3. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
3 METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 8. Lokasi penelitian

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

KUANTIFIKASI DAN KARAKTERISASI ACOUSTIC BACKSCATTERING DASAR PERAIRAN DI KEPULAUAN SERIBU JAKARTA OBED AGTAPURA TARUK ALLO

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

III METODE PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SYAHRUL PURNAWAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

3. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 2. Alat pengambilan sampel sedimen

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan di Lapangan. Scientific Echosounder Simrad EY 60

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEK UKURAN BUTIRAN, KEKASARAN, DAN KEKERASAN DASAR PERAIRAN TERHADAP NILAI HAMBUR BALIK HASIL DETEKSI HYDROAKUSTIK ABSTRACT

Scientific Echosounders

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB :

3. METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

Lampiran 1 Kapal nelayan yang digunakan untuk pengambilan data akustik pada sistem single beam. Lampiran 2 Konfigurasi instrumen single beam di kapal

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR STEVEN SOLIKIN

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

4. BAHAN DAN METODA. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sedimen Dasar Laut

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DELTA MAHAKAM

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN SINGLE DAN MULTI BEAM ECHO SOUNDER BAMBANG SUPARTONO

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Karakterisasi Pantulan Akustik Karang Menggunakan Echosounder Single Beam

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

2. TINJAUAN PUSTAKA. Side Scan Sonar merupakan peralatan observasi dasar laut yang dapat

BAB III METODOLOGI. Gambar 1. Peta Lokasi penelitian

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI LIFEFORM KARANG MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK JEFRY BEMBA

Perancangan piranti lunak untuk pengukuran TRANSMISSION LOSS dan Koefisien Serap Bahan menggunakan metode fungsi transfer

DETEKSI DAN INTERPRETASI TARGET DI DASAR LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

Pendahuluan. Peralatan. Sari. Abstract. Subarsyah dan M. Yusuf

BAB III METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

Welcome to Marine Acoustic Virtual Lab!

UJI BEDA KETEBALAN INTEGRASI PADA PANTULAN PERTAMA DAN KEDUA HASIL DETEKSI AKUSTIK MULYANI

BAB II ANTENA MIKROSTRIP. dalam sistem komunikasi tanpa kabel atau wireless. Perancangan antena yang baik

3 METODOLOGI PENELITIAN

3. BAHAN DAN METODE. dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Sumber : Mckenzie (2009) Gambar 2. Morfologi Lamun

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

3. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik.

PENGARUH JUMLAH CELAH PERMUKAAN BAHAN KAYU LAPIS (PLYWOOD) TERHADAP KOEFISIEN ABSORPSI BUNYI DAN IMPEDANSI AKUSTIK

DETEKSI SEBARAN IKAN PADA KOLOM PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK INTEGRASI KUMULATIF DI KECAMATAN SUMUR, PANDEGLANG BANTEN

Lampiran 1. SKETSA AREA SURVEI

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGUKURAN ACOUSTIC BACKSCATTERING STRENGTH DASAR PERAIRAN SELAT GASPAR DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIMRAD EK60

Oleh: Henry M. ~anik"

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di

PERANCANGAN ANTENA HELIX UNTUK FREKUENSI 2,4 GHz

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. dimana besar nilainya bisa sama panjang dengan panjang keseluruhan atau

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KUANTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KARANG BERDASARKAN KUAT HAMBUR BALIK MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK SINGLE BEAM BAIGO HAMUNA

PENGUKURAN DAN ANALISIS NILAI HAMBUR BALIK AKUSTIK UNTUK KLASIFIKASI DASAR PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN MAKROZOOBENTOS DI DELTA MAHAKAM

3. METODOLOGI PENELITIAN

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

Transkripsi:

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 Januari 2 Februari 2011 yang berlokasi di sekitar perairan Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Karya dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu Jakarta Utara, yang memiliki kedalaman relatif dangkal yang berkisar pada kedalaman 2 8 m dan diduga memiliki tipe sedimen yang berbeda-beda pada beberapa lokasi. Pengambilan data difokuskan pada beberapa macam tipe substrat yang menjadi fokus kajian pada penelitian ini, dimana penulis terlibat langsung dalam proses pengambilan data di lapangan. Lokasi ditentukan berdasarkan informasi dari nelayan dan masyarakat di sekitar lokasi penelitian serta survei awal yang dilakukan dengan penyelaman. Gambar 10 menunjukkan peta lokasi penelitian. Gambar 10. Lokasi penelitian

Pengolahan data akustik dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB dan Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan (P4KSI) KKP, Jakarta. Analisis sampel sedimen dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. 3.2. Perangkat dan peralatan penelitian 3.2.1. Instrumen SIMRAD EY 60 scientific echosounder system Pengambilan data akustik menggunakan perangkat SIMRAD EY 60 scientific echosounder system. Transducer split beam dioperasikan dengan menggunakan frekuensi 120 khz, transmitted power 50 watt, kecepatan suara sebesar 1546,35 m/dtk dan dengan nilai transmitted pulse length 0,128 mdtk. Selain itu, digunakan laptop untuk merekam data secara real time dan juga GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui posisi lintang (latitude) dan bujur (longitude). Spesifikasi SIMRAD EY 60 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Spesifikasi SIMRAD EY 60 scientific echosounder system Spesifikasi SIMRAD EY60 Operating frequency Operating modes Transmission power Ping rate Maximum ping rate Data collection range Receiver filtering Receiver noise figure Split-beam Synchronization Bottom detection settings Transmit power Receiver instantenous dynamic range Sumber: Simrad, 1993 Operation setting 120 khz active adjustable in steps 50 watt adjustable 60 m 20 pings/sec 0 to 1500 m matched digital filters 4 db complex digital demodulation internal and external adjustable maximum 4 kw 150 db

3.2.2. Kapal Survei pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan kapal nelayan setempat. Penempatan komponen SIMRAD EY 60 (Laptop dan GPT) harus berada pada tempat yang aman dan mudah dioperasikan. Penempatan posisi transducer harus masuk ke dalam air, sehingga transducer diletakkan di sisi luar kapal tepatnya pada bagian kiri kapal dengan kedalaman transducer 0,5 m. Transducer diletakkan di sebelah kiri karena perputaran baling-baling kapal berlawanan dengan arah jarum jam. Hal ini dilakukan karena noise yang ditimbulkan oleh baling-baling lebih besar pada satu sisi kapal daripada sisi yang lain. Dalam hal ini, sisi kanan kapal memiliki noise yang besar karena balingbaling kapal berputar ke arah kiri. Namun pada saat pengambilan data akustik, lokasi pengambilan data hanya difokuskan pada posisi yang stasioner sehingga mesin kapal dimatikan untuk mengurangi noise yang mungkin saja ditimbulkan oleh baling-baling kapal. Tabel 3. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian akustik dasar perairan Alat dan bahan Jenis Kegunaan Split beam echosounder SIMRAD EY 60 Pengambilan data akustik GPS Garmin Pengambilan data posisi stasiun Notebook/Laptop Hp Compac Pemrosesan dan penyimpanan data akustik Alat selam SCUBA Alat bantu observasi dan Underwater camera Pipa paralon Kapal Sony DCS-W170 10,1 megapixel Diameter 7,6 cm Panjang 10 cm Kapal nelayan (panjang 6 m dan lebar 1,8 m) pengambilan sampel dasar perairan Dokumentasi objek bawah air Alat untuk mengambil sampel dasar perairan Wahana apung dan tempat pemasangan alat survei akustik

Spesifikasi transducer dalam sistem echosounder SIMRAD EY 60 adalah sebagai berikut (Tabel 4). Tabel 4. Spesifikasi transducer seri ES 120-7C Spesifikasi Besaran Satuan Resonant frequency 120 khz Circular beamwidth 7 derajat Directivity DI=10 log D 28 db Equivalent two-way beam angle 10 log ψ -21 db re 1 steradian Impedance 19 ohm Transmitting response 185 db re 1 µpa per V Receiving sensitivity, open circuit -190 db re 1 V per µpa Sumber: Simrad, 1993 3.2.3. Alat pengambil contoh sedimen Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada tiap stasiun pengamatan yang memiliki data akustik. Proses pengambilan sedimen dilakukan melalui penyelaman dengan SCUBA dan menggunakan pipa paralon berdiameter 7,6 cm (3 inch) dengan panjang 10 cm yang ditancapkan ke dalam dasar perairan. Sedimen yang didapatkan dibiarkan berada dalam pipa paralon dalam keadaan tertutup sehingga tidak mengubah struktur sedimen yang terdapat dalam sedimen. Posisi paralon dalam dasar laut dengan kedalaman paralon 10 cm Gambar 11. Ilustrasi posisi paralon terhadap echogram

3.3. Pengambilan data akustik Pengambilan data akustik dilakukan dengan menggunakan instrumen split beam echosounder SIMRAD EY 60, dimana prinsip kerja instrumen ini adalah pemancaran gelombang suara melalui transmitting transducer secara vertikal ke dasar perairan. Gelombang suara yang dikirim ke dasar perairan akan dipantulkan lagi dan diterima oleh receiver transducer. Instrumen ini dilengkapi dengan frekuensi 120 khz. Instrumen split beam echosounder SIMRAD EY 60 dioperasikan pada tiap stasiun pengamatan (stasioner). Kondisi kapal dalam keadaan diam dan tetap pada posisi yang telah ditentukan sehingga proses perekaman data diharapakan berasal dari tipe sedimen yang telah ditentukan. Diagram alir pengambilan data akustik dapat dilihat pada Gambar 12. GPT Laptop SIMRAD EY 60 GPS Transducer Seabed Gambar 12. Diagram alir pengambilan data akustik

3.4. Pengambilan contoh sedimen Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada 9 stasiun pengamatan yang memiliki data akustik. Lokasi pengambilan data sedimen dilakukan disekitar Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Karya dan Pulau Semak Daun yang lokasinya tidak terlalu jauh antar pulau. Proses pengambilan sedimen dilakukan melalui penyelaman dengan menggunakan SCUBA dan menggunakan pipa paralon berdiameter 7,6 cm (3 inch) dengan panjang 10 cm yang ditancapkan ke dalam dasar perairan. Sedimen yang didapatkan dibiarkan berada dalam pipa paralon dalam keadaan tertutup sehingga tidak mengubah struktur sedimen dan kandungan air yang terdapat dalam sedimen yang selanjutnya dibawa untuk dianalisis di laboratorium. Untuk mengetahui jenis/tipe substrat dari tiap sedimen yang diambil dilakukan analisis besar butir (grain size) sedimen melalui proses fraksinasi sedimen, selain itu dilakukan pengukuran porositas (porosity) dari sedimen dan densitas (density). 3.5. Pemrosesan data akustik Tampilan echo dasar perairan dengan jelas ditampilkan berdasarkan variabilitasnya dari ping ke ping. Proses membedakan echo dasar perairan untuk beberapa kategori dasar perairan dilakukan dengan pengrata-rataan nilai dari sinyal echo dan menghasilkan suatu data berdasarkan rata-rata dari data. Nilai roughness dan hardness dapat di ekstrak dari hamburan echo dasar perairan yang pertama dan kedua. Data dasar perairan yang terbaik dihasilkan oleh specular reflection dari dasar perairan (transmisi yang tegak lurus dasar perairan) (Gambar 13). Energi yang paling tinggi dan echo terendah telah diestimasi pada beberapa penelitian. Ini diasumsikan bahwa echo dengan energi yang tinggi dihasilkan oleh specular reflection dan itu merupakan yang terbaik untuk klasifikasi dasar perairan sedangkan echo dengan energi level terendah dihasilkan oleh oblique reflection dan merupakan yang kurang baik untuk klasifikasi dasar perairan (Burczynski, 2002).

Gambar 13. Bentuk sinyal keluaran echosounder (Siwabessy et al. 2005) Bagian awal dari echo dasar perairan yang pertama disebabkan oleh pantulan pertama dasar perairan yang tegak lurus dengan transducer axis. Echo pada bagian pertama ini (specular dan coherent) sangat sensitif terhadap pitch dan roll dari kapal dan transducer. Sisa dari echo pertama dasar dari dasar perairan disebabkan oleh oblique back reflection (non coherent) dan lebih sedikit sensitif terhadap pitch dan roll. Echo pertama dasar perairan sebagian besar dihubungkan dengan nilai kekasaran (roughness) dan kekerasan (hardness) dari dasar perairan akan ditingkatkan dari bagian kedua dari echo pertama dasar perairan (oblique reflection) (Gambar 14). Gambar 14. Formasi echo dasar perairan pertama (Burczynski, 2002)

Data yang diperoleh dari instrumen SIMRAD EY 60 split beam echosounder systems dalam bentuk raw data (echogram) selanjutnya diekstrak dengan menggunakan software Echoview dan Matlab. Proses integrasi dasar perairan dilakukan pada kedua pantulan akustik dari dasar perairan (first bottom dan second bottom) untuk melihat respon karakteristik backscattering dari dasar perairan yang diamati (Gambar 15). Respon akustik dari dasar perairan dilihat dengan mengintegrasikan dasar laut dengan ketebalan integrasi 10 cm. Elementary Distance Sampling Unit (EDSU) yang digunakan pada proses integrasi adalah berdasarkan dengan ping number sebesar 20 ping. Nilai threshold yang digunakan untuk energy of the 1 st bottom echo (E1) minimum pada -50 db dan maksimum 0 db, sedangkan threshold minimum untuk energy of the 2 nd bottom echo (E2) sebesar -70 db dan maksimum pada 0 db. Gambar 15. Geometri backscattering dari pantulan 1 st dan 2 nd echo dasar perairan (Penrose et al. 2005)

3.6. Analisis data 3.6.1. Komputasi acoustic bottom backscattering Nilai acoustic backscattering volume (Sv) dari dasar perairan diperoleh dengan menggunakan software Echoview. Nilai SS diperoleh menggunakan persamaan yang menghubungkan bottom volume backscattering coefficient (Sv) dan surface backscattering coefficient (Ss) (Manik et al. 2006). Sv = ( ). (1) dimana, Φ = instantaneous equivalent beam angle for surface scattering Ψ = equivalent beam angle for volume scattering c = kecepatan suara (m/s) τ = pulse length menjadi : Pada peak bottom echo, nilai integrasi Ψ Φ sehingga persamaan (1) Ss = Sv. (2) SS [db] = 10*log Ss. (3) Selanjutnya untuk beam dengan bukaan lebar beam yang sempit, dimana daerah insonifying terletak pada daerah normal incidence. Daerah permukaan insonified adalah persimpangan dari directivity lobe (diasumsikan vertikal) dan daerah permukaan ini dirumuskan sebagai berikut (Lurton, 2002): A = ψ*h 2. (4) dimana H merupakan tinggi dari sumber ke target dan ψ equivalent beam angle, dalam steradians. Jika beam berbentuk kerucut (conical), daerah permukaan dapat dinyatakan sebagai fungsi dari setengah bukaan sudut konvensional φ (Lurton, 2002): A = π*(h tan φ) 2. (5)

Nilai maksimum dari intensitas echo level maka akan sama dengan (Lurton, 2002): EL = SL 40 log H 2αH + 10 log (ψh 2 ) + BSs(0) = SL 20 log H 2αH + 10 log ψ + BSs(0) = SL 20 log H 2αH + 10 log(π tan 2 φ) + BSs(0). (6) dimana, EL = echo level (db) SL = source level (db re 1 µpa) = 197,5 + 10log(50) = 214 db re 1uPa @1m BSs(0) = backscattering surface strength at normal incidence (db) H = ketinggian dari sumber suara ke target (m) α = koefisien absorpsi (db/m) Model ini menyatakan bahwa sinyal ditransmisikan dalam waktu yang cukup lama untuk jejak beam pada satu daerah insonified. Untuk pulsa pendek, bidang dari dasar perairan yang ter-insonified tidak ditentukan oleh bukaan beam, tapi berdasarkan pulse duration. Proyeksi ini berbentuk lingkaran di atas dasar perairan, radius yang diberikan berupa delay antara tepi dan pusat. Kisaran antara sonar dengan tepian lingkaran adalah R = H + cτ/2. Radius lingkaran kira-kira sama dengan dan areanya adalah A = πhcτ. Pada kasus ini, maksimum echo level menjadi (Lurton, 2002): EL = SL 30 log H 2αH + 10 log(πcτ) + BSs(0). (7) Pada persamaan (6) dan (7) simbol BSs(0) (Lurton, 2002) SS(0) (Manik et al. 2006). Transisi antara rezim pulsa panjang dan pulsa pendek terjadi ketika proyeksi sinyal ke permukaan memotong tepian dari jejak dari beam directivity. Dengan demikian, semuanya tergantung pada bentuk beam itu sendiri. Untuk beam yang berbentuk kerucut (conical) setengah dari bukaan φ, merupakan batas antara dua rezim tersebut yang terjadi pada kedalaman perairan H. H =. (8)

3.6.2. Komputasi acoustic reflection sedimen dasar perairan Koefisien refleksi didefinisikan sebagai bagian dari gelombang tekanan suara yang dipantulkan oleh dasar perairan, dibagi dengan gelombang suara yang mengenai dasar perairan, atau dengan kata lain rasio antara gelombang suara yang dipantulkan (Pr) dengan gelombang suara yang mengenai dasar perairan (Pi). Dimana: R =. (9) Untuk gelombang akustik normal incidence, koefisien refleksi berkaitan dengan impedansi akustik yang ditandai melalui hubungan berikut: R = =. (10) dimana Z 1, ρ 1, c 1 dan Z 2, ρ 2, c 2 masing-masing merupakan nilai akustik impedansi, densitas dan kecepatan suara di kolom air dan permukaan sedimen. Parameter sedimen ditunjukkan pada Gambar 16. Gambar 16. Ilustrasi stuktur sedimen dan kolom air (Medwin dan Clay, 1998) Nilai kecepatan suara dan densitas di dalam perairan dan di sebagian sedimen diketahui. Sedimen dasar perairan diasumsikan bertindak sebagai fluida dan oleh karena itu digunakan persamaan (10) untuk menghitung koefisien refleksi dasar perairan. Tekanan fraksional refleksi, R, sering disebut bottom loss. Bottom loss sering dinyatakan dalam db sebagai bilangan positif. BL = -20*log R. (11)

3.6.3. Analisis sedimen Contoh sedimen yang diambil dengan menggunakan pipa paralon berdiameter 7,6 cm dengan panjang 10 cm selanjutnya dianalisis sifat fisiknya seperti tekstur sedimen, densitas dan porositas dari sedimen tersebut (Ruang Pori Total) yang nantinya digunakan sebagai data insitu sekaligus sebagai data pembanding dari hasil hidroakustik. Tekstur sedimen adalah susunan relatif dari besar butir sedimen, terdiri dari pasir berukuran 2 mm 50 µ, lumpur berukuran 50 µ 2 µ dan liat berukuran kurang dari 2 µ. Klasifikasi metode analisis tekstur dilakukan dengan menggunakan metode ayakan bertingkat dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Contoh substrat diambil dari lapangan dan diperkirakan beratnya pada waktu kering minimal 100 gram basah. 2. Substrat tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 100 0 C sampai benarbenar kering (± 24 jam). 3. Contoh diayak dengan Shieve shaker berukuran 2 mm. 4. Berat asal kering contoh ditimbang dengan berat 10 gram. 5. Selanjutnya ditambahkan H 2 O 2 30% sebanyak 100 ml dan didiamkan selama semalam, setelah itu contoh substrat dimasak untuk menghilangkan bahan organik. 6. Contoh substrat kemudian diayak dengan ayakan berukuran 325 mesh (mesh = banyaknya lubang (hole) dalam 1 mm 2 ). 7. Hasil ayakan ini kemudian dimasukkan ke dalam Shieve shaker (5 ukuran mata ayakan) untuk kemudian diayak sehingga menghasilkan 5 ukuran besar butir sedimen yang nantinya akan digolongkan ke dalam substrat pasir. 8. Hasil lain dari ayakan berukuran 325 mesh yang dalam keadaan cair ditambahkan larutan Na 2 P 2 O 7. 10H 2 O untuk selanjutnya dianalisis untuk mengetahui substrat lumpur dan liat yang dilakukan dengan cara pemipetan dengan ukuran pipet 20 cc. 9. Untuk menentukan fraksi lumpur, larutan didiamkan selama 1 15 menit. Selanjutnya untuk fraksi liat dimana ukurannya sangat kecil, maka larutan tersebut didiamkan selama 3,5 sampai 24 jam untuk selanjutnya ditentukan persentasenya.

Proses pengukuran sediment properties selain untuk melihat tekstur, sedimen juga digunakan untuk melihat ruang pori total dan densitas yang terkandung dalam sedimen. Densitas sedimen merupakan berat suatu volume sedimen dalam keadaan utuh yang dinyatakan dalam g/cc. Pengukuran densitas dari sedimen dilakukan dengan menggunakan ring berukuran tinggi 5 cm dengan diameter 5 cm. Jika densitas (berat isi) telah diketahui, maka ruang pori total dihitung dengan menggunakan persamaan: Ruang pori total = 1 x 100%. (12) Untuk klasifikasi tipe substrat di lokasi penelitian, maka dilakukan pengklasifikasian dengan menggunakan diagram segitiga tekstur USDA. 3.6.4. Principal Component Analysis Principal Component Analysis (PCA) adalah cara untuk mengidentifikasi pola-pola dalam data dan mengungkapkan data sedemikian rupa untuk melihat persamaan dan perbedaan dari data (Smith, 2002). Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component (Soemartini, 2008). Principal Component Analysis (PCA) diterapkan pada data untuk menghilang redundansi. Jumlah Principal Component yang dipilih ditentukan oleh banyaknya variasi yang ada. Principal Component Analysis (PCA) ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi peubah baru yang mendasari data peubah ganda. 2. Mengurangi banyaknya dimensi himpunan peubah yang biasanya terdiri dari peubah yang banyak dan saling berkorelasi menjadi peubah baru yang tidak berkorelasi dengan mempertahankan sebanyak mungkin keragaman dalam data. 3. Menghilangkan peubah-peubah asal yang mempunyai sumbangan informasi yang kecil.

Pada penelitian ini Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk melihat hubungan antar parameter akustik dengan beberapa parameter fisika sedimen yang diduga dapat memberikan gambaran mengenai karakter dari dasar perairan. PCA menghitung suatu set variabel baru yang lebih kecil, variabel linear independen, yang disebut komponen utama (Principal Component) yang memberikan laporan dari sebagian besar perbedaan yang ada dalam data yang sebenarnya (Gambar 17). Principal Component Analysis (PCA) Gambar 17. Proses klasifikasi nilai echo (Preston, 2004) 3.6.5. Clustering analysis Clustering adalah operasi analisis multidimensional yang terdiri dari pembagian parameter-parameter (deskriptor) dalam suatu penelitian (Legendre dan Legendre, 1998). Clustering dapat diartikan sebagai proses pengelompokkan objek berdasarkan informasi yang diperoleh dari data yang menjelaskan hubungan antar objek dengan prinsip untuk memaksimalkan kesamaan antar anggota satu kelas dan meminimumkan kesamaan antar kelas/cluster. Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan metode clustering. Dua pendekatan utama adalah clustering dengan pendekatan partisi (K-Means) dan clustering dengan pendekatan hirarki. Clustering dengan pendekatan partisi atau sering disebut dengan partition-based clustering

mengelompokkan data dengan memilah-milah data yang dianalisa ke dalam cluster-cluster yang ada. Clustering dengan pendekatan hirarki atau sering disebut dengan hierarchical clustering mengelompokkan data dengan membuat suatu hirarki berupa dendogram dimana data yang mirip akan ditempatkan pada hirarki yang berdekatan dan yang tidak pada hirarki yang berjauhan. Metode clustering yang akan digunakan pada penelitian ini untuk melihat hubungan antara nilai akustik dan sedimen properties yang ada adalah clustering dengan pendekatan hirarki. Metode clustering dengan pendekatan hirarki mengelompokkan data yang mirip dalam hirarki yang sama dan yang tidak mirip di hirarki yang agak jauh. Ada dua metode yang sering diterapkan yaitu agglomerative hieararchical clustering dan divisive hierarchical clustering. Agglomerative melakukan proses clustering dari N cluster menjadi satu kesatuan cluster, dimana N adalah jumlah data, sedangkan divisive melakukan proses clustering yang sebaliknya yaitu dari satu cluster menjadi N cluster. Salah satu cara untuk mempermudah pengembangan dendogram untuk hierarchical clustering ini adalah dengan membuat similarity matrix yang memuat tingkat kemiripan antar data yang dikelompokkan. Tingkat kemiripan bisa dihitung dengan berbagai macam cara seperti dengan Euclidean Distance Space. Berangkat dari similarity matrix ini, kita bisa memilih lingkage jenis mana yang akan digunakan untuk mengelompokkan data yang dianalisa, dimana pada penelitian ini digunakan average lingkage.