BAB I PENDAHULUAN. juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al- Qur an yang mujmal, muthlaq, amm dan sebagainya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis,

BAB I PENDAHULUAN. hal ihwal Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-qur an.

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari periwayatannya hadits berbeda dengan Al-Qur an yang semua

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 4)

BAB I PENDAHULUAN. dengan ibadah shalat dan haji. Tanpa bersuci orang yang berhadas tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). 1. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat

Kata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis.

Silabus Mata Kuliah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UNISNU Jepara

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017

HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag

BAB V PENUTUP. Berdasarkan penelitian hadits tentang Hadis-Hadis Tentang Aqiqah. Telaah Ma anil Hadits yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya,

DAFTAR PUSTAKA. Abu Dawud, Sulaiman bin al-asy as al-sijistani H. Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar Ibn Hazm. Juz III.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV MUSNAD AL-SHĀFI Ī DALAM KATEGORISASI KITAB HADIS STANDAR. Ulama hadis dalam menentukan kitab-kitab hadis standar tidak membuat

ULUMUL HADIS ULUMUL HADIS

PENDAHULUAN. menetapkan hal tersebut melalui jalan perkawinan yang sah.

Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag.

BAB II METODE MAUD}U I DAN ASBAB AL-WURUD. dipakai dalam beragam makna. Diantaranya yaitu: Turun atau merendahkan,

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2006 TAHUN PELAJARAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah Alquran, 1 sebagaimana

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 2)

BAB I PENDAHULUAN. Disamping itu berisi beberapa perintah yang harus dijalankan oleh semua umat

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

2. Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina.

STATUS ANAK ZINA DALAM SUNAN ABU DAWUD NOMOR INDEKS 2273

Tim Penyusun MKD UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS

BAB I PENDAHULUAN. inilah yang dikatakan Agama, diputuskan oleh akal dan logika dan dibenarkan

PERKEMBANGAN HADITS PERIODE KEEMPAT

Silabus Mata Kuliah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UNISNU Jepara

Dua Kelompok Penyebar Hadis Palsu

BAB II MUKHTALIF AL-HADITS. Mukhtalif al-hadits secara bahasa dapat dipahami dengan hadis-hadis

Written by Andi Rahmanto Wednesday, 29 October :49 - Last Updated Wednesday, 29 October :29

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB V PENUTUP. Berdasarkan paparan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai

Pengertian Hadits. Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi.

Bab 5. Hadist: Sumber Ajaran Islam Kedua

SILABUS BAHASA ARAB I SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR`AN (STAI-PIQ) SUMATERA BARAT. Mata Kuliah.

Derajat Hadits Puasa TARWIYAH

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB III METODE PENELITIAN. cara membaca, menalaah dan meneliti berbagai literatur-literatur yang

BAB IV KUALITAS MUFASIR DAN PENAFSIRAN TABARRUJ. DALAM SURAT al-ahzab AYAT 33

KEHUJJAHAN HADIS MENURUT IMAM MAZHAB EMPAT

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-qur a>n, hadis memiliki

BAB V PENUTUP. 1. Metode yang dipergunakan dan yang dipilih dari penafsiran al-ṭabari dan al-

DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 3)

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, biji-bijian

BAB I PENDAHULUAN. bumi juga harus mampu menghambakan diri di hadapan Allâh Subhânahu

Written by Andi Rahmanto Friday, 28 November :43 - Last Updated Friday, 28 November :55

Ulumul Hadist I. Written by Administrator. 1. Mata Kuliah. 2. Kode Mata Kuliah. 3. Komponen. 4. Jurusan. 5. Program Studi. 6.

Analisis Hadis Kitab Allah Dan Sunahku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III BIOGRAFI AL-NASA> I> DAN DATA HADIS TENTANG BINATANG TERNAK BISA MENDENGAR SIKSA KUBUR

Puasa Sunah Asyura: Waktu dan Keutamaannya

HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat. 1

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orangorang yang ruku (Al Baqarah : 43)

Edisi 02/ I/ Dzulhijjah/ 1425 H Januari/ 2005 M)

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang berlaku dalam Islam tidak boleh bertentangan dengan al-qur an. Di

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

Hukum Mengqadha' Puasa Ramadhan

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah (utusan Allah SWT) sebagai pembawa risalah dan ajaran (shari> at)

TAKHRI<J DAN I TIBA<R HADIS

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mewajibkan bagi setiap umatnya untuk selalu bekerja keras untuk

BAB III DESKRIPSI HADIS RIWAYAT ABDULLAH IBNU MAS UD TENTANG PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS VISUAL (GAMBAR)

BAB I PENDAHULUAN. pemeluknya. Para Ulama dan tokoh- tokoh Islam dalam kitab. karangannya begitu banyak mencantumkan al- Qur`an dan hadits karena

BAB I MARWIYYAT AN NISA GHAIRU ASH-SAHABAH FII MUWATHA MALIK IBN ANAS

BAB IV ANALISIS SANAD DAN MATAN HADITS TENTANG SYAFAAT PENGHAFAL AL-QUR AN

Kajian Hadis di Era Global -- M. Alfatih Suryadilaga

UMMI> DALAM AL-QUR AN

Belajar Ilmu Hadis (1) Pendahuluan

Ditulis oleh Faqihuddin Abdul Kodir Senin, 08 Juni :59 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 16 September :24

SLABUS DAN SAP ILMU HADIS

KAIDAH KEMUTTASILAN SANAD HADIS (Studi Kritis Terhadap Pendapat Syuhudi Ismail)

BAB II TAKHRIJ DAN METODE KRITIK HADIS. keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Islam, hadis menempati posisi kedua setelah al-qur an sebagai

Dari uraian di alas, ada beberapa point yang dapat disimpulkan dan sekal igus menjadi Jawaban terhadap

Adab Membaca Al-Quran, Membaca Sayyidina dalam Shalat, Menjelaskan Hadis dengan Al-Quran

Derajat Hadits Fadhilah Surat Yasin

Berbakti Sepanjang Masa Kepada Kedua Orang Tua

Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

Penulis : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc Dipublikasikan ulang dari

SILABUS TAKHRIJUL HADIST SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR`AN (STAI-PIQ) SUMATERA BARAT KODE MATA KULIAH : MKK THU 63209

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I Perdebatan mengenai suatu masalah merupakan hal lumrah yang sering dijumpai dalam setiap perkumpulan. Perdebatan seputar soal duniawi hingga yang

MADZHAB SYAFI I. Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Ilmu Fiqh Dosen: Kurnia Muhajarah,M.S.I

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM HADIS RIWAYAT ABDULLAH IBNU MAS UD TENTANG PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS VISUAL (GAMBAR)

IRSYAD AL-HADITH SIRI KE-222: DAGING UNTA MEMBATALKAN WUDHUK

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB V PENUTUP. 1. Kualitas sanad hadis-hadis tentang shalat dhuha dalam kitab al-targi>b. a. Hadis-Hadis Anjuran melaksanakan Shalat Dhuha

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 84 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam struktur sumber hukum Islam, hadits (sunnah) bagi ummat Islam menempati urutan kedua sesudah al-qur an. karena, disamping sebagai ajaran Islam yang secara langsung terkait dengan keharusan menaati Rasulullah Saw, juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al- Qur an yang mujmal, muthlaq, amm dan sebagainya. 1 Hadits Nabi meskipun dalam sumber pokok ajaran Islam menempati urutan kedua, namun dalam praktek pelaksanaan ajaran Islam sangat penting, bahkan tidak jarang dianggap sejajar. Hadits bukan hanya berfungsi sebagai penguat dan penjelas, tetapi suatu ketika ia secara independen dapat menjadi pijakan dalam menentukan suatu ketetapan hukum terhadap suatu kasus yang tidak disebut dalam al-qur an. Keberadaan hadits sebagai sumber hukum Islam sangat unik dan urgen tidak seperti al-qur an yang qath i. pada kenyataannya hadits mempunyai kewenangan menetapkan hokum yang tidak terdapat pada al-qur an. 2 Hadits dengan berbagai dimensinya selalu menjadi fokus kajian yang problematik dan menarik, baik bagi pendukung maupun penentangnya. Maka tidak mengherankan jika eksistensinya sering menjadi sasaran kritik dari 1 Hasjim abbas, kritik matan hadits, (Yogyakarta, Teras, 2004) hlm. 1. 2 Bustamin, dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 2 1

2 orang-orang yang anti terhadap Islam. Dikalangan umat Islam sendiri, muncul kelompok yang disebut inkar al-sunnah, yang tidak menjadikan hadits sebagai sumber ajaran Islam, dan hanya mencukupkan diri dengan petunjuk al-qur an. Di era kontemporer muncul berbagai pemikir yang mengkritisi pemikiran seputar hadits, seperti; Mustafa al-azami dari India, Fazlurrahman dari Indo- Pakistan, Muhammad Syahrur dari Syiria, Muhammad al Gazali dan Yusuf Qardawi dari Mesir. Sedangkan dari kelompok orientalis, terdapat nama-nama seperti; Josepht Schacht, Montgomery Watt, Ignaz Goldzihe, dan lain sebagainya. 3 Al Qur an dan Hadits mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari bagi umat Islam. Walaupun terdapat perbedaan dari segi penafsiran dan aplikasi, namun setidaknya ulama sepakat bahwa keduanya dijadikan sebagai rujukan Islam dalam mengambil dan menjadikan pedoman utama dari keduanya. Oleh karena itu, kajian terhadap keduanya tak akan pernah keruh, bahkan terus berjalan dan berkembang seiring dengan kebutuhan umat Islam. Melalui terobosan-terobosan baru, kajian ini akan terus mewarnai khazanah perkembangan studi keislaman dalam pentas sejarah umat Islam. Sebagai insan akademik Institut Agama Islam, kajian terhadap sumber hukum Islam ini mempunyai arti yang sangat penting, untuk mengembangkan kajian sumber ajaran Islam secara mendalam dan ilmiah. Harapan ini tentu 3 Hasbullah, Ali, Usul al-tasyiri al-islami,( Mesir, Darul Ma arif 1964) hlm. 11-14

3 dalam taraf kewajaran, karena kegiatan ilmiah dapat tumbuh dengan baik dan subur dibandingkan dengan lingkungan pendidikan lainnya. Secara umum, epistemologi keilmuan sumber ajaran Islam, dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yakni; al-qur an dan hadits. Dari masingmasing sumber dapat diurai dalam tiga bentuk. Seperti dalam kajian al- Qur an; Ulumul al- Qur an, tafsir dan metodologi penelitian tafsir. Demikian juga dalam kajian hadits, terdapat; Ulumul al- Hadits, Syarh al- Hadits dan metodologi penelitian hadits ( tahqiq al-hadits ) yang di dalamnya terdapat tahrij al-hadits. Ketiganya mempunyai hubungan yang erat satu sama lain dan integral dalam mendalami sumber ajaran Islam. Dalam perjalanan sejarahnya, hadits yang baru dikodifikasi pada awal abad II H, 4 banyak mengalami pemalsuan. 5 Dengan berbagai kepentingan, banyak kalangan yang menggunakan hadits untuk mencari legitimasi atas pendapat ataupun mazhab yang mereka ikuti. Melihat kenyataan yang demikian itu, sudah sepatutnya umat Islam harus berhati-hati dalam menggunakan hadits sebagai dasar dalam beragama. 4 Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara resmi, atas instruksi khalifah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabi in, sahabat kecil, sahabat besar bahkan pada masa Nabi SAW. M. Sholahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, h. 38. 5 Ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan hadis, di dalam buku Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, Syuhudi Isma il menyebutkan 3 pendapat a) pemalsuan hadis telah terjadi pada zaman nabi, pendapat ini dikemukakan oleh Ah}mad Amin b) pemalsuan hadis yang berkenan dengan masalah keduniawian telah terjadi pada zaman Nabi dan dilakukan oleh orang munafiq. Sedangkan pemalsuan hadis berkenaan dengan masalah agama pada zaman Nabi belum pernah terjadi, pendapat ini dikemukakan oleh Salah al-din al-adlabi. c) pemalsuan hadis mulai muncul pada masa Khalifah Ali bin Abi Talib. Pendapat ini dikemukakan oleh kebanyakan ulama hadis. Lihat M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah) (Bandung: Bulan Bintang, 1995), cet. II, h. 104-110.

4 Pada kenyataannya, ternyata tidak semua yang disebut hadits itu, benarbenar berasal dari Nabi. Apalagi kita mengetahui hadits palsu itu berkeliaran dipermukaan bumi ini, baik yang dibuat secara sengaja oleh umat Islam sendiri karena alasan politik, perbedaan mazhab dan cinta kebaikan serta bodoh agama, atau dibuat oleh kelompok yang tidak menyukai kehadiran Islam. Ada juga yang menjadikan hadits sebagai sumber atau landasan untuk hikayat atau cerita yang disajikan dalam sebuah kitab. Kenyataan seperti ini, bertolak belakang dari pemikiran semula yang mengira bahwa semua hadits itu adalah segala sesuatu yang di nisbahkan kepada Nabi, yang fungsinya sebagai rujukan dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam, ternyata menjadi perluasan cakupan, sehingga apa saja yang dinisbahkan kepada sahabatpun disebut hadits, bahkan yang disandarkan kepada tabi inpun juga disebut hadits. Kenyataan ini menimbulkan persoalan, yaitu mana hadits yang bisa diterima sebagai dalil agam karena diduga keras berasal dari Nabi, dan mana yang tidak bisa dipakai sebagai hujjah karena hadits itu palsu. Persoalan-persolan seperti ini selalu membias dan menghantui pemikiran kaum muslimin, dan mulai ada titik terang, ketika ahli hadits bangkit dengan memunculkan apa yang dinamakan dengan kutub al-takhrij. Ilmu al-takhrij pada awal perkembangan sumber hukum Islam tidaklah begitu urgen, karena penguasaan para ulama terhadap sumber-sumber al- Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidak menemui kesulitan untuk mengetahui dan melacak hadits dalam kitab-kitab al-sunnah. Tidak mengherankan, jika ilmu takhrij al-hadits tidak dikenal dan tidak untuk

5 dipelajari, bahkan belum dibutuhkan karena, mereka mempunyai pengetahuan syari at yang luas dan ingatan yang kuat terhadap sumber hukum yang langsung datang dari Rasulullah Muhammad saw. Sebagaimana diungkapkan oleh. Muh. Zuhri bahwa: ulama terdahulu tidak membutuhkan metode takhrij al-hadits, karena pengetahuan mereka terhadap sumber-sumber syari at sangat luas dan ingatan mereka sangat kuat, ketika membutuhkan sebuah hadits sebagai dalil, dalam sekejap mereka dapat menemukannya, di kitab mana hadits itu berada. Kemudian kalau ada hadits yang belum dibukukan,mereka mudah menemukan, diriwayatkan oleh siapa hadits yang dimaksud dan melalui jalur mana saja. Karenanya ada beberapa penulis ilmu tertentu, memasukan hadits didalamnya melalalui jalur yang diketahuinya tanpa merujuk kitab tertentu. Misalnya al-thabari dalam kitab tarihnya, Imam Syafi i dalam menulis kitab al-risalah atau al-umm dan Ibn Katsir dalam menulis tafsirnya memasukan hadits dengan jalurnya sendiri. Ketika semangat belajar generasi berikutnya semakin lemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan rujukan ilmuilmu syar i, bahkan yang lebih fatal mereka seringkali mengambil hadits atau dalil dengan cara merujuk kitab-kitab sembarangan, disisi lain, tidak semua hadits yang dimuat dalam buku rujukan berkualitas layak dipakai. Maka untuk menjawab berbagai permasalahan, sebagaian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagaian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab as-sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shaheh atas yang dhaif. Untuk menelusuri

6 hadits atau dalil dan mengkanter hal tersebut diperlukan ilmu yang disebut takhrij al-hadits. Sebagaimana disebutkan terdahulu bahwa hadits Nabi merupakan sumber ajaran islam setelah al-qur an. Dilihat dari periwayatannya hadits Nabi berbeda dengan al-qur an. Untuk al-qur an, semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedang untuk hadits Nabi, sebagian periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. 6 Karena hadits Nabi diriwayatkan dengan berbagai cara maka hal tersebut menjadi permasalahan awal yang mengakibatkan bermunculan haditshadits yang dinilai kurang dalam dari segi keshohihannya. Banyak sekali kitabkitab kajian yang menyantumkan hadits dalam bentuk matannya saja, tanpa menyertakan sanad-sanad dari hadits tersebut. Diantara kitab-kitab tersebut adalah kitab yang berjudul asli al-mawā izh al- Ushfūriyyah karya syeikh Muhammad bin Abu Bakar, dan diterjemahkan oleh M. Khoiron GZ dan diberi judul Hikayat-Hikayat Hikmah Berdasarkan Hadits. Dikarenakan kitab al- Mawā izh al- Ushfūriyyah ini seringkali dikaji dalam pesantren-pesantren, maka peneliti tertarik untuk meneliti hadits-hadits yang dijadikan sandaran tersebut. Apakah hadits-hadits itu benar berasal dari Nabi dan bagaimana kualitasnya. sehingga sangat perlu untuk diteliti kualitas dari hadits-hadits yang ada didalam kitab tersebut. Selain itu dalam kitab ini hadits dituliskan sebagai hlm. 3. 6 M. syuhudi ismail. Metodologi penelitian hadis nabi, (Jakarta, Bulan Bintang, 1992),

7 landasan atau sandaran untuk cerita. Mengingat kebanyakan masyarakat kita seringkali sangat menyukai hal yang dibalut dengan cerita yang didalam terkandung contoh-contoh perilaku yang bisa diikuti dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari Peneliti berharap dengan melakukan penelitian ini akan memberikan banyak manfaat untuk masyarakat luas. Dan peneliti juga berharap, semoga masyarakat kita akan semakin pandai dan waspada terhadap penggunaan hadits-hadits yang yang akan dijadikan rujukan. B. Rumusan Masalah Dari pemaparan latar belakang di atas, sebuah pertanyaan pokok yang perlu untuk diajukan adalah, apakah semua hadits pada kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah karya syeikh Muhammad bin Abu Bakar itu berasal dari Nabi, dan bagaimana kualitasnya. Jika disebutkan secara rinci, maka pertanyaan tersebut dapat dirumuskan menjadi beberapa macam, yaitu: 1. Bagaimana karakteristik kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah? 2. Bagaimana redaksi hadits pada kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah? 3. Bagaimana kualitas sanad dan matan hadits pada kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah? C. Tujuan Penelitian Dengan fokus masalah seperti itu, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keautentikan hadits-hadits yang ada dalam kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah karya syeikh Muhammad bin Abu Bakar. Adapun tujuan partikularnya adalah:

8 1. Untuk mengetahui karakteristi kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah karya syeikh Muhammad bin Abu Bakar. 2. Untuk mengetahui redaksi hadits-hadits yang ada dalam kitab al- Mawā idh al- Ushfūriyyah karya syeikh Muhammad bin Abu Bakar. 3. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan hadits-hadits yang ada dalam kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah karya syeikh Muhammad bin Abu Bakar. D. Batasan Masalah Dalam kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah karya syeikh Muhammad bin Abu Bakar ini terdapat empat puluh (empat puluh hadits). Karena dalam penelitian ini berbatas waktu, sehingga peneliti menetapkan tidak mengambil semua bab dalam kitab tersebut untuk diteliti kualitas haditsnya. Peneliti memilih bab I sampai bab XX untuk diteliti. Peneliti mengambil batasan tersebut, untuk memudahkan dalam meneliti, dan juga apabila untuk kedepannya ada peneliti lain yang berkeinginan melanjutkan penelitian pada kitab tersebut tidak menyulitkan langkahnya. E. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang berfokus pada kajian Ilmu Takhrij Hadis. Untuk mempermudah arah penelitian ini, akan dilakukan beberapa langkah metodologis sebagai berikut: 1. Sumber data Penelitian ini bersifat penelitian kepustakaan, sehingga semua sumber data diperoleh dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan

9 topik yang diteliti. Karena penelitian ini tentang hadits pada kitab al- Mawā idh al- Ushfūriyyah, maka sumber utamanya adalah a. kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah, yang ditulis oleh syeikh Muhammad bin abu bakar. Buku ini telah diterjemahkan oleh Muhammad khoiron GZ, dengan judul hikayat-hikayat hikmah berdasarkan hadits. b. Kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi, sunan al-nasa I, sunan ibnu majah, Musnad Ahmad, sunan al-darimi dan muwattho imam malik (dikenal dengan sebutan kutubut tis ah) Dan juga kitab-kitab penunjang yang berbahasa Indonesia seperti metodologi penelitian hadits nabi karya Dr. M. Syuhudi ismail dan bukubuku tentang kajian hadits lainnya. 2. Metode dan pendekatan Karena obyek studi ini adalah hadits, maka metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode penelitian hadits, yang meliputi penelitian sanad dan matan. Seperti yang dikemukakan oleh Syuhudi Ismail, dalam bukunya Metodologi Penelitian Hadits, bahwasanya tujuan pokok penelitian hadits, baik dari segi sanad maupun matan, yaitu untuk mengetahui kualitas sebuah hadits yang diteliti, karena kualitas hadits tersebut sangat penting kaitannya dengan kehujjahannya. 7 28. 7 Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm.

10 3. Teknik Pengambilan Sampel Dalam kitab al-mawā izh al- Ushfūriyyah karya syeikh Muhammad bin Abu Bakar ini terdapat empat puluh (empat puluh hadits). Karena dalam penelitian ini berbatas waktu sehingga peneliti menetapkan tidak mengambil semua bab dalam kitab tersebut untuk diteliti kualitas haditsnya. Peneliti memilih bab I sampai bab XX untuk diteliti. Karena dalam penelitian hadits kita hanya dapat melihat dari hasil data-data yang telah ada, dan ditulis oleh ulama-ulama terdahulu. Dalam penelitian hadits pada kitab al-mawāizh al- Ushfūriyyah ini, peneliti akan menampilkan data-data perawi yang bersangkutan dengan hadits yang diteliti. Untuk smpel yang ditampilkan pada penelitian ini, peneliti membatasi, hanya hadits yang matannya selafazh dengan hadits yang terdapat dalam kitab al-mawāizh al- Ushfūriyyah lah yang akan ditampilkan susunad sanadnya pada penelitian ini. 4. Pengolahan Data Dalam pengolahan data yang diteliti ini, peneliti menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Takhrij hadits Takhrij hadits, yaitu penelusuran hadits yang bersangkutan melalui kitab-kitab hadits, yang dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap mengenai sanad dan matan hadits. Untuk memudahkan

11 langkah penelusuran hadits, peneliti menggunakan metode Takhrij bi al-fadz yaitu dengan memusatkan pencarian hadits hanya melalui al- Mu jam al-mufahros li Al-Fadzil Hadits al-nabawi yang dilacak melalui lafazd yang sesuai. Setelah diperoleh informasi mengenai hadis tersebut, selanjutnya dilacak pada kitab-kitab hadits yang bersangkutan. b. Melakukan i tibar Melakukan i tibar yaitu menelusuri jalur-jalur sanad. Kegunaan i tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadits seluruhnya, dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung (corroboration), berupa riwayat yang berstatus muttabi atau syahid. Kemudian dibuat skema sanad hadits yang bersangkutan. c. Analisis sanad hadits Analisis sanad hadits, yaitu meneliti ketersambungan sanad, kualitas rawi (kapasitas keilmuan dan integritas para periwayat), dan ada atau tidaknya syazd dan illat. Untuk meneliti integritas para periwayat, digunakan teorinya Ibnu Hajjar, karena Ibnu Hajjar mempunyai kriteria yang lebih rinci dari pada ulama lain. Selain itu juga akan digunakan teori al-jarh wa al-ta dil yang banyak digunakan oleh ulama hadits, ulama fiqh dan ulama ushul fiqh yaitu al-jarh didahulukan atas al-ta dil. Perlu ditegaskan bahwa sanad yang akan dianalisis adalah sanad hadis yang menjadi sampel, bukan semua jalur sanad yang ada dalam i tibar.

12 d. Analisis matan hadits Analisis matan hadits, yaitu membanding-bandingkan matan hadis yang ditemukan dan melakukan analisa terhadap matan-matan yang ditemukan. Dalam kritik matan ini, tolak ukur yang akan digunakan adalah pendapatnya Ibn al-jauzi. Ibn al-jauzi (w. 597 H/1210 M) mengatakan dengan pernyataan yang begitu singkat setiap hadis yang bertentangan dengan dengan akal maupun berlawanan dengan ketentuan pokok agama, maka ketahuilah bahwa hadits tersebut adalah hadits palsu. 8 e. Mengambil kesimpulan Mengambil simpulan (natijah) terhadap hasil penelitian kualitas hadits baik dari segi sanad maupun matannya F. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori Sejauh pelacakan peneliti terhadap hadits-hadits yang telah diteliti, belum pernah ada yang meneliti tentang kualitas hadits-hadits didalam kitab al-mawā izh al- Ushfūriyyas ini. Sekalipun pernah ada penelitian tentang hadits, tetapi bukan pada hadits yang berada didalam kitab tersebut. Dengan melihat hal tersebut peneliti berinisiatif, untuk mengadakan penelitian (mentakhrij) hadits-hadits yang berada didalam kitab al-mawā izh al- Ushfūriyyah ini, agar kelak diketahui bagaimana kualitas hadits dalam kitab tersebut. Sehingga dengan diketahuinya kualitas hadits-hadits dalam kitab al- Mawā izh al- Ushfūriyyah ini, kita akan lebih nyaman dalam menggunakan 8 Ibid., hlm. 127

13 kitab tersebut sebagai bahan kajian, baik itu dalam bentuk pembelajaran dalam pesantren, maupun di luar pesantren G. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu: Bab I: Pendahuluan, yang memuat; a. latar belakang, b. rumusan masalah, c. tujuan penelitian, d. batasan masalah, e. metode penelitian yang terdiri dari; 1. Sumber data, 2. Metode dan pendekatan, 3. Teknik pengambilan sampel, dan 4. Pengolahan data yang berisikan tentang (a). takhrij hadits (b). melakukan I tibar, (c). analisis sanad hadits, (d). analisis matan hadits, (e). mengambil kesimpulan, f. tinjauan putaka dan g. sistematika penulisan. Bab II: Kajian kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah, yang berisi tentang hadits-hadits dalam kitab al-mawa idh al-ushfuriyyah. Bab III : Takhrij dan I tibar sanad hadits dalam kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah, yang berisi data-data (tabel-tabel) rangkaian nama-nama dalam sanad hadits yang diteliti. Bab IV: Kritik sanad dan matan hadits kitab al-mawā idh al- Ushfūriyyah, yang berisi kritik sanad, kritik matan, dan kesimpulan. Bab V : Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran.