KERENTANAN BANJIR DI DAS CISADANE

dokumen-dokumen yang mirip
Irfan Budi Pramono Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

Gambar 1.1 DAS Ciliwung

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 9 Peta Penutupan Lahan

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

Analisis Program Rehabilitasi DTA Saguling

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

Seminar Nasional Restorasi DAS : Mencari Keterpaduan di Tengah Isu Perubahan Iklim

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

Resiko Banjir Kabupaten Gresik Berdasarkan Citra Satelit (Wiweka)

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

HASIL PENELITIAN. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BANJIR Di KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

PEMBAHASAN 5.1 Data dan Analisis Penghitungan Komponen Penduduk

BANJIR (PENGERTIAN PENYEBAB, DAMPAK DAN USAHA PENANGGULANGANNYA)

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB I PENDAHULUAN I-1

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

Transkripsi:

ISBN: 978-60-6-0-0 Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 KERENTANAN BANJIR DI DAS CISADANE Endang Savitri dan Irfan B. Pramono Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS E-mail: savitriendang@gmail.com ABSTRAK - DAS Cisadane adalah salah satu dari 5 DAS Prioritas yang ditangani oleh Kementerian LHK sampai tahun 09. Permasalan yang ada pada DAS Cisadane adalah adanya banjir genangan pada bagian hilir. Penelitian yang dilaksanakan di DAS Cisadane ini bertujuan untuk mendapatkan metoda menentukan tingkat kerentanan DAS terdap baya banjir. Baya banjir disebabkan karena kondisi kekritisan lan serta hujan rian maksimum yang terjadi. Untuk mengetahui daerah yang mempunyai potensi memasok air banjir adalah melalui tumpangsusun peta-peta penutupan lan, bentuk lan dan hujan rian maksimum. Sedangkan daerah yang rentan mengalami kebanjiran ditunjukkan dari peta sistem lan. Hasil studi menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor merupakan pemasok air banjir yang terbesar, yaitu 50, diikuti Kabupaten Sukabumi sebesar 5,0. Dari analisis peta, (tiga) kecamatan yang memberi pasokan air banjir yang terbesar di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Nanggung, Pamijan dan Leuwiliang. Sedangkan di Kabupaten Sukabumi, kecamatan yang memberi pasokan banjir terbanyak adalah Cicurug, Kabandungan dan Parakan Salak. Daerah yang rentan kebanjiran adalah Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kodya Tangerang, masing-masing 9,0, 8,78 dan 5,6. Bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Bogor serta Kabupaten dan Kodya Tangerang berasal tidak nya dari sungai Cisadane saja, melainkan dari sungai-sungai di sekitar Cisadane. Kata Kunci: kerentanan banjir, pasokan air, daerah kebanjiran DAS Cisadane PENDAHULUAN Latar Belakang Bencana banjir dan kekeringan sudah menjadi pemberitaan yang sering terjadi dimana-mana saat ini. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mencatat berbagai kejadian bencana di Indonesia sejak tahun 85 (BNPB 05). Dari sil pengamatan dan pencatatan tersebut, banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi (7), diikuti dengan puting beliung (), longsor (7) dan bencana kekeringan (). Definisi banjir dalam PP 8 tahun 0 tentang sungai adalah peristiwa meluapnya air sungai melebihi palung sungai (Anon 0). Istilah banjir disini sering disebut juga banjir genangan. Dinas PU Ciptakarya (05) mendefinisikan banjir sebagai peristiwa meningkatnya aliran permukaan air di palung sungai akibat dari curah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai tersebut. BNPB

ISBN: 978-60-6-0-0 Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 mendefinisikan banjir sebagai peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat (Anon 007) Beberapa penyebab banjir adalah pembangunan kota yang tidak ramah lingkungan, pola hidup masyarakat yang tidak bersih, sistem drainase yang tidak baik, tidak mengikuti ketentuan RTRW yang sudah dibuat serta tidak melakukan konservasi air (Rardjo 009). Pembangunan kota yang tidak ramah lingkungan dicirikan dengan tidak tersedianya daerah untuk resapan air, luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang tidak sesuai dengan ketentuan serta ukuran saluran drainase atau saluran air yang tidak memadai. Pembangunan gedung dan jalan juga menyebabkan permukaan tanah menjadi kedap dan kemudian menangkap dan menyimpan polutan dari atmosfir dan kendaraan bermotor (Heryani 008). Akibatnya permukaan tanah menjadi sumber polutan. Mengingat baya banjir, terutama di wilayah perkotaan menyebabkan kerugian yang besar, maka pemetaan wilayah yang berpotensi banjir sangat diperlukan. Dengan menggunakan teknologi SIG peta baya banjir dibuat dengan cara menumpangsusunkan peta hujan, kemiringan lereng, ketinggian, tekstur tanah, penggunaan lan dan buffer sungai (Ariyora et al. 05). Selain untuk mengetahui wilayah yang berpotensi banjir, wilayah pemasok banjirpun perlu diketahui (Paimin et al. 0), karena dengan demikian maka pengurangan volume banjir dapat diterapkan pada wilayah tersebut. Paimin et al. (0) menggunakan parameter yang lebih sedikit, yaitu sistem lan, penutupan lan serta hujan rian maksimum. Dengan menggunakan parameter-parameter tersebut wilayah yang kebanjiran dan pemasok air banjir dapat ditentukan. Wilayah pemasok banjir biasanya terdapat di hulu DAS, sehingga peruban penutupan lan di hulu dapat menyebabkan penurunkan kemampuan infiltrasi dan peningkatan aliran permukaan (Nilda et al. 00). Dari sil penelitian pada DAS yang kecil, peran tutupan lan hutan dapat mempengaruhi tata air atau debit puncak, sedangkan untuk DAS yang luas l ini tidak terlalu berpengaruh (Junaidi 005) METODE Penelitian ini dilaksanakan di DAS Cisadane, Jawa Barat. Metode untuk menentukan tingkat kerentanan pasokan banjir menggunakan analisis peta system lan, penutupan lan, dan hujan rian maksimum sedangkan untuk menentukan tingkat kebanjiran dianalisis dengan sistem lan atau bentuk lan.

ISBN: 978-60-6-0-0 Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 Gambar. Alur pikir pelaksanaan kegiatan penelitian Daerah pasokan air ditentukan berdasarkan curah hujan, penutupan lan dan sistem lan, sedangkan daerah kebanjiran ditentukan melalui sistem lannya (Paimin et al., 0). Kriteria untuk masing-masing parameter disajikan pada Tabel. Sebagian data curah hujan diperoleh dari BMKG dan sebagian lagi dari BPDAS Citarum Ciliwung. Data penutupan lan yang digunakan berasal dari peta yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingungan, sedangkan data sistem lan mengacu pada peta yang diterbitkan oleh BIG. Tumpangsusun dari ketiga peta tersebut akan memperlitkan daerah yang rentan terdap baya banjir serta daerah-daerah yang menjadi pasokan banjir. Tabel. Penentuan kerentanan lan terdap erosi Penutupan Lan Air payau, tawar, gedung Ht lindung, ht konservasi Ht produksi, perkebunan () () () () Sawah, rumput, semak/ belukar () (),5,5 () () (5) Sistem lan Rawa, pantai Dataran aluvial, lembah aluvial Dataran Kipas dan lar, teras Pegunungan, perbukitan Pemukiman Tegal, tanah berbatu () (5),5,5,5,5,5,5,5,5 5

ISBN: 978-60-6-0-0 Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 Tabel. Penentuan kerentanan pasokan banjir Hujan rian maksimum (mm) <0 0 75 76 50 >50 Kerentanan lan <,7,7,5 (TR) (SdR) <,7 <,7,7,5,7,5,7,5 (AR),7,5,7,5 (R),7,5 >, >, (SR) >, Tabel. Penentuan daerah rawan kebanjiran Bentuk/sistem Lan Rawa, pantai, jalur dan kelokan Dataran aluvial, lembah aluvial Dataran Kipas dan lar, teras-teras Pegunungan dan perbukitan Skor 5 HASIL Data hujan yang digunakan adalah data hujan rian maksimum dengan menggunakan (empat) stasiun hujan di dalam DAS Cisadane, yaitu Stasiun Dramaga, Pasir Jaya, Citeko dan Bendungan Pasar Baru. Satu stasiun hujan di luar DAS Cisadane adalah Stasiun Depok. Data hujan yang digunakan rata-rata lebih dari 0 (sepuluh) tahun mulai dari tahun 000. Peta hujan dibuat dengan menggunakan metoda spline. Dari sil pembuatan peta hujan tersebut, sebaran curah hujan di DAS Cisadane dapat dilit pada Gambar dan Tabel. Gambar. Peta sebaran hujan maksimal pada DAS Cisadane

ISBN: 978-60-6-0-0 Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 Tabel.Sebaran hujan maksimal pada masing-masing kabupaten di DAS Cisadane Kabupaten Bogor Jakarta Barat Kdy Bogor Kdy Tangerang Lebak Sukabumi Tangerang Tangerang Selatan Grand Total 75 50 mm 8.86,90 5, 5,78 8.50,9 85,08.67,66 8.66, 79,5 8.55,5 (Sumber: sil analisis) 5,6 0,,08 8,78 0,9 5,7 >50 mm 6.9,9,76.780,9,9.08,75,0 70., 6,6 Total 0.679,09 5,78.780,9 8.50,9 85,08 7.7, 8.66, 79,5 5.576,59 67,08,9 5,6 0, 5,0 8,78 0,9 Dari sil tumpangsusun peta hujan, sistem lan dan penutupan lan diperoleh peta kerentanan pasokan banjir dan peta baya kebanjiran. Gambar dan Tabel 5 dan 6 memperlitkan lokasi yang diduga memberi pasokan banjir ke daerah hilir dan lokasi kebanjiran. Gambar. Sebaran daerah pasokan banjir (kiri) dan rentan kebanjiran (kanan) di DAS Cisadane Tabel 5. Tingkat kerentanan dan sebaran daerah pasokan banjir di DAS Cisadane 5

ISBN: 978-60-6-0-0 Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 Kabupaten Agak Rentan (AR) 5.57, 6,87 Bogor Sukabumi Kdy Bogor.65,8 Lebak Jakarta Barat 5,78 Kdy Tangerang 8.50,9 Tangerang 8.66, Tangerang Selatan 79,5 TOTAL 6.87,87 (Sumber: sil analisis) Total R + SR 76.05,78 7.7,.,5 85,08 50, 5,0,59 0, 5,6 8,78 86.78,7 57, 0,90 0,9,78 Rentan (R) 5.5,55 6.57,69 959,79 85,08 6.055,0 5,9,06 0,6 0, 0,9 Sangat Rentan (SR).65,,9.565,7,0.5,66 0,96.67,6 6,8 Tabel 6. Tingkat kerentanan dan sebaran daerah kebanjiran di DAS Cisadane Kabu-paten Bogor Tange-rang Kdy Tangerang Kdy Bogor Tangsel Jkt Barat Lebak Sukabumi TOTAL Tidak rentan (TR) 7.9, 5,0 85, 5.87,0.89, 0,,9 9, Sedikit rentan (SdR).,5,6.56,0.90, (Sumber: sil analisis),0,6 Agak rentan (AR).58,5,5.,5,6 90,5 5.,5 0,, Rentan (R).65,5,.65,5, Sangat rentan (SR) 5.9,5 6,7 8.66, 8,8 8.50,9 5,6.65,8 0,9 79,5 0,5 5,8 6.5,,6 Total R + SR 8.865,0 8.66, 8.50,9.65,8 79,5 5,8 67.977, Dari dua tabel di atas tampak bahwa Kabupaten Bogor sebagai daerah pemasok banjir dan sekaligus sebagai daerah kebanjiran yang paling tinggi dibandingkan dengan 7 (tujuh) kabupaten lainnya. Sebagai pemasok banjir, Kabupaten Bogor mempunyai areal lebih dari 76.05 (50 dari seluruh DAS) yang sangat rentan dan rentan. Kabupaten lain yang juga menjadi pemasok banjir adalah Kabupaten Sukabumi, yaitu sebesar 7.7 (5,0). Sedangkan sebagai daerah yang mengalami kebanjiran, luas areal yang rentan dan sangat rentan di Kabupaten Bogor sebesar 8.865 atau 9 dari seluruh areal DAS Cisadane. Kabupaten lainnya adalah Kabupaten Tangerang (8,8) dan Kodya Tangerang (5,6). PEMBAHASAN Dari sil analisis terlit bahwa karena Kabupaten Bogor selain menjadi daerah pemasok banjir serta daerah yang kebanjiran, maka penanganan DAS 6 9,0 8,8 5,6 0,9 0,5,9

ISBN: 978-60-6-0-0 Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 Cisadane yang dipusatkan di Kabupaten Bogor dapat mengurangi banjir sekitar 50. Sebagai daerah pemasok banjir, daerah di hulu DAS Cisadane pada dasarnya mempunyai curah hujan rian maksimum >50 mm (sangat tinggi). Untuk itu maka pasokan air yang banyak tersebut rus diusakan sebanyak mungkin dimasukkan ke dalam tanah. Selain memperbaiki penutupan lan, kegiatan penyimpanan air juga perlu dilakukan. Pada penutupan lan seperti pertanian lan kering, pertanian lan kering bercampur semak belukar dan hutan lan kering sekunder dapat dibuat rorak atau embung untuk menyimpan air hujan. Pembuatan rorak dan embung perlu mempertikan kondisi keadaan tanah dan kemiringan lereng, karena untuk tanah-tanah yang rentan longsor pembuatan rorak atau embung akan mempercepat terjadinya longsor. Sedangkan untuk areal pemukiman dapat membuat sumur resapan. Banjir yang terjadi di Kabupaten dan Kodya Tangerang disebabkan karena daerah tersebut kebanyakan datar (kemiringan lereng < ) serta dengan penutupan lan sawah. Seluruh daerah di Kabupaten Tangerang yang masuk dalam DAS Cisadane (8.6 atau 8,78) sangat rentan terdap banjir. Selain bentuk lan yang datar, bentuk DAS yang menyempit pada ujungnya menyebabkan aliran sungai melambat di daerah hilir dan mengakibatkan banjir. Dari peta penutupan lan terlit bahwa dari 8.500 Kabupaten Tangerang yang berada pada DAS Cisadane, sawah merupakan penutupan lan yang paling luas, yaitu seluas 9.79 atau dari luas Kabupaten Tangerang pada DAS Cisadane. Penutupan lan yang lainnya adalah pemukiman (,7), tambak () dan bandara (). Ke empat penutupan lan tersebut (76,7), semuanya rentan terdap banjir, baik karena permukaan tanah yang menjadi kedap ataupun jenuh dengan air. Untuk itu tanpa bantuan teknik-teknik yang dapat mempercepat penyerapan air ke dalam tanah Kabupaten Tangerang akan sering kebanjiran. Seperti Kabupaten Tangerang, seluruh Kodya Tangerang (850,90 ) juga sangat rentan terdap baya banjir. Dari luasan tersebut 6 adalah pemukiman, 8 sawah dan 7 bandara; sehingga dapat dimengerti apabila banjir selalu terjadi di Kodya Tangerang. Untuk mengurangi volume banjir di Kabupaten dan Kodya Tangerang, pembangunan polder merupakan salah satu alternatif yang sesuai untuk daerah perkotaan. Pembuatan sumur resapan di Kodya Tangerang rus mempertikan kedalaman muka air tanah. Jika daerah-daerah tersebut kedalaman muka air tanah lebih besar 6 meter maka layak dibangun sumur resapan namun jika kedalamannya kurang dari 6 meter maka sumur resapan tidak efektif mengurangi banjir. Selain dari sungai Cisadane, Kodya Tangerang juga menerima limpan aliran dari sub DAS-Sub DAS di sekitarya. Akibatnya pada saat hujan deras limpan aliran sungai dari sub DAS tersebut tidak dapat masuk ke sungai utama (Sungai Cisadane) sehingga menyebabkan banjir di sekitarnya. KESIMPULAN 7

ISBN: 978-60-6-0-0 Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 06 Bencana banjir yang sering terjadi di DAS Cisadane disebabkan karena tingginya curah hujan rian maksimum (>50 mm) di Kabupaten Bogor, penutupan lan berupa pemukiman, sawah dan lan kering yang dominan di Kabupaten dan Kodya Tangerang, luasnya lan dengan kemiringan < serta bentuk DAS yang menyempit di daerah hilir. Untuk mengurangi volume banjir di daerah hilir, maka prinsip menan air selama mungkin di daerah hulu adalah metoda yang paling tepat. Pembuatan rorak dan embung pada lokasi yang tidak rawan longsor di daerah hulu serta pembuatan polder di daerah hilir merupakan salah satu cara untuk mempertankan air sebelum dialirkan ke laut. Pembuatan sumur resapan di daerah hilir rus mempertikan kedalaman muka air tanah. PENGHARGAAN (acknowledgement) Terima kasih diucapkan kepada para peneliti dan teknisi yang membantu pengumpulan data penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada BPDAS Citarum Ciliwung yang telah memberikan data yang diperlukan untuk penelitian ini. REFERENSI Anon, 0. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8/0Tentang Sungai, Indonesia. Anon, 007. UU No tahun 007 tentang Penanggulangan Bencana, Indonesia. Ariyora, Y., Budisusanto, Y. & Prasasti, I., 05. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh dan SIG untuk Analisa Banjir (Studi Kasus: Banjir Provinsi DKI Jakarta). Geoid, 0(0), pp.7 6. BNPB, 05. Data dan informasi bencana Indonesia. Profil kebencanaan. Available at: http://www.dibi.bnpb.go.id [Accessed January, 05]. Heryani, N., 008. Sistem pemanenan air hujan (rainwater catchment systems): dalam upaya pengelolaan banjir di daerah perkotaan. Available at: https://bebasbanjir05.wordpress.com/ [Accessed January, 06]. Junaidi, E., 005. Mampukah tutupan lan hutan mengatur proses tata air daerah aliran sungai (DAS) (Studi Kasus di DAS Cisadane)., pp. 0. Nilda, Adnyana, I.W.S. & Merit, I.N., 00. Analisis peruban penggunaan lan dan dampaknya terdap sil air di DAS Cisadane Hulu. Ecotrophic, 9(), pp.5 5. Paimin et al., 0. Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai H. Santoso & Pratiwi, eds., Bogor: Pusat Litbang Konservasi dan Rebilitasi. Rardjo, P.N., 009. Masalah Banjir Sebagai Akibat dari Buruknya Sistem Pengelolaan DAS. Studi Kasus di DAS Cantiga Bintaro. J. Hidrosfir Indonesia, (), pp. 8. 8