BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TKS 4406 Material Technology I

BAB II LANDASAN TEORI

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proporsi tertentu yang dicampur merata dan dilapis dengan hotmix aspal yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

BAB II KERANGKA TEORITIS. terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

BAB III LANDASAN TEORI

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan

Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PADA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KARAKTERISTIK AGREGAT TERHADAP CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

Pengertian Agregat Dalam Kontruksi Perkerasan Jalan

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BABII TINJAUAN PUSTAKA

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SPESIFIKASI KHUSUS INTERIM SEKSI 6.6

PENGARUH PENAMBAHAN SABUT KELAPA TERHADAP STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Struktur dari konstruksi perkerasan terdiri dari lapisan-lapisan yang

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal,

BAB II Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM KONSTRUKSI JALAN UJI PEMANASAN BAHAN BITUMEN

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT IJUK TERHADAP STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

SNI 6832:2011. Standar Nasional Indonesia. Spesifikasi aspal emulsi anionik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE ABSTRAK

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang telah menjadi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

perkerasan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, ukuran dan gradasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KADAR ASPAL HASIL EKSTRAKSI PENGHAMPARAN DAN MIX DESIGN PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (ACWC) GRADASI HALUS

Cape Buton Seal (CBS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

SPESIFIKASI KHUSUS-2 INTERIM SEKSI 6.6 LAPIS PENETRASI MACADAM ASBUTON LAWELE (LPMAL)

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan sarana transportasi, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

PENGARUH PENAMBAHAN KARET SOL PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT (204M)

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

BAB VI AGREGAT. Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun

PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi aspal emulsi kationik

SIFAT SIFAT FISIK ASPAL

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

Studi Penggunaan Limbah Las Karbit Sebagai Substitusi Sebagian Aspal Shell Pen 60

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. ASPAL Aspal adalah bahan alam dengan komponen kimia utama hidrokarbon, hasil explorasi dengan warna hitam bersifat plastis hingga cair, tidak larut dalam larutan asam encer dan alkali atau air, tetapi larut sebagian besar dalam aether, CS 2 bensol dan chloroform. Aspal yang digunakan dalam perkerasan jalan, terdiri dari beberapa jenis, yaitu : Aspal Alam : Aspal gunung (Rock Asphalt), Aspal Danau (Lake Asphalt) Aspal Buatan : Aspal minyak, Ter (jarang dipakai sebagai bahan perkerasan, karena cepat mengeras) Kedua macam aspal terdapat dalam keadaan : Murni atau hampir murni : Bermuda Lake Asphalt, berbentuk cair. Gilsonite, Granhanite, Glance Pitch, bebertuk asphaltites (keras). Bercampur dengan mineral : Buton Aspal, berbentuk padat. Trinidad Lake Asphalt, berbentuk cair. Rock Asphalt (Eropa dan Amerika), padat 2-1

2-2 2.1.1 Jenis Aspal 1." Aspal Minyak (Petrolium Asphalt) Berbentuk padat atau semi padat sebagai cikal bakal bitumen, yang diperoleh dari penirisan minyak. Aspal minyak dibedakan menjadi : Aspal keras panas (Asphalitic-Cement,AC) Aspal ini berbentuk padat pada temperatur ruangan. Di Indonesia aspal semen dibedakan dari nilai penetrasinya, misal : AC dengan penetrasi 40/50, 60/70, 85-100*). Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah cuaca panas atau lalulintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal sengan penetrasi tinggi digunakan ditempat bercuaca dingin atau lalulintas dengan volume rendah. Aspal dingin-cair (cut-back Asphalt) Aspal ini digunakan dalam keadaan cair dan dingin. Aspal dingin adalah campuran pabrik antara aspal panas dengan bahan pengencer dari hasil penyulingan minyak bumi. Berdasarkan bahan pengencer dan kemudahan menguap, bahan pelarutnya, aspal dingin dibedakan menjadi : Jenis RC (Rapid Curing) : bahan pengencer bensin dengan RC 0 sampai RC 5 **) Jenis MC (Medium Curing) : bahan pengencer minyak tanah (Kerosene) dengan MC 0 sampai MC 5. Jenis SC (Slow Curing) : bahan pengencer solar dengan SC 0 sampai SC 5.

2-3 CATATAN *) AC 60/70 berarti bahwa pada percobaan penetrasi dengan jarum, menggunakan beban 100 gram, pada temperatur 25 0 ( 77 0 F ) setelah 5 detik, jarum penetrasi turun antara 60 x 0,01 cm dan 70 x 0,01 cm. **) semakin besar indeks, semakin banyak mengandung aspal, dan semakin kental. Aspal Emulsi (Emulsion Asphalt) Disediakan dalam bentuk emulsi, dapat digunakan dalam keadaan dingin. Dibedakan dua jenis emulsi : Kationik (aspal emulsi asam), emulsi bermuatan arus listrik positif. Anionik (aspal emulsi alkali), emulsi bermuatan arus listrik negatif. Berdasarkan bahan emulsifier ditambah air, dibedakan : Tipe RS (rapid setting) : RS 1 Tipe MS (medium setting) : MS 1 sampai MS 3 Tipe SS (slow setting) : SS 1 2." Aspal Batu Buton Aspal ini merupakan aspal alam, yang terjadi karena adanya minyak bumi yang mengalir keluar melalui retak-retak kulit bumi. Setelah minyak menguap, maka tinggal aspal yang melekat pada batuan yang dilalui. Kadar aspal pada Aspal Batu Beton berkisar antara 10%-25%. Sebagai bahan pelunak biasanya digunakan flux oil, sebanyak 3%-4% berat total campuran. 2.1.2 Sifat kimiawi Aspal Aspal terdiri dari senyawa hidrokarbon, nitrogen, dan logam lain, sesuai jenis minyak bumi dan proses pengolahannya. Mutu kimiawi aspal ditentukan dari komponen pembentuk aspal. Saat ini telah banyak metode yang digunakan untuk

2-4 meneliti komponen-komponen pembentuk aspal. Komponen fraksional pembentuk aspal dikelompokan berdasarkan karakteristik reaksi yang sama. Metode rolster menetukan komponen fraksional aspal melalui daya larut aspal didalam asam belerang (sulfuric acid). Terdapat 5 komponen fraksional aspal berdasarkan daya reaksi kimiawinya didalam asam sufuric acid, yaitu : Asphaltenes (A) Nitrogen bases (N) Acidaffin I (A 1 ) Acidaffin II (A 2 ) Paraffin (P) Secara garis besar komposisi kimiawi aspal terdiri atas asphaltenes, resins dan oil. Asphaltenes terutama terdiri dari senyawa hidrokarbon, merupaka material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam n-haptane. Asphaltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri atas resins dan oil. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resins. Maltenes merupakan komponen yang mudah berubah sesuai perubahan temperatur dan umur pelayanan. Durabilitas merupakan fungsi dari ketahanan aspal terhadap perubahan mutu kimiawi selama proses pencampuran dengan agregat, masa pelayanan, dan proses pengerasan seiring waktu atau umur perkerasan.

2-5 2.1.3 Kepekaan Aspal Terhadap Temperatur Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur kepekaan terhadap temperatur dari setiap jenis aspal berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Kepekaan terhadap tempaeratur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak/mengeras. Parameter kepekaan aspal terhadap temperatur adalah indeks penetrasi (penetration indek = PI) 20 PI log Pen = 50 10 + PI T 0 R & B log Pen 25 R & B C Dimana : PI T R & B = Indeks penetrasi = Temperatur titik lembek aspal, 0 C Pen 25 0 C = Nilai penetrasi pada suhu 25 0 C, pada pembebanan selama 5 detik dengan beban 100 gram Pen R & B = Nilai penetrasi pada suhu T R & B, pada pembebanan selama 5 detik dengan beban 100 gram. Jika tak terdapat data, nilai ini dapat diasumsikan sama dengan 800. Nilai PI antara -1 dan +1 adalah nilai PI yang umum dimiliki oleh aspal yang digunakan untuk material perkerasan jalan.

2-6 2.1.4 Fungsi Aspal Sebagai Material Perkerasan Jalan Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai : Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada didalam butir agregat itu sendiri Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal itu dengan baik, maka aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakannya mempunyai tingkat kekentalan tertentu. 2.1.5 Pemeriksaan Sifat Aspal Pemeriksaan aspal perlu dilakukan untuk menentukan sifat fisik dan kimiawi aspal. Secara garis besar sesuai tujuannya, pemeriksaan aspal dapat dikelompokan atas 6 kelompok pengujian diantaranya : 1. Pengujian untuk menentukan komposisi aspal 2. Pengujian untuk mendapatkan data yang berguna bagi keselamatan kerja. 3. Pengujian konsistensi aspal 4. Pengujian durabilitas aspal 5. pengujian kemampuan mengikat aspal 6. Pengujian berat jenis aspal yang dibutuhkan untuk merencanakan campuran aspal.

2-7 2.2. AGREGAT Berdasarkan ukuran besar butiran dibedakan sebagai agregat kasar, dengan ukuran butiran > ¼ inci (6,35 mm) yaitu bahan yang tertahan pada saringan no.4 dan agregat halus, bahan yang lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200 (0,075 mm). Yang lolos saringan no.200 dikategorikan sebagai abu batu. Secara spesifik dimensi butiran, pasir termasuk agregat halus. 2.2.1 Jenis Agregat 2.2.1.1 Agregat berbutir kasar Sifat-sifat agregat berbutir kasar a. Kekuatan dan keawetan Agregat adalah merupakan elemen perkerasan jalan yang mempunyai kandungan 90-95 % acuan berat, dan 75-85 % acuan volume dari komposisi perkerasan, sehingga otomatis menyumbangkan faktor kekuatan utama dalam perkerasan jalan. Berfungsi sebagai penstabil mekanis, agregat harus mempunyai suatu kekuatan dan kekerasan, untuk menghindarkan terjadinya kerusakan akibat beban lalu lintas. Sifat kekuatan dan keawetan dipengaruhi oleh : Gradasi, Kompak dan keras (toughness), Ukuran maksimum, Kadar lempung, Bentuk butir, dan Tekstur permukaan.

2-8 Gradsi seragam (uniform graded), dari komposisi butiran, akan menghasilkan suatu kepadatan yang bervariasi akibat kontak butir sebagian, sedang stabilitas tergantung pada sifat penyekatan (confined). Gradasi baik (well graded), memberikan suatu keadaan kepadatan dan stabilitas yang baik akibat kontak butir yang hampir menyeluruh pada bidang permukaan. Gradasi jelek (poor graded), kondisi yang terburuk karena kontak butir buruk mengakibatkan kepadatan rendah dan stabilitas kecil. Untuk mengukur kekompakan dan kekerasan diukur dengan ASTM D3 dengan persyaratan minimum 3, dan kehilangan berat didekati dengan angka abrasi yang diperoleh dari hasil Los Angeles Abrasion test, indikasinya bila abrasi memberikan keausan lebih dari 50 %, agregat dinyataka tidak baik untuk dijadikan bahan perkerasan jalan. Elemen perkerasan terdiri dari komposisi butiran yang terdistribusi dari ukuran besar sampai kecil. Sehingga bilamana ada ukuran butiran melebihi tebal lapisan ada sebagian permukaan yang tidak akan terselimuti oleh aspal. Hal ini dibatasi dengan persyaratan ukuran maksimum agregat ½ atau 1/3 dari tebal lapisan, atau bila dibalik tebal lapisan diambil 2 atau 3 dari diameter butir maksimum. Pada dasarnya agregat kasar, harus bersih dan bebas dari lempung lumpur, debu dll. Maksimum kandungan bagian lunak adalah 5 %. Sedangkan untuk agragat halus, bahan yang lolos saringan no 40 (0,4 mm) harus terdiri dari material non-plastis.

2-9 Bentuk butir sebenarnya sangat menentukan kekuatan selain gradasi, kekompakan, dan kekerasan. Bentuk butir bisa bundar, lonjong, kubus, pipih atau bahkan tidak beraturan.bentuk yang bundar relatif kurang stabil dibandingkan permukaan dengan bidang patah. Tekstur permukaan penting diperhatikan, dalam hal ini ikatan adhesi antara agregat dan aspal. Tekstur yang licin dan kesat sebenarnya mudah untuk ditempeli lapis tipis aspal, namun adhesinya kecil untuk mempertahankan lapis film tersebut. Jadi makin kasar tekstur, makin besar stabilitas dan ketahanan perkerasan jalan. b. Kemudahan melekatnya aspal pada agregat Kemudahan melekatnya aspal pada agregat, dipengaruhi oleh : Jenis agregat, Porositas, dan Meterial yang melapisi permukaan. Makin bervariasinya jenis batuan agregat, makin bervariasi pula berat jenis yang dipunyai bahan, dengan demikian sehingga menetukan proporsi desain campuran yang direncanakan. Porositas tidak terlalu berpengaruh terhadap adhesi agregat dan aspal, tapi lebih kepada kuantitas aspal yang akan diserap oleh agregat. Makin poreus agregat, makin banyak kadar aspal yang akan terserap, sehingga makin boros penggunaan aspal didalam suatu campuran. Pada permukaan agregat,terutama dari agregat alam, akibat lingkungannya, bisa terlapisi oleh bahan lain seperti, minyak, oksida, gipsum, air berlebih, tanah dan lain-lian. Yang jelas akan mengganggu pengikatan aspal kepada agregat,

2-10 sehingga adalah mutlak untuk membersihkan permukaan agregat, untuk menyingkirkan subtansi bahan tersebut. 2.2.1.2 Agregat berbutir halus Agregat berbutir halus adalah bahan yang lewat saringan no.4 dan tertahan saringan no.200, biasanya berupa pasir murni, hasil screening dari mesin pemecah batu,atau kombinasi dari keduanya. Agregat halus harus bersih, keras, tahan lama, bebas dari lumpur, dan bahan organis. Butiran yang lewat saringan no.40, harus non-plastis, atau mempunyai nilai plastisitas yang masih dalam batas toleransi. Tidak ada nilai batas gradasi untuk bahan berbutir halus, kecuali bahwa bahan yang lolos saringan no.200, agar tahan lama dan campuran mudah dikerjakan, memenuhi ketentuan dibawah ini : JENIS AGREGAT BERBUTIR HALUS % LOLOS SARINGAN 200 Pasir murni Hasil screening batu kapur Hasil screening batuan lain Max 5 % Max 20 % Max 15 % Bila pasir berasal dari sumber alam, kehilangan soundness pada material yang bertahan pada saringan no.50 adalah 15 %. Bila pasir yang mengandung garam dari sumber di pantai, diyakini tidak mengganggu campuran, bahan tersebut dapat dipakai.

2-11 2.2.1.3 Mineral filler Mineral filler adalah agregat halus yang lolos saringan no.200, berupa abu (dust). Abu kapur atau abu semen diyakini dapat memperbaiki adhesi antara aspal dan agregat. Untuk persyaratan mineral filler, apakah abu kapur atau lainnya, gunkan tabel berikut : KADAR AIR MAX 1 % SIFAT UMUM Gradasi GUMPALAN PARTIKEL BUKAAN SARINGAN (MM) 0,6 0,15 0,074 TIDAK ADA % LOLOS SARINGAN 100 90-100 70-100