BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB III PENERAPAN SANKSI DALAM PENJATUHAN PIDANA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan Umum Undang Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2011), hlm Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka, 1990), hlm 1

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Sebagai masa depan

TINJAUAN YURIDIS TERKAIT FAKTOR DAN UPAYA MENANGGULANGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA Oleh :

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAB I PENDAHULUAN. untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Ringkasan Putusan.

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK MELALUI UU TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN UU TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB II TEORI UMUM MENGENAI PENEROBOSAN ASAS LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI DALAM PUTUSAN HAKIM

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1990.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

SKRIPSI. SINKRONISASI HAK-HAK ANAK DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA (Kajian Tentang Sinkronisasi Hak Anak Sebagai Pelaku Kejahatan)

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setiap warga negara berhak dan wajib diperlakukan sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain serta tidak ada diskriminasi. Hak hidup setiap manusia tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun termasuk diperlakukan tidak sesuai dengan harkat, martabat, dan kehormatan dirinya sebagai manusia seutuhnya. Hal tersebut juga diperuntukkan terhadap anak. Masa depan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas kehidupan anak dengan cara memberikan perlindungan yang layak pada anak baik kesejahteraan lahir, bathin maupun sosial. Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental serta sosial. Sehingga anak berhak atas perlindungan dan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya demi mewujudkan kesejahteraan generasi muda yang berkualitas di masa mendatang agar setiap anak nantinya dapat memikul tanggung jawabnya masing-masing. Oleh karena itu, anak merupakan karunia dari Tuhan 1

2 Yang Maha Esa sekaligus aset Negara yang paling berharga dalam menyongsong masa depan yang lebik baik dan maju untuk membangun bangsa dan negara. Anak merupakan bagian dari masyarakat, mereka mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lain yang harus dilindungi dan dihormati. Setiap Negara di dunia ini wajib memberikan perhatian serta perlindungan yang cukup terhadap hak-hak anak. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang mendapat jaminan dan perlindungan hukum internasional maupun hukum nasional, yang secara universalpun dilindungi dalam Universal Declaration of Human Right (UDHR) dan International on Civil and Political Rights (ICPR). Di Indonesia telah dibuat peraturan-peraturan yang pada dasarnya sangat menjunjung tinggi dan memperhatikan hak-hak dari anak yaitu diratifikasinya Konvensi Hakhak Anak (Convention On The Rights of Children) dengan keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Peraturan perundang-undangan lain yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia antara lain, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Beberapa Peraturan Perundang-undangan tersebut dibuat karena Negara sangat memperhatikan dan melindungi hak-hak anak. Hak-hak anak tersebut wajib dijunjung tinggi oleh setiap orang. Namun sayangnya dalam penerapan masalah penegakan hukum sering mengalami kendala-kendala. Salah satunya adalah dalam sistem pemidanaan yang sampai saat ini terkadang masih memperlakukan anak-anak sebagai pelaku tindak pidana itu seperti pelaku tindak

3 pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Anak ditempatkan dalam posisi sebagai seorang pelaku kejahatan yang patut untuk mendapatkan hukuman yang sama dengan orang dewasa dan berlaku di Indonesia. Padahal pemidanaan itu sendiri lebih berorientasi kepada individu pelaku atau biasa disebut dengan pertanggungjawaban individual (Individual responsibility) dimana pelaku dipandang sebagai individu yang mampu untuk bertanggung jawab penuh terhadap perbuatan yang dilakukannya. Sedangkan anak merupakan individu yang belum dapat menyadari secara penuh atas tindakan/perbuatan yang dilakukannya, hal ini disebabkan karena anak merupakan individu yang belum matang/dewasa dalam berpikir serta berperilaku. Tanpa disadari hal tersebut tentu saja dapat menimbulkan dampak negatif bagi psikologis anak yang pada akhirnya mempengaruhi perkembangan mental dan jiwa anak tersebut. Oleh karena itu, dengan memperlakukan anak tersebut sama dengan orang dewasa maka anak dikhawatirkan akan dengan cepat meniru perlakuan dari orang-orang yang ada di dekatnya. Pasal 1 angka 2 Undang-undang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa: Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal tersebut didukung dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3 yang mengatur tentang tujuan perlindungan anak menyebutkan bahwa: Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

4 Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut secara wajar, baik fisik, mental, maupun sosial. Hal tersebut adalah sebagai perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Akan tetapi, perlindungan anak tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan maupun diri anak itu sendiri, sehingga usaha perlindungan yang dilakukan tidak menjadi berakibat negatif. Perlindungan anak harus dilaksanakan secara rasional, bertanggungjawab dan bermanfaat yang mencerminkan suatu usaha yang efektif dan efisien terhadap perkembangan pribadi anak yang bersangkutan. Usaha perlindungan anak tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreativitas dan hal-hal lain yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain dan berperilaku tak terkendali yang menjadikan anak tidak memiliki kemampuan dan kemauan dalam menggunakan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Situasi dan kondisi anak Indonesia saat ini masih mencerminkan adanya penyalahgunaan, eksploitasi, diskriminasi, dan masih mengalami beberapa tindak kekerasan yang membahayakan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial anak. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang memberi perlindungan khusus kepada anak-anak Indonesia yang berada dalam keadaan sulit tersebut. Meskipun anak dapat menentukan sendiri langkah perbuatan berdasarkan kehendaknya sendiri, tetapi keadaan disekitar dapat mempengaruhi perilakunya. Sehingga jika lingkungan tempat anak berada tersebut buruk, maka ada kemungkinan terpengaruh pada tindakan yang dapat melanggar hukum. Hal itu

5 tentu saja dapat merugikan dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat disekitarnya baik mental, fisik maupun sosial, karena pada hakikatnya sifat anak masih belum dapat melindungi dirinya dari berbagai tindakan yang menimbulkan kerugian bagi dirinya maupun orang lain. Adapun proses pembinaan anak dapat dimulai dalam suatu kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera lahir dan bathin. Pada dasar kesejahteraan anak tidak sama, tergantung dari tingkat kesejahteraan orang tua mereka. Kita dapat melihat di Negara kita masih banyak anak yang tinggal di daerah kumuh dan diantaranya harus berjuang mencari nafkah untuk membantu keluarga. Kemiskinan, pendidikan yang rendah, keluarga yang berantakan dan lingkungan pergaulan akan mempengaruhi kehidupan atau pertumbuhan seorang anak. Dan hal tersebut merupakan merupakan dasar yang melatarbelakangi seorang anak untuk melakukan tindak pidana atau kejahatan. Menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku anak nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Walaupun anak telah dapat menentukan sendiri langkah perbuatan berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya, tetapi keadaan disekitar dapat mempengaruhi perilakunya. Oleh karena itu anak nakal, orang tua dan masyarakat sekitarnya seharusnya lebih bertanggungjawab terhadap pembinaan, pendidikan, dan pengembangan perilaku tersebut. Mengingat sifatnya yang khusus yang memberikan landasan hukum yang bersifat nasional bagi generasi muda melalui tatanan peradilan khusus bagi anak-anak yang mempunyai perilaku yang menyimpang dan melakukan pelanggaran hukum. Yang dimaksud untuk

6 memberikan pengayoman dalam upaya pemantapan landasan hukum sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada anak-anak Indonesia yang mempunyai sifat perilaku menyimpang, karena dilain pihak mereka merupakan tunas-tunas bangsa yang diharapkan berkelakuan baik dan bertanggungjawab. 1 Dari beberapa faktor-faktor negatif yang terjadi dalam kehidupan anakanak, mengakibatkan perilaku yang dilakukan oleh anak tersebut menyimpang yang biasanya disebut sebagai kenakalan anak. Kenakalan anak sering disebut dengan juvenile delinquency. Istilah kenakalan anak ini pertama kali ditampilkan pada Badan Peradilan Anak di Amerika Serikat dalam rangka membentuk Undang-undang Peradilan bagi anak di negara tersebut. Dalam pembahasannya ada kelompok yang menekankan pada segi pelanggaran hukumnya, adapula kelompok menekankan pada sifat tindakan anak apakah sudah menyimpang dari norma yang berlaku atau belum melanggar hukum. Namun, semua sependapat bahwa dasar pengertian kenakalan anak adalah perbuatan atau tingkah laku yang bersifat antisosial. Menurut Kartini Kartono (1992) bahwa yang dimaksud dengan juvenile delinquency adalah: Perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja 2 1 Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Pidana Bagi Anak di Bawah Umur Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.3 Tahun 1997, website: http://wordskripsi.blogspot.com/2010/04/015-tijauan-yuridis-terhadap-penerapan.html, dikunjungi pada tanggal 11 Maret 2012. 2 Nashrina, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, h. 25-26.

7 yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang. Menurut Fuad Hassan, yang dikatakan juvenile delinquency adalah perbuatan antisosial yang dilakukan oleh remaja, yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka dikualifikasikan sebagai kejahatan. Paul M. Tappan memberikan perumusan tentang pengertian juvenile delinquency: The juvenile delinquency is a person has been adjudicated as such by a court of proper jurisdiction though he may be no different up until the time of court contact and adjudication at any rate, from masses of children who are not delinquent. Sementara Romli Atmasasmita berpendapat bahwa Juvenile Deliquency adalah sebagai berikut: setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak dibawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan. 3 Di Amerika Serikat, dibedakan pengertian antara perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak dengan perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Suatu perbuatan tindakan antisosial yang melanggar hukum pidana, kesusilaan dan ketertiban umum yang apabila dilakukan oleh seseorang yang berusia diatas 21 tahun disebut dengan kejahatan (crime). Sedangkan apabila yang melakukan perbuatan tersebut adalah seseorang yang berusia dibawah 21 tahun maka disebut dengan kenakalan (deliquency). 3 Ibid, h. 27-29.

8 Dalam rangka mewujudkan suatu peradilan yang memperhatikan kepentingan anak perlu diwujudkan peradilan khusus bagi anak untuk menjamin kepentingan anak melalui Undang-undang Pengadilan Anak. Peradilan khusus bagi anak diadakan guna mengatasi permasalahan tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang masih termasuk golongan anak-anak dibawah umur, semuanya wajib disidangkan pada peradilan anak di lingkungan peradilan umum. Undangundang Pengadilan Anak akan memberikan landasan hukum yang bersifat nasional untuk perlindungan hukum bagi anak melalui tatanan peradilan anak. Selain itu Undang-undang Pengadilan Anak, yang ditujukan sebagai perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai dalam melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang bermasalah dengan hukum maupun penegakan hak-hak anak dan hukum anak untuk mewujudkan prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak. Undang-undang Pengadilan Anak memberikan definisi mengenai anak nakal dalam Pasal 1 angka 2, yang berbunyi: Anak Nakal adalah : a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Dilandasi kesadaran bahwa masa depan masyarakat, bangsa, dan umat manusia ditentukan oleh kesejahteraan anak, maka pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang perlu dioptimalkan potensi yang dimilikinya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Perhatian, komitmen, dan sumber daya yang tersedia haruslah diwujudkan menjadi tindakan nyata di tingkat

9 individu, kelompok masyarakat, maupun lembaga-lembaga negara. Oleh karena itu, orang tua, masyarakat serta pemerintah seharusnya lebih bertanggungjawab terhadap pembinaan, pengawasan, pendidikan, dan pengembangan perilaku bagi anak. Mengingat sifatnya yang khusus yang memberikan landasan hukum yang bersifat nasional bagi generasi muda melalui tatanan Peradilan khusus bagi anakanak yang mempunyai perilaku yang menyimpang dan melakukan pelanggaran hukum yang disebut dengan kenakalan anak. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih memadai. Salah satu kejahatan yang sering terjadi pada kelompok rentan khususnya anak yang masih di bawah umur ialah kejahatan perdagangan orang. Kejahatan perdagangan orang merupakan suatu permasalahan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang menekankan bahwa setiap orang dilahirkan dengan bebas, dengan harkat dan martabat yang sama dan sederajat, serta setiap orang berhak atas perlindungan dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi. Kejahatan perdagangan anak di bawah umur merupakan permasalahan hak asasi manusia yang menekankan pada prinsip fundamental dari suatu keadilan yakni pengakuan bahwa semua manusia itu memiliki martabat yang sama, tidak membedakan jenis kelamin, suku, agama atau status sosial seseorang. Perdagangan orang bukan suatu tindak pidana umum melainkan termasuk dalam kategori tindak pidana khusus. Yang lebih mirisnya lagi bahwa makin maraknya tindak pidana perdagangan orang yang pelakunya adalah anak.

10 Menurut kasus-kasus anak yang menjadi pelaku tindak pidana perdagangan orang tersebut memiliki faktor beragam yang dapat mempengaruhinya dalam melakukan perbuatan menyimpang. Meskipun perbuatannya tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, akan tetapi bukan berarti anak bertanggungjawab secara penuh terhadap tindakannya tersebut sehingga aparat penegak hukum terlebih dahulu melihat alasan-alasan untuk mempertimbangkan berat atau ringannya perbuatan dan memberikan sanksi yang tepat dan bermanfaat bagi anak. Seperti penjelasan sebelumnya bahwa sifat anak yang rentan dan masih belum dapat berfikir layaknya orang dewasa. Untuk itu, dengan latar belakang tersebut maka penulis mengangkat pertanggungjawaban pidana anak pelaku tindak pidana perdagangan orang serta penerapan sanksi dalam peradilan anak. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dihadapi berkaitan dengan anak yang menjadi pelaku tindak pidana perdagangan orang, maka rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana anak pelaku tindak pidana perdagangan orang menurut putusan Mahkamah Agung No. 140K/Pid.Sus/2010 dan putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 153/Pid.A/2011/PN.Sby? 2. Bagaimana penerapan sanksi terhadap anak pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam praktek peradilan anak?

11 1.3. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah meliputi hal-hal sebagai berikut: 1.3.1. Tipe Penelitian Tipe penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah tipe penelitian yuridis normatif. Tipe penulisan yuridis normatif merupakan pendekatan masalah yang mempunyai tujuan untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengkaji dari literatur yang kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam penulisan skripsi ini. Penelitian ini menganalisa peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan orang yang pelaku dan korbannya adalah anak yang dikaitkan dengan sistem peradilan anak. 1.3.2. Pendekatan Masalah Dalam penulisan skripsi mengenai perdagangan orang yang pelaku dan korbannya anak, digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan secara statue approach (pendekatan perundang-undangan) dan case approach (pendekatan kasus). Statue approach merupakan pendekatan yang dilakukan terhadap permasalahan dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini statue approach digunakan untuk mengkaji dan memahami ketentuan-ketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan orang yang pelaku dan korbannya adalah anak.

12 Sedangkan case approach merupakan pendekatan terhadap permasalahan kasus untuk menganalisa putusan hakim tersebut dengan mendasarkan pada peraturan perundang-undangan dan pendapat para ahli hukum yang terdapat dalam literatur. 1.3.3. Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari pertama, bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat, dimana bahan hukum primer ini terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berkaitan dengan kasus permasalahan yang sedang dibahas yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Undang-undang Pengadilan Anak), Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Undang-undang Perlindungan Anak), dan Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Kedua, bahan hukum sekunder yang merupakan bahan hukum bersifat menjelaskan dan bahan hukum sekunder ini terdiri dari buku-buku literatur, artikel-artikel media massa atau cetak, dan berbagai karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan dalam kasus ini.