BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan daerah yang dimulai dengan penyusunan anggaran,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi telah memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung mencerminkan arah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksana Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penatausahaan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Tujuan

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. 4. Prinsip APBD 5. Struktur APBD

BAB I PENDAHULUAN. publik, anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik,

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 telah menimbulkan tuntutan yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mekanisme Pengalokasian Anggaran APBA Badan Pengelolaan Keuangan Aceh 2017

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 2 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C

PERUBAHAN PERTAMA RENCANA STRATEGIS

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan. pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara/daerah dimulai dengan diterbitkannya 2 (dua) undang-undang yang

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman.

TAHUN : 2006 NOMOR : 07

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. buruk terhadap kinerja suatu Pemerintah Daerah (Pemda).

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aturan-aturan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. pusat untuk mengatur pemerintahannnya sendiri. Kewenangan pemerintah daerah

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 1 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 4 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Menurut Indra Bastian (2006),

BUPATI TOJO UNA-UNA. Tempat. SURAT EDARAN Nomor : 900/672/BPKAD TENTANG. Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD Tahun Angggaran 2017

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan Pemerintah Pusat kepada Daerah. Meskipun demikian, urusan pemerintahan tertentu seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional masih diatur Pemerintah Pusat. Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka Desentralisasi Fiskal. Pendanaan kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan Pusat-Daerah dan antar Daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui Dana Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus (Undang-Undang No. 33 Tahun 2004).

Dengan adanya kewenangan yang lebih besar dalam pelaksanaan otonomi ini, pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu hal yang harus dilakukan secara transparan dan akuntabel yang selalu berpedoman kepada kaidah-kaidah yang ditetapkan dalam regulasi yang mengatur mengenai keuangan daerah (Baridwan, 2003). Anggaran Daerah yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan, Anggaran Daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran Daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuranukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas berbagai unit kerja. Struktur APBD yang berlaku pada masa sebelum munculnya regulasi mengenai otonomi daerah disusun masih menggunakan pendekatan incremental dan line item. Cara penyusunan anggaran seperti ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan sistem pertanggungjawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja

namun jika anggaran tersebut defisit atau minus berarti pelaksanaan anggaran tersebut gagal. Dalam perkembangannya, muncullah sistematika anggaran kinerja yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan dengan hasil dari pelayanan. Pendekatan incremental menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar dalam menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan dengan jumlah atau persentase tertentu tanpa menggunakan alasan yang lebih rasional. Pendekatan seperti ini tidak saja belum menjamin terpenuhinya kebutuhan riil, namun juga bisa mengakibatkan kesalahan yang terus berlanjut, karena tidak diketahui apakah pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan dasar penyusunan anggaran sudah didasarkan kepada kebutuhan yang wajar atau tidak. Pendekatan line item, yaitu perancangan anggaran yang didasarkan item yang telah ada di masa lalu. Pendekatan ini tidak memungkinkan pemerintah daerah untuk menghilangkan satu atau lebih item pengeluaran yang telah ada, sekalipun keberadaan item pengeluaran tersebut secara riil tidak lagi dibutuhkan oleh unit kerja yang bersangkutan. Konsekuensi logis dari kedua pendekatan ini adalah terjadinya overfinancing atau underfinancing pada suatu unit kerja. Dalam situasi seperti ini banyak layanan publik yang dijalankan secara tidak ekonomis, tidak efisien dan tidak efektif serta kurang sesuai dengan kebutuhan publik. Di samping itu, pendekatan penganggaran incremental dan line item tidak menghasilkan laporan pertanggungjawaban yang dapat memenuhi tuntutan reformasi.

Dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 jo UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004, maka selain dilakukan reformasi anggaran daerah juga dilakukan reformasi dalam pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Reformasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan pola penganggaran berbasis kinerja dan laporan pertanggungjawaban yang juga bersifat kinerja. Melalui sistem penganggaran berbasis kinerja ini penetapan besarnya alokasi anggaran daerah lebih mempertimbangkan nilai uang (value for money) dan nilai uang yang mengikuti fungsi (money follow function) sesuai dengan kebutuhan riil setiap unit kerja. Hal ini karena APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari program kebijakan serta usaha pembangunan yang dituangkan dalam bentuk aktivitas yang dimiliki oleh unit kerja terkecil sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang telah dibebankan dalam setiap tahun. Dengan menggunakan anggaran berbasis kinerja maka setiap pemerintah daerah akan diketahui kinerjanya. Kinerja ini akan tercermin pada laporan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan prestasi kerja satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Penyusunan APBD berbasis prestasi kerja atau kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antarsusunan pemerintahan. Dalam penyelenggaraannya,

pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006). Berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah, pemerintah telah mengeluarkan regulasi berupa Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Lebih lanjut Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 kemudian disempurnakan dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007. Pengelolaan keuangan daerah yang dimulai dengan penyusunan anggaran, kemudian pelaksanaan dan penatausahaan, perubahan anggaran, pertanggungjawaban serta akuntansi dan pelaporan mengalami perubahan yang fundamental dibanding dengan regulasi yang berlaku sebelumnya. Diantara perubahan tersebut adalah dilimpahkannya sebagian mekanisme pengelolaan keuangan di Badan/Biro/Bagian Keuangan kepada SKPD. Lingkup penatausahaan keuangan yang dilimpahkan diantaranya pengujian Surat Permintaan Pembayaran (SPP) baik, Uang Persediaan (UP), Ganti Uang (GU), Tambahan Uang (TU) maupun Langsung (LS) serta penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM). Selain itu terjadi perubahan yang terkait dengan laporan-laporan yang harus dibuat para pengelola keuangan (bendahara, pejabat penatausahaan keuangan SKPD, pejabat pelaksana teknis kegiatan) serta diharuskannya proses akuntansi berupa jurnal dan buku besar dalam menghasilkan

laporan keuangan masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Dengan demikian dapat dipastikan bahwa tugas para pengelola keuangan jauh lebih banyak dan rumit dibandingkan dengan peraturan sebelumnya. Dengan semakin banyak dan rumitnya tugas para pengelola keuangan daerah, kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi adalah suatu keharusan. Dengan penggunaan teknologi informasi, tugas-tugas para pengelola keuangan daerah akan semakin terbantu dan dapat menghasilkan formulir-formulir maupun laporan-laporan yang dibutuhkan oleh pimpinan SKPD secara akurat dan tepat waktu. Penggunaan teknologi informasi di dalam pengelolaan keuangan daerah telah diakomodir dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 225 yang memperkenankan dipergunakannya aplikasi komputer dalam mengelola keuangan daerah sehingga dapat menghasilkan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah. Terkait dengan prestasi kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 mengamanatkan untuk dilakukan penilaian atas prestasi kerja dengan menggunakan tolok ukur, indikator dan target kinerja. Hasil akhir atas penilaian kinerja adalah capaian-capaian kinerja yang diformulasikan dalam bentuk ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomis dan efisiensi terkait dengan pelaksanaan suatu kegiatan, sedangkan efektivitas akan selalu terkait dengan pelaksanaan suatu program. Tanggung jawab untuk menyajikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan suatu kegiatan ada pada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pelaksanaan evaluasi kinerja dengan menggunakan indikator ekonomis, efisiensi dan efektivitas belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Evaluasi kinerja dengan

menggunakan istilah ekonomis, efisiensi dan efektivitas sering disebut sebagai value for money. Ketiga istilah tersebut berkaitan erat dengan implementasi anggaran berbasis kinerja. Lebih jauh istilah tersebut digunakan untuk menyusun pelaporan kinerja dan melakukan evaluasi kinerja. PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan peraturan yang mengatur lebih jauh mengenai bagaimana pemerintah daerah menggunakan ketiga istilah di atas. Terkait dengan peraturan tersebut, Pemerintah Kabupaten Simalungun tidak bisa melepaskan kewajiban untuk memenuhi ketentuan yang ada. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Simalungun tentu melaksanakan penganggaran berbasis kinerja. Penyusunan Rancangan APBD di Pemerintah Kabupaten Simalungun dimulai dengan disusunnya RKA-SKPD terlebih dahulu oleh setiap SKPD yang ada setelah memperoleh batasan pagu anggaran untuk setiap SKPD atas program dan kegiatan yang diusulkan pada tahun bersangkutan. Batasan pagu anggaran yang harus ditaati oleh setiap SKPD adalah sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama antara eksekutif dan legislatif. Bappeda sebagai satuan kerja perencanaan pembangunan daerah memiliki peran yang sangat sentral dalam penentuan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan bagi setiap SKPD, hal ini dikarenakan harus diselaraskannya antara usulan program dan kegiatan setiap SKPD dengan prioritas pembangunan daerah sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen perencanaan daerah baik yang ada di dokumen Rencana Kerja Pemerintah

Daerah (RKPD) maupun yang ada di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Pemerintah Kabupaten Simalungun juga telah membangun dan mengembangkan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah yang berbasis komputer yang disebut dengan Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah sejak tahun 2008. Dari aplikasi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah ini, setiap pimpinan SKPD dapat memperoleh data dengan cepat berupa berapa besar persentase penyerapan dana masing-masing kegiatan pada masing-masing SKPD dari waktu ke waktu. Dari aplikasi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah ini diperoleh informasi penyerapan dana secara keseluruhan untuk Pemerintah Kabupaten Simalungun pada tahun anggaran 2008 dan 2009 masing-masing sebesar 95,65%; dan 97,27%. Pengamatan awal yang dilakukan peneliti di Pemerintah Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa penetapan APBD Tahun Anggaran 2009 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Simalungun ditetapkan pada bulan Maret 2009 dan pengiriman Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2009 kepada Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK-RI) pada bulan Mei 2010. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, bahwa penetapan APBD menjadi Perda APBD selambat-lambatnya pada bulan Desember sebelum Tahun Anggaran yang bersangkutan dilaksanakan, dan penyampaian LKPD kepada BPK-RI selambatlambatnya tiga bulan setelah Tahun Anggaran yang berkenaan selesai.

Keterlambatan penetapan APBD Tahun Anggaran 2009 belum sesuai dengan tujuan penerapan anggaran berbasis kinerja yang menghendaki penyusunan dan penetapan APBD dapat tepat waktu, begitu juga halnya keterlambatan penyelesaian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2009 belum sesuai dengan tujuan dibangunnya sistem informasi pengelolaan keuangan daerah yang menghendaki penyusunan dan penerbitan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dapat tepat waktu. Keterlambatan penetapan Perda APBD Tahun Anggaran 2009 dan keterlambatan penyampaian LKPD Tahun 2009 kepada BPK-RI tersebut memotivasi peneliti melakukan penelitian dengan tujuan untuk membuktikan apakah Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) mempengaruhi Kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) berpengaruh terhadap Kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun?. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) terhadap Kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam akuntansi sektor publik khususnya tentang pengelolaan keuangan daerah. b. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan khususnya dalam peningkatan kinerja SKPD yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun sehingga dapat melakukan perbaikan dan pembenahan dalam penyusunan anggaran maupun pengelolaan keuangan daerah kedepan. c. Bagi akademisi dan peneliti lanjutan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya. 1.5. Originalitas Penelitian Penelitian tentang pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD masih sedikit dilakukan. Salah satu diantaranya adalah Yusriati (2008). Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh

Yusriati (2008). Yusriati telah melakukan penelitian tentang Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal, dengan variabel independen berupa Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan variabel dependen berupa Kinerja SKPD. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusriati (2008) adalah adanya penambahan variabel independen baru berupa Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), di samping itu peneliti juga mengambil tempat pada kabupaten lainnya di Sumatera Utara yaitu Kabupaten Simalungun.