I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR BOGOR

II. TINJAUAN PUSTAKA

VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN FINANSIAL KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

BAB I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peran strategis UMKM dalam

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia,

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PEMBIAYAAN KOPERASI BAYTUL IKHTIAR TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS ANGGOTANYA AZZAHRA NURUDDARAJAT

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4).

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

PERAN KELEMBAGAAN PERBANKAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NASIONAL BANK MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang merupakan bagian integral. dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang

V. GAMBARAN UMUM KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

BAB I PENDAHULUAN. jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (fala>h{). Fala>h{

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian. karena sektor ini akan banyak menyerap tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan UMKM dan Usaha Besar. Mikro, Kecil dan Menengah ,55 47, ,93 47, ,75 46,25

BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian, upaya tersebut kiranya perlu dibarengi pula dengan upaya

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi

ASEAN-CHINA Free Trade Area (ACFTA).

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam

PNM Permodalan Nasional Madani

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik UMKM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BMT UMS DENGAN METODE CAMEL TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesejahteraan ekonomi dari masyarakat juga berkembang.pertumbuhan

PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SEBAGAI SALAH SATU PILAR SISTEM KEUANGAN NASIONAL: UPAYA KONKRIT MEMUTUS MATA RANTAI KEMISKINAN 1

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

PERANAN BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT) BUANA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PEDAGANG KECIL DI DESA MULUR KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

ANALISIS KINERJA KEUANGAN KSPS-BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DINAR BAROKAH JUMAPOLO KARANGANYAR TAHUN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

ANALISIS PERANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM/UNIT SIMPAN PINJAM DALAM UPAYA PENGEMBANGAN UMKM DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

I. PENDAHULUAN. Menengah) di Indonesia sangat penting dan strategis. UMKM telah lama diyakini

BAB I PENDAHULUAN. konstan sejak tahun 2007 dan selalu diiringi dengan pertumbuhan pembiayaan

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

BAB I PENDAHULUAN. nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem perbankan. konvensional menggunakan bunga (interest) sebagai landasan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah UMKM, sedangkan 0,01 persen lainnya tergolong sebagai usaha besar. Tingginya angka tersebut membuat peranan UMKM Indonesia berdampak signifikan terhadap masyarakat. UMKM yang mencapai 53,82 juta unit mampu menyerap 99,40 juta tenaga kerja Indonesia. Hal tersebut pun berpengaruh terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) yang mencapai 57,12 persen. 1 Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun 2009-2010 Tahun 2009 Tahun 2010 Perkembangan Indikator Pangsa Pangsa (%) (%) (%) Usaha Mikro 52.176.795 98,99 53.207.500 98,85 1,98 Unit Usaha Kecil 546.675 1,04 573.601 1,07 4,93 Usaha (unit) Usaha Menengah 41.133 0,08 42.631 0,08 3,64 Usaha Besar 4.677 0,01 4.838 0,01 3,43 Tenaga Kerja (orang) PDB ADH Konstan 2000 (Rp Milyar) Usaha Mikro 90.012.694 91,03 91.014.759 90,98 3,34 Usaha Kecil 3.521.073 3,56 3.627.164 3,55 3,01 Usaha Menengah 2.677.565 2,71 2.759.852 2,70 3,07 Usaha Besar 2.674.671 2,70 2.839.711 2,78 6,17 Usaha Mikro 682.259 32,66 719.070 32,42 5,40 Usaha Kecil 224.311 10,74 239.111 10,78 6,60 Usaha Menengah 306.028 14,65 324.390 14,63 6,00 Usaha Besar 876.459 41,95 935.375 42,17 6,72 Ket : ADH = Atas Dasar Harga Sumber : Statistik UMKM Tahun 2009-2010 UMKM Indonesia juga memiliki keterkaitan dengan sektor pertanian. Berdasarkan jumlah unit usaha tahun 2010, proporsi sektor ekonomi UMKM didominasi oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 49,58 persen. Sektor pertanian tersebut berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM dengan proporsi terbesar yaitu senilai 27,7 persen pada tahun 2010. Perkembangan UMKM sektor pertanian dari aspek jumlah unit 1 Statistik UMKM Tahun 2009-2010. Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 1

usaha dan PDB tersebut menggambarkan bahwa terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik UMKM Indonesia. Apabila hal tersebut dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik, tentu akan mewujudkan UMKM sektor pertanian yang tangguh. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian negara tidak perlu diragukan lagi, karena telah terbukti di beberapa negara, termasuk Indonesia, bahwa UMKM dapat menjadi tumpuan perekonomian suatu negara. Namun, menurut Wijono (2005), secara umum usaha kecil dan menengah saat ini masih dihadapkan pada masalah-masalah mendasar yang mencakup antara lain (1) sulitnya akses usaha kecil dan menengah pada pasar atas produk-produk yang dihasilkan, (2) lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, (3) keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal khususnya perbankan. Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi UMKM adalah berkaitan dengan keterbatasan modal, bahan baku, pemasaran (marketing), manajemen dan produksi, serta persaingan usaha. Pada industri kecil, keterbatasan modal menjadi permasalahan utama yang dihadapi UMKM sebesar 36,63 persen (BPS 2004). Keterbatasan akses UKM terhadap sumber pembiayaan formal khususnya perbankan membuat pelaku usaha beralih kepada sumber pembiayaan lainnya, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Lembaga Mikro ini bersifat spesifik karena mempertemukan permintaan dana penduduk miskin atas ketersediaan dana. Bagi lembaga keuangan formal, penduduk miskin tidak akan dapat terlayani karena persyaratan formal yang harus dipenuhi tidak dimiliki (Wardoyo 2004). Dengan demikian, LKM memiliki fungsi sebagai lembaga yang memberikan berbagai jasa keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta usaha mikro. Terdapat beberapa karakteristik LKM yang mengakar kepada pelaku usaha kecil dan menengah karena sifatnya yang fleksibel, seperti kemudahan pelaku usaha dalam mengakses sumber pembiayaan. Kemudahan tersebut antara lain terdapat dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan LKM sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat dari usaha kecil (Wijono 2005). 2

Menurut Bank Indonesia, LKM dibagi menjadi dua kategori besar yaitu LKM yang berwujud bank dan non bank. Kategori LKM non bank terbagi dua menjadi formal dan non formal. Masing-masing LKM tersebut memiliki kinerja yang berbeda-beda dalam kontribusinya untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang umumnya adalah pelaku UKM. Tabel 2. Profil Lembaga Keuangan Mikro Tahun 2007 No. Jenis LKM (unit) Peminjam (Orang) Pinjaman (Rp Juta) Penabung (Orang) Tabungan (Rp Juta) Bank 1 BPR 2.164 2.161.000 11.639.000 5.692 10.795.000 2 BRI Unit 4.046 3.210.678 21.334.800 31.271.553 32.881.790 3 Badan Kredit 4.518 11.667.054 3.829.209 464.812 28.464 Desa (BKD) Non Bank A. Formal 4 KSP 1.596 684.874 1.156.692 481.152 325.341 5 USP 36.466 10.523.585 13.488.092 5.015.596 1.451.576 6 Pegadaian 827 7.768.278 9.631.772 na na B. Non Formal 7 BMT 2.017 280.000 1.200.000 450.000 1.500.000 8 LSM 143 69.188 84.140 71.845 47.707 Total 51.777 36.084.937 36.084.937 37.311.100 47.029.878 Sumber : PINBUK dalam Kurnialestari 2007 Keterangan : na = not available (tidak dapat diketahui) Berdasarkan Tabel 2, jenis LKM yang memiliki unit terbanyak adalah Unit Simpan Pinjam (USP), sedangkan dalam hal jumlah pinjaman didominasi oleh LKM kategori bank yaitu BRI Unit. Hal tersebut karena skim kredit yang ditawarkan oleh BRI Unit lebih besar daripada USP. Namun pada perkembangannya, koperasi dinilai lebih diminati oleh pengusaha UKM khususnya bagi pelaku usaha yang tinggal di daerah pedesaan. Sebagai LKM yang tergolong non bank, koperasi berperan sebagai lembaga keuangan formal yang melayani masyarakat terutama anggotanya dalam keperluan untuk menyimpan dan meminjam dana (Sulaeman 2004). Mengingat cukup strategisnya peran koperasi simpan pinjam dalam menyalurkan dan menampung dana anggota, Bank Indonesia (2001) menyebutkan bahwa dalam hal jumlah pembiayaan yang 3

disalurkan, posisi KSP dan USP termasuk peringkat dua besar setelah BRI Unit Desa. kredit yang disalurkan masing-masing sebesar Rp 6.141.400 juta (41,87%) untuk BRI Unit Desa serta Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) pada koperasi Rp 4.159.867 juta (28,36%). Dalam menjalankan aktivitasnya sebagai lembaga keuangan mikro, koperasi dapat menggunakan model pembiayaan yang bersifat merangkul dan memberdayakan masyarakat pedesaan yaitu Grameen Bank yang dipelopori oleh Muhammad Yunus di Bangladesh. Grameen Bank merupakan bank yang diperuntukan unuk orang-orang termiskin yang tinggal di daerah pedesaan. Grameen Bank di Indonesia pertama kali direplikasi oleh Yayasan Karya Usaha Mandiri (KUM) di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tahun 1989. Keberadaan Grameen Bank tersebut mampu membuktikan bahwa orang-orang miskin, termasuk pengusaha mikro, tergolong layak kredit. Grameen Bank juga berperan dalam meningkatkan pendapatan nasabah usaha mikro, yakni pendapatan sesudah memperoleh kredit lebih besar daripada pendapatan sebelum memperoleh kredit (Thoha 2000). Salah satu koperasi yang menggunakan model Grameen Bank adalah Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) di Kota Bogor. Koperasi ini merupakan lembaga yang berdiri dibawah naungan Yayasan Pengembangan Masyarakat Mustadh afiin (Peramu) yang bergerak dalam pelayanan simpan pinjam dengan basis pembiayaan syariah. Sasaran anggota koperasi ini adalah masyarakat pedesaan yang memiliki akses rendah terhadap lembaga keuangan karena lokasinya yang jauh dari perkotaan. Hingga tahun 2011, anggota koperasi telah mencapai 20.429 orang yang tersebar di wilayah Kodya Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi dengan total majelis yang mencapai 695 majelis. Total pembiayaan yang disalurkan pun terus meningkat, yaitu Rp 6.164.350.000,- pada tahun 2010 menjadi Rp 9.742.300.000 pada tahun 2011. Hal tersebut menunjukkan besarnya potensi yang dimiliki KBI sebagai lembaga intermediasi keuangan yang menjangkau pelaku usaha mikro. 4

1.2. Perumusan Masalah Provinsi Jawa Barat menempati urutan ketiga dalam perkembangan jumlah koperasi aktif di Indonesia. Hingga tahun 2011, jumlah koperasi aktif di Jawa Barat mencapai 14.856 unit dan tercatat 769 unit diantaranya berada di Kota Bogor, Jawa Barat. koperasi tersebut telah mengalami peningkatan sebesar 3,3 persen dari jumlah koperasi di Kota Bogor pada tahun 2009 2. Koperasi Baytul Ikhtiar (KBI) merupakan salah satu koperasi di Kota Bogor, Jawa Barat yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat khususnya UMKM. Pemberdayaan ini dilakukan oleh KBI melalui pembiayaan kepada masyarakat yang tergabung dalam anggota layanan KBI. Pembiayaan dalam konteks ini merupakan penyaluran dana pinjaman yang diberikan oleh KBI kepada anggotanya. Jangkauan wilayah KBI cukup luas, mulai dari Kodya Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi yang diwakili oleh 5 kantor unit koperasi dengan jangkauan target sasaran masyarakat yang bertempat tinggal 12 km dari masing-masing kantor unit. Seperti halnya dengan LKM lainnya, KBI tentunya dihadapkan pada kendala mendasar yaitu dalam hal operasional koperasi. Dengan batas plafon pembiayaan yang tergolong rendah, yaitu Rp 300.000,- hingga Rp 5.000.000,-, KBI membutuhkan biaya transaksi yang cukup besar pada tiap plafon pembiayaan yang disalurkan. Berbeda halnya dengan perbankan yang dapat memberikan plafon pembiayaan dengan jumlah besar dalam satu kali transaksi. Besarnya biaya operasional yang harus disediakan bagi pembiayaan usaha mikro mengharuskan KBI untuk melakukan perhitungan break-even interest secara cermat. Adapun sumber pendapatan utama bagi KBI sebagai lembaga yang menyalurkan pembiayaan adalah margin pada tiap plafon yang diberikan. Oleh karena itu, agar dalam jangka panjang sebuah pembiayaan mikro dapat berlanjut, maka pendapatan margin pembiayaan harus dapat menutupi biaya operasional koperasi. Hal tersebut berarti bahwa koperasi harus mencapai keadaan kelayakan finansial tanpa harus merugikan anggota sasaran Berdasarkan kondisi perkembangan KBI pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa jumlah pembiayaan dan anggota koperasi meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2 http://depkop.go.id/download/data-koperasi-2011. Diakses tanggal 9 Februari 2012 5

2011. pembiayaan yang disalurkan terus meningkat dengan laju pertumbuhan sekitar 56,9 persen per tahun. Hal tersebut seiring dengan peningkatan jumlah anggota koperasi sebesar 37,35 persen tiap tahunnya. Tabel 3.Perkembangan Pembiayaan dan Anggota KBI Tahun 2009-2011 Tahun Pertumbuhan 2009 2010 2011 (%/thn) Pembiayaan (Milyar Rp) 3.953 6.164 9.742 56,99 Anggota (orang) 11.059 13.002 20.429 37,35 Sumber : Koperasi Baytul Ikhtiar 2012 Namun, kondisi lain menunjukkan adanya penurunan proporsi modal sendiri KBI pada tahun 2009-2011. Penurunan proporsi modal sendiri ini pada dasarnya bukan disebabkan adanya penurunan dari besarnya modal sendiri yang terdiri dari simpanan wajib, simpanan pokok, dana Latihan Wajib Kelompok (LWK), dana cadangan, hibah, sisa hasil usaha, dan sebagian dari modal penyertaan. Salah satu hal yang menyebabkan penurunan proporsi modal sendiri koperasi adalah semakin besarnya jumlah hutang yang dimiliki koperasi tiap tahunnya, sehingga proporsi modal luar koperasi semakin meningkat. Keputusan KBI dalam meningkatkan jumlah modal luar didasari atas adanya kebutuhan dalam pengembangan unit koperasi di beberapa wilayah target. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya biaya yang dibutuhkan koperasi dalam melakukan pengembangan dan penumbuhan usaha, sedangkan modal koperasi pada tahun 2010 dan 2011 belum memenuhi besarnya kebutuhan tersebut. Modal koperasi yang belum mencukupi biaya tersebut dapat disebabkan karena KBI baru resmi berdiri pada tahun 2008 sehingga rentang waktu yang dimiliki dalam pengumpulan modal koperasi belum dirasa cukup. Namun disisi lain, peningkatan proporsi modal luar KBI akan meningkatkan beban koperasi dalam memenuhi seluruh kewajibannya. Kondisi ini tentu akan berpengaruh pada kesehatan keuangan koperasi terutama pada aspek likuiditas dan solvabilitas yang secara langsung berhubungan dengan besarnya hutang atau beban yang dimiliki oleh koperasi. Pada dasarnya, hal yang perlu diperhatikan adalah koperasi memiliki posisi sebagai lembaga keuangan mikro yang bertujuan untuk mensejahterakan anggota, sehingga seharusnya modal anggota menjadi 6

kekuatan utama dalam membangun koperasi tersebut. Widiyanti dan Sunindhia (1999) mengemukakan bahwa koperasi harus dapat memanfaatkan modal sendiri dan yakin terhadap potensi koperasi tersebut. Oleh karena itu, proporsi modal luar koperasi terhadap modal sendiri akan lebih baik bila tidak melebihi 67 persen (Suwandi 1985). Adapun modal luar yang diperoleh KBI bersumber dari anggota, Yayasan Peramu beserta lembaga binaannya (Baitul Mal wat Tamwil Khidmatul Ummah, Wihdatul Ummah, Tadbiirul Ummah, dan BPRS Bina Rahmah), dana produktif mustahiq, lembaga ESQ dan Gerakan Masyarakat Mandiri, dan Bank Syariah Mandiri (BSM). 100.00 80.00 Persen 60.00 40.00 20.00 Modal Sendiri Modal Luar 0.00 2009 20100 2011 Tahun Sumber : Koperasi Baytul Ikhtiar 2012 Gambar 1. Proporsi Modal KBI Tahun 2009-2011 Proporsi modal KBI tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Gambar 1 yang menunjukkan bahwa proporsi modal sendiri KBI masih berada dibawah proporsi modal luar koperasi. Modal sendiri KBI hanya memiliki proporsi rata-rata sekitar 20,02 persen dengann tingkat penurunan sebesar 4 persen per tahun. Kondisi permodalan KBI perlu diperhatikan karenaa dengan besarnya proporsi modal luar koperasi tersebut, KBI belum menunjukkann keberhasilannya dalam meningkatkan laba koperasi tiap tahunnya. Laba koperasi tersebut dapat ditunjukkan melalui besarnya jumlah sisa hasil usaha tahun berjalan yang diperoleh dari perhitungan biaya (cost) dan pendapatan (return) koperasi. 7

Tabel 4. Sisa Hasil Usaha (SHU) KBI Tahun 2009-2011 Tahun 2009 2010 2011 Perkembangan (Rp/Tahun) Pendapatan (Rp) 972,605,204 1,429,663,722 2,223,332,346 625,363,571 Biaya (Rp) 879,027,267 1,304,704,123 2,153,063,709 637,018,221 SHU (Rp) 93,577,937 124,959,599 70,268,637 (11,654,650) Sumber : Laporan Laba Rugi Koperasi Baytul Ikhtiar Tahun 2009-2011 Berdasarkan data pada Tabel 4, perkembangan laba koperasi pada tahun 2009-2011 menunjukkan rata-rata penurunan sebesar Rp 11.654.650,-. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa koperasi belum dapat meningkatkan laba atas modal luar yang dipergunakan oleh koperasi. Oleh karena itu, perlu ditinjau kembali bagaimana keberlanjutan finansial KBI sebagai lembaga keuangan mikro yang memiliki peran dalam hal pemberdayaan masyarakat miskin secara berkelanjutan. Dalam upaya memperoleh kondisi yang berkelanjutan dalam hal finansial, maka KBI harus memperhatikan besarnya margin pembiayaan sebagai pendapatan utama koperasi. Oleh karena itu, KBI harus berfokus pada pemberian pembiayaan mikro yang diperuntukan untuk modal kerja dan investasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari tunggakan pembiayaan yang berujung pada kerugian koperasi. Koperasi berkeyakinan bahwa masyarakat pedesaan tergolong layak kredit dan mampu mengusahakan usaha yang dijalankan dengan adanya pembiayaan produktif. Salah satu sektor usaha produktif yang dijalankan oleh anggota KBI adalah pertanian. Pada umumnya, pembiayaan sektor pertanian KBI diperuntukan untuk keperluan modal usaha dan investasi. Modal usaha tersebut sebagian besar digunakan anggota untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obatobatan, dan jasa tenaga kerja, sedangkan modal investasi umumnya digunakan untuk pengadaan alat-alat pertanian dan pembangunan lokasi usaha. Usaha yang dijalankan anggota pun beragam, mulai dari usahatani pertanian (padi, jagung, umbi-umbian, sayur-mayur), peternakan (kambing, sapi, ayam, ikan), dan 8

perdagangan (sayur, daging ayam). Usahaa tersebut tersebar di yaitu Dramaga, Taman Sari, dan Rumpin. tiga kecamatan, 6,0000 5,0000 4,0000 3,0000 2,0000 1,0000 2009 2010 2011 Industri Jasa Konsumtif Perdagangan Pertanian Sumber : Koperasi Baytul Ikhtiar 20122 Gambar 2. Pembiayaan KBI Berdasarkan Sektor Usaha Tahun 2009-2011 Namun, perkembangan pembiayaan pertanian KBI pada tahun 2009-2011 yang ditunjukkan pada Gambar 2 masih dibawah rata-rata, yaitu secara berturut- laju turut hanya mencapai 4,8 persen, 6,77 persen, dan 6 persen dengann pertumbuhan senilai 0,61 persen per tahun. Angka tersebut masih jauh dibawah proporsi sektor usaha lainnya, seperti sektor usaha konsumtif yang mencapai proporsi sebesar 53 persen dan sektor usaha perdagangan dengan proporsi pembiayaan senilai 35 persen. Padahal, apabila mengacu pada Tabel 3, KBI terus mengalami peningkatan dalam hal perkembangan jumlah anggota. Oleh karena itu, perlu ditinjau kembali mengenai apa saja yang sebenarnyaa menjadi bahan pertimbangan KBI dalam menyalurkan pembiayaan agribisnis kepada anggotanya. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagaimana kinerja keuangan Koperasi Baytul Ikhtiar sebagai lembaga intermediasi keuangan mikro? b. Bagaimana keberlanjutan finansial dari pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar? c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis di Koperasi Baytul Ikhtiar? 9

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Menganalisis kinerja keuangan Koperasi Baytul Ikhtiar sebagai lembaga intermediasi keuangan mikro b. Menganalisis keberlanjutan keuangan dari pembiayaan Koperasi Baytul Ikhtiar c. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar pembiayaan yang disalurkan Koperasi Baytul Ikhtiar kepada kelompok mitra 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Koperasi Baytul Ikhtiar untuk mengetahui posisi lembaga dari aspek finansial, baik mengenai permodalan koperasi maupun keberlanjutan finansial sehingga KBI mampu meningkatkan kualitasnya sebagai LKM dengan basis syariah yang berupaya melayani kebutuhan masyarakat miskin khususnya pelaku UMKM. Manfaat lainnya adalah KBI dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi KBI dalam menyalurkan pembiayaan agribisnis sehingga faktorfaktor tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan utama bagi KBI dalam pembiayaan selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini pun diharapkan dapat dijadikan bahan kajian atau referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan kajian finansial KBI dengan menggunakan laporan keuangan (neraca) dan laba rugi KBI tahun 2009-2011. Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis dibatasi pada anggota koperasi yang sedang memanfaatkan fasilitas pembiayaan KBI dengan peruntukan sektor agribisnis, baik on-farm maupun offfarm. Secara keseluruhan, data diperoleh berdasarkan informasi secara langsung dari pengurus KBI dan petani sebagai anggota KBI. 10