HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang

dokumen-dokumen yang mirip
TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI DENGAN SUMBER FOLLICLE STIMULATING HORMONE (FSH) YANG BERBEDA SKRIPSI DHEDY PRASETYO

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

KUALITAS EMBRIO HASIL SUPEROVULASI PADA BANGSA SAPI YANG BERBEDA SKRIPSI AIDIL MARSAN

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

EFISIENSI SUPEROVULASI PADA SAPI MELALUI SINKRONISASI GELOMBANG FOLIKEL DAN OVULASI MAIDASWAR

SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI. Bogor, 8-9 Agustus 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

Tingkat Respon Superovulasi dan Produksi Embrio In Vivo dengan Sinkronisasi CIDR (Controlled Internal Drug Releasing) Pada Sapi Donor Simmental

5 KINERJA REPRODUKSI

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

Lampiran 1. Jumlah Zigot yang Membelah >2 Sel pada Hari Kedua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi

RENCANA KINERJA TAHUNAN

MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI. Agung Budiyanto

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Kualitas Embrio pada Sapi Simmental dan Limousin dengan Kadar Protein Pakan Berbeda

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari

RENCANA KINERJA TAHUNAN

Teknologi Reproduksi

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

2013, No TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM BALAI BESAR INSEMINASI BUATAN SINGOSARI PADA KEMENTERIAN PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SEKSI PRODUKSI DAN APLIKASI (PA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Sapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari dataran Eropa tepatnya dari Provinsi

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

Induksi Superovulasi dengan Kombinasi CIDR, Hormon FSH dan hcg pada Induk Sapi Potong

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KUALITAS EMBRIO HASIL PRODUKSI EMBRIO IN VIVO PADA SAPI DENGAN BANGSA DAN UMUR YANG BERBEDA IKA SEPTIANA ANGGUN PUSPITA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

PENGARUH INJEKSI PGF2α DENGAN HORMON PMSG PADA JUMLAH KORPUS LUTEUM, EMBRIO DAN JUMLAH ANAK KELINCI

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH FOLIKEL YANG MENGALAMI OVULASI TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN DOMBA PADA BERAHI PERTAMA SETELAH PENYUNTIKAN PGF2,

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

HASlL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

SUPEROVULASI PADA INDUK SAPI BALI

PENGARUH PENYUNTIKAN PROSTAGLANDIN TERHADAP PERSENTASE BIRAHI DAN ANGKA KEBUNTINGAN SAPI BALI DAN PO DI KALIMANTAN SELATAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi asli dan murni

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

PENDAHULUAN. yang terdiri dari kecamatan Baraka 49 ekor, kecamatan Baroko 13 ekor,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebesar 90-95% dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri, sehingga impor

OLEH : HERNAWATI. Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Embrio Ternak (BET) yang terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Topografi lokasi ini berada di punggung sebelah timur gunung Salak dengan kemiringan 8-40 0 dan ketinggian 600-1,350m dpl. Lingkungan lokasi penelitian ini mempunyai temperatur 18-22 C, kelembaban 70-80% dan curah hujan 3,222 mm per tahun. Menurut Abidin (2006) lingkungan yang baik untuk sapi adalah mempunyai temperatur optimal dengan kisaran suhu 10-27 0 C, curah hujan 800-1.500 mm pertahun, sehingga lokasi penelitian ini cocok untuk pertumbuhan dan reproduksi sapi. Gambaran lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. (a) (b) Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang Respon Sapi terhadap Superovulasi Hasil pengamatan terhadap seluruh sapi donor yang disuperovulasi disajikan pada Tabel 1. Dari seluruh sapi donor yang disuperovulasi sebanyak 169 ekor sapi memberikan respon. Tabel 1 menunjukkan bahwa sapi Angus yang disuperovulasi dengan Folltropin-V memberikan respon terbaik. Penggunaan FSH dengan merk yang sama pada bangsa sapi yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda. Superovulasi sapi Simmental menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada sapi Limousin. Hal ini berbeda dangan hasil penelitian Suradi (2004) pada sapi Simmental yang memberikan respon yang sama dengan sapi Limousin terhadap 20

superovulasi yaitu sebesar 100%. Analisis sidik ragam respon sapi terhadap superovulasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Muawanah (2000) beberapa faktor yang mempengaruhi respon ternak donor terhadap superovulasi antara lain faktor umur ternak donor, dosis FSH yang digunakan, Body Condition Score (BCS) dan jumlah pemakaian ternak tersebut sebagai donor. Kanagawa (1995) menambahkan rendahnya respon ternak donor terhadap perlakuan superovulasi dapat disebabkan oleh gangguan reproduksi ternak donor tersebut. Tabel 3. Respon Sapi terhadap Superovulasi Bangsa Sapi Jenis FSH upero ulasi Sapi Donor yang Respon Response Rate (%) FH Folltropin-V 9 5 56 FH Opti-Stim 20 15 75 FH Ovagen 29 17 59 Simmental Folltropin-V 9 7 78 Simmental Opti-Stim 23 21 91 Simmental Ovagen 23 20 87 Limousin Folltropin-V 19 17 89 Limousin Opti-Stim 36 24 67 Limousin Ovagen 15 12 80 Angus Folltropin-V 6 6 100 Angus Opti-Stim 13 8 62 Angus Ovagen 11 7 64 Tingkat Ovulasi Tingkat ovulasi dapat diketahui berdasarkan jumlah corpus luteum (CL) yang dihasilkan pada ovarium kanan dan ovarium kiri yang pada umumnya berbentuk oval dan berdiameter 0,75-5 cm. Ovarium kanan umumnya lebih besar daripada ovarium kiri. Persentase corpus luteum (CL) yang dihasilkan pada ovarium kanan dan ovarium kiri disajikan pada Tabel 2. 21

Berdasarkan uji statistik jumlah CL sebelah kanan dan kiri tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan adanya perlakuan superovulasi menyebabkan kedua ovarium memberikan respon yang sama. Hal ini sesuai dengan penelitian Maret (2001) yang menyatakan bahwa aktivitas ovulasi dari kedua ovarium kiri dan kanan terhadap pemberian hormon FSH eksogen dengan dosis 40, 44 dan 50 mg tidak dijumpai perbedaan. Uji t-student jumlah Corpus Luteum (CL) pada Ovarium Kanan dan Kiri dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 4. Persentase Corpus Luteum Hasil Superovulasi Bangsa Persentase CL Ovarium (%) Jenis FSH Superovulasi Sapi Kanan Kiri FH Folltropin-V 9 47 53 FH Opti-Stim 20 39 61 FH Ovagen 29 46 54 Simmental Folltropin-V 9 35 65 Simmental Opti-Stim 23 49 51 Simmental Ovagen 23 41 59 Limousin Folltropin-V 19 44 56 Limousin Opti-Stim 36 39 61 Limousin Ovagen 15 57 43 Angus Folltropin-V 6 50 50 Angus Opti-Stim 13 50 50 Angus Ovagen 11 52 48 Banyaknya jumlah CL yang terbentuk pada ovarium kiri maupun ovarium kanan menggambarkan aktivitas ovarium tersebut. Meskipun jumlah CL pada ovarium kiri dan ovarium kanan tidak berbeda nyata (P>0,05), namun pada data hasil penelitian dapat dilihat bahwa presentase CL ovarium kiri lebih banyak daripada ovarium kanan. Berbeda dengan pendapat Hardjopranjoto (1995) yang menyatakan bahwa ukuran ovarium kanan yang lebih besar daripada ovarium kiri terjadi karena secara fisiologis ovarium kanan lebih banyak memperoleh aliran darah sehingga lebih aktif. 22

Rataan jumlah total CL hasil superovulasi disajikan pada Tabel 3. Jumlah total CL yang terbentuk pada ovarium dapat menunjukkan tingkat keberhasilan program superovulasi. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa bangsa sapi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah CL. Sumber FSH yang digunakan dalam superovulasi tidak berpengaruh terhadap jumlah CL. Interaksi antara bangsa sapi dan sumber FSH tidak berpengaruh terhadap jumlah CL. Analisis sidik ragam jumlah total CL dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 5. Rataan Corpus Luteum Hasil Superovulasi uperovulasi Rataan CL Sumber FSH Bangsa Sapi (buah/ekor) Kisaran FH Folltopin-V 4 4,5 ± 1 3-5 FH Opti-Stim 11 5,2 ± 5,9 2-22 FH Ovagen 15 6,5 ± 4,7 2-18 Simmental Folltopin-V 6 8,3 ± 4,2 4-14 Simmental Opti-Stim 18 9,5 ± 8,7 2-40 Simmental Ovagen 17 9,3 ± 6,5 2-24 Limousin Folltopin-V 16 7,2 ± 5,5 2-22 Limousin Opti-Stim 20 9,5 ± 7,2 2-32 Limousin Ovagen 11 8,8 ± 4,3 4-17 Angus Folltopin-V 6 9 ± 4,6 2-15 Angus Opti-Stim 6 4 ± 2,9 2-9 Angus Ovagen 7 7,7 ± 5,4 2-17 Pengaruh lingkungan pemeliharaan, umur dan nutrisi pada setiap individu ternak sapi yang sama dapat juga memberikan hasil tingkat ovulasi yang berbeda. Toelihere (1985) menjelaskan bahwa tingkat ovulasi pada ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk makanan, kondisi fisik dan umur. Produksi Embrio Rataan jumlah embrio dan ovum terkoleksi disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa bangsa memberikan pengaruh yang berbeda terhadap total embrio dan ovum terkoleksi. Sapi FH dan Angus memberikan respon yang sama terhadap total embrio. Sapi Simmental dan Limousin memberikan 23

respon yang sama terhadap total embrio dan ovum terkoleksi. Sedangkan sapi FH dengan Simmental memberikan respon yang berbeda terhadap total embrio dan ovum terkoleksi. Sumber FSH tidak berpengaruh terhadap total embrio dan ovum terkoleksi. Analisis sidik ragam jumlah embrio dan ovum terkoleksi dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 6. Rataan Jumlah Embrio dan Ovum Terkoleksi Hasil Superovulasi Bangsa Sapi Sumber FSH uperovulasi Rataan Embrio dan Ovum (buah/ekor) Kisaran FH Folltopin-V 4 4,5 ± 1 3-5 FH Opti-Stim 11 5,2 ± 5,9 2-22 FH Ovagen 15 6,5 ± 4,7 2-18 Simmental Folltopin-V 6 8,3 ± 4,2 4-14 Simmental Opti-Stim 18 9,5 ± 8,7 2-40 Simmental Ovagen 17 9,3 ± 6,5 2-24 Limousin Folltopin-V 16 7 ± 5,6 2-22 Limousin Opti-Stim 20 9,5 ± 7,2 2-32 Limousin Ovagen 11 8,3 ± 3,5 4-14 Angus Folltopin-V 6 9,3 ± 4,7 2-15 Angus Opti-Stim 6 4 ± 2,9 2-9 Angus Ovagen 7 7,7 ± 5,4 2-17 Faktor-faktor seperti sumber dan kondisi sperma, kualitas oosit yang diperoleh, kondisi alat reproduksi sapi betina, nutrisi pakan, ketrampilan inseminator, lingkungan pemeliharaan dan jadwal pengkoleksian embrio yang tepat dapat juga mempengaruhi pembuahan dan perkembangan ovum. Seidel dan Elsden (1989) menjelaskan bahwa Koleksi dengan metode tanpa pembedahan melalui serviks dilakukan pada hari ke-7 atau ke-8 setelah estrus, koleksi pada hari ke-7 akan menghasilkan embrio stadium kompak morula dan blatosit awal sedangkan pada hari ke-8 embrio mencapai stadium blatosit penuh. Betteridge (1980) menyatakan bahwa dari sejumlah ovum yang diovulasikan tidak semua dibuahi dan berkembang normal karena adanya sel telur yang mungkin 24

hilang, tidak dibuahi atau tidak terkembang. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa koleksi embrio tanpa pembedahan memungkinkan adanya sekitar 10% embrio yang tidak berhasil dibilas karena masih berada di oviduk. Recovery Rate Respon sapi terhadap superovulasi, yang ditandai dengan jumlah CL berkorelasi positif dengan jumlah embrio yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan nilai recovery rate yang berada pada kisaran 80%. Hanya ada satu nilai recovery rate yang lebih dari 100% yaitu pada sapi Angus yang disuperovulasi dengan Folltropin-V. Hasil ini berbeda dengan penelitian Suradi (2004) dan Maret (2001) yang mendapatkan hasil recovery rate lebih dari 100%. Hal ini disebabkan teknik palpasi rektal yang sudah lebih baik sehingga kemungkinan CL yang tidak terhitung semakin kecil. Pengalaman dan keahlian petugas palpasi rektal juga mempengaruhi keakuratan perhitungan jumlah CL. Tabel 7. Recovery Rate Hasil Superovulasi Bangsa Sapi Jenis FSH upero ulasi CL (buah) Embrio dan Ovum (buah) Recovery Rate FH Folltropin-V 9 19 19 100% FH Opti-Stim 30 61 61 100% FH Ovagen 29 99 99 100% Simmental Folltropin-V 9 51 51 100% Simmental Opti-Stim 23 174 174 100% Simmental Ovagen 23 161 161 100% Limousin Folltropin-V 19 116 113 97% Limousin Opti-Stim 36 194 192 99% Limousin Ovagen 15 98 92 94% Angus Folltropin-V 6 56 56 100% Angus Opti-Stim 13 26 26 100% Angus Ovagen 11 54 54 100% Nilai recovery rate yang terendah terdapat pada sapi Limousin, hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah kurangnya asupan nutrisi atau 25

kegagalan teknik dari superovulasi. Semakin banyak CL yang terdeteksi maka semakin banyak pula jumlah embrio yang dihasilkan. Hasil recovery rate menunjukkan bahwa pemanenan embrio (flushing) di BET Cipelang telah berjalan dengan baik. Analisis sidik ragam recovery rate dapat dilihat pada Lampiran 4. 26