bentuk kerjasama atau kesepakatan itu dapat digunakan aktor-aktor pemilik kebiajakan untuk membangun kawasan perbatasan secara bersama-sama. Selain itu, adanya nilai-nilai seperti kejujuran dan tidak saling memanfaatkan antar aktor implementasi dapat menjadi dasar trust dari aktor-aktor implementasi. 3. Perlu adanya pelibatan tokoh ataupun kepala adat dalam impelementasi kebijakan pembangunan kawasan perbatasan. Dalam implementasi kebijakan di ranah teknis lapangan, pelibatan lokalitas masyarakat sangat diperlukan. Selain masyarakat memiliki informasi mengenai kondisi masyarakat, kebutuhan, dan informasi wilayah, masyarakat dapat turut serta sebagai pelaksana kebijakan. Kebijakan yang ditujukan untuk masyarakat, akan dapat memaksimalkan hasil impelmntasi. Salah satu tujuan pelibatan masyarakat adalah untuk memaksimalkan fungsi masyarakat sebagai salah satu aktor dalam implementasi. Di perbatasan Jagoi Babang, lokalitas masyarakat secara struktural kemasyarakatan adalah

adanya Kepala Binua dan Kepala Adat. Di masyarakat adat, adat budaya masih dapat digunakan untuk memobilisasi atau membuat masyarakat ikut berpartisipasi. Partisipasi masyarakat bisa sebagai pemberi informasi dan sebagai pelaksana kebijakan di tingkat lokal. Model partisipasinya bisa dilakukan dengan adanya musyawarah atau diskusi yang diikuti oleh berbagai elemen masyarakat. untuk memobilisasi hal tersebut, bisa menggunakan sistem adat yang berlaku. Kebijakan yang ditujukan untuk kebaikan masyarakat, seharusnya dengan didukung sistem adat yang ada akan dapat meningkatkan kontribusi masyarakat dalam upaya maksimalisasi hasil implementasi, karena dalam masyarakat adat, para tokoh dan pemimpin adat memiliki kekuatan untuk memobilisasi masyarakat dan ada bentuk kepercayaan masyarakat kepada tokoh dan pemimpin adat yang terikat di nilai-nilai budaya masyarakat adat.