BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan obyek benda tetap berupa tanah dengan atau tanpa benda-benda yang

BAB V PENUTUP. 1. Bagaimana pandangan Notaris terhadap kedudukan Hukum Surat Kuasa

BAB I PENDAHULUAN. Tanah yang merupakan kebutuhan pokok bagi manusia akan berhadapan dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh bank, salah satunya dengan memberikan fasilitas kredit untuk

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

ialah sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, sila pertamanya ialah

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keteraturan merupakan kebutuhan manusia yang sangat pokok atau

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang terjadi di negara-negara berkembang pada saat ini

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lainnya, pengaturan mengenai Notarisdiatur dalamundangundang

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

Oleh Dhevi Nayasari Sastradinata Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

AULIA RACHMAN AMIRTIN. Keywords: Power of Attorney Imposing Collateral Right.

B AB I PENDAHULUAN. peraturan bank tersebut. Sebelumnya, calon nasabah yang akan meminjam

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I. Kepastian Hukum Pengaturan Tata Cara Pengisian Blanko Akta Pejabat. Pembuat Akta Tanah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan demi pengamanan pemberian dana atau kredit. dalam hal jaminan tersebut berupa tanah. Menurut Habib Adjie, bahwa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

KAJIAN HUKUM TERHADAP SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. sudah berlangsung kurang lebih 45 tahun sejak dilahirkannya Undang-Undang

Pengertian Perjanjian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. umum berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan taraf hidup adalah dengan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. Akta Tanah. 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa Pejabat Pembuat

PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Sebagai warga negara Indonesia di dalam sebuah negara hukum,

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

PENGATURAN KEWENANGAN PEMBUATAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) LINGGA CITRA HERAWAN NRP :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. manusia lainya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik. Akta otentik yang dibuat oleh notaris tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang bersifat sempurna. Maka dari itu masyarakat akan lebih memilih membuat membuat akta dihadapan notaris dibandingkan dengan akta bawah tangan agar suatu saat ketika terjadi sengketa di pengadilan mereka mempunyai alat bukti yang kekuatan pembuktiannya bersifat sempurna. Suatu akta Notaris dapat dikatakan otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang bersifat sempurna, maka akta tersebut wajib memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Selanjutnya dalam Pasal 1869 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak. Notaris selaku pejabat umum yang membuat akta otentik harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku agar akta yang dibuat bersifat otentik. 100

2 Akta yang dibuat notaris dapat menjadi sebuah akta otentik apabila akta tersebut dibuat sesuai dengan ketentuan formil yang disyaratkan undangundang. Ketentuan di Indonesia yang saat ini khusus mengatur mengani jabatan notaris terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris juncto Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJN). Dalam UUJN mengatur mengenai bentuk akta otentik yang wajib ditaati oleh notaris. Bentuk akta notaris tersebut diatur dalam Pasal 38 UUJN terdiri dari awal akta atau kepala akta, badan akta, dan akhir atau penutup akta. Notaris dalam pembuatan akta otentik tidak memenuhi atau lalai memenuhi ketentuan mengenai bentuk akta tersebut di atas, maka akta otentik tersebut tidak memenuhi syarat akta otentik sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 41 UUJN sendiri telah mengatur apabila ketentuan mengenai bentuk akta otentik tersebut dilanggar, maka akta otentik hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Salah satu elemen masyarakat yang banyak membutuhkan notaris untuk membuat akta otentik ialah lembaga perbankan. Perbankan dalam melaksanakan fungsinya menyalurkan kembali dana masyarakat dalam bentuk kredit kepada masyarakat harus memegang prinsip kehati-hatian, yaitu dengan diupayakan adanya jaminan dari debitur. Untuk benda jaminan hak atas tanah, dapat dijadikan dilakukan dengan pembebanan hak tanggungan di atas hak atas tanah tersebut. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

3 Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut UUHT) menyatakan pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (untuk selanjutnya disebut PPAT). Pada dasarnya, pemberian Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan sebagai yang orang yang berhak atas objek Hak Tanggungan. Namun undang-undang memberi kelonggaran, apabila benarbenar diperlukan dan tidak dapat hadir sendiri oleh pemilik benda jaminan, maka dapat dikuasakan kepada pihak lain. Pemberian kuasa itu diberikan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (untuk selanjutnya disebut SKMHT). Pasal 15 UUHT menyebutkan bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT. Pembuatan SKMHT wajib menggunakan blanko akta yang telah disediakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Secara historis, penggunaan blanko diawali dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 11 Tahun 1961 tentang Bentuk Akta. Kemudian setelah berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, penggunaan blanko akta diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (untuk selanjutnya disebut PMNA Nomor 3 Tahun 1997). Setelah keluarnya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 (untuk selanjutnya disebut Perkaban Nomor

4 8 Tahun 2012) pembuatan SKMHT tidak lagi menggunakan blanko akta, namun bentuk dan tata cara pengisian akta tetap harus dibuat sesuai dengan yang ditentukan dalam lampiran Perkaban Nomor 8 Tahun 2012. Persoalan yang timbul dari Perkaban Nomor 8 Tahun 2012, yaitu ketika notaris akan membuat SKMHT sesuai dengan amanat Pasal 15 UUHT, di mana SKMHT yang diwajibkan bentuk dan tata cara pengisiannya tidak sesuai dengan bentuk akta yang diamanatkan UUJN kepada notaris dalam membuat akta notaris. Apabila notaris membuat akta notaris tidak sesuai dengan Pasal bentuk yang telah ditentukan UUJN, maka menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun UUJN telah tegas menyatakan bahwa akta notaris tersebut akan hanya mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan atau kehilangan otentisitasnnya. Di sisi lain jika tidak dibuat berdasarkan bentuk dan tata cara pengisian sesuai Perkaban Nomor 8 Tahun 2012, maka menurut Perkaban Nomor 8 Tahun 2012 pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah tidak dapat dilakukan. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis dengan judul OTENTISITAS SKMHT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS BERDASARKAN PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 DIKAITKAN DENGAN PASAL 38 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.

5 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah: 1. Bagaimana otentisitas dan akibat hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang dibuat oleh notaris berdasarkan bentuk dan tata cara pengisian yang ditentukan oleh Perkaban Nomor 8 Tahun 2012 dikaitkan dengan UUJN? 2. Bagaimana sinkronisasi hukum antara Perkaban Nomor 8 Tahun 2012 dengan peraturan perundang-undangan lainnya dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan? C. Keaslian Penelitian Dengan ini saya menyatakan, bahwa tesis ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh kesarjanaan di suatu perguruan tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan penulis di dalamnya tidak terdapat karya tulis atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Berdasarkan penelusuran kepustakaan, terdapat beberapa hasil penelitian yang terkait dengan penelitian yang penulis lakukan, antara lain: 1. Judul penelitian Kajian Hukum Terhadap Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Sesudah Berlakunya Perkaban Nomor 8 Tahun 2012 di Magelang, yang ditulis oleh Soraya Isnaini, tahun 2012 pada Program Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada dengan pokok permasalahan perbedaan mengenai Surat Kuasa Membebankan Hak

6 Tanggungan yang dibuat oleh Notaris maupun Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT); dan implikasi yuridis dari Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang dibuat oleh Notaris maupun Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 terhadap pembebanan Hak Tanggungan. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan diteliti penulis, antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh penulis ialah penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundangundangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Soraya Isnaini ialah penelitian dengan menggunakan metode Yuridis Empiris, yakni dengan melakukan pendekatan empiris artinya hukum sebagai kenyataan sosial, kultural atau Das Sein, di Kota Magelang. 2. Penelitian yang dilakukan penulis juga mengkaji Perkaban Nomor 8 Tahun 2012 dikaitkan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai penelitian lebih lanjut terhadap penelitianpenelitian yang sudah pernah dilakukan oleh Soraya Isnaini, maupun peneliti lainnya. D. Tujuan/Manfaat Penelitian Adapun tujuan penulisan tesis ini ialah :

7 1. Mengetahui dan menganalisis keotentikan dan akibat hukum dari SKMHT yang dibuat oleh notaris berdasarkan bentuk dan tata cara pengisian sesuai Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012. 2. Mengetahui dan menganalisis sinkronisasi hukum antara Perkaban Nomor 8 Tahun 2012 dengan peraturan perundang-undangan lainnya dikaitkan dengan Undang- undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Penulisan tesis ini seyogyanya diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis : 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan ilmu hukum, peraturan perundang-undangan, maupun peraturan-peraturan khususnya yang berkaitan dengan Notaris maupun PPAT. 2. Secara praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga dan sebagai tambahan pengetahuan dalam pelaksanaan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) oleh notaris dan bermanfaat bagi penelitian-penelitian yang lebih mendalam di masa mendatang bagi pihak yang terkait, seperti mahasiswa hukum, notaris, institusi pemerintah dan lain-lain.