BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

PEDOMAN WAWANCARA. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE. Liza Marini1 dan Julinda2 Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

MASA DEWASA AWAL. Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

PENDAHULUAN. Seorang istri bertugas mendampingi suami dan merawat anak. yang bahagia dan mendapat kepuasan perkawinan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Locus Of Control. (Cvetanovsky et al, 1984; Ghufron et al, 2011). Rotter (dalam Ghufron et al 2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa,

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG BELUM MEMILIKI ANAK

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB II LANDASAN TEORI

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. PERNIKAHAN 2.1.1. Definisi Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku (http://organisasi.org/arti-definisi-pengerian-perkawinan-pernikahandan-dasar-tujuan-nikah-kawin-manusia). Pernikahan adalah komitmen emosional dan sah dari dua orang untuk berbagi keintiman emosional dan fisik, berbagai macam tugas, dan sumber daya ekonomi (Olson & DeFrain, 2006). Pernikahan menurut Seccombe & Warner, yaitu : a legally and socially recognized relationship between a woman and a man that includes sexual, economic, and social rights and responsibilities for partners. Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, 10

pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga merupakan awal dari terbentuknya keluarga dengan penyatuan dua individu yang berlainan jenis serta lahirnya anak-anak (Papalia & Olds, 1998). Sembilan karakteristik pernikahan berikut diidentifikasi oleh Carlfred Broderick (Olson & DeFrain, 2006) karakteristik ini ditemukan umum di tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan kelompok-kelompok etnis dan budaya yaitu: Pernikahan adalah sebuah peristiwa demografis. Pernikahan adalah gabungan dari dua keluarga dan jaringan sosial. Pernikahan adalah kontrak legal antara pasangan dan negara. Pernikahan adalah sebuah perserikatan ekonomi. Pernikahan adalah pengaturan hidup yang paling umum dari orang dewasa. Pernikahan adalah konteks aktivitas seksual paling manusiawi. Pernikahan adalah sebuah unit reproduksi. Pernikahan adalah sebuah unit untuk anak bersosialisasi. Pernikahan adalah kesempatan untuk mengembangkan keintiman, hubungan saling berbagi. Pernikahan memunculkan berbagai keuntungan bagi para pasangan yaitu hidup dengan umur yang lebih panjang, lebih sehat, gaya hidup yang dijalani lebih sehat, lebih banyak pendapatan dan kekayaan, hubungan seksual yang lebih baik, berkurangnya kekerasan dalam rumah tangga bagi wanita, dan anak yang lebih sukses (Olson & DeFrain, 2006). 11

Menikah juga baik untuk pria dalam hal karir dan pendapatan keuangan mereka, menurut Waite dan Gallagher (Olson & DeFrain, 2006). Mereka berpendapat bahwa pernikahan hampir sama pentingnya dengan pendidikan dalam memprediksi kesuksesan seseorang dalam karir. Mereka juga mengusulkan bahwa banyak pria menikah lebih sukses karena mereka dapat lebih fokus pada mendapatkan uang dan tahu bahwa tugas-tugas lain seperti makanan, cucian, dan perawatan anak akan ditangani oleh istri-istri mereka. Selain itu, seorang istri sering memberikan kontribusi ide-ide tentang pekerjaan suaminya dan umumnya mendukung karir suami. 2.1.2. Tipe-tipe Pernikahan Terdapat dua tipe pernikahan yang diakui secara umum, yaitu : a. Pernikahan tradisional adalah tipe pernikahan yang mengalokasikan peran dan tanggung jawab suami istri sesuai dengan jenis kelamin mereka. Peran seorang suami misalnya mengontrol masalah ekonomi dalam keluarga dan memiliki otoritas untuk membuat keputusan untuk seluruh keluarga. Sementara itu, peran seorang istri adalah bertanggungjawab pada tugastugas rumah tangga (dalam Moerika, 2008). b. Pernikahan egaliter, peer, atau status sejajar. Tipe pernikahan ini ditandai dengan pembagian peran dan tanggung jawab dalam segala aspek kehidupan rumah tangga. Baik suami maupun istri dapat saling memunculkan dan mengharapkan dukungan sosial, afeksi, emosi, 12

seksualitas, sumber keuangan, kemampuan menjadi orangtua, dan pekerjaan rumah tangga dari pasangannya (Regan dalam Moerika, 2008). 2.1.3. Faktor-faktor yang Membuat Pernikahan Sukses Pernikahan, seperti pola hubungan yang lain, saling mempengaruhi satu sama lainnya, tetapi prediktor yang paling penting untuk kesuksesan dimasa yang akan datang dapat diidentifikasi. Satu, faktor kunci dalam setiap pernikahan adalah kematangan dari kedua pasangan saat mereka menikah. Secara umum, semakin muda pasangan, semakin tipis kemungkinan rintangan akan hilang, khususnya ketika mereka menikah di usia belasan atau awal 20 tahun (Kail & Cavanaugh, 2010). Isu usia ini dihubungkan dengan teori Erik Erikson yang percaya bahwa intimasi tidak bisa dicapai sebelum satu identitas terbentuk. Alasan lainnya yang meningkatkan atau menurunkan kemungkinan pernikahan akan berakhir adalah jaminan keuangan dan kehamilan pada saat menikah. Hal kedua yang menjadi prediksi penting dalam keberhasilan pernikahan adalah homogamy atau kesamaan nilai dan ketertarikan yang dibagi oleh pasangan. Seperti yang kita lihat dalam hubungan untuk memilih pasangan, tingkat dimana pasangan berbagi nilai yang sama, tujuan, sikap, status sosial ekonomi, dan latar belakang etnis meningkatkan kemungkinan hubungan mereka menjadi sukses. Faktor yang ketiga dalam memprediksikan kesuksesan pernikahan adalah perasaaan bahwa hubungan adalah sesuatu yang sama. Merujuk pada teori pertukaran (exchange theory), pernikahan biasanya didasari dengan kontribusi 13

setiap pasangan pada hubungan tersebut. Kepuasan dan kebahagian dalam pernikahan terlihat ketika kedua pasangan merasa bahwa ada pertukaran yang sesuai, atau keadilan dalam semua dimensi suatu hubungan (Kail & Cavanaugh, 2010). 2.2. KEPUASAN PERNIKAHAN 2.2.1. Definisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan menurut Hawkins (dalam Olson & DeFrain, 2006) adalah perasaan bahagia, puas, pengalaman menyenangkan yang sifatnya subjektif yang dimiliki seseorang berkaitan dengan keseluruhan aspek dari pernikahan. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang berubah sepanjang perjalanan pernikahan itu sendiri. Berdasarkan dua pendapat tokoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah perasaan bahagia, merasa terpenuhi dan pengalaman menyenangkan yang bersifat subjektif sekaligus sebagai evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang berubah sepanjang perjalanan pernikahan dan berkaitan dengan keseluruhan aspek pernikahan tersebut. 2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan Menurut Duvall dan Miller (dalam Desmayanti, 2009), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan yaitu faktor sebelum menikah dan faktor yang muncul setelah menikah. 14

1. Faktor-faktor Sebelum Menikah Faktor-faktor sebelum menikah yang mempengaruhi kepuasan pernikahan antara lain, kebahagiaan masa kanak-kanak, ketegasan dalam disiplin, pendidikan seks, tingkat pendidikan, dan lamanya waktu berkenalan dengan pasangan sebelum menikah. 2. Faktor-faktor Setelah Menikah Faktor-faktor yang muncul setelah menikah antara lain adanya saling keterbukaan dalam mengekspresikan perasaan cinta, rasa saling percaya, tidak saling mendominasi dalam pengambilan keputusan, adanya keterbukaan dalam berkomunikasi, perasaan senang keduanya dalam hubungan seks, penghasilan yang cukup, serta saling berpartisipasi dalam kehidupan sosial pasangan. 2.2.3. Aspek-Aspek dalam Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek dalam pernikahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Olson & Fower (dalam Julinda, 2009). Adapun aspek-aspek tersebut antara lain: a. Communication (Komunikasi) Aspek ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap komunikasi dalam hubungan mereka sebagai suami istri. Aspek ini berfokus pada tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh pasangan dalam membagi dan menerima informasi emosional dan kognitif. 15

b. Leisure Activity (Kegiatan Waktu Senggang) Aspek ini mengukur pada pilihan kegiatan yang dipilih untuk menghabiskan waktu senggang. Aspek ini merefleksikan aktivitas sosial versus aktivitas personal, pilihan untuk saling berbagi antar individu, dan harapan dalam menghabiskan waktu senggang bersama pasangan. c. Religious Orientation (Orientasi Agama) Aspek ini mengukur makna kepercayaan agama dan prakteknya dalam pernikahan. Nilai yang tinggi menunjukan agama merupakan bagian penting dalam pernikahan. Agama secara langsung mempengaruhi kualitas pernikahan dengan memelihara nilai-nilai suatu hubungan, norma dan dukungan sosial yang turut memberikan pengaruh besar dalam pernikahan, mengurangi perilaku berbahaya dalam pernikahan (Christiano, 2000; Wilcox, 2004, Wolfinger & Wilcox, 2008 dalam Julinda, 2009). Pengaruh tidak langsung dari agama yaitu kepercayaan terhadap suatu agama dan beribadah cenderung memberikan kesejahteraan secara psikologis, norma prososial dan dukungan sosial diantara pasangan (Ellison, 1994; Gottman, 1998; Amato & Booth, 1997 Wolfinger & Wilcox, 2008 dalam Julinda, 2009). d. Conflict Resolution (Resolusi Konflik) Aspek ini mengukur persepsi pasangan mengenai eksistensi dan resolusi terhadap konflik dalam hubungan mereka. Aspek ini berfokus pada keterbukaan pasangan terhadap isu-isu pengenalan, penyelesaian, strategi-strategi yang digunakan untuk menghentikan argumen, serta saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama dan membangun kepercayaan satu sama lain. 16

e. Financial Management (Management Keuangan) Aspek ini berfokus pada sikap dan berhubungan dengan bagaimana cara pasangan mengelola keuangan mereka. Aspek ini mengukur pola bagaimana pasangan membelanjakan uang mereka dan perhatian mereka terhadap keputusan finansial mereka. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan (Hurlock, 1999). f. Sexual Orientation (Orientasi Seksual) Aspek ini mengukur perasaan pasangan mengenai afeksi dan hubungan seksual mereka. Aspek ini menunjukan sikap mengenai isu-isu seksual, perilaku seksual, kontrol kelahiran, dan kesetiaan. Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak dicapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri. g. Family and Friends (Keluarga dan Pertemanan) Aspek ini menunjukan perasaan-perasaan dan terkait dengan hubungan dengan anggota keluarga, keluarga dari pasangan, dan teman-teman. Aspek ini menunjukan harapan-harapan untuk dan kenyamanan dalam menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman. 17

h. Children and Parenting (Anak-anak dan Menjadi Orang tua) Aspek ini mengukur sikap-sikap dan perasaan-perasaan mengenai mempunyai dan membesarkan anak. Aspek ini berfokus pada keputusankeputusan yang berhubungan dengan disiplin, tujuan-tujuan untuk anak-anak dan pengaruh anak-anak terhadap hubungan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam pernikahan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud. i. Personality Issues (Isu Kepribadian) Aspek ini mengukur persepsi individu mengenai pasangan mereka dalam menghargai perilaku-perilaku dan tingkat kepuasan yang dirasakan terhadap masalah-masalah itu. j. Equalitarian Role (Peran Egalitarian) Aspek ini mengukur perasaan-perasaan dan sikap-sikap individu mengenai peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada pekerjaan, pekerjaan rumah, seks, dan peran sebagai orang tua. Semakin tinggi nilai ini menunjukan bahwa pasangan memilih peran-peran egalitarian. 18

2.2.4. Kriteria Kepuasan Pernikahan Menurut Skolnick (dalam Lemme, 1995), ada beberapa kriteria dari pernikahan yang memiliki kepuasan yang tinggi, antara lain: a. Adanya relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan, dimana dalam keluarga terdapat hubungan yang hangat, saling berbagi dan menerima antar sesama anggota dalam keluarga. b. Kebersamaan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga. Setiap anggota keluarga merasa menyatu dan menjadi bagian dalam keluarga. c. Model parental role yang baik. Pola orangtua yang baik akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka. Hal ini bisa membentuk keharmonisan dalam keluarga. d. Penerimaan terhadap konflik-konflik. Konflik yang muncul dalam keluarga dapat diterima secara normatif, tidak dihindari melainkan berusaha untuk diselesaikan dengan baik dan menguntungkan bagi semua anggota keluarga. e. Kepribadian yang sesuai. Dimana pasangan memiliki kecocokan dan saling memahami satu sama lain. Hal yang penting juga yaitu adanya kelebihan yang satu dapat menutupi kekurangan yang lainnya sehingga pasangan dapat saling melengkapi satu sama lain. f. Mampu memecahkan konflik. Levenson (dalam Lemme, 1995) mengatakan bahwa kemampuan pasangan untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh pasangan untuk menyelesaikan konflik yang ada dapat mendukung kepuasan pernikahan pasangan tersebut. 19

2.2.5. Komponen-komponen Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan memiliki komponen-komponen yang dapat mengindikasikan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh pasangan suami-istri menunjukkan kepuasan dalam pernikahan. Menurut Stinnet, Walters dan Kaye (dalam Desmayanti, 2009) komponen dalam kepuasan pernikahan yaitu : 1. Adanya perasaan bahagia pada masing-masing individu pasangan suami istri karena adanya ikatan atau komitmen di antara mereka. 2. Terpenuhinya kebutuhan emosional dasar yang bersifat saling menguntungkan atau dengan kata lain dapat saling memenuhi kebutuhan pasangan. 3. Masing-masing individu suami dan istri memperkaya aspek-aspek kehidupan pasangan masing-masing. 4. Hubungan pernikahan yang dijalani mengembangkan kepribadian dan mendukung peningkatan potensi individu yang dimiliki masing-masing. 5. Terdapat dukungan emosional yang sifatnya mutual, tidak saling mengancam diri masing-masing, dan merasa senang bila berada dengan pasangan. 6. Ada rasa saling pengertian dan penerimaan terhadap pribadi masing-masing. 7. Ada rasa saling menjaga dan memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan satu sama lain, menghargai, serta secara ikhlas betanggung jawab atas tercapainya kebutuhan masing-masing. 20

2.3. Pernikahan dengan Istri sebagai Ibu Rumah Tangga dan Istri yang Berkarir Menurut Berk (2010) ada dua tipe pernikahan yaitu pernikahan tradisional dan pernikahan egalitarian. Pernikahan tradisional yaitu pernikahan yang melibatkan pembagian yang jelas antara peran suami dan istri. Laki-laki adalah kepala rumah tangga, tanggung jawab utamanya adalah ekonomi yang baik bagi keluarganya. Perempuan mendedikasikan dirinya untuk merawat suami dan anakanaknya dan menciptakan suasana rumah yang nyaman. Dalam beberapa dekade terakhir, pernikahan ini telah berubah, dimana banyak wanita yang fokus menjadi seorang ibu, namun saat anak-anaknya masih kecil kemudian kembali bekerja. Pernikahan egalitarian yaitu pasangan dengan hubungan setara, pembagian kewenangan dan otoritas. Berdua berusaha untuk menyeimbangkan waktu dan energi mereka mendedikasikan diri untuk pekerjaan, anak-anak dan hubungan mereka. Kebanyakan wanita yang terpelajar yang berorientasi terhadap pekerjaan mengharapkan pernikahan semacam ini. Pasangan mahasiswa yang berniat untuk menikah sering merencanakan terlebih dahulu bagaimana mereka berbagi peran pekerjaan dan keluarga, terutama jika wanita bermaksud untuk memasuki karir yang didominasi oleh para laki-laki. Menurut Berk (2010), pembagian kerja pada pasangan menikah sudah ditetapkan sebelumnya yang biasa dikenal dengan marital role. Marital role merupakan peran yang diharapkan dari suami dan istri dalam rumah tangga. Pada awalnya, peran yang berlaku dalam kehidupan rumah tangga adalah traditional 21

role. Di dalam traditional role, suami merupakan kepala rumah tangga dan bertanggungjawab dalam kesejahteraan ekonomi keluarga, sedangkan istri bertugas melayani suami, mengasuh anak, serta menciptakan kenyamanan dan kehangatan keluarga. Seiring perkembangan zaman, traditional role tersebut berubah menjadi egalitarian role dimana suami tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang bertanggungjawab dalam kesejahteraan ekonomi keluarga karena istri juga mengambil peran dalam hal tersebut sehingga tugas-tugas rumah tangga yang seharusnya dilakukan oleh istri tidak sepenuhnya dikerjakan dengan baik. Pasangan suami istri yang mengembangkan karir mereka pada saat yang bersamaan dalam suatu pernikahan disebut sebagai dual-career couples (dalam Julinda, 2009). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunahara (dalam Aryati, 2010) menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan pada wanita yang berkarir (dual career) lebih tinggi daripada kepuasan pernikahan ibu rumah tangga (single career). Menurut Kiong (dalam Desmayanti, 2009) ada beberapa hal yang menjadi alasan istri bekerja. Pertama, secara mental lebih siap jika sesuatu terjadi pada pasangan hidup (meninggal/bercerai/phk,dll), karena dengan wanita menghasilkan, setidaknya kehidupan rumah tangga tetap masih berjalan. Kedua, dengan kondisi seorang wanita yang mengetahui bagaimana kondisi di luar rumah, dan bagaimana sulitnya perjuangan hidup, akan membuat pengertian sebagai seorang istri terhadap suami lebih baik, sehingga meminimalkan konflik. Ketiga, dua orang dalam sebuah rumah tangga yang dapat menghasilkan, otomatis secara ekonomi lebih baik karena tidak dapat dipungkiri penyebab terbesar 22

terjadinya konflik di dalam rumah tangga disebabkan oleh masalah ekonomi. Alasan yang terakhir adalah jika seorang wanita lebih mandiri akan lebih dihargai dan lebih mampu berbagi peran dengan suami. Alasan pasangan suami istri yang bekerja umumnya untuk meningkatkan keuangan atau penghasilan untuk menghidupi keluarga mereka. Saat ini, banyak ditemukan wanita di berbagai bidang pekerjaan dan kenyataannya wanita-wanita yang bekerja merupakan wanita yang sudah menikah, Betz & Fitzgerald (dalam Desmayanti, 2009). Dengan demikian, dapat dikatakan banyak pernikahan yang egalitarian pada saat ini, yaitu bentuk pernikahan dimana pasangan suami dan istri bekerja. Menurut Baron & Byrne (1994), bentuk-bentuk pernikahan dengan istri bekerja yaitu: 1. Symmetrica, dimana pasangan suami istri bekerja, memiliki belief egalitarian mengenai jenis kelamin dan pembagian tugas rumah tangga tidak dilakukan berdasarkan stereotype jenis kelamin tertentu. 2. Parallel, dimana suami memegang peran pencari nafkah dan tugas rumah tangga terbagi berdasarkan stereotype jenis kelamin. 3. Differential, dimana pasangan suami istri bekerja namun peran pencari nafkah utama adalah suami dan pembagian tugas rumah tangga dilakukan berdasarkan stereotype jenis kelamin. 4. Reversed, dimana istri yang bekerja dan mencari nafkah, adapun pembagian tugas rumah tangga tidak berdasarkan stereotype jenis kelamin serta hubungan antara suami istri cenderung bersifat companiate. 23

2.4. DEWASA AWAL 2.4.1. Tugas Perkembangan Dewasa Awal Rosdahl & Kowalski (dalam Julinda, 2010) membagi tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal menjadi dua yaitu: a. Individu pada usia 20-30 tahun Individu pada usia 20-30 tahun biasanya akan menghadapi berbagai pilihan seperti memilih tempat tinggal, karir, mengembangkan identifikasi diri, mengembangkan hubungan dengan orang lain dan mulai membentuk keluarga. Individu masa dewasa awal memilih untuk tetap tinggal dengan orangtua atau tidak. Keputusan lain yang harus dipilih adalah mengenai pemilihan karir yang berhubungan dengan pendidikan. Pendidikan dan karir berhubungan dengan situasi ekonomi, tujuan, kemampuan dan minat individu. Individu yang bekerja seharusnya dapat menikmati pekerjaan mereka, yakin akan apa yang mereka lakukan dengan kemampuan mereka dan merasa bahwa mereka turut memberikan kontribusi kepada lingkungan. Tugas perkembangan lainnya pada usia 20-30 tahun adalah mengembangkan hubungan dengan orang lain. Individu dewasa awal akan mulai membentuk persahabatan baru dan hubungan yang intim dengan orang lain yang mampu memberikan dukungan dan pengertian yang kemudian mengarahkan ke jenjang pernikahan. Pria umumnya menikah di usia akhir 20-an, namun wanita biasanya menikah di pertengahan usia 20-an. 24

Tugas perkembangan terakhir adalah memulai keluarga. Lingkungan umumnya mengharapkan individu dewasa untuk menikah dan membentuk keluarga. Banyak individu dewasa yang menunda pernikahan dan kehadiran anak sampai usia 30-an. Individu pada usia 20-30 tahun biasanya lebih memilih untuk mengembangkan karir dan memperoleh keadaan ekonomi yang aman. Pada usia 28 sampai 32, individu dewasa awal umumnya membuat keputusan baru dan mempertimbangkan kembali keputusan-keputusan yang pernah diambil sebelumnya. Individu dewasa yang telah menikah mungkin akan mempertanyakan untuk tetap tinggal dengan pasangan atau tidak, mereka juga mungkin akan mempertanyakan diri mereka mengenai perubahan karir mereka. Pada masa inilah, individu dewasa awal menyadari bahwa mereka dapat membuat keputusan sesuai dengan keinginan dan perasaan mereka, bukan didasarkan atau kepercayaan akan hal lain. b. Usia 30-40 tahun Pada awal usia 30-an, individu dewasa mulai menetapkan pilihan dalam hal mengembangkan karir, beberapa diantaranya memutuskan untuk membeli rumah dan merasa lebih nyaman dengan pasangan mereka. Kehidupan menjadi lebih rasional dan tersusun rapi. Pasangan pada usia 30-40 tahun mungkin bekerja dengan waktu yang berbeda satu sama lain yang akhirnya dapat mempengaruhi waktu interaksi dengan pasangan, waktu keluarga, dan tanggung jawab dalam merawat anak. 25

Individu yang menginginkan peningkatan karir harus mengikuti peraturanperaturan yang ada dalam dunia pekerjaannya. Perusahaan-perusahaan mungkin saja menetapkan pekerja dari satu tempat ke tempat lain. Transfer dalam pekerjaan biasanya dapat menjadi konflik bagi pasangan dual-career, misalnya jika salah satu pasangan memperoleh pekerjaan yang lebih baik di daerah lain, pasangan lainnya harus memilih apakah tetap ingin tinggal bersama dengan pekerjaan sebelumnya, atau pasangan lainnya harus ikut pindah dan mencari pekerjaan baru di tempat lain atau pasangan dapat memilih untuk tinggal berjauhan namun tetap menjaga hubungan mereka. Individu pada usia 30-40 tahun juga akan menghadapi berbagai perubahan dalam hidup mereka, diantaranya pada anak-anak yang mulai dewasa dan meninggalkan rumah dan lebih tertarik untuk bersama teman-teman sebaya dibandingkan bersama orangtua. Orangtua yang biasanya menjaga anak-anak akan merasakan kehilangan dan kesepian, sehingga orangtua perlu untuk mencari minat pada hal lain. Ketika anak-anak meninggalkan rumah, para orangtua mulai memperbaiki hubungan dengan pasangan mereka. Mereka dapat mengembangkan hubungan intim yang lebih mendalam atau dapat memutuskan untuk kehilangan keintiman mereka dengan pasangan mereka dan berakhir pada perceraian. Perubahan karir dan perpindahan ke kota lain dapat membuat kehidupan keluarga dan keintiman hubungan dengan pasangan menjadi kurang stabil. Perceraian dapat muncul dan individu perlu melakukan penyesuaian yang berhubungan dengan perceraian. Individu dewasa yang bercerai akan menghadapi tantangan dalam 26

mencari pasangan baru dan keadaan ekonomi yang tidak stabil, ataupun masih berusaha memahami hubungan mereka dengan mantan pasangan mereka. 2.4.2. Karakteristik Masa Dewasa Awal Menurut Hurlock (1990), karakteristik individu dewasa awal adalah: a. Masa pengaturan Individu dewasa awal mulai mencoba-coba untuk menemukan pekerjaan dan pasangan yang tepat. Sekali individu menemukan pola hidup yang diyakininya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, maka individu tersebut akan mengembangkan pola-pola perilaku sikap dan nilai-nilai yang akan cenderung akan menjadi kekhasan selama sisa hidupnya. b. Usia reproduktif Individu dewasa awal yang menikah akan berperan sebagai orangtua pada usia 20 atau 30-an. c. Masa bermasalah Masalah-masalah yang dihadapi individu masa dewasa awal berhubungan dengan penyesuaian diri dalam berbagai aspek utama kehidupan masa dewasa awal diantaranya penyesuaian diri dalam kehidupan perkawinan dan karir. d. Masa ketegangan emosional Sekitar awal atau pertengahan usia 30-an, kebanyakan individu dewasa awal telah mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan cukup baik sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional. Emosi menggelora yang merupakan ciri tahun-tahun awal kedewasaan masih 27

tetap kuat pada usia 30-an, hal ini merupakan tanda bahwa penyesuaian diri pada kehidupan orang-orang dewasa belum terlaksana secara memuaskan. e. Masa keterasingan Masa keterasingan merupakan masa individu dewasa merasakan keterpencilan sosial atau yang disebut Erik Erikson sebagai krisis keterasingan. Krisis keterasingan dapat terjadi karena pada masa sebelumnya, individu masih bergantung dengan persahabatan dan orangtua, namun pada masa dewasa awal dihadapkan pada keadaan untuk bersaing dan hasrat yang kuat untuk mencapai karir. f. Masa komitmen Individu dewasa awal akan mengalami perubahan tanggung jawab dari remaja yang sepenuhnya bergantung pada orangtua menjadi invidu dewasa yang mandiri. Individu dewasa awal perlu menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru. Pola hidup, tanggung jawab dan komitmen-komitmen baru mungkin dapat berubah, namun pola-pola ini dapat menjadi landasan yang akan membentuk pola hidup, tanggung jawab dan komitmen baru di masa mendatang. g. Masa ketergantungan Beberapa individu pada masa dewasa awal yang sudah mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, namun beberapa diantaranya masih menemui kesulitan ekonomi sehingga harus bergantung pada orangtua atau 28

bergantung pada beasiswa dari perguruan tinggi untuk dapat melanjutkan pendidikannya. h. Masa perubahan nilai Individu masa dewasa awal harus dapat menerima perubahan nilai yang terjadi di masyarakat supaya dapat diterima dalam kelompok orang dewasa termasuk perubahan nilai ketika mereka menjadi orangtua. i. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru Individu masa dewasa awal dihadapkan pada tugas untuk menyesuaikan diri pada kehidupan pekerjaan dan kehidupan pernikahan. j. Masa kreatif Bentuk kreativitas yang akan terlihat pada masa dewasa awal adalah kreativitas yang bergantung pada minat dan kemampuan individual, kemampuan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Ada individu yang menyalurkan kreativitas melalui hobi, ada yang menyalurkannya melalui pekerjaan yang memungkinkan untuk menyalurkan ekspresi kreativitasnya. 2.4. KERANGKA PEMIKIRAN Para istri beberapa lebih senang jika dirinya benar-benar hanya menjadi ibu rumah tangga, yang sehari-hari berkutat di rumah dan mengatur rumah tangga. Namun, keadaan menuntut nya untuk bekerja, untuk menyokong keuangan keluarga. Kondisi tersebut mudah menimbulkan stres karena bekerja bukanlah timbul dari keinginan diri namun seakan tidak punya pilihan lain demi membantu 29

ekonomi rumah tangga. Biasanya, para istri yang mengalami masalah demikian, cenderung merasa sangat lelah (terutama secara psikis), karena seharian memaksakan diri untuk bertahan di tempat kerja. Selain itu ada pula tekanan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan peran ganda itu sendiri. Memang, kemampuan manajemen waktu dan rumah tangga merupakan salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi oleh para istri bekerja (Rini, 2002). Dampak dari istri yang bekerja adalah adanya perbedaan signifikan antara keluarga yang istrinya bekerja dan istri yang tidak bekerja dalam hal konflik yang terjadi dalam rumah tangga. Dikatakan konflik lebih banyak terjadi pada rumah tangga dengan istri yang bekerja. Menurut Gionopulos & Mitchel (dalam Desmayanti, 2009) juga mengatakan hal yang sama bahwa konflik lebih banyak terjadi pada rumah tangga dengan istri bekerja. Dalam hal lain, kebahagiaan yang dirasakan dan keberhasilan untuk mempertahankan pernikahan lebih tinggi dibandingkan istri yang tidak bekerja, menurut Hoffman & Nye (dalam Desmayanti, 2009). 30

Dewasa Awal Mempunyai tugas perkembangan, salah satunya adalah membentuk keluarga atau menikah Pernikahan Pernikahan Tradisional Pernikahan Egaliter Istri sebagai Ibu Rumah Tangga (Single Career) Istri yang Berkarir (Dual Career) Menurut hasil penelitian oleh Sunahara (dalam Aryati, 2010) menunjukkan kepuasan pernikahan pada wanita yang berkarir (dual career) lebih tinggi daripada kepuasan pernikahan ibu rumah tangga (single career). Kepuasan Pernikahan Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Peneliti Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan : - Communication - Religious Orientation - Conflict Resolution - Financial Management - Sexual Orientation - Family and Friends - Children and Parenting - Personality Issue - Equalitarian Role 31